Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KELAINAN KELENJAR PAROTIS


A. Definisi Kelainan Kelenