Anda di halaman 1dari 39

CONGESTIVE HEART FAILURE 201

4
Topik : Gagal Jantung Kongestive
Tanggal (kasus) : 3 Juni 2014
Tanggal Presentasi : Tempat presentasi : Objektif presentasi :

Presenter : Pendamping : dr. H. Badrus

Penyegaran

Keilmuan
Deskripsi : Wanita usia 25 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 1 2 minggu sebelum
masuk RS. Riwayat sesak pernah dirasakn beberapa bulan sebelummnya, yang memberat hanya saat
aktivitas yang berat, namun dalam 1 2 minggu sebelum masuk RS os mengeluh sesak sangat
memberat, beraktivitas seringan apapun menimbulkan sesak dan terutamaa saat berbaring. Bengkak
pada kedua kaki dirasakan (+) 3 minggu sebelum masuk RS.Riwayat nyeri dada (+) beberapa hari .
Os mengaku punya riwayat penyakit jantung dan tekanan darah tinggi, didiagnosis beberapa tahun
lalu. Riwayat DM (-).
Tujuan : Manajemen Kasus
Bahan bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien :
Nama : Ny. S
Datang ke IGD RSUD Pambalah Batung pada tanggal 3 Juni 2014

No. registrasi : 03 05 25

Data utama untuk diskusi


Diagnosis :

Congestive Heart Failure NYHA IV ec Hypertensive Heart

Riwayat Pengobatan

Disease
Konsusmi obat jantung dan obat tekanan darah tinggi rutin

Riwayat Kesehatan

Riwayat Keluhan serupa sebelumnya (+) beberapa bulan lalu


dalam skala lebih ringan, Riwayat Hipertensi dengan pengobatan

Riwayat Keluarga

rutin (+)
Riwayat Keluhan serupa (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat
penyakit ginjal (-), riwayat Hipertensi (+) pada ayah pasien,

Riwayat Pekerjaan

riwayat Diabetes Melitus (-),


Penebang pohon

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Lain-lain

KU : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
TTV
TD : 120/80 mmHg

RR : 22x/menit, torakoabdominal

N : 80x/menit, reguler, isi cukup

T : 37,8 C, axilla

Status Gizi
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan :155 cm
IMT

: 23,78 normoweight (normal: 18,5 - 25)

Status gizi

: baik

Status Generalis
Kulit

: warna kulit sawo matang, petekie (-)

Kepala : normocephal, distribusi rambut merata


Mata

: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : normotia, MAE lapang, serumen -/-, sekret -/Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret

/-,

epistaksis(-)
Mulut : mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Toraks : Dinding thoraks simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada retraksi.
Paru
Inspeksi
Palpasi

: Simetris saat statis dan dinamis


: fremitus taktil kanan dan kiri

simetris
Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru kiri

dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/

Jantung

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Inspeksi

: Iktus kordis tampak di SIC VI

linea Mid Klavikularis Sinistra


Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat (+)
Perkusi
: Batas kanan : ICS VI linea
sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS III linea
parasternalis sinistra
Batas kiri : ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, gallop (+)
murmur tidak ada

Abdomen
Inspeksi : datar, spider navy (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus + normal
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba,
ballotement -/-, shifting dullness (-), nyeri tekan

epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-)


Nyeri ketok CVA -/Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)


LABORATORIUM ( Tgl: 3 Juni 2014 )
Darah Lengkap
Hemoglobin
: 12 gr% ( 11 15 gr%)
Leukosit
: 5000/mm3 ( 4000 10000/mm3)
Eritrosit
: 3,93 juta/mm3 (4,0 5,0 juta/mm3)
Trombosit
: 320000/mm3 ( 100.000 400.000/mm3)
Hematokrit
: 30,4 % ( 37 40%)
Kimia Darah
SGOT
SGPT
Gamma GT

: 26 U/L ( 40 U/L )
: 27 U/L ( 41 U/L )
: 28 U/L ( < 28 U/L )

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Urinalisa
Warna
: kuning
Kejernihan
: agak keruh
Leukosit
: negatif
Nitrite
: negatif
Urobilinogen
: negatif
Protein
: 1+
pH
:9
blood
: negatif
specify gravity : 1015
keton
: negatif
bilirubin
: negatif
glukosa
: negatif
sedimen
- epitel
: (+) pos
- leukosit : 0-1/lpb
- eritrosit : 0-1/lpb
- amorf urat : (+) pos
Diagnosis
Terapi

Daftar pustaka

Congestive Heart Failure ec HHD


IVFD Rl 16 tpm
Inj. Ranitidin 3 x 1 Ampul
ISDN 3 x 5 mg PO
B Complex 3 x 1 tab po
Acetosal 2 x 1 po
Clopidogrel 1 x 1 po
Bisoprolol 1 x 5 mg po
Antasyd Syr 3 x II C
Captopril 3 x 25 mg po
1. Boswood. Heart Failure Management; The Use of
Diuretic

Vasodilators

Voorjaasdargen

24-26

and

Inotropics.

April

2008.

Conference
Amsterdam,

Netherlands.
2. Chapman S., dkk. Oxford Handbook of Respiratory
Medicine. 2005. UK: Oxford University Press.
3. Fauci, Braunwald. Harrison Internal Medicine. 2007. US :
McGraw Hills Access Medicine
4. Goldman, Ausiello. Cecil medicine 23rd Edition. Elsevier
Saunders : 2006.
5. Hill Mc-Graw. Current medical Diagnosi & Treatment.
UK : 2006.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
6. Kelly S. Brian. Evaluation of The Elderly Patient With
Acute Chest Pain. Elseviers Saunders : 2007.
7. Kumar P, Clark M. Kumar & Clark : Clinical medicine.
2005. US : Emedicine Forum.
8. RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan
Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : 2007.
9. Sylvia A price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi: Konsep
klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC.
2005.
10. Ully ervinaria. Gagal Jantung pada Geriatri. Universitas
Maranatha, Bandung : 2012.

