Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmad, Tauf
iq dan Hidayat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dal
am perkembangan peserta didikmengenai perkembangan intelegensi.
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang mendorong at
au memotivasi pembuatan makalah ini supaya lebih baik dan lebih efisien. Kami me
ngucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Yusran S.pd. sebagai dosen pembimbing da
lam menyerahkan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak yang kurang sempu
rna dalam pembahasan ini, oleh karena itu bagi pihak yang membaca makalah ini bi
sa memberikan kritik dan saran untuk mengembangkan serta dalam penyempurnaan mak
alah ini. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para p
embaca. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Tasikmalaya, 23 November 2009

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Integrasi atau sering banyak digunakan dengan sebulan kecerdasan, merupakan suat
u karunia yg dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya,
serta bagaimana ia berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya.
Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantu
ng pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya a
nak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan diriny
a pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan de
ngan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan pros
es psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan menguna
kan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, me
ngingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang be
rlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan (intelegensi) individu berkembang sejalan dengan interaksi antara asp
ek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara indi
vidu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka den
gan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kece
rdasan dasa yang dimiliki.
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan intelegensi dan hubungan intel
egensi dengan tingkah laku.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan intelegensi dan fakto-faktor yang mempe
ngaruhi perkembagan intelegensi.
3. Mengetahui proses intelegensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Intelek
Istilah intelek berasal dari bahasa Inggris intellect yang menurut Chaplin (1981
) diartikan sebagai :
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai,
dan kemampuan mempertimbangkan;
2. Kemampuan mental atau itelegensi.
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa â intelekâ adalah akal budi atau
inteligensi yang berate kemampuan untuk meletakkan hubungan dari rposes berfikir
. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah orang yang dapat me
nyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih
cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin intelligere yang berarti m
enghubungan atau menyatukan sama lain (Bimo Waalgito, 1981). Menurut William Ste
rn, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, menyatakan inteligensi a
dalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna
dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru (Kartini Kart
ono, 1984). Sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa inteligensi adalah k
esanggupan untuk belajar secara abstrak (Patty F, 1981). Di sini Terman membedak
an antara concrete ability yaitu kemampuan yang berhubungan dengan hal-hal yang
bersifat konkret abstract ability, yaitu kemampuan yang bersifat abstrak. Orang
dikatakan inteligen, menurut Terman, jika orang tersebut mampu berpikir abstrak
dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak berb
eda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk melakukan a
bstraksi,serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru. Jean Piaget mendefenisikan intellect adalah akal bu
di berdasarkan aspek-aspek kognitifnya, khususnya proses berpikir yang lebih tin
ggi (Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan intelligence atau inteligensi menurut Jean
Piaget diartikan sama dengan kecerdasan yaitu seluruh kemampuan berpikir dan be
rtindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir
, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan pe
rsoalan-persoalan. Jean Piaget mengatakan bahwa inteligensi adalah seluruh kemun
gkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme seba
gai adaptasi mental terhadap situsi baru. Dalam arti sempit, inteligensi operasi
onal, termasuk pula tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampa
i dengan operasional formal.
B. Tahapan Perkembangan Intelek/ Kognitif
Jean Piaget(Bybee dan Sund, 1982) membagi perkembangan intelek/ kognitif menjadi
empat tahapan sebagai berikut.
1. Tahap Sensoris - Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa pertumb
uhan yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat
jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensor
i-motoris tersebut.
Menurut Piaget (Bybee dan Snd, 1982:2), pada tahap ini interaksi anak dengan lin
gkungannya, termasuk orang tuanya terutama dilakukan melalui parasaan dan otot-o
totnya. Interksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya.
Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, temasuk juga dengan orang tuany
a, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuha
n, melakukan berbagai gerakan dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan
tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi s
ebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh su
asana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak di dukung oleh perasa
an, kecenderungan alamiah, sika-sikap yang diperoleh dari orang-orang bemakna da
n lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982). Anak sangat bersifat egose
ntris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan
nya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak ce
nderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak menguta
makan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksia dengan lingkungannya, ia masih s
ulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan karena masih punya anggapan bahwa
hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini, anak tidak selalu ditentukan oleh pengamatan indrawi saja, tetap
i juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta serta menggunakanya, t
erutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap u
ntuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang b
enar untuk berbicara kepada anak, akan mempunyaim akibat sangat baik pada perkem
bangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran padatahap ini adalah intu
isi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan penga
laman konkret dan paksaan dari luar. Sering kali kita lihat anak berbicara sendi
ri pada benda-benda yang ada di sekitarnya., misalnya pohon, anjing, kucing dan
sebagainya, yang menurut mereka benda-benda tersebut mendengar dan berbicara. Pe
ristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya.
Piaget menyebut tahap ini sebagai collective monologue, pembicaraan yang egosen
tris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
3. Tahap Operarasional Kongkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesu
aikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya
. Pada tahap ini, menurut Piaget (Bybee an Sund, 1982), interaksinya dengan ling
kungan, termasuk dengan orang tuanya, sudah makin berkembang dengan baik karena
egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, me
ngevaluasi dan menjelaskan pikiran-pkiran orang lain dalam cara-cara yang kurang
egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini anak juga memiliki hubungan fungsional karena mereka sudah menguj
i coba suatu permasalahan. Cara berfikir anak yang masih bersifat konkret menyeb
abkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang
sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan gur
u. Misalnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tapi car
a yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru sehingga anak tidak setuju. Se
mentara sering sekali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh guruny
a ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang diberikan ole
h guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak tela
h mampu mewujudkan suatu keseluruhan pada pekerjaannya yang merupakan hasil dari
berfikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapa
t mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Pada tahap ini, menurut Piaget (Bybeeand Sund, 1982), interaksi dengan lingkunga
n sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk d
apat berinteraksia dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbu
lkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya secara diam-
diam mereka juga masih mengarapkan perlindungan dari orang tua karena belum sepe
nuhnya memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, pada tahap ini ada semacam tari
k-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, me
reka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraks
i. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu
kegiatan akan lebih memberi akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya.
Misalnya, menulis puisi, lomba karya ilmiah, lomba menulis cerpen dan sejenisnya
.

C Hubungan Intelek dengan Tingkah laku.


Inteligensi menurut Piaget merupakan pernyataan dari tingkah laku adaptif yang t
erarah kepada kontak dengan lingkungan dan kepada penyusunan pemikiran (Bybee an
d Sund, 1982). Piaget memposisikan subjeksebagai pihak yang aktif dalam interaks
i adaptif antara organisme atau terjadi hubungan dialektis antara organisme dan
linkungannya. Apa yang dikatakan oleh Piaget ini kenyataannya memang benar, seba
b ornisme tidak pernah terpisah dari lingkungannya dan juga tidak semacam peneri
ma yang pasif. Interaksi antara organisme dengan lingkungannya lebih bersifat in
teraksi timbal balik. Hanya dalam bentuk interaksinya juga,setiap perubahan ting
kah laku adalah merupakan hasil dialektis pengaruh timbal balik antara organisme
dan lingkungannya. Karena pandangan yang demikian itu, teori Piaget tenteng int
elegensi atau kognitif disebut juga dengan teori interaksionis (interactionism t
heory) (Bybee dan Sund, 1982).
Piaget memiliki pandangan dasar bahwa setiap organisme memiliki kecenderungan in
heren untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Inteligensi sebagai bentuk khus
us dari penyesuaian organisme baru dapat diketahui berkat dua proses yang saling
mengisi, yaitu yang disebut dengan istilah asimilasi dan akomodasi. Organisme s
ebagai sutu system dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan karena kemampuan me
ngakomodasi unsur kognitifnya sedemikian rupa sehingga objek yang baru itu dapat
ditangkap dan dipahami secara memadai. Asimilasi adalah suatu proses individu m
emasukkan dan menggabungkan pengalaman-pengalaman dengan stuktur psikologis yang
telah ada pada diri individu. Struktur psikologis dalam diri individu ini diseb
ut dengan istilah skema yang berarti kerangka mental individu yang digunakan unt
uk menafsifkan segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya. Skema mampu menyusun
pengamatan-pengamatan dan tingkah laku sehingga terjadilah suatu rangkaian fisi
k dan mental untuk dapat memahami lingkungannya.
