Anda di halaman 1dari 18

INTRODUKSI

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan
ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma
gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan
peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas
sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek
dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga
dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit ini
juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya.
Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini
paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak
hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang
lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang
terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.
Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha pencegahannya
diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis toxoplasmosis menjadi lebih mudah
ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah penderita. Diharapkan dengan cara
diagnosis maka pengobatan penyakit ini menjadi lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga
pengobatan yang diberikan dapat sembuh sempurna bagi penderita toxoplasmosis. Dengan jalan
tersebut diharapkan insidensi keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang disebabkan oleh
penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. Pada akhirnya kejadian kecacatan pada anak dapat
dihindari dan menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alami dapat menyerang manusia,
ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain. Protozoa toxoplasma
gondii merupakan salah satu parasit coccidian, obligate, intracellular, yang berperan terhadap
infeksi yang terjadi pada manusia dan mamalia lain. Toxoplasma gondii merupakan penyebab
yang umum terhadap terjadinya inflamasi intraocular di dunia. Kucing merupakan host definitive
yang terinfekasi akibat memakan ikan mentah, burung liar, atau tikus. Tiga bentuk protozoa yang
hanya terjadi pada tubuh kucing adalah tachyzoit, bradyzoit, dan sporozoit. Manusia dan
mamalia hanya terinfeksi oleh tachyzoit dan bradyzoit.

EPIDEMIOLOGI
-

Frekuensi
Amerika Serikat

Berdasarkan studi serologis, diperkirakan seperempat hingga setengah populasi Amerika


serikat telah terinfeksi oleh toxoplasma. Di Amerika serikat, 2 6 dari 1000 ibu hamil menderita
toxoplasmosis. Prevalensi toxoplasmosis kongenital berkisar 1 tiap 10.000 kelahiran hidup.
Manifestasi intraokular toxoplasmosis akibat necrotizing retinochoroiditis telah
dilaporkan pada 1 21 % pasien dengan infeksi sistemik yang didapat. Pada studi populasi 0,6%
penduduk maryland mempunyai scar yang diduga diakibatkan oleh okular toxoplasmosis.

Internasional
Prevalensi serum antibodi melawan toxoplasmosis bervariasi di seluruh dunia dan
tergantung pada kebiasaan makan, hygiene, dan iklim. Toxoplasmosis nampaknya lebih banyak
terjadi pada iklim yang lembab.
Prevalensi toxoplasmosis kongenital berkisar 1 dalam 1000 kelahiran hidup di Perancis.
Dalam empat dekade pertama hidup, 90% populasi Perancis, 12,5% populasi Jepang, dan 60%
Populasi Belanda dinyatakan seropositif untuk toxoplasmosis. Rata- rata insiden di Inggris
adalah 0,4 kasus tiap 100.000 orang per tahun. Di Brazil selatan, hapir 18% penduduk
dinyatakan memiliki lesi retina yang diduga akibat okular toxoplasmosis. Di daerah Quindio
Colombia, insidensi yang dilaporkan berkisar 3 kasus tiap 100.000 penduduk per tahun.
-

Mortalitas / morbiditas

Toxoplasmosis merupakan penyebab yang umum dari imflamasi intraokular dan uveitis
posterior pada pasien imunokompeten di seluruh dunia.
Toxoplasmosis bertanggung jawab terhadap 30 50% dari semua kasus uveitis posterior di
Amerika serikat.
-

Ras / sex
Tidak ada predileksi rasial dari toxoplasmosis. Begitu pula dilihat dari segi jenis kelamin.

Usia

Prevalensi reaksi seropositif bertambah sesuai umur. Di Amerika serikat, 5 30 %


individu usia dua puluh tahunan dan 10 67% individu berumur lebih dari lima puluh tahun
memiliki antibodi antitoxoplasma.
Okular toxoplasmosis telah dilaporkan paling banyak bermanifestasi pada individu
berusia 20 40 tahun.