HEART FAILURE

2.1 Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian
cukup (Paul Wood, 1958). Gagal jantung juga dikatakan sebagai suatu sindroma dimana
fungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang
tinggi, dan penurunan harapan hidup (Jay Chon, 1988). European Society of Cardiology,
1995 juga menjelaskan adanya gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi, dan bukti
objektif adanya disfungsi jantung.
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa
penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau
sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini
dapat menyebabkan kematian pada pasien.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal
jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,
serta gagal jantung kronis.
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan jantung
ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal jantung dapat muncul akibat
gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium, endokardium ataupun gangguan
elektrik jantung (SIGN, 2007).
2.2 Anatomi dan fsiologi jantung
Jantung adalah organ muskular yang berlubang yang berfiIngsi sebagai pompa
ganda system kardiovaskular. Berat jantung normal satu pon (0,45 kg) dan kurang lebih
sebesar tinju orang dewasa. Jantung terletak di dalarn rongga dada danterletak diantara
sternum (ruang dada) dan kolumna vertrebralis; ( Sandra, dkk, 1996 ). Jantung dapat
diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian kiri dan kanan. Bagian kanan dari
jantung b e h g s i untuk memompa darah dari tubuh ke paru - paru, sedarrgkan bagian kiri
berfungsi untuk memompa darah dari paru paru ke tubuh. Setiap bagian terdiri dari dua
kompartemen, di bagian atas merupakan serambi (atrium) dan dibagian bawah merupakan
bilik (ventriculus). Antara serambi dan bilik terdapat katup, begitu pula antara bilik dan
pembuluh besar. Fungsi keempat katup tersebut adalah untuk menjamin darah mengalir hanya
satu jurusan. ( Tjay, 2000 ).
Pada setiap denyutan jantung dapat dibedakan menjadi dua fase, yaitu diastole
dimana otot jantung melepaskan diri dm biliknya terpenuhi darah vena. Kemudian menyusul
sistole, dimana otot jantung menguncup (kontraksi) sebagai reaksi terhadap diastole,
sehingga darah dipompa keluar jantung dan kedalam arteri. Pada penyakit jantung dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, adalah merokok, hiperkolesterolemia, hipertensi,
kegemukan, diabetes, stress, selain itu faktor usia dan kelamin juga berpengaruh (Tjay,
2000 ).

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

Gambar 1. Anatomi Jantung

2. 3 Etiologi Gagal jantung


Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit
gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri.
Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan
menderita penyakit gagal jantung kongestif ( Hellerman, 2003). Pada negara maju,
sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif
(Mann, 2008). Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel
kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (Doughty dan White, 2007).
b. Hipertensi
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya
gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008
didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru
Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5%
pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal
jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel
kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia
atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip
G.Y.H., GibbsN C.R., Beevers D.G., 2000).
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri
dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah
satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy
berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi
ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang
bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas
pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan
hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow).
Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan
diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A.,
2005). Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.
Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yan buruk,
tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi in berhubungan dengan
gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisia ventrikel berkurang dari normal.
Kondisi yang dapat menyebabkan keadaa ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis,
Hemokromasitomatosis dan penyaki resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F.,
Wilson P.A., 2005).
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal
jantun kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitas mitral meningkatkan preload
sehingga terjadi peningkatan volume di jantung Peningkatan volume jantung
memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kua agar darah tersebut dapat didistribusi
ke seluruh tubuh. Kondisi ini jik berlangsung lama menyebabkan gagal jantung
kongestif (Lip G.Y.H., Gibb C.R., Beevers D.G., 2000).
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantun tanpa perlu adanya
fakto concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi 31% dari pasien gagal jantung
ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilas dan ditemukan 60% pasien gagal jantung
memiliki gejala atrial fibrilas setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia
tidak hanya sebagaI penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis
denga meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).

f. Alkohol dan Obat-obatan


Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi
ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan
dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang
memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti
doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan
penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada
fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000). Sementara
diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap
ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol
yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama
dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa
diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang
berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
Faktor pencetus dari gagal jantung seperti :
a. Meningkatnya asupan garam.
b. Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung.
c. Infark miokard akut.
d. Serangan hipertensi.
e. Aritrnia akut.
f. Infeksi atau demam.
g. Emboli paru.
h. Anemia.
i. Tirotoksikosis.
j. Kehamilan.
k. Indokarditis infektif

(Arif., dkk, 1999).

2.4 Patogenesis Gagal Jantung


Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa
berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload
volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut
menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih
menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan
oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi
ventrikel kiri (Mann, 2010).
Gambar 2. Patogenesis CHF G

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

10

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

Gambar 2. Patogenesis CHF


Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung,
otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal
yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta
kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G, 2000).
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II
plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

11

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf
simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga
memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson
G, 2000).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide
(ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap
ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada
tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena
peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang kompensasi
neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar
vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal,
yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain
seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30
40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

12

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul
bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Gambar 3. Dekompensasi Kordis

2.5 Diagnosis Gagal Jantung


a. Pemeriksaan Fisik
o Gejala dan tanda sesak nafas
o Edema paru
o Peningkatan JVP
o Hepatomegali
o Edema tungkai

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

13

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

b. Pemeriksaan Penunjang
o Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH,
atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.
o Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian
besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi
LV, gangguan konduksi, aritmia.

Gambar 4. EKG dengan CHF

o Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan
abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat
disinggirkan.

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

14

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
o Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal
jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
o Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi
sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional
penyakit jantung koroner.
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan
apabila diperoleh :
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor
Tabel 1. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Mayor

Dispnea/orthopnea Nocturnal Parkosismal


Distensi vena leher
Ronki
Kardiomegali
Edema pulmonary akut
Gallop-S3
Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
Waktu sirkulasi > 25 detik
Reflex hepatojugularis

Kriteria Minor

Edema pretibial
Batuk malam
Dispnea saat aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
Takikardia (>120 kali/menit)
Kriteria Mayor atau Minor

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

15

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari
2.5 Penatalaksanaan Gagal Jantung
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki
aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan
meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat
memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007).
Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan
ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena
absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,
metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu
reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop
dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

16

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan
dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007).
Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal
karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh
beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki
kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat
menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat
bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada
pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan
menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan
tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator
arteri juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).

d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor


biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,
stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan
regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa
aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

17

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik
katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs
CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat
tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat-obatan
tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan
keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya,
sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati
karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya.
Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay,
2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan
frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi
daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat
memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia
memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan
simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF
dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs,
2000).
2.5 Klasifikasi Gagal Jantung
Gagal jantung dalam bahasa yunani dikenal sebagai Decompensatio Cordis, adalah
suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, dan kemampuan tersebut hanya ada kalau disertai dengan
peninggian volume diastolok secara abnormal. Faktor predeposisis dari gagal jantung adalah :
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

18

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
penyakit yang menimbulkan penurunan fimgsi ventrikel ( seperti : penyakit arteri koroner,
hipertensi, kardiomiopita, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung congenital), dan
keadaan yang membatasi pengisisan ventrikel ( seperti : stenosis mitral, kardiomiopita, atau
penyakit perikardial ).
2.5.1 Gagal Jantung Akut
2.5.1.1 Pengertian Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tandatanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit
jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik
(Manurung, 2006).
2.5.1.2. Diagnosis Gagal Jantung Akut
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis,
didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan
ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik.
2.5.1.3 Pengobatan Gagal Jantung Akut
Terapi Medikamentosa
a. Morfin dan analog morfin diindikasikan pada stadium awal apabila pasien gelisah dan
sesak nafas (class IIb recommendation, level of evidens B). morfin boleh diberikan
bolus IV 3mg segera sesudah dipasang intravenous line.
b. Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line therapy, apabila
hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan dieresis
sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

19

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
c. Nitrat mengurangi kongesti paru tanpa memepengaruhi stroke volume atau
meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokard pada gagal jantung akut. Akan lebih
baik

di

kombinasikan

dengan

furosemid

dengan

dosis

rendah

(class

recommendation, lefel of evidence B).


2.5.2

Gagal Jantung Kronik

2.5.2.1 Pengertian Gagal Jantung Kronik


Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan
jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung
kronis juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan
gagal jantung berupa sesak, fatiq baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas
(Ghani, 2006).
2.5.2.2 Pengobatan Gagal Jantung Kronik
a. Diuretik (diureik loop, thiazide, metolazon) penting untukpengobatan simtomatik
bila ditemukan beb\an cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer.
b. Beta bloker direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang dan berat
yang stabil baik dalam keadaan iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam
pengobatan standard seperti diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin.
c. Nitrat sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak
terbukti memperpanjang simtom gagal jantung.
Gejala yang paling sering dialami adalah berupa sesak nafas, yang semula
pada waktu mengduarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat (berbaring) dalam
kasus yang lebih berat. Begitu pula udema di pergelangan kaki dengan vena memuai,
karena darah-balik terhambat kembalinya ke jantung. Sering kali perasaan sangat letih
dan kurang tenaga. ( Tjay, 2000 ) Menurut New York Heart Association (NYHA),
membagi klasifikasi Fungsional gagal jantung dalam 4 kelas :
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

20

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa kelahan.


Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
Seharihari tanpa keluhan.
Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapuN dan harus
tirah baring.

( Lily, dkk, 1 996).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda


kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena
juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal
yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava.
Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus
alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien
yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:
Derajat I : tanpa gagal jantung
Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90 mmHg)
dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

21

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

Berdasarkan dari bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :
1). Gagal jantung kanan
Gejala yang timbul pada gagal jantung kanan adalah : fatig, edema, liver, anoreksia,
dan kembung. Pada pemeriksaan fisisk bias didapatkan hipertrofi jantung kanan,
irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronlk, tekanan vena
jugularis meningkat, fihidritiraks, peningkatan tekanan vena. (Arif , dkk, 1999).

2). Gagal jantung kiri


Pada gagal jantung kiri akan timbul :
a) Dyspneu d 'efort yaitu, sesak nafas yang terjadi pada saat melakukan
aktivitas fisik.
b) Fatig
C) Ortopnea Merupakan sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring, dan
dapat dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan karena
pada saat berdiri terjadi penimbunan &an di kaki dan perut. Pada saat
berbaring maka cairan ini kembali ke pembuluh darah dan menambah darah
balik, sehingga terjadi sesak nafas.
d) Dispnea nokturnal peroksimal Serangan sesak nafas ini terjadi pada malarn
hari, pada saat pasien tertidur dan akan terbangun karena sesak nafas. Faktorfaktor yang menyebabkan antara lain : menurunnya tonus simpatis, darah balik
yang bertambah, penurunan aktivitas pada saat pernafasan di malam hari, dan
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

22

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
edema paru. Untuk menghilangkan gejala ini penderita memerlukan waktu h a
n g lebih 30 menit.
e) Pembesaran jantung
f ) Takikardia
g) Batuk

( Lily, dkk, 1996)

3) Gagal jantung kanan dan kiri ( kongestif )


Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan,
demikian sebaliknya Bila gagal jantung kanan terjadi bersamaan dengan gagal jantung
kiri maka akan terjadi gagal jantung kongestif Secara klinis hal ini tampak sebagai
suatu keadaan dimana penderita sesak nafas disertai dengan gejala bendungan cairan
di vena jugularis, hepatomegali, edema perifer, asites. Gagal jantung kongestif
biasanya dirnulai lebih dahulu oleh gagal jantung kiri dan secara larnbat diilcuti gagal
jantung kanan ( Lily, dkk, 1996).
Pada gangguan serius ini, jantung tidak mampu lagi memelihara selaknya
peredaran darah, hingga volume-menit menurun dan arteri mendapat terlalu sedikit
darah. Sebagai akibat kelemahan jantung ini, darah terbendung di vena kaki dm
paruparu, yang menimbulkan sesak dada dan udema pergelangan kaki. Pada keadaan
parah dapat terjadi udema paru yang sangat berbahaya Penyaluran darah ke jaringan
juga berkurang, sehingga ginjal mengekskresi lebih sedikit natriurn dan air. Dalam hal
akut, pasien perlu segera mungkin dirawat di rumah sakit. Untuk penanganan
penderita gagal jantung, bila keadaannya berupa insufisiensi ini umumnya dilakukan
dengan tiga tindakan untuk meniadakan cairan, yakni ; banyak istirahat untuk
meringankan beban jantung, pembatasan asupan garam , dan pengobatan dengan
diuretika untuk memperbesar ekskresi cairan. Yang terakhir perlu guna mengurangi
pengeluaran tenaga berlebihan yang memperkuat penyaluran darah ke otot, sehingga
mengurangi filtrasi glomeruler dengan akibat retensi natrium ( Tjay, 2000 ).
Penatalaksanaan untuk gagal jantung didasarkan pada usaha untuk menentukan
diagnosa yang tepat, menyingkirkan kelainan yang menyerupai gagal jantung, dan
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

23

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
memberikan pengobatan untuk mengurangi keluhan. Secara umurn tindakan dan
pengobatan untuk gagal jantung didasarkan pada 4 aspek, yaitu:
1. Mengurangi beban kerja.
2. Memperkuat kontraktilitas miokard.
3. Mengurangi kelebihan cairan dan gararn.
4. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyabab, factorfaktor

pencetus, dan kelainan yang mendasari.

( Lily, dkk, 1996).

Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi


aktivitas fisik sesuai dengan berat ringannya keluhan. Pada penderita gagal jantung
ringan mungkin hanya perlu membatasi aktivitas yang lebih berat dari biasanya,
narnun untuk penderita gagal jantung berat harus di rawat di rumah sakit untuk
menjalani tirah baring. Semua penderita wajib diberi edukasi mengenai sebab-sebab
dan faktor-faktor pencetusnya agar dapat menghmdari hal-hal yang memperberat
kondisinya. ( Lily, dkk, 1996).
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah untuk mengurangi gejala
akibat bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta
memperpanjang harapan hidup. Untuk gagal jantung yang tetap bergejala walaupun
penyakit yang mendasarinya telah diobati memerlukan pembatasan aktivitas fisik,
pembatasan asupan garam, dan obat.untuk itu pendekatan awal adalah memperbaiki
berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan beban kardiovaskuler
yang berlebihan, seperti ; mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi berat
badan, atau memperbaiki stenosis aorta. ( Tjay, 2000 ). Pengobatan gagal jantung
yaitu dapat dilakukan dengan mengurangi beban awal dengan cara pemberian
diuretik, nitrat, atau vasodilator lainnya. Sedangkan untuk mengurangi beban akhir
dapat dilakukan dengan pentberim pengharnbatan ACE. Untuk kontraktilitas dapat
ditingkatkan dengan obat-obat inotropik seperti digitalis, dopamine, dan dobutamin. (
Lily, dkk, 1996). Kebanyakan penderita gagal jantung memperlihatkan gangguan
fungsi sistolik. Pada penderita dernikian terapi obat dimaksudkan untuk :
a. Menghilangkan gejala bendungan sirkulasi dengan memperbaiki kontraktilitas
miokard.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

24

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
b. Mengurangi beban pengisian ventrikel dan menurunkan tahanan perifer (Armen,
dkk, 1995). Karena penyembuhan fungsi pompa pada prinsipnya tidak bisa dicapai,
maka penanganan khususnya ditujukan pada prevensi memburuknya penyakit dan
meringankan gejalanya.
Obat-obat yang umum digunakan untuk pengobatan ini adalah :
1. Diuretika
Diuretika dapat mengeluarkan kelebihan cairan, sehingga pembebanan jantung
berhang. Untuk ini banyak digunakan diuretikum kuat fkosemida (oral tiga sampai
empat dd delapan puluh sarnpai lirna ratus mg), atau untuk efek cepat intravena
lifnaratus mg i.v. Bila fiuosemide tidak menghasilkan efek secukupnya (rekistpssi
diuretdw), maka dapat ditambahkan thiazida Pada keadaan tidak akut biasanya
dapat diberikan suatu thiazida dengan efek lebih berangsur-angsur. ( Tjay, 2000 )
Meskipun dampak dari diuretik mengurangi beban awal tidak memperbaiki curah
jantung atau kelangsungan hidup, namun demikian diuretika merupakan
pengobatan garis pertama untuk gagal jantung, karena dapat mengurangi simtom
dan mencegah perawatan mahal di rumah sakit. Bila gagal jantung dan beban
cairan ringan, biasanya cukup dengan membatasi cairan dan menggunakan
diuretika oral. ( Lily, dkk, 1996).

2. Glikosida jantung (digoksin)


Dapat untuk memperkuat daya kontraksi jantung yang lemah, sehingga
mernperkuat fhgsi pompa Sering kali diuretika dikombinasi dengan digoksin,
yang juga berdaya mengatasi resistensi diuretikadengan jalan memperbaiki
voleme-menit jantung. Zat-zat inotrop positif lainnya, seperti doparninergika
(dopamine, ibopamin, dan lain-lain), tidak dianjurkan karena kerjanya terlalu h a t
tanpa memiliki efek kronotrop negatif. Obat-obat ini hanya digunakan i.v pada

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

25

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
keadaan akut (shock jantung, dan sebagainya). Penghambat fosfodiesterase pun
tidak dianjurkan berhubung efek bwuknya terhadap sel-sel jantung. ( Tjay, 2000 ).
3. Penghambat ACE (enalapril, lisinopril, dan lain-lain)
Banyak digunakan paad gagal jantung kronis, juga setelah infark pada pasien
tertentu. AT-11-blockers (losartan, valsartan, irbesartan, dan lainlain) kini sudah
banyak digunakan pula. Obat-obat ini berkhasiat vasodilator perifer dan
mengurangi preload maupun afkerload darah, yakni beban darah masing-masing
sebelum dan sesudah mencapai jantung.
4. Vasodilator koroner
Merniliki efek yang dapat mengurangi beban jantung, seperti nitroprusida
(i.v.), prazosin, dan hidralizin. Obat-obat ini menurunkan afterload dengan jalan
vasodilatasi arteri. Nitrat sebagai dilator vena mengurangi preload darah.
Mengenai penggunaan antagonis Ca tidak ada kesepakatan berhubungan dengan
efek inotrop negatihya ( Tjay, 2000 ).
Untuk penderita gagal ginjal dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara
lain, dengan melakukan pemeriksaan foto toraks yang dapat mengarah ke
kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley
A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura Fungsi elektr~kardiogr(~EK
G) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia
Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi,
fungsi ginjal dan fkngsi tiroid dilakukan atas indikasi (Arif, dkk, 1999). Pada
gagal jantung dengan NYHA kelas 4, penggunaan diuretic, digoksin, dan
penghambat ACE sangat diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.
Sedangkan untuk gagal jantung kelas 3 diharapkan dapat memperoleh manfaat
yang besar dengan kombinasi obat diuretic, digoksin, dan penghambatan ACE,
ha1 ini berlaku juga untuk pengobatan gagal jantung kelas 2.
Rekomendasi saat ini untuk gagal jantung kelas 2 dan 3 adalah :
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

26

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

a Diuretik dalam dosis rendah dan menengah ( furosernid 40-80 mg).