Sangat boleh jadi dalam perkembangan selama kurun waktu tertentu berbagai pengal
aman baru tidak sesuai lagi dengan struktur psikologis dalam diri individu dan t
idak dapat diasimilasikan ke dalam skema-skema yang telah ada. Oleh sebab itu, s
kema harus diubah, diperluas dan disesuaikan dengan fakta-fakta yang diperoleh m
elalui pengalaman-pengalaman baru. Proses penyesuaian skema dengan fakta-fakta y
ang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman baru ini dikenal dengan istilah akom
odasi. Dengan demikian, proses asimilasi dan akomodasi merupakan dua proses yang
berlawanan. Jika dalam asimilasi proses yang terjadi adalah menyesuaikan pengal
aman-pengalaman baru yang diperolehnya dengan struktur skema yang ada dalam diri
individu, sedangkan akomodasi merupakan proses penyesuain skema dalam diri indi
vidu dengan fakta-fakta baru yang diperoleh melalui pengalaman dari lingkunganny
a.
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN INTELEK
Sebagaimana telah didiskusikan di atas, Piaget membangi empat tahapan perkembang
an intelektual/ kognitif, yaitu (1) tahap sensori motoris, (2) tahap praoperasio
nal, (3) tahap operasional konkret dan (4) tahap operasional formal. Setiap taha
pan memiliki karakteristik tersendiri sebagai perwujudan kemampuan intelek indiv
idu sesuai dengan tahap perkembangannya.
Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan intelek tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Karakteristik Tahap Sensori-Motoris
a. Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai ber
ikut:
Segala tindakannya masih bersifat naluriah.
b. Aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra.
c. Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu
untuk mengategorikan pengalaman.
d. Individu mulai belajar menangani objek-objek konkret melalui skema-skema
sensori-motorisnya.
Sebagai upaya lebih memperjelas karakteristik tahap sensori-motoris ini, Piaget
(Bybee dan Sund, 1982) merinci lagi tahap sensori-motoris ke dalam enam fase dan
setiap fase memiliki karakteristik tersendiri.
1) Fase pertama (0-1 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Individu mampu bereaksi secara refleks
b) Individu mampu menggerak-gerakkan anggota badan meskipun belum terkoordinir
c) Individu mampu mengasimilasi dan mengakomodasikan berbagai pesan yang
diterima dari lingkungannya.
2) Fase kedua (1-4 bulan) memiliki karakteristik bahwa individu mampu memperluas
skema yang dimilikinya berdasarkan hereditas.
3) Fase ketiga (4-8 bulan) memiliki karakteristik bahwa individu mulai dapat mem
ahami hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pad
a benda itu.
4) Fase keempat (8-12 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Individu mampu memahami bahwa benda tetap ada meskipun untuk sementara waktu
hilang dan akan muncul lagi di waktu lain.
b) Individu mulai mampu mencoba sesuatu
c) Individu mampu menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orangtua
5) Fase kelima (12-18 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Individu mulai mampu untuk meniru
b) Individu mampu untuk melakukan berbagai percobaan terhadap lingkungannya seca
ra lebih lancer
6) Fase keenam (18-24 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Individu mulai mampu untuk mengingat dan berpikir
b) Individu mampu untuk berpikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa sederha
na
c) Individu mampu berpikir untuk memecahkan masalah sederhana sesuai dengan ting
kat perkembangannya
d) Individu mampu memahami diri sendiri sebagai individu yang sedang berkembang
2. Karakteristik Tahap Praoperasional
Tahap praoperasional ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut :
a) Individu telah mengkombinasikan dan mentrasformasikan berbagai informasi
b) Individu telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide
c) Individu telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa ko
nkret, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat
d) Cara berpikir individu bersifat egosentris ditandai oleh tingkah laku :
1) berpikir imajinatif
2) berbahasa egosentris
3) memiliki aku yang tinggi
4) menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi dan
5) perkembangan bahasa mulai pesat.
