Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru
(rongga pleura). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.Trauma
misalnya :

Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.

Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh


pembuluh internal.

Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura HenochSchnlein dapat menyebabkan spontan hemotoraks. Adenomatoid malformasi kongenital
kistik: malformasi ini kadang-kadang mengalami komplikasi, seperti hemothorax.
2.2 ETIOLOGI
1. 1.

Traumatik

Trauma tumpul.

Trauma tembus (termasuk iatrogenik)

1. 2.

Nontraumatik / spontan

Neoplasma.

komplikasi antikoagulan.

emboli paru dengan infark

robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan.

Bullous emphysema.

Nekrosis akibat infeksi.

Tuberculosis.

fistula arteri atau vena pulmonal.

telangiectasia hemoragik herediter.

kelainan vaskular intratoraks nonpulmoner (aneurisma aorta pars thoraxica, aneurisma


arteri mamaria interna).

sekuestrasi intralobar dan ekstralobar.

patologi abdomen ( pancreatic pseudocyst, splenic artery aneurysm,


hemoperitoneum).

Catamenial

2.3 PATOFISIOLOGI
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri,
menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru
menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau
menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke
dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler, kolaps
terjadi pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil , sehingga takanan perifer pembuluh darah
paru naik, aliran darah menurun. Vs :T ,S , N. Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak
napas, tahipnea,sianosis, tahikardia. Gejala / tanda klinis
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di
pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat,
tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan
penurunan curah jantung.
1. Pemeriksaan diagnostik.
2. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
3. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang
meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
4. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
5. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

2.4 Tanda dan gejala Hemotoraks

Denyut jantung yang cepat

Kecemasan

Kegelisahan

Kelelahan

Kulit yang dingin dan berkeringat

Kulit yang pucat

Rasa sakit di dada

Sesak nafas

2.5 KOMPLIKASI
1. Komplikasi dapat berupa :
1. Kegagalan pernafasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar
toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga
dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga
menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan
kehancuran (disebut pneumotoraks ).
2.6 DERAJAT PERDARAHAN
1. a.

Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.

Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.

Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar
10%

1. b.

Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan


tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.

Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang


menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah diastolik.

1. c.

Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oliguria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau
agitasi.

Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah
kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik.

Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk
pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

1. d.

Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi


menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang
keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.

Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2.7 Prognosis
Apabila dibiarkan tidak dirawat, akumulasi darah akan sampai pada titik dimana mulai
menekan mediastinum dan trakea
2.8 FAKTOR RESIKO
1. a.

Risiko terjangkit Hemotoraks meningkat bila Anda:

Sebelumnya pernah menjalani Bedah Dada

Sebelumnya pernah menjalani Bedah Jantung

Sedang menderita Gangguan Pendarahan

Sedang menderita Tuberkulosis

Telah didiagnosa mengidap Kanker Paru

2.9 DIAGNOSIS
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Inspeksi

: ketinggalan gerak

Perkusi

: redup di bagian basal karena darah mencapai tempat yang paling rendah

Auskultasi : vesikuler
Sumber lain menyebutkan tanda pemariksaan yang bisa ditemukan adalah :

Tachypnea

Pada perkusi redup

Jika kehilangan darah sistemik substansial akan terjadi hipotensi dan takikardia.

Gangguan pernafasan dan tanda awal syok hemoragi.

Selain dari pemeriksaan fisik hemotoraks dapat ditegakkan dengan rontgen toraks akan
didapatkan gambaran sudut costophrenicus menghilang, bahkan pada hemotoraks masif akan
didapatkan gambaran pulmo hilang.