b. Digoksin pada penderita dengan fibrilasi atrium maupun irama sinus.
c. Penghambatan ACE ( kaptopril25-27 mg)
d. ISDN pada penderita dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya
iskemia yang menetap. ISDN diberikan bertahap mulai dari dosis kecil 10-15 mg
3 kali sehari, dengan masa istirahat 8 jam sehari untuk mengurangi efek toleransi.
Tindakan khusus untuk penderita gagal jantung terutama ditujukau pada kelainan
yang mendasari gagal jantung. Pada gangguan mekanis akibat stenosis katup,
valvuloplasti balon atau pembedahan p l u dilakukan bila keadaan
memungkinkan. Angiografi koroner perlu dilakukb pada penderita yang diduga
menderita penyakit jautung koroner. Untuk perawatan gagal jantung berat, lebih
terarah dalam pemautauan hernodinamika terutama tekanan vena sentral dan
tekanau pembuluh baji paru ( Lily, dkk, 1996).

Penggolongan cardiaca
Berdasarkan efeknya atas jantung, cardiaca dapat dibagi dalam tiga golongan,
yakni :
1. Kardiotonika
Karditonika adalah obat-obat dengau khasiat memperkuat kontraktilitas otot
jantung (ef& inotrop positif). Terutama digunakan pada gagd jantung
(dekompensasi)

urituk

memperbaiki

fbngsi

pompanya.

Kelompok

kardiotonika terdiri atas :


Glikosida jantung, meliputi : digoksin, metildigoksin, dan digitoksin.
Semua obat ini berasal dari tumbuhan, yang paling penting adalah digitalis
( Tjay, 2000 ). Digitalis yang sering digunakan berasal dari daun Digitalis
pulpurea. Digitalis semula merupakan obat yang selalu diberikan kepada
penderita gagal jantung. Tetapi ternyata bahwa efektivitas diuretika pada gagal
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

27

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
jantung sama dengan digitalis, terutama pada pasien dengan edema sebagai
gejala utama gagal jantung. Digitalis merupakan glikosida yang terdiri atas
steroida, cincin lakton, dan berupa molekul heksosa. Digitalis merniliki afek
terhadap system kardiovaskuler, bukan saja merupakan gabungan dari
perubahan kekuatan kontraksi ventrikel dan fiekuansi denyut jantung tetapi
juga dipengaruhi oleh efeknya terhadap saraf autonom dan otot polos
pembuluh darah, serta refleks penyesuaian yang terjadi karena perubahan
hemodinarnik yang ditimbulkannya Pada jantung normal efek inotropik positif
digitalis tidak disertai peningkatan curah jantung, bahkan menurunkannya Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya resistensi vascular sistemik
dan menurunnya denyut jantung. Berdasarkan hal ini digitalis hanya berguna
bila sudah terjadi gagal jantung. Rasio terapi digitalis sangat sempit sehingga
lima sampai dua puluh persen penderita umumnya memperlihatkan gejala
toksisk dengan menifestasi yang sukar dibedakann dengan tanda-tanda gagal
jantung. Keracunan ini biasanya terjadi karena :
(1) pemberian dosis beban yang terlalu cepat; (2) akumulasi akibat dosis
penunjang yang terlalu besar;
(3) adanya predisposisi untuk keracunan;
(4) takar lajak. Efek toksik dari digitalis ini dapat menyebabkan kematian,
sebab yang paling sering adalah pemberian bersama diuretic yang
menyebabkan deplesi kalium. Oleh karena itu para dokter harus mengetahui
tanda-tanda awal keracunan, mengenai kondisi penderita, mengenai obat-obat
yang meningkatkan resiko keracuna. Penderita pun harus diberitahukan
tentang hal-hal yang munglun mereka alarni selama pengobatan (Armen,
1995).
Digoksin dan digitoksin terdapat dalam dam tumbuhan Digitalis
puqurea dan D. lanata sebagai aglukon dari glikosida Dosis pemberian
digoksin yaitu : digitalisasi oral 0,25-0,75 mg sehari a.c. selama satu rninggy
pemeliharaan satu dd 0,125-0,5 mg ac. untuk wanita hamil dan sedang
menyusui diperbolehkan menggunakan digoksin dalam dosis normal. Efek
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

28

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
samping yang dapat timbul berupa gangguan lambung seperti mud, muntah,
diare, dan nyeri perut. Efek lainnya berupa efek sentral, seperti pusing, melihat
kuning, letih, lemah otot, gelisah. Pada overdose terjadi efek jantung, antara
lain berupa gangguan rime, khususnya axtrasistole dan fibrilasi bilik
berbahaya yang dapat mengakibatkan shock fatal. Dapat berinteraksi dengan
kinidin yang dapat memperlambat eliminasi digoksin sehingga dosisnya perlu
dikurangi separuh bila kedua obat ini dikombinasikan. Metildkoksin
(Lanitop) adalah derivat metil semisintesis dengan resorpsi lebih baik, lebih
dari sembilah puluh persen. Di hati zat ini dirombak menjadi digoksin. Mulai
kerjanya lebih cepat, setelah dua puluh menit, dan bertahan sampai enam hari
(tlIz 42 jam). Maka bahaya kurnulasinya lebih besar. Dosis pemeliharaan oral
dua sampai tiga dd O,1 mg.
Digitoksin ( Dzgztalzne) dalah derivat tanpa -OH dengan resorpsi
lebih baik pula (lebih lipofil). Plasma tlnnya panjang sekali, empat sampai
enam hari dengan terutama perombakan dalam hati menjadi metabolit inaktif.
Karenanya ekskresinya larnbat, maka bahaya kurnulasinya pun lebih besar
daripada digoksin. Dosis pemeliharaan oral 0,05-0,2 mg sehari ( Tjay, 2000 ).
b. Dopaminergika.
Dopamine (DA) adalah neurotransmitter sentral, yang precursor
adrenalin merniliki khasiat farmakologi penting. Di jaringan perifer terdapat
dua jenis reseptor dopamine, yaitu : reseptor DAI dan DA2. Stimulasi reseptor
ini oleh dopaminergka mengakibatkan efek yang sama dengan khasiat
dopamine. Reseptor DAl terutama berada di otot polos jantung, otak, dan
ginjal. Aktivitas menimbulkan vasodilatasi, mernperkuat kontraktilitas jantung
(efek inotrop positif), menderaskan penyaluran darak, ekskresi-Na, dan
diuresis.
Dopaminergika DAl yang menstimulasi reseptor DAI adalah
dopamine, dobutamin, ibopamin yang khusus di gunakan pada shock jantung.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