3. Karakteristik Tahap Operasional Konkret
Tahap operasional konkret ditandai dengan karakteristik menonjol bahwa segala se
suatu dipahami sebagaimana yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan yang mere
ka alami. Jadi, cara berpikir individu belum menangkap yang abstrak meskipun car
a berpikirnya sudah tampak sistematis dan logis. Dalam memahami konsep, individu
sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya, mudah memahami konsep
kalau pengertian konsep itu dapat diamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan
dengan konsep tersebut.
4. Karakteristik Tahap Operasional Formal
Tahap operasional formal ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut
:
a) Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi
b) Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak
c) Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis
d) Individu bahkan mulai mampu membuat perkiraan (forecasting) di masa depan
e) Individu mulai mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran di
ri sendiri tercapai
f) Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebaga
i orang dewasa
g) Individu mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarak
at di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.
II.E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
INTELEK KOGNITIF
Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek individu ini terjadi perb
edaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal b
erpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh f
aktor hereditas dan pengaruh lingkungan, termasuk didalamnya pendidikan, hanya m
emberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini memberikan bukti bahwa indiv
idu yang memiliki hereditas intelektual unggul, pengembangannya sangat mudah mes
kipun dengan intervensi lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang mem
iliki hereditas intelektual rendah seringkali intervensi lingkungan sulit dilaku
kan meskipun sudah secara maksimal.
Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi ling
kungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%, sedangkan her
editas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap perkembangan intelektual indi
vidu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi indiv
idu untuk mengembangkan intelektualnya secara maksimal.
Boks : 4.1. Pertumbuhan Intelek / Kognitif Remaja
Jean Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, membagi perkembangan intelek/ kogn
itif menjadi empat tahap :
1. Tahap sensori-motoris (0-2 tahun). Pada tahap ini segala perbuatan merupakan
perwujudan dari proses pematangan aspek motorik. Melalui pematangan motoriknya,
anak mengembangkan kemampuan mempersepsi, sentuhan-sentuhan, gerakan-gerakan dan
belajar mengkoordinasikan tindakannya.
2. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana
intuitif, dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran
tapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dar
i orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
3. TAhap operasional konkret (7-11 tahun). Pada tahap ini anak mulai menyesuaika
n diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. An
ak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikir
an orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif, sudah m
ulai memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu permasa
lahan, tetapi masih harus dengan bantuan benda konkret dan belum mampu melakukan
abstraksi.
4. Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Pada tahap ini sudah mampu melak
ukan abstraksi, memaknai arti kiasa dan simbolik, dan memecahkan persoalan perso
alan yang bersifat hipotesis.
Remaja, seharusnya sudah berada pada tahap operasional formal dan sudah mampu be
rpikir abstrak, logis, rasional serta mampu memecahkan persoalan-persoalan yang
bersifat hipotesis. Oleh karena itu, setiap keputusan perlakuan terhadap remaja
sebaiknya dilandasi oleh dasar pemikiran yang masuk akal sehingga dapat diterima
oleh mereka.
Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual sebe
narnya diperngaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Penga
ruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri mel
ainkan seringkali merupakan resultan dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor he
reditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan be
rikut ini.
1. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya k
erja intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan apakah akan
menjadi kemampuan berfikir setara normal, di atas normal atau di bawah normal.
Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila li
ngkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lin
gkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2. Faktor Lingkungan.
Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam memengaruhi perkem
bangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a. Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah mem
berikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak mem
iliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-c
ara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan
ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak
dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat y
ang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalama
n tersebut akan menuntut perhatian orangtua.
b. Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab untuk meningkatkan perke
mbangan anak tersebut perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya
menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya. Beberapa ca
ra diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa
aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan
dengan guru mereka.
2) Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-ora
ng yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menun
jang perkembangan intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek te
rtentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan
intelektual peserta didik.
3) Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahra
ga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir
peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggung secara fisik, perkembangan
intelektualnya juga akan terganggung
4) Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maup
un dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat a
tau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan
intelektual peserta didik.