2.10

Pemeriksaan penunjang

1. Hematokrit cairan pleura


Biasanya tidak diperlukan untuk pasien hemotoraks traumatik. Diperlukan untuk analisis dari
efusi yang mengandung darah dengan penyebab nontraumatik. Dalam kasus ini, efusi pleura
dengan hematokrit lebih dari 50% dari hematokrit sirkulasi mengindikasikan kemungkinan
kemotoraks

Chest X-ray

USG

2.11

CT-scan

Diagnosis banding

KONDISI
Tension pneumothorax

PENILAIAN
Deviasi Tracheal
Distensi vena leher
Hipersonor
Bising nafas (-)

Massive hemothorax

Deviasi Tracheal
Vena leher kolaps
Perkusi : dullness
Bising nafas (-)

Cardiac tamponade

Distensi vena leher


Bunyi jantung jauh dan lemah
EKG abnormal

2.12

PENANGANAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan


menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks adalah

1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah
dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian
infus dipasang pula chest tube ( WSD ).
2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup
banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube
kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur
diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air.
Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
1. Macam WSD adalah :
WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.
WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
1. Pemasangan WSD :
Setinggi SIC 5 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .
1)

Persiapkan kulit dengan antiseptik

2)
Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela iga yang
sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.
3)

Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura

4)

Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis

5)
Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari melukai
pembuluh darah di bagian bawah iga
6)
Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura dan
perlebar lubangnya
7)
Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke dalam
kulit
8)
Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi dengan satu
jahitan.

9)
Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa dijahit, yang
berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup dengan selembar kasa
hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage tertutup air
10) Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.
1. 3.

Thoracotomy.

Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:


1. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita
tersebut membutuhkan torakotomi segera.
2. b.
Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi
perdarahan tetap berlangsung terus.
3. c.
Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam
waktu 2 4 jam.
4. d.
Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di
daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan
diperlukannya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar,
struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Tranfusi darah diperlukan selam aada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan
resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah
selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah
( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar
dilakukannya torakotomi.
Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris torakotomi);
di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang ke samping
(posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam
beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal disebut
pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar
dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN HEMOTORAKS

3.1 PENGKAJIAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat.
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat
1)

Sirkulasi

Tanda

Takikardia

Frekwensi tidak teratur/disritmia

S3 atau S4 / irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi)

Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal (dengan tegangan


pneumothorak).

Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara dalam
mediastinum).

Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi

2)

Integritas Ego.

Tanda : ketakutan, gelisah


3)

Makanan / Cairan.

Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan


4)

Nyeri / Kenyamanan

Gejala:

Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.

Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak spontan).

Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanan
menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural).

Tanda:

Berhati-hati pada area yang sakit

Perilaku distraksi.


5)

Mengkerutkan wajah.
Pernapasan

Gejala:

kesulitan bernapas, lapar napas

Batuk (mungkin gejala yang ada)

Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik, inflamasi/infeksi paru (Empiema,


Efusi) ; penyakit interstisial menyebar (Sarkoidosis) ; keganasan (mis: Obstruksi
tumor).

Pneumothorak spontan sebelumnya, ruptur empisematous bula spontan, bleb sub


pleural (PPOM).

Tanda:

Pernapasan ; peningkatan frekwensi/takipnea

Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, leher,
retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.

Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)

Fremitus menurun (sisi yang terlibat).

Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak), bunyi pekak
diatas area yang terisi cairan (hemothorak)

Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau
kemps, penurunan penmgembangan thorak (are yang sakit).

Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada jaringan dengan
palpasi).

Mental : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP.

6)

Keamanan

Gejala:

Adanya trauma dada

Radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. 1.
Takefektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan, gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.
2. 2.
(Resiko tinggi)Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera,
system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
3. 3.
Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan pengobatan
b/d kurang terpajan dengan informasi.
4. 4.
(Resiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d kemungkinan terjadi tension
pneumothorak sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
5. 5.

Perubahan Kenyamanan (nyeri) b/d pemasangan selang dada.

6. 6.

(Resiko tinggi) Infeksi b/d tindakan invasive.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. 1. Takefektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan, gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Identifikasi etiologi /factor pencetus, contoh
kolaps spontan, trauma, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.

RASIONAL
Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk
pemasangan selang dada yang tepat dan memilih
tindakan terapiutik yang tepat.