29

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Reseptor DA2 terdapat di saraf dan ganglia simpatis, juga dalam jantung dan
kulit. Aktivasi mengakibatkan penghambatan pelepasan adrenalin. Begitu pula
di kulit anak ginjal, yang pada stimulasi mengurangipelepasanaldosteron.
Dopaminergka DA2 menstimulasi reseptor DA2 dan meliputi bromolaiptin
serta cabergolin (Doastinex), yang terutarna digunakan untuk menekan laktasi
postpartum atau setelah abortus.
Dopamine digunakan pada kedaan shock, antara lain sesudah infark
jantung dan bedah jantung terbuka, juga pada dekomposisi yang bertahan.
Efek sampingnya berupa gangguan ritme, nyeri kepala, nausea, muntah, dm
rasa sesak. Pada dosis tinggi dapat menimbukan vasokonstriksi dan hipertensi.
Pada penggunaan dengan dosis rendah dan sedang tidak meningkatkan
fiekuensi jantung atau tekanan darah. Dosis digunakan infus i.v. pada shock
satu

sampai

lima

mcg/kg/menit,

pada

dekompensasi

semula

0,5-1

mcg/kg/menit. Kemudian secara bertahap perlahan-lahan dinaikkan sampai


dosis pemeliharaan dua puluh mcgkglmenit.
Dobutamin (Dobutrex) adalah derivat sintesis (1977) yang primer
bekerja memperkuat daya kontraksi jantung akibat stimulasi reseptor blnya.
Zat ini tidak mnginduksi pelepasan adrenalin endogen. Penggunaannya sama
dengan dopamine. Efek samping yang terpenting berupa tachycardia dan
gangguan ritme. Dosis berupa infus i.v. 2,5-10 mcg/kg/menit, sampai
maksimum 40 mcg.
Ibopamin digunakan khusus pada dekompensasi ringan dan
dikombinasikan dengan diuretikurn. Pada dekompensasi berat, obat ini tidak
dianjurkan karena terdapat indikasi nyata mengenai mortalitas yang
meningkat. Memiliki efek samping yang berupa debar jantung, tachycardia,
ganguan ritme, dm lambung-usus, nyeri kepala dan pusing, hipotensi dan
hipertensi. Interaksinya dengan antagonis dopamine (metoklopramidq
domperidon) dapat memperlemah efek ibopamin.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

30

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Adrenolitika

dapat

memperkuat

vasokonstriksi

alfa-adrenergi.i

Kombinasinya dengan nifedipin dapat mengakibatkan hipotensi hebat,


sedangkan penghambat MA0 clapat mengurangi perombakan ibopamin
menjadi epinin. Dosis diberikan secara oral tiga dd seratus mg a.c. atau dua dd
dua ratus mg a.c. bersama thiazida ( Tjay, 2000 ).
c. Penghambat fosfodiesterase.
Obat-obat ini berkhasiat inotrop positif dan vasodilatasi. Mekanisme
kerjanya antara lain : menghambat phosphodiIsterase type3 (PDE-3) di
miokard dan pembuluh, hingga kadar CAMP intraseluler dinaikkan (Cyclic
Adenyl Morno Phosphate). Hal ini mengakibatkan peningkatan resopsi
kalsiurn dalam sel-sel miokard dengan efek perbaikan kontraktilitas jantung.
Penggunaannya terbatas hanya pada klinik untuk terapi singkat dari bentuk
hebat dekompensasi (akut) bila obat-obat lain kurang afektif. Yang kini
digunakan antara lain amrinon dan milrinon. Dipridamol tidak digunakan pada
dekompensasi, melainkan pada angina pektoris. Amrinon memiliki efek
samping berupa gangguan lambung-usus demam, hipotensi, dan aritmia. Dosis
berypa inhs i.v. lima sampai sepuluh mcg/kg/menit. Milrinon diberikan dengan
dosis infus i.v. 0,375-0,75 mcg/kg/menit( Tjay, 2000 ).
2. Obat-obat angina pektoris.
Obat-obat angina pektoris dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Senyawa nitrat
Istilah ini digunakan dalam istilah kedokteran, tetapi secara kirnia
tidaklah tepat untuk ester asam nitrat dan asam nitrit yang mempunyai kerja
antianginosa. Senyawa ini bekerja tidak langsung pada otot pembuluh,
medilatasi vena dan dengan demikian pengambilan darah vena yang lebih
banyak. Sehingga akibatnya, darah yang kembali ke jantung akan berkurang,
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

31

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
volume pengisian turun dan tegangan dinding pada diastol rendah.
Mekanisme kerja dari senyawa nitrit ini umumnya belum diketahui
seluruhnya, yang sudah dapat dipastikan adalah bahwa kerja asam nitrat
didasarkan pada peningkatan guasinmonofosfat siklik (cGMP) melalui
stimulasi

guanilaktase.

Senyawa

yang

serring

digunakan

adalah

gliseroltrinitrat, dahulu sering disebut sebagai nitrogliserin. Nama dagang


yang umum digunakan adalah, ~i l i s tenon~i, t r o~l i nN@itr,o ~ a c k@~,it
rolin~ualp@er,l inganit@. Dapat bekerja tanpa hambatan sebagai kapsul yang
digigit atau digunakan daalm bentuk sernprot dan diabsorpsi dalam mulut atau
farings paling cepat, tetapi juga palling singkat. Merupakan obat utama untuk
terapi serangan angina pectoris akut. Jika di berikan dalam secara sublingual,
obat ini bekerja daalm waktu beberapa etik sampai beberapa menit. Pada
penggunaan oral kurang berguna, karma akibat first pass effect yang tinggi
menyebabkan pembebasan obat yang perlahan-lahan menyebabkan kerjanya
tidak pasti. Sebaliknya, nitrogliserin dapat diberikan secara perkutan untuk
profilaksis, karena di sini zat berkhasiat tidak melewati hati dan langsung
masuk ke peredaran darah besar. Dari sediaan plester yang saat ini sering di
gunakan, nitrogliserin yang dikandungnya di buat dengah cara galenik khusus.
Zat berkhasiat dari preparat ini di bebaskan terus-menerus dalam jangka
panjang sehingga dicapi waktu kerja yang lama. Preparat dagang yang tersedia
antara lain, ~eponit@~,i t r adi s c~, Nitrodem ?TS@ (Mutschler, 199 1).
Dosis pada serangan akut dibawah lidah 0,4-1 mg sebagai tablet, spray,
atau kapsul (harus digigit), jika perlu dapat diulang sesudah 3-5 menit. Bila
efek sudah dicapai, obat harus dikeluarkan dari mulut. Untuk penggunaan
dalam bentuk salep 2% (dalam Nitro-bid) 3 kali sehari 7,530 mg pada dada,
perut, atau lengan. Dalam bentuk plester 1 dd 5-10 mg. Guna menghmdari
toleransi, sebaiknya plester hanya digunakan siang hari dan malam hari
sewaktu tidur dilepas ( Tjay, 2000 ).
Isosorbiddinitrat merupakan senyawa yang dapat digunakan dengan
baik pada serangan ukut angina pectoris, yang kerjanya agak lebih lambat dari
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