ETIOLOGI
Kongenital toksoplasmosis
Ketika wanita dengan pertahanan tubuh yang lemah terinfeksi saat kehamilan, terjadi
tranmisi transplacenta dari T. gondii kepada fetus dan menyebabkan terjadinya congenital
toksoplasmosis
Toksoplamosis didapat
o Memakan kista jaringan yang berasal dari daging sapi, daging kambing, atau
daging babi yang mentah atau setengah matang.
o Memakan ookista yang berasal dari susu, air, atau sayuran.
o Menghirup ookista
o Transfuse darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, dan inokulasi yang tidak
disengaja saat berada di laboratorium

PATOFISIOLOGI
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan Ookista.
Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3 7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang
memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi
menjadi kronis trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit.

Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10
100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot
jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran
10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feces
kucing.
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus atau
gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feces kucing.
Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan
ookista. Bila ookista ini tertelan oleha hospes perantara seperti manusia, sapi, kambing atau
kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk kelompok-kelompok
trofozoit yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual
tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang
mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan melalui
tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil
yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerjad
dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui
jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.
Infeksi akut ditandai oleh tachyzoit yang menginvasi dan berproliferasi pada hampir
semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti. Saat organism mencapai
mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun host, akan dimulai fase klinis atau
subklinis yang terjadi di retina. Jika imun host memberi respon maka takizoit akan merubah
dirinya menjadi bradizoit dan terbentuklah kista. Kista sangat resisten terhadap pertahanan tubuh
host, dan akan terjadi infeksi laten yang menjadikannya kronis.
Jika terjadi infeksi subklinis, tidak ada perubahan yang terjadi pada pemeriksaan
funduskopi. Kista akan menetap pada retina yang nampaknya normal. Saat status imun host
menurun oleh karena sebab apapun, dinding kista akan hancur, melepaskan organism-organisme
tersebut ke retina, dan proses inflamasi pun dimulai kembali. Jika terjadi lesi klinis aktif, terjadi
proses penyembuhan dan terbentuk chorioretinal scar. Kista seringkali tetap inaktif diantara atau
menempel pada scar.
Parasit toxoplasma jarang teridentifikasi pada sampel aqueous humor dari pasien dengan
ocular toxoplasmosis aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi parasit terjadi hanya pada
fase awal infeksi dan bahwa retinal damage mungkin disebabkan oleh respon inflamasi lanjutan.
Saat sel epitel berpigmen retina terinfeksi oleh toxoplasma gondii, terdapat peningkatan
produksi sitokin sitokin tertentu termasuk interleukin 1 beta (IL-1), interleukin 6 (IL-6).

Granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), dan molekul adhesi


intercellular (ICAM). Pasien dengan toxoplasmic retinochoroiditis didapat mempunyai level IL-1
yang lebih tinggi dibanding pasien pasien asimptomatis.

MANIFESTASI
Gambaran klinik toksoplasmosis okuler antara lain :
Gejala subyektif berupa :
1. Penurunan tajam penglihatan
a. Lesi retinitis atau retinokoroiditis di daerah sentral retina yang disebut makula atau daerah
antara makula dan N. optikus yang disebut papilomuskular/bundle.
b. Terkenanya nervus optikus.
c. Kekeruhan vitreus yang tebal.
d. Edema retina
2. Biasa tidak ditemukan rasa sakit, kecuali bila sudah timbul gejala lain yang menyertai yaitu
iridosiklitis atau uveitis anterior yang juga disertai rasa silau. Pada keadaan ini ,mata menjadi
merah.
3. Floaters atau melihat bayangan-bayangan yang bergerak-gerak oleh adanya sel-sel dalam
korpus vitreus.
4. Fotopsia, melihat kilatan-kilatan cahaya yang menunjukkan adanya tarikan-tarikan terhadap
retina oleh vitreus.
Gejala obyektif berupa :
1. Mata tampak tenang. Pada anak-anak sering ditemukannya strabismus. Ini terjadi bila lesi
toksoplasmosis kongenital terletak di daerah makula yang diperlukan untuk penglihatan tajam
dan dalam keadaan normal berkembang sejak lahir sampai usia 6 tahun. Akibat adanya lesi, mata
tidak dapat berfiksasi sehingga kedudukan bola mata ini berubah ke arah luar.
2. Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut :
a. Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter
atau multipel, yang terletak terutama di polus posterior, tetapi dapat juga di bagian perifer retina.
b. Papilitis atau edema papil.
c. Kelainan vitreus atau vitritis.
Pada vitritis yang ringan akan tampak sel-sel. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga
visualisasi fundus okuli terganggu.
d. Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis
Gejala ini dapat mengikuti kelainan pada segmen posterior mata yang mengalami serangan
berulang yang berat
Toxoplasma jarang sekali meninvasi korpus vitreum karena sifatnya yang merupakan parasit
intraseluler. Retina merupakan bagian yang paling sering terinfeksi dan mengalami kerusakan