II.F. PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PERKEMBANGAN INTELEK /


KOGNITIF
Secara hereditas, individu memiliki potensi yang dapat menyebabkan perbedaan dal
am perkembangan berpikir mereka. Berkembang atau tidaknya potensi tersebut terga
ntung pada lingkungan. Ini berarti bahwa apakah anak akan mempunyai kemampuan be
rpikir normal, di atas normal atau di bawah normal sangat tergantung pada lingku
ngan.
Manusia memiliki perbedaan satu sama lain dalam berbagai aspek, antara lain dala
m bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani, keadaan sosial dan juga inteligens
inya. Perbedaan itu akan tampak jika diamati dalam proses belajar mengajar di da
lam kelas. Ada peserta didik yang cepat, ada yang lambat dan ada pula yang sedan
g dalam penguasaan materi pelajaran. Ada siswa yang tingkah lakunya baik dan ada
pula siswa yang kurang baik.
Perbedaan individu dalam perkembangan intelek menunjuk kepada perbedaan dalam ke
mampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan
tercermin pada sifat-sifat atau ciri-ciri mereka dalam kemampuan, keterampilan,
sikap dan kebiasaan belajar, serta kualitas proses dan hasil belajar baik dari
segi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
II.G. TINGKATAN INTELEGENSI DENGAN BERBAGAI VARIASI
a. Jenius
Merupakan suatu kemampuan yang sangat luar biasa, dalam ukuran atau tingkatan di
atas 140. kemampuan ini bisa dimiliki oleh siapa saja yang mau berusaha untuk m
eningkatkan kecerdasan dan memamfaatkan potensi dasarnya dengan baik.
b. Normal
Merupakan sutau kemampuan yang biasa saja, tetapi kecerdasan ini mampu untuk mel
akukan semua aktivitas yang dibutuhkan dan diinginkan dirinya. Mempunyai tingkat
ukuran yang rata-rata 100 sampai dengan 110. kecerdasan ini bisa pada anak yang
cerdas atau disebut kecerdasan yang rata-rata.
c. Rendah
Kemampuan ini dibawah rata-rata, bukan berarti kemampuan ini tidak dapat menyele
saikan kebutuhan dan keinginan atas dirinya, hanya saja mengalami keterhambatan
dalam melaksanakan tugas-tugas untuk dirinya maupun orang lain, tingkat ukuran d
iantara 70 sampai 90. Pada umumnya ia mampu melaksanakan berbagai tugas hanya la
mbat dan cepat lelah serta jenuh.
d. Keterbelakangan
Anak yang mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk melakuka
n tugas atas dirinya, setiap tugas memerlukan bantuan orang lain, dengan bantuan
akan memberikan kemampuan meningkat. Di antara keterbelakangan ada yang disebut
dengan;
a. Idiot IQ : 0-29 : keterbelakangan yang sangat rendah sekali. Tidak dapat berb
icara hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja, tidak dapat mengurus dirinya s
eperti ; mandi, makan dan rata-rata kemampuan ini berada di tempat tidur, kemapu
annya seperti anak bayi. Kemapuan ini tidak tahan terhadap penyakit.
b. Imbecile IQ : 30-40 lebih meningkat dari idiot, jika dilatih dalam berbahasa
ia mampu, tetapi sangat sukar sekali, dalam berbahasa kadang dapat dimengerti da
n kadang idak dapat. Dapat mengurus dirinya dengan latihan dan pengawasan yang b
enar. Biasanya anak yang umur 7 tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak y
ang berumur 3 tahun. Kemampuan seseorang anak akan terlihat saat anak melakukan
aktivitas. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan akan menunjukkan bahwa anak me
mang mampu dalam bidang tertentu dan tidak mampu pada bidang yang lain, sehingga
anak dalam perkembangan intelegensinya disesuaikan dengan kemampuan dasar yang
dimiliki anak dan bagaimana lingkungan yang mempengaruhi intelegensinya.
