Anda di halaman 1dari 11

BAB I

DEFINISI
A. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada komunikan.
Menurut Rakhmat (1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni tahap sensasi,
persepsi, memori dan berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang paling awal dalam
penerimaan informasi melalui alat indera, sehinnga individu dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya. Selanjutnya individu mepersepsikan objek, peristiwa, atau pun hubunganhubungan yang diperoleh, kemudian menyimpulkan atau menafsirkan informasi tersebut.
Sensasi yang telah dipersepsikan oleh individu direkam oleh memori. Memori berperan
penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Dengan memori inilah
informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan kembali, jika diperlukan. Tahap
terakhir proses pengolahan informasi adlah berpikir, yang mempengaruhi penafsiran individu
terhadap stimuli. Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil
keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan pengetahuan baru. Proses pengolahan
informasi ini akan dapat menimbulkan suatu perubahan pada sikap atau tindakan individu.
Menurut Aristoteles (dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007), informasi dapat
digunakan sebagai alat persuasi. Informasi dapat digunakan untuk membujuk dan
mempengaruhi perilaku manusia, atau untuk mengubah perilaku manusia, sesuai yang
diinginkan pemberi informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.
B. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan
perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya
kembali penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007),
pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap
dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap
muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan
intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan
demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif
jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin,
2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap
dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap

muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan
intervensi dua arah yang
lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan
pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan
dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi
perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi,
memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau
penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan
perilaku masyarakat memakan waktu yang lama, dibanding dengan cara koersi. Namun
demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan
selama hidup dilakukan. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan
dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu
bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif
untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan perilaku
individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positf terhadap pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan

BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di
berbagai tempat. Dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, guru
b. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran
pasien, keluarga pasien, pengunjung, petugas Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar
Rumah Sakit
c. Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan sasaran masyarakat
sekitar
3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan
lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut:
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi,
kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan sebagainya.
b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini
pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal
ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai cara
perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya masih
c.

rendah.
Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam
masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan
diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh
pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat

diperlukan pada tahap ini.


d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
penyakit, seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya
3

sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan
yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat
mengakibatkan

orang

yang

bersangkutan

menjadi

cacat

atau

memiliki

ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu pendidikan kesehatan juga
diperlukan pada tahap ini.
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi
cacat.Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan
tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau
segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang yang cacat
setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat.
Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota
masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan
saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan kepada
masyarakat.
Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan
keluarga minimal berupa topik sebagai berikut :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk
2.
3.
4.
5.

potensi efek samping obat.


Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman.
Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan.
Diet dan nutrisi.
Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi

BAB III
TATA LAKSANA
Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga,
pengunjung, dll) harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan

mudah

dipahami

oleh

sasaran,

sehingga

dapat

mengurangi

tingkat

kesalahan

(kesalahpahaman). Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi)
1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Jam pelayanan
Pelayanan yang tersedia
Cara mendapatkan pelayanan
Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Pasien dan kelurganya diberikan informasi pada waktu admisi
Penjelasan meliputi informasi tentang pelayanan yang diharapkan
Penjelasan meliputi informasi tentang hasil pelayanan yang diharapkan
Penjelasan meliputi informasi tentang perkiraan biaya kepada pasien dan keluarganya
Penjelasan cukup bagi pasien dan kelurganya untuk membuat keputusan yang benar

Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Service, Admission, dan Website.
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
a.
b.
c.
d.

Edukasi tentang obat


Edukasi tentang penyakit
Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas

hidupnya pasca dari rumah sakit


e. Edukasi tentang Gizi
Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi Kesehatan
Rumah Sakit). Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh semua petugas yang ada
di Rumah Sakit baik petugas medis maupun non medis. Edukasi dapat diberikan kepada
siapa saja yang berada di lingkungan Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit, misalnya
pelanggan intern ( petugas Rumah Sakit dan keluarga) dan pelanggan ekstern (pasien,
pengunjung, keluarga, pedagang, masyarakat).
Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada sasaran harus
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan pasien keluarga dan masyarakat, sehingga dapat
dirasakan langsung manfaatnya. Sebelum melakukan edukasi, langkah awal petugas
harus menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini
didapatkan dari RM)
1. Identitas dasar pasien
2. Kemampuan berbicara
3. Perlu penerjemah atau tidak
4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)
7. Keterbatasan fisik dan kognitif
8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting cara penyampaian informasi dan edukasi
agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit
b.
c.