. Evaluasi fungsi pernapasan, catat


kecepatan/pernapasan serak, dispnea, terjadinya
sianosis, perubahan tanda vital.

Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital


dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologis dan
nyeri menunjukan terjadinya syok b/d
hipoksia/perdarahan.

3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila


menggunakan ventilasi mekanik dan catat
perubahan tekanan udara.
4. Auskultasi bunyi napas.

Catat pengembangan dada dan posisi trahea.

Kesulitan bernapas dengan ventilator atau


peningkatan tekanan jalan napas diduga
memburuknya kondisi/terjadi komplikasi (ruptur
spontan dari bleb, terjadi pneumotorak).
Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada
lobus, segmen paru/seluruh area paru (unilateral).
Area Atelektasis tidak ada bunyi napas dan sebagian
area kolaps menurun bunyinya.

6. Kaji fremitus.
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas
dalam.

Pengembangan dada sanma dengan ekspansi paru.


Deviasi trahea dari area sisi yang sakit pada

8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala


tempat tidur).

tegangan pneumothoraks.

Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada


9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien untuk jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
kontrol diri dengan gunakan pernapasan
lambat/dalam.
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal buat
batuk lebih efektif/mengurangi trauma.
10. Bila selang dada dipasang :
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
Periksa pengontrol pengisap untuk jumlah hisapan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yanmg tidak
yang benar (batas air, pengatur dinding/meja
sakit
disusun tepat).
Membantu pasien alami efek fisiologis hipoksia
Periksa batas cairan pada botol pengisap
yang dapat dimanifestaikan sebagai ansietas/takut
pertahankan pada batas yang ditentukan.
Observasi gelembung udara botol penampung.

Mempertahankan tekanan negatif intra pleural


sesuai yang diberikan, meningkatkan ekspansi paru
optimum atau drainase cairan.

Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas gelembung Air botol penampung bertindak sebagai pelindung
yang mencegah udara atmosfir masuk kearea
botol penampung.
pleural.
Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pada
pasien atau system) dengan mengklem kateter torak Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan
lubang angin dari pneumothorak (kerja yang
pada bagian distal sampai keluar dari dada.
diharapkan).
Klem selang pada bagian bawa unit drainase bila
Bekerjanya pengisapan, menunjukan kebocoran
kebocoran udara berlanjut.
udara menetap mungkin berasal dari pneumotoraks
Awasi pasang surut air penampung menetap atau besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat
pada pasien), unit drainase dada berpusat pada
sementara.
system.
Pertahankan posisi normal dari system drainase
Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada
selang pada fungsi optimal.
sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (sisi
Catat karakteristik/jumlah drainase selang dada. pemasukan / dalam tubuh pasien).
Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang
(milking).
Pijat selang hati-hati sesuai protocol, yang
meminimalkan tekanan negatif berlebihan.
Bila kateter torak putus/ lepas.Observasi tanda
distress pernapasan
Setelah kateter torak dilepas. Tutup sisi lubang
masuk dengan kasa steril.

Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system.


Botol penampung bertindak sebagai manometer
intra pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga
fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan
antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6
selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat
batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi
jalan napas atau adanya pneumothorak besar.
Berguna untuk mengevaluasi kondisi/terjadinya
komplikasi atau perdarahan yang memerlukan

INTERVENSI KOLABORASI

upaya intervensi.

Kaji seri foto thorak.

Pemijatan mungkin perlu untuk


meyakinkan/mempertahankan drainase pada adanya
perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat
purulen (Empiema).

Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas


vital/pengukuran volume tidal.

Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien
karena perubahan tekanan intratorakal, dimana
sesuai indikasi.
dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada.
Pemijatan yang keras dapat timbulkan tekanan
hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai.
Pneumothorak dapat terulang dan memerlukan
intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan
gangguan sirkulasi.
Deteksi dini terjadinya komplikasi penting, contoh
berulang pneumothorak, adanya infeksi.
Mengawasi kemajuan perbaikan
hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi selang endotraheal
mempengaruhi inflasi paru.
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
Alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan
penghilangan distress respirasi dan sianosis b/d
hipoksemia.
1. 2.
(Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses
cedera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi drainase
dada.