32

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
gliseroltrinitrat, juga dapat digunakan sebagai nitrat kerja panjang untuk
profilaksis angina pectoris. Preparat dagang yang tersedian antara lain :
~orovliss@. Isoket @, Iso Mack@, lsopuren@, MaycorQ, ~ifloc@,
sorbidilatB. (Mutschler, 199 1). Dosis yang digunakan pada serangan akut
atau profilaksis, sublingual tablet 5 mg dan bila perlu diulangi sesudah
beberapa menit. Interval oral 3 dd 20 mg d.c. atau tabletlkapsul retard
meksimim 1-2 dd 80 mg. Spray 1,25-3,75 mg (1 -3 semprotan).
Isosorbid-5-nitrat (Isosorbid-5-mononitrat), nama dagang yang beredar
di pasaran antara lain : ~lantan@1, smo@, ~ o n o - ~ a c k@Ol,ic ardB.
Senyawa

ini

telah

dipasarkan

sendiri

dalrn

perdagangan,

Karena

lipofilisitasnya yang kecil dan mulai kerja obatnya lebih lambat. Hanya
digunakan untuk profilaksis angina pectoris (Mutschler, Emst, 1991).
Terutama digunakan oral untuk mengurangi frekuensi serangan jantung,
adakalanya digunakan oral pada dekompensasi yang dengan obat-obat lazim
kurang berhasil. Dosis yang lazim digunakan yaitu : oral mila-mula 3 dd 10
mg p.c., sesudah beberapa hari 2-3 dd 20 mg. Tablet retard pagi hari 50-120
mg ( Tjay, 2000 ).
b. Beta-blockers
Dapat berkhasiat untuk memperlambat denyut jantung, sehingga dapat
mengurangi kebutuhan oksigen myocard pada pengerahan tenaga, hawa
dingin dan emosi.. Dapat juga digunakan pada terapi interval.
Penggunaannya selain untuk hipertensi juga untuk angina stabil kronis dan
gangguan ritrne. ( Tjay, 2000 ). Pada diagnosis yang sudah pasti adanya
serangan angina pectoris, betablockers haruslah diberikan hanya dengan
zat yang bekerja sebagai vasodilatasi (senyawa nitrat, antagonis kalsium)
(Mutschler, 199 1). Sernua beta-blockers dapat digunakan pada angina ,
kecuali labetolol, carvediol, dan esmolol. Untuk pindolol, dan arprenolol,
kurang layak digunakan pada angina berat berhubungan dengan penman
fiekuensi jantung dan efeknya dikurangi oleh aktivitas simpatik

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

33

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
intrinsiknya Dalam penggunaannya dapat dikombinasikan dengan obatobat lain.
Pada angina variant hanya efektif sebagai obat tambahan bersama
suatu antagonis Ca, khususnya nifedipin, cara kerjanya tidak konstan
( Tjay, 2000 ).
c. Atagonis kalsium
Istilah antagonis kalsium digunakan oleh Fleckenstein untuk senyawa
yang menghambat iduks kalsium trasmembran, artinya memperkecil
masuknya ion kalsium ke dalam sel dengan apa yang disebut saluran
kalsium lambat. Istilah lainnya yaitu bloker saluran kemih atau calcium
entry blockers (Mutschler, 1992). Dapat menghambat pemasukan kalsium
ke dalam sel myocard dan otot polos dinding arteriole yang terangsang,
dengan demikian dapat mencegah kontraksi dan vasokonstriksi. Selain itu
dapat mengurangi penggunan oksigen selama exertion, karena TD arteri
umumnya turun akibat vasodilatasi perifer dan turunnya fiekuensi jantung
(efek kronotop negatif). Selain itu, pemasukan darah diperbesar karena
vasodilatasi myocard, hingga efek inotrop negatifhya hanya ringan atau
hilang sama sekali. Efek terpenting dari antagonis kalsium adalah sebagai
berikut :
(1) vasodilatasi koroner dengan perbaikan penyaluran darah dan
penyerahan oksigen ke otot jantung, terutama bila terdapat kejang
seperti angina variant.
(2) vasodilatasi perifer dengan turunannya daya tahan

dinding

pernbuluh darah dan tekanan darah hingga darah berkurang.


(3)menekan kerja jantung dengan berkurangnya daya dan fiekuensi
detak
Jantung penggunaan oksigen pada pembebenan fisisk dan emosional
menurun.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

34

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

(4) menghindarkan pembekuan eritrosit, hingga

kelenturaanya

terpelihara dan bentuknya tetap bisa berubah guna memasuki kapiler


kecil dari jaringan yang mengalami hipoksia.