terparah. Pengetahuan mengenai sifat organisme maupun siklus hidupnya dapat membantu
menjelaskan perjalanan penyakit dan memudahkan seorang dokter untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis yang tampak dilihat dengan
funduskopi dan hasil pemeriksaan pada pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Faktor resiko terjadinya toxoplasmosis:

Imunodefisiensi (misalnya AIDS), pasien dengan imunosupresi misalnya pada pasien


post transplantasi organ atau dengan penyakit keganasan.

Kontak dengan kucing

Riwayat memakan daging mentah atau setengah matang

Gejala:
o Pandangan kabur
o Floaters
o Nyeri
o Mata merah
o Metamorphopsia
o Fotofobia

Pemeriksaan fisik
Toxoplasmosis kongenital
Trias klasik yang menggambarkan toxoplasmosis kongenital adalah retinochoroiditis,
kalsifikasi serebral, dan kejang. Penemuan lainnya meliputi hidosefalus, mikrosefalus,
organomegali, ikterus, ruam, demam, dan retardasi psikomotor. Penemuan tersebut didapatkan
pada sedikit kasus, akan tetapi menunjukkan infeksi akut dan fatal. Saat seorang ibu hamil
diduga terinfeksi selama kehamilannya, dapat terjadi transmisi transplasental toxoplasma gondii
ke dalam tubuh janin, yang pada akhirnya dapat menyebabkan toxoplasmosis kongenital.
Jika seorang ibu terinfeksi selama trimester pertam kehamilannya, 17% bayi mengalami
toxoplasmosis kongenital, akan tetapi tingkat keparahan penyakitnya lebih tinggi. Jika infeksi
terjadi pada trimester ketiga, 65% bayi menderita toxoplasmosis kongenital, tetapi kebanyakan

dari mereka asimptomatis. Sedangkan infeksi maaternal kronis tidak berhubungan dengan
terjadinya toxoplasmosis kongenital. Antibodi antitoxoplasma immunoglobulin M (IgM) muncul
pada 75% bayi dengan toxoplasmosis kongenital. Penemuan paling umum pada toxoplasmosis
kongenital adalad retinochoroiditis yang mempunyai tempat predileksi di kutub posterior.
Penemuan ini didapat pada 75-80% kasus dan bilateral pada 85% kasus. Makular scar sekunder
akibat toxoplasmosis kongenital:

Gambar 1. macular scar sekunder akibat toxoplasmosis congenital


(Wu, 2011)

Toxoplasmosis didapat
Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang mengandung kista
jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, atau
inokulasi yang tidak disengaja saat berada di laboratorium dapat mengakibatkan terjadinya
toxoplasmosis didapat. Infeksi yang didapat biasanya subklinis dan asimptomatis. Pada 10 20%
kasus yang menjadi simptomatis, pasien mengalami gejala mirip flu, misalnya demam,
limfadenopati, malaise, mialgia, dan ruam kulit makulopapular yang tersebar di telapak tangan
dan kaki. Pada pasien yang imunokompeten, penyakit ini tidak membahayakan dan self-limited.

Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3 % pasien dengan infeksi yang didapat mengalami
okular toxoplasmosis. Retinitis makular akut yang dihubungkan dengan toxoplasmosis
ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 2. Akut macular retinitis (Wu, 2011)


Toxoplasmosis pada pasien immunocompromise
Fungsi imun pasien sangat berperan penting pada patogenitas toxoplasma. Pasien dengan
immunocompromise seringkali menderita pneumonitis, myocarditis, dan encephalitis yang
mengancam nyawa, selain itu juga necrotizing retinochoroiditis berat yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Lesi multifokal, bilateral, dan terus menerus berkembang secara progresif
menunjukkan bahwa infeksi telah melibatkan mata. Karena immunosupresinya, pasien pasien
ini seringkali memliki masalah dengan reaksi inflamasi yang berlebih, sehingga mengakibatkan
sulitnya pebentukan chorioretinal scar. Pada pasien immunocompromise diagnosis serologis
sangat sulit ditegakkan. Hanya 1-2% pasien dengan HIV menderita okular toxoplasmosis. Pasien
pasien berusia tua yang terinfeksi toxoplasma memiliki resiko terjadinya retinochoroiditis berat,
mungkin disebabkan oleh status immune yang mulai menurun sesuai dengan bertambahnya usia.

Okular toxoplasmosis
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hingga 75% pasien dengan toxoplasmosis kongenital
memiliki chorioretinal scar saat lahir. Sebaliknya, lesi okular pada pasien yang terinfeksi
toxoplasma setelah lahir jarang ditemukan. Oleh karena itu pasien dengan chorioretinitis aktif
yang memiliki chorioretinal scar dipercaya merupakan reaktifasi dari infeksi sebelumnya.
Chorioretinal scar inaktif ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 3. Chorioretinal scar inaktif (Wu,2011)

Penelitian baru baru ini bahwa hampir semua kasus okular toxoplasmosis merupakan
sekunder dari infeksi kongenital yang cenderung terjadi selama fase kronis infeksi. Tetapi
penelitian berikutnya menunjukkan peranan infeksi yang didapat terhadap kejadian okular
toxoplasmosis. Penelitian di brazil menunjukkan hanya 1% dari anak anak dengan
toxoplasmosis memiliki lesi okular, sedangkan 21% individu beusia lebih dari 13 tahun memiliki
lesi okular. Penanda yang menjadi ciri khas penyakit ini adalah necrotizing retinochoroiditis,
yang mungkin primer atau rekuren. Pada okular toxoplasmosis primer, terdapat fokus necrotizing
retinochoroiditis uniateral di kutub posterior pada lebih dari 50% kasus. Area nekrotik biasanya
meliputi lapisan dalam retina dan disebut lesi Whitish fluffy yang dikelilingi oleh edema retina.

Retinas merupakan lokasi utama bagi parasit untuk bermultiplikasi, sementara choroid
dan sklera merupakan lokasi dimana inflaasi seringkali menyebar. Jika infeksi telah melibatkan
nervus optikus, manifestasi khas adalah neuritis optik atau papillitis ditandai dengan edema, yang
ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4. Neuritis optik (Wu, 2011)