saat pemeriksaan)
Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis,
termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi Hasil dan

interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis
d. Prognosis
e. Dukungan (support) yang tersedia
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab
atas pasien jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri
secara langsung
3. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
4. Di mana menyampaikannya
a. Ruang praktik dokter
b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat
c. Ruang diskusi
5. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui
telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,
faksimile, sms, internet
b. Persiapan meliputi:
1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis
sudah disepakati oleh tim)
2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu
lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
3) Waktu yang cukup
4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll
c. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang
hal yang akan dibicarakan, informasi yang diinginkan dan amati kesiapan
pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu
SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
6

I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :
Salam:
Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu
untuk berbicara dengan pasien/keluarga
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar
pasien/keluarga mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa
petugas kesehatan menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti
perasaannya. Petugas kesehatan dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup
dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya,
dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan
persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas.
Ingatkan:
Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan pasien/keluarga untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi
yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun
klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang
kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting. Pendukung dalam pelaksanaan pemberian
materi edukasi dengan menggunakan 2 metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar,
ceramah, demonstrasi) dan tidak langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan
pengumuman, media elektronik, majalah, dll). Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap
dapat menggunakan teknik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan
teknik tanya jawab, ceramah, demonstrasi, dan pemberian leaflet. Sedangkan pemberian
edukasi dan informasi untuk pasien rawat jalan dapat melalui tatap muka, pemberian leaflet,
pemasangan poster, papan pengumuman, dan media elektronik.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan
proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau keluarga dapat diwujudkan
dalam bentuk :
1. Mengulangi materi yang diberikan
2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan
3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan

4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan
melibatkan keluarganya.
Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan
informasi kepada pasien dan keluarga :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik
dan senang, maka verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan. Pertanyaannya adalah: Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kirakira apa yangbpk/ibu bisa pelajari ?.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami
hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan
yang sama: Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa
pelajari ?.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami. Proses
pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien
dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

BAB IV
DOKUMENTASI
A. Pengertian
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan
komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan
perawat sendiri (A. Aziz Alimul). Dokumentasi dalam Bahasa Inggris berarti satu atau
lebih lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya. Dokumentasi berasal dari kata
dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk tulisan maupun berbentuk rekaman
lainnya seperti pita suara/kaset, video, film, gambar dan foto (Suyono trimo 1987, hal 7).
Pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perlu didokumentasikan oleh
tim kesehatan yang telah memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana
komunikasi. Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna
untuk membantu koordinasi asuhan yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah
informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah
9

tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan
meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan pada pasien. Dokumentasi asuhan pada
pasien dibuat untuk menunjang tertibnya administrasi dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
C. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit
Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan

edukasi

harus dikaji terlebih dahulu oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi
masing-masing pasien tidaklah sama, tergantung dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan
edukasi pasien meliputi :
1. Tindakan pencegahan
2. Intervensi diit
3. Peralatan khusus
4. Pencegahan resiko jatuh
5. Manajemen nyeri
6. Penyakit
7. Pengobatan
8. Transfuse darah
9. Vaksinasi
10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi.
Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi
tersebut, kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi
hambatan, metode pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Cara pendokumentasian untuk
form penilaian edukasi hanya dengan menuliskan angka yang tertera di dalam kolom form
RM 2A.7 (terlampir). Form penilaian edukasi ini wajib diisi oleh Dokter Jaga atau Dokter
PenanggungJawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan penyakit dan disertakan tandatangan,
nama terang. Form pemberian informasi dan edukasi di RM 2A.8 (terlampir) diisi oleh
semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien. Materi yang diberikan dapat
ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya. Apabila materi tersebut di
bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode buku atau leaflet tersebut di kolom
materi edukasi dengan dibubuhkan tandatangan pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan
penerima edukasi (pasien /keluarga). Sedangkan untuk pemberian informasi dan edukasi di
Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah disampaikan di kolom edukasi.
D. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi
di luar Rumah Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan.
Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti Posyandu dan pendidikan
kesehatan di Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di sekolah, siaran radio/televisi yang
10

sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus terdokumentasikan dalam
bentuk laporan kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

Halaman
I

KATA SAMBUTAN

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I. DEFINISI

A. Informasi
B. Edukasi
BAB II. RUANG LINGKUP
BAB III. TATA LAKSANA
BAB IV. DOKUMENTASI
A. Pengertian
B. Tujuan
C. Dokumentasi Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah sakit
D. Dokumentasi Pemberian Informasi dan Edukasi di luar Rumah Sakit

1
1
3
5
9
9
9
10
10

11

Anda mungkin juga menyukai