Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmad, Tauf
iq dan Hidayat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dal
am perkembangan peserta didikmengenai perkembangan intelegensi.
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak yang mendorong at
au memotivasi pembuatan makalah ini supaya lebih baik dan lebih efisien. Kami me
ngucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Yusran S.pd. sebagai dosen pembimbing da
lam menyerahkan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak yang kurang sempu
rna dalam pembahasan ini, oleh karena itu bagi pihak yang membaca makalah ini bi
sa memberikan kritik dan saran untuk mengembangkan serta dalam penyempurnaan mak
alah ini. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para p
embaca. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Integrasi atau sering banyak digunakan dengan sebulan kecerdasan, merupakan suat
u karunia yg dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya,
serta bagaimana ia berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya.
Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantu
ng pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya a
nak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan diriny
a pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan de
ngan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan pros
es psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan menguna
kan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, me
ngingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang be
rlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan (intelegensi) individu berkembang sejalan dengan interaksi antara asp
ek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara indi
vidu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka den
gan itu individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kece
rdasan dasa yang dimiliki.
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan intelegensi dan hubungan intel
egensi dengan tingkah laku.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan intelegensi dan fakto-faktor yang mempe
ngaruhi perkembagan intelegensi.
3. Mengetahui proses intelegensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Intelek
Istilah intelek berasal dari bahasa Inggris intellect yang menurut Chaplin (1981
) diartikan sebagai :
1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai,
dan kemampuan mempertimbangkan;
2. Kemampuan mental atau itelegensi.
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa â intelekâ adalah akal budi atau
inteligensi yang berate kemampuan untuk meletakkan hubungan dari rposes berfikir
. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah orang yang dapat me
nyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih
cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.
Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin intelligere yang berarti m
enghubungan atau menyatukan sama lain (Bimo Waalgito, 1981). Menurut William Ste
rn, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, menyatakan inteligensi a
dalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna
dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru (Kartini Kart
ono, 1984). Sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa inteligensi adalah k
esanggupan untuk belajar secara abstrak (Patty F, 1981). Di sini Terman membedak
an antara concrete ability yaitu kemampuan yang berhubungan dengan hal-hal yang
bersifat konkret abstract ability, yaitu kemampuan yang bersifat abstrak. Orang
dikatakan inteligen, menurut Terman, jika orang tersebut mampu berpikir abstrak
dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak berb
eda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk melakukan a
bstraksi,serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru. Jean Piaget mendefenisikan intellect adalah akal bu
di berdasarkan aspek-aspek kognitifnya, khususnya proses berpikir yang lebih tin
ggi (Bybee dan Sund, 1982). Sedangkan intelligence atau inteligensi menurut Jean
Piaget diartikan sama dengan kecerdasan yaitu seluruh kemampuan berpikir dan be
rtindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir
, mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan pe
rsoalan-persoalan. Jean Piaget mengatakan bahwa inteligensi adalah seluruh kemun
gkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme seba
gai adaptasi mental terhadap situsi baru. Dalam arti sempit, inteligensi operasi
onal, termasuk pula tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampa
i dengan operasional formal.
B. Tahapan Perkembangan Intelek/ Kognitif
Jean Piaget(Bybee dan Sund, 1982) membagi perkembangan intelek/ kognitif menjadi
empat tahapan sebagai berikut.
1. Tahap Sensoris - Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa pertumb
uhan yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat
jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensor
i-motoris tersebut.
Menurut Piaget (Bybee dan Snd, 1982:2), pada tahap ini interaksi anak dengan lin
gkungannya, termasuk orang tuanya terutama dilakukan melalui parasaan dan otot-o
totnya. Interksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya.
Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, temasuk juga dengan orang tuany
a, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuha
n, melakukan berbagai gerakan dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan
tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi s
ebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh su
asana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak di dukung oleh perasa
an, kecenderungan alamiah, sika-sikap yang diperoleh dari orang-orang bemakna da
n lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982). Anak sangat bersifat egose
ntris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan
nya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak ce
nderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak menguta
makan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksia dengan lingkungannya, ia masih s
ulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan karena masih punya anggapan bahwa
hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini, anak tidak selalu ditentukan oleh pengamatan indrawi saja, tetap
i juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta serta menggunakanya, t
erutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap u
ntuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang b
enar untuk berbicara kepada anak, akan mempunyaim akibat sangat baik pada perkem
bangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran padatahap ini adalah intu
isi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan penga
laman konkret dan paksaan dari luar. Sering kali kita lihat anak berbicara sendi
ri pada benda-benda yang ada di sekitarnya., misalnya pohon, anjing, kucing dan
sebagainya, yang menurut mereka benda-benda tersebut mendengar dan berbicara. Pe
ristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya.
Piaget menyebut tahap ini sebagai collective monologue, pembicaraan yang egosen
tris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
3. Tahap Operarasional Kongkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesu
aikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya
. Pada tahap ini, menurut Piaget (Bybee an Sund, 1982), interaksinya dengan ling
kungan, termasuk dengan orang tuanya, sudah makin berkembang dengan baik karena
egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, me
ngevaluasi dan menjelaskan pikiran-pkiran orang lain dalam cara-cara yang kurang
egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini anak juga memiliki hubungan fungsional karena mereka sudah menguj
i coba suatu permasalahan. Cara berfikir anak yang masih bersifat konkret menyeb
abkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang
sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan gur
u. Misalnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tapi car
a yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru sehingga anak tidak setuju. Se
mentara sering sekali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh guruny
a ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang diberikan ole
h guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak tela
h mampu mewujudkan suatu keseluruhan pada pekerjaannya yang merupakan hasil dari
berfikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapa
t mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Pada tahap ini, menurut Piaget (Bybeeand Sund, 1982), interaksi dengan lingkunga
n sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk d
apat berinteraksia dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbu
lkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya secara diam-
diam mereka juga masih mengarapkan perlindungan dari orang tua karena belum sepe
nuhnya memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, pada tahap ini ada semacam tari
k-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, me
reka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraks
i. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu
kegiatan akan lebih memberi akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya.
Misalnya, menulis puisi, lomba karya ilmiah, lomba menulis cerpen dan sejenisnya
.
DAFTAR PUSTAKA
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,
(Yogyakarta:Kanisius, 1995).
Ali, Mohammad & Ansori, Mohammad, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik),
2000, Bandung ; Bumi Aksara.
M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan, Bandung ; PT. Remaja Rosdakarya.
Piaget, J, La Psychologie de Intelligene, 1947, Paris ; Librairie Armand Colin.