Pada angina variant, antagonis Ca dianggap sebagai pilihan utama pada


jenis angina yang jarang ini. Kerjanya berdasarkan pensegahan terjadinya
kejang otot koroner daalm keadaan istirahat dengan efek bertambahnya
penyaluran darah ke jantung. Zat yang berefektif khususnya nifedipiq
nicardipiq amlodipin, dm felodipin. Pada angina stabil kronis bila penggunaan
beta-blockers kurang memuaskan baru dapat ditambah antagonis Ca juga
digunakan bila terdapat kontraindikasi bagi betablockers. Pada angina instabil,
obat-obat ini hanya digunakan sebagai tambahan pada beta-blockers yang
meniadakan reflekstachy-cardia yang munglun terjadi.
Nifedipin, dihidropiridin pertama ini (1975) berkhasiat sebagai
vasodilatasi h a t dengan hanya kerja ringan terhadap jantung. Efek inotrop
negatifhya ditiadakan oleh vasodilaatsi, bahkan fiekuensi jantung serta cardiac
output justru dinaikan sedikit akibat antara lain turunannya "afterload"
(volume darah yang dipompa keluar jantung menuju arteri). Dosis yang
diberikan untuk angina dan hipertensi per hari 30 mg tablet retard, berangsurangsur dinaikkan sampai 1 dd 120 mg.
Verapamil,

memiliki

khasiat

vasodilatsi

yang

tidak

sekuat

nifedipindan derivatnya, tetapi memiliki efek inotrop negatif yang lebih besar.
Bekerja konotrop negatif ringan dan memperlambat penyalurau impuls AV.
Digunakan pada angina varianlstabil, hipertensi, dan aritmia tertentu. Dosis
yang diberikan untuk angina variantlstabil, aritmia, dan hipertensi yaitu :
secara oral yang mula-mula 3-4 dd 80 mg, untuk dosis perneliharaan 4 dd 80120 mg.
RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

35

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
Diltiazem, derivat benzothiazin ini berkhasiat vasodilatasi lebih kuat
dari verapamil, tetapi efek inotrop negatikya lebih ringan. Penggunaanya sama
dengan verapamil pada angina variantlstabil, hipertensi, dan aritmia tertentu.
Dosis untuk angina dan hipertensi semula oral 3-4 dd 60 mg, maksirnum 3 dd
120 mg, aritmia : i.v. 1 dd 0,25-0,3 mglkg dalam dua menit ( Tjay, 2000 ).
3. Antiaritmika.
Perubahan urutan denyut dapat terjadi akibat pengaruh pada
pembetukan rangsang ddatau penghantaran rangsang. Jika frekuensi jantung
melampaui 100 denyuvmenit, maka akan terjadi takhikardia. Tetapi jika
denyut jantung kurang dari 50 denyuvmenit maka disebut bradikardia.
Sedangkan yang dimaksud aritmia adalah denyut jantung yang tidak teratur.
Antiaritmika merupakan senyawa yang digunakan untuk menormalkan denyut
jantung. Bergantung padan jenis gangguan ritmus, maka obat yang digunakan
untuk ini haruslah :
a. Meninggikan atau menurunkan denyut jantung.
b. Menekan pembentukan rangsang ektopik.
c. Meninggikan atau menurunkan laju penghantaran rangsang.

(Mutschler,

199 1).
Penggolonga antiaritmika dapat dibagi menjadi empat menurut klasifikasi
Vaughn Williams, yaitu :
1.

Zat-zat stabilitas membran, juga disebut efek kinidin atau efek anestetika
lokal. Dapat mengurangi kepekaan membran sel jantung untuk rangsangan
akibat penghambatan pemasukan ion Na k membran dan perlambatan
depolarisasinya. Efeknya adalah fiekuensi jantung berkurang dan ritmenya
menjadi normal kembali. Dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
<1> kelompok kinidin : kinidin, disopiramida, beta-blokers dan
prokainarnida Zat-zat ini antara lain memperpanjang masa refiakter dan

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

36

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
aksipotensial sel-sel myocard. <2> kelompok lidokain : lidokain,
mexiletin, fenitoin, aprindin (fiboran), dan tocainide (Tonocard). Zat-zat
iniantara lain mempersingkat masa refiakter dan aksipotensial sel-sel
myocard; hanya efektif pada aritmia bilik. Obat epilepsi fenitoin khusus
digunakan pada aritmia akibat keracunan digoksin. (3> kelompok
propafenon : propafenon dan flecainida (Tambocor) memperpanjang
sedikit masa refiakter dan aksipotensial.
2. Beta-blockers : atenolol, bisoprolol, nadolol, carteolol, dll. Dapat
mengurangi (hiper)aktivitas adrenergik di myocard dengan penman
fiekuensi dan daya kontraksinya. Beberapa beta-blockers (antara lain
propanolol, asebutolol,alprenolol, dan oxprenolol) memiliki pula efek
seperti yang dimiliki pada kelompok kinidin. Sedangkan satolol termasuk
dalam K-channels blockers. Propanolol, metoprolol, dan timolol
digunakan profilaktis setelah infark untuk mencegah infark kedua.
3. K-channels blockers : amiodaron, satolol, dan bretylium (Bretylate).
Akibat blokade saluran kaliurn, masa refiakter dan lamanya aksipotensial
diperpanjang. Amiodaron efektif terhadap aritrnia serambi dan bilik,
satolol terutama terhadap aritmia bilik. Antagonis kalsium : verapamil dan
diltiazern. Akibat penghambatan pernasukan ion Ca, antara lain
penyaluran impuls AV diperlambat dan masa refiakter diperpanjang.
Antiaritmika dapat mensegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan
jalan menormalisasi fiekuensi dan rime pukulan jantung ( Tjay, 2000 ).

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

37

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4

DAFTAR PUSTAKA
1

Boswood. Heart Failure Management; The Use of Diuretic Vasodilators and


Inotropics. Conference Voorjaasdargen 24-26 April 2008. Amsterdam,

Netherlands.
Chapman S., dkk. Oxford Handbook of Respiratory Medicine. 2005. UK:

Oxford University Press.


Fauci, Braunwald. Harrison Internal Medicine. 2007. US : McGraw Hills

4
5
6

Access Medicine.
Goldman, Ausiello. Cecil medicine 23rd Edition. Elsevier Saunders : 2006.
Hill Mc-Graw. Current medical Diagnosi & Treatment. 2006. UK.
Kelly S. Brian. Evaluation of The Elderly Patient With Acute Chest Pain.

Elseviers Saunders : 2007.


Kumar P, Clark M. Kumar & Clark : Clinical medicine. 2005. US : Emedicine

Forum.
RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : 2007.

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

38

CONGESTIVE HEART FAILURE 201


4
9

Sylvia A price, Lorraine M Wilson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses

penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC. 2005.


10 Ully ervinaria. Gagal Jantung pada Geriatri. Universitas Maranatha, Bandung :
2012.

RSUD PB AMUNTAI KALSEL AMUNTAI | dr. Dewi Marminta Lase

39

Anda mungkin juga menyukai