Selubung nervus optikus dapat menjadi saluran yang memfasilitasi penyebaran langsung
dari organisme toxoplasma antara nervus optikus dengan infeksi serebral. Punctate outer
toxoplasmosis telah dideskripsikan dalam literatur jepang dan amerika. Bentuk penyakit ini unik,
diana lesi atrofik besar di posterior tidak didapatkan. Sel sel inflamasi terlihat pada vitreous
menyertai retinochoroidal atau lesi papillar. Pada banyak kasus, reaksi inflamasi berlangsung
berat, dan detail dari fundus tidak terlihat. Keadaan ini disebut sebagai headlight in the fog.
Seringkai pada pasien terbentuk presipitat sel sel inflamasi pada vitreous. Pada keadaan
terbentuk untaian atau membran yang tebal di dalam vitreous maka diperlukan vitrektomi.
Antigen toxoplasma bertanggung jawab akan terjadinya reaksi hipersensitivitas yang
pada akhirnya dapat menyebabkan retinal vaskulitis dan granulomatous atau nongranulomatous
uveitis anterior. Jika terjadi uveitis anterior, dapat disertai komplikasi sinekia posterior dan
terbentuk keratic presipitat. Saat lesi menyembuh, maka akan nampak sebagai gambaran
punched-out scar, sehingga nampak sklera putih yang dibawahnya

Hasil laboratorium
Serology
o Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pemeriksaan fundus.
Pemeriksaan serology hanya sebagai pemeriksaan tambahan
o Serum titer antibody antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa tehnik :
Enzyme-Linked immunosorbent assay (ELISA)
Indirect fluorescent antibody test
Indirect hemagglutination test
Complement fixation
Sabin-feldman dye test
o Temuan serology penting untuk menentukan apakah infeksi ini termasuk akut atau
kronik. Infeksi akut didiagnosis dengan seroconversion. Titer IgG menunjukkan 4-fold
dan akan memuncak pada 6-8 minggu setelah terjadinya infeksi, dan dapat bertahan
selama lebih dari 2 tahun selanjutnya. Antitoxoplasma IgM akan muncul pada minggu
pertama infeksi. Selain IgM yang akan muncul, pada infeksi yang akut juga akan
ditemukan peningkatan IgA dan IgA dapat bertahan hingga 1 tahun.
Imaging Studies
o Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan hypoflourescent
selama infeksi, dan diikuti dengan kebocoran yang progresif.
o USG diiindikasikan untuk memeriksa media penglihatan terutama badan vitreous.
Temuan yang paling banyak ditemukan adalah intravitreal punctiform echoes,
penebalan dari hyaloids posterior, parsial atau total vitreous detachment, dan penebalan
fokal retinokoroid.
Pemeriksaan Histopatologi
o Pemeriksaan ini adalah kriteria standar untuk diagnosis. Pada pemeriksaan ditemukan,
tachyzoite tampak oval atau bulan sabit. Pewarnaan tachyzoite dengan menggunakan
pewarnaan Giemsa. Pada pewarnaan akan tampak sitoplasma berwarna biru dan nucleus
berwarna merah dan berbentuk sferis.
o Pada bentuk kista, pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan PAS positif.
Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit.
o Peradangan tampak nyata pada retina, vitreous dan koroid. Koroid yang berdekatan
dengan retina menunjukkan inflamasi granulomatosa. Retina mengalami parsial
nekrosis dengan batas yang jelas. Setelah menyembuh, area retina yang terinfeksi
hancur dan terdapat adhesi corioretina.
Staging

o Zona 1 penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan secara permanen.


Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis atau 1500 dari tepi optik disk.

Pencegahan
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci
tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan
halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu
20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita
hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan
toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacatbawaan.
Yaitu :
1. Diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin
dalam bentuk larutan serta air panas 70C yang disiramkan pada tinja kucing.
2. Mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan.
3. Mencuci sayur mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada
kemungkinan ookista melekat pada sayuran
4. Makanan yang matang harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa
yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan.
5. Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber
infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66C atau mengasap dan sampai
matang sebelum dimakan.
6. Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toxsoplasmosis kongenital, karena anak
yang lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban
masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya
sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi kejadian toxsoplasmosis kongenital kurang
dari 50 %, karena lebih dari 50 % toxsoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer
pada trimester terakhir kehamilan.

Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa

Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri, sehingga tatalaksana
sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak direkomendasikan. Terjadinya retinokoroiditis
tidak selalu merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi yang kecil di perifer dapat
menyembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade pembuluh darah, lesi dekat optic disk,
lesi dekat papil optic harus diberikan pengobatan.
Sedangkan pada Ocular toxoplasmosis, beberapa regimen terapi telah direkomendasikan:

Terapi Triple drug antara lain pyrimethamine (dosis inisiasi 75-100mg pada hari pertama
dan diikuti 25-50mg pada hari selanjutnya), sulfadiazine (dosis inisial 2-4 g selama 24

jam dilanjutkan dengan 1 g q.i.d) dan prednison.


Terapi Quadruple adalah pyrimethamine, sulfadiazin, klindamycin dan prednison.
Pemakaian pyrimethamine seharusnya dikombinasikan dengan asam folad untuk
menghindari komplikasi hematologi.

Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada umumnya 4-6
minggu. Pemberian trimetoprim 60 mg dan sulfametoksazole 160mg selama 3 hari
digunakan sebagai profilaksis toksoplamosis retinokoroiditis. Setelah observasi selama 20
bulan, 6,6 % dari pasien mengalami infeksi rekuren.
Selama kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama trimester pertama.
Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine, pyrimethamine dan asam folat
direkomendasikan. Spiramycin, pyrimethamine dan asam folat dapat digunakan hingga
trimester ketiga.
Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai berikut :

Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik mata depan
Terapi depot steroid dikontaraindikasikan untuk terapi Ocular toxoplasmosis. Steroid
dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata akan menekan sistem imun dari host,
sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan yang tak terkendali dan potensial

menimbulkan kebutaan.
Kostikosteroid sistemik digunakan sebagai terapi tambahan untuk meminimalkan
reaksi peradangan.

Pemberian terapi sikloplegik juga dapat diberikan apabila terjadi peradangan pada bilik mata
depan dan mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya sinekia posterior.

Agen antitoksoplasma adalah sebagai berikut :

Sulfadiazine
Klindamycin
o Terapi intraviteal klindamycin (0,1 mg/0,1 ml) dilaporkan menguntungkan
pada individu yang tidak berespon pada pengobatan oral
o Pemberian intraviteal klindamycin (1mg) dan intraviteal dexamethasone
(400g) dibandingkan dengan terapi triple drug dari sulfadiazine (dosis
inisial 4g/hari untuk dua hari diikuti dengan 500mg qid), pyrimethamine
(dosis inisial 75mg untuk 2 hari dan diikuti 25 mg/hari), asam folat (5mg qd)
dan prednisolon (1 mg/kg dimulai pada saat hari ketiga) selama 6 minggu
pengobatan retinokoroiditis toksoplasma. Hasil yang didapatkan pada kedua
pengobatan adalah pengecilan ukuran lesi, inflamasi pada vitreous berkurang
dan peningkatan kemampuan penglihatan. Sedangkan intraviteal klindamycin
dan dexamethasone lebih menguntungkan pada retinokoroiditis toksoplama
dengan efek samping yang lebih aman.
o Pyrimethamine
o Atovaquone (750 mg qid) : obat ini digunakan untuk terapi lini kedua
o Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama dengan
pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti dengan 50mg/hari pada hari
selanjutnya) dapat juga digunakan sebagai alternatif.
o Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole (160mg) dapat
mengurangi ukuran lesi.

Terapi bedah

Dapat dilakukan fotokoagulasi atau cryoterapi.


Komplikasi yang dapat timbul adalah perdarahan intraretina, perdarahan badan vitreous,
dan ablasio retina.

Pars plana vitrectomy dapat diindikasikan pada ablasio retina sekunder dari traksi
vitreous atau apabila ada kekeruhan pada badan kaca. Dan dianjurkan dilakukan rawat
bersama dengan spesialis penyakit dalam.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toxoplasmosis antara lain:

Katarak

Glaukoma

Oklusi vena retina

Oklusi arteri retina

Neovaskularisasi

Sinekia posterior

Kerusakan N.Opticus

Prognosis

Diperkirakan 40% dari pasien memiliki visus 20/100 atau mungkin lebih buruk, dan 16%
pasien memiliki visus antara 20/40 dan 20/80.

Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata rata mencapai 80%
dalam 5 tahun.

Pasien dengan penyakit yang rekuren nampaknya lebih beresiko memiliki cacat visual
permanen.

KESIMPULAN

Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di berbagai negara


dan karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari pengamatan dokter. Padahal akibat
yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti abortus, lahir mati,
kebutaan maupun cacat kongenital lain. Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala
pada wanita hamil trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci
tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan
halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66 oC atau dibekukan pada suhu
20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita
hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan
toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat bawaan.

DAFTAR PUSTAKA

Asyari, Fatma dan Lembah Redati. 2011. Management of Ocular Toxoplasmosis. Jakarta,
Vol 32 (suppl) 2 2001 [5 Mei 2011].

Bellfort, Rubens N, et al,. 2009. Ocular Toxoplasmosis. Sao Paolo Brazil. [5 Mei 2011].

Bosch-Driessen LH, Plaisier MB, Stilma JS, et al. Reactivations of ocular toxoplasmosis
after cataract extraction. Ophthalmology 2002;109:4145[5 Mei 2011].

Brezin AP, Thulliez P, Couvreur J, et al. Ophthalmic Outcomes After Prenatal And
Postnatal Treatment Of Congenital Toxoplasmosis. Am J Ophthalmol 2003;135:779784
[5 Mei 2011].

Crosier, Yan Guex. 2009. Update on the Treatment of Ocular Toxoplasmosis.


International Journal of Medical Science 2009; 6(3):140-142. http://www.medsci.org [5
Mei 2011].

Dyer, Neil W. 2011. Toxoplasmosis. North Dakota University Vol 1221 November 2011
[5 Mei 2011].

Holland GN, Muccioli C, Silveira C, et al. Intraocular Inflammatory Reactions Without


Focal Necrotizing Retinochoroiditis In Patients With Acquired Systemic Toxoplasmosis.
Am J Ophthalmol 1999;128:413420 [5 Mei 2011].

Holland, Gary N. 2003. ocular Toxoplasmosis: A Global Reassessment. Part I:


Epidemiology and Course of Disease. LX EDWARD JACKSONMEMORIAL
LECTURE. AMERICAN JOURNAL OF OPHTHALMOLOGY Vol. 136, No. 6.
December 2003.

Holland, Gary N. 2003. Ocular Toxoplasmosis: A Global Reassessment Part II: Disease
Manifestations and Management. LX EDWARD JACKSONMEMORIAL LECTURE.
AMERICAN JOURNAL OF OPHTHALMOLOGY Vol. 137, No. 1. January 2004.

Montoya JG, et al. 2004. Toxoplasmosis. Lanet, Juny 2004 363 : 1965-1976 [5 Mei
2011].

Labalette P, Delhaes L, Margaron F, et al. Ocular Toxoplasmosis After The Fifth Decade.
Am J Ophthalmol 2002;133: 506515 [5 Mei 2011].

Levinson, Ralph D., Rikkers, Sarah M. 2011. Free Medical Book Chapter 172 Ocular
Toxoplasmosis. http://free-medical-textbook.com/ [5 Mei 2011].

Ng, Paul. 2002. Treatment of ocular toxoplasmosis. Australian Prescriber Vol. 25 No. 4
2002.[24 November 2010].

Soheilian, Masoud et al. 2011. How To Diagnose And Treat Ocular Toxoplasmosis.
Online ophtalmologi, Volume 11 No. 12 2011.[5 Mei 2011].

Stanford, MR., Gibert, RE. 2009. Treating ocular toxoplasmosis current evidence. Mem
Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 104(2): 312-315, March 2009. [5 Mei 2011].

Wu,
Lihteh.
2011.
Ophthalmologic
http://www.emedicine.com/. [5 mei 2011].

Manifestations

of

Toxoplasmosis.

Anda mungkin juga menyukai