RASIONAL
Informasi tentang bagaimana system bekerja
berikan keyakinan dan menurunkan kecemasan
pasien.

2. Pasangkan kateter torak kedinding dada dan


berikan panjang selang ekstra sebelum
Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang
memindahkan/mengubah posisi pasien :
terlipat, menurunkan nyeri/ketidaknyamanan
b/d penarikan/penggerakan selang.
Amankan sisi sambungan selang.
Mencegah terlepasnya selang.
Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
Melindungi kulit dari iritasi / tekanan.
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur

pasien
4. Berikan alat transportasi aman bila pasien
dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik.
5. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat
kondisi kulit.
6. Anjurkan pasien untuk menghindari
berbaring/menarik selang.
7. Identifikasi perubahan / situasi yang harus
dilaporkan pada perawat.Contoh perubahan
bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba, nyeri
dada segera lepaskan alat.
8. Observasi tanda distress pernapasan bila
kateter torak terlepas/tercabut.

Mempertahankan posisi duduk tinggi dan


menurunkan resiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
Meningkatkan kontuinitas evakuasi optimal
cairan / udara selama pemindahan.
Memberikan pengenalan dini dan mengobati
adanya erosi /infeksi kulit
Menurunkan resiko obstruksi
drainase/terlepasnya selang.
Intervensi tepat waktu dapat mencegah
komplikasi serius.
Pneumothorak dapat berulang/memburuk
karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan
memerlukan intervensi darurat.

1. 3.
Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan
pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien.

RASIONAL
Informasi menurunkan takut karena
ketidaktahuan.

2 .Identifikasi kemungkinan
kambuh/komplikasi jangka panjang.

Penyakit paru yang ada seperti PPOM berta dan


keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
Pasien sehat yang menderita pneumothorak
3. Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan
evaluasi medik cepat, seperti : nyeri dada tiba- spontan insiden kekambuhan 10 50 %.
tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut.
Berulangnya pneumothorak/hemothorak
memerlukan intervensi medik untuk
4. Kaji ulang praktek kesehatan yang baik
mencegah/menurunkan potensial komplikasi.
contoh : nutrisi baik, istrahat, latihan.
Mempertahankan kesehatan umum
meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

BAB 4
PENELITIAN JOURNAL

PENGAMATAN HASIL PENANGANAN EVAKUASI HEMOTORAKS ANTARA


WSD DAN CONTINOUS SUCTION DRAINAGE

Sub Bagian Bedah Toraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan

PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Penderita hemotoraks dapat terjadi akibat trauma tumpul toraks maupun trauma tajam toraks.
Trauma tumpul toraks sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja1,2
Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu
ventilasi yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan
kematian.2
Penanggulangan hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD
untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.1,3,4
Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru, kronik
atelektasis, pneumoni dan empiema.5
Perumusan Masalah
Kasus hemotoraks akibat trauma tumpul toraks dan trauma tajam toraks cenderung
meningkat. Diperlukan penanganan segera untuk penyelamatan jiwa penderita dengan
melakukan pemasangan tube torakostomi dihubungkan dengan WSD atau CSD.

Dirumah-rumah sakit daerah sering CSD tidak tersedia karena alat ini sangat mahal. Apakah
WSD layak dipakai dibandingkan sisa darah.
Tujuan Penelitian
Membandingkan hasil penanganan evakuasi hemotoraks (sisa darah) antara Water Seal
Drainage (WSD) dan Continous Suction Drainage (CSD) pada penderita hemotoraks.
Kontribusi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan adanya penyederhanaan biaya pada penanganan
hemotoraks.

Anda mungkin juga menyukai