II.H. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN INTELEK DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guru mengembangkan ke
mampuan intelektual peserta didik adalah kesadaran pendidik terhadap kemampuan i
ntelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar potensi yang
dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbedaan masing-masing. Menuru
t Conny Semiawan (1984), penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pengem
bangan kemampuan intelektual anak yang di dalamnya menyangkut keamanan psikologi
s dan kebebasan psikologis merupakan faktor yang sangat penting.
Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara p
sikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai b
erikut :
1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa
syarat (unconditional positive regard). Artinya, apapun keberadaan peserta didik
dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta membe
ri kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki kemampu
an intelektual yang dikembangkan secara maksimal.
2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu d
inilai oleh orang lain. Memberi penilaian terhadap peserta didik dengan berlebih
an dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan pertahanan dir
i. Memang kenyataannya, pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situas
i sekolah, tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaian tidak mencemaskan
peserta didik, melainkan menjadi sarana yang dapat mengembangkan sikap kompetit
if secara sehat.
3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, pera
saan dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta di
dik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dalam suasana se
perti ini, peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan p
emikiran atau ide-idenya.
4. Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (uncondit
ional positive regard). Artinya, apapun adanya remaja itu dengan segala kekuatan
dan kelemahannya harus diterima dengan baik, serta memberi kepercayaan bahwa pa
da dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan intelektual yang dapat dikembangkan
secara maksimal.
5. Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam
situasi remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy). Dala
m suasana seperti ini remaja akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukak
an pemikiran atau ide-idenya.
6. Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan
pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.
Disini berusaha menciptakan keterbukaan (opennes), kehangatan (warmness), dan ke
konkretan (concereteness).
Anak atau remaja akan merasakan kebebasan psikologis jika orangtua dan guru memb
eri kesempatan kepadanya untuk mengungkapkan pikiran atau perasaannya. Sebagai m
akhluk sosial, mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam tindakan yang merugikan
orang lain atau merugikan lingkungan tidaklah dibenarkan. Hidup dalam masyarakat
menuntut untuk mengikuti aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.
Teori Piaget mengenai pertumbuhan kognitif sangat erat dan penting hubungannya d
engan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
adalah sebagai unsur pokok dalam pertumbuhan kognitif. Pengalaman belajar yang
aktif cenderung untuk memajukan pertumbuhan kognitif, sedangkan pengalaman belaj
ar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai kons
ekuensi yang minimal terhadap pertumbuhan kognitif termasuk perkembangan intelek
tual.
Penting bagi pendidik untuk mengetahui isi dan ciri-ciri dari setiap tahap perke
mbangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat mengambil keputusan tindak eduk
atif yang tepat. Dengan demikian, dapat dihasilkan peserta didik yang memahami p
engalaman belajar yang diterimanya. Menyesuaikan sistem pengajaran dengan kebutu
han peserta didik merupakan jalan untuk meninggalkan prinsip lama, yaitu guru ti
nggal menunggu sampai peserta didik siap sendiri, kemudian baru diberi pelajaran
. Sekarang tidak demikian keadaannya, model pendidikan yang aktif adalah model y
ang tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri, tetapi sekolahlah yang men
gajar lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maks
imal pada peserta didik untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsan
gan untuk belajar tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga
mampu membawa peserta didik untuk maju ke taraf / tahap berikutnya.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dalam penyusunan makalah mengenai â Perkembangan Intelekâ ini, kami dapat menarik kes
impulan bahwa ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran, guna me
ngembangkan kemampuan intelektual setiap peserta didik harus di pupuk dan dikemb
angkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai dengan perbeda
an masing-masing.
B. Saran
Sebaiknya, untuk mengetahui tingkat perkembangan intelek seseorang harus dilakuk
an berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun
intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan fakto
r hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam perkembangan
intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang dengan baik m
aka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,
(Yogyakarta:Kanisius, 1995).
Ali, Mohammad & Ansori, Mohammad, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik),
2000, Bandung ; Bumi Aksara.
M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan, Bandung ; PT. Remaja Rosdakarya.
Piaget, J, La Psychologie de Intelligene, 1947, Paris ; Librairie Armand Colin.

Anda mungkin juga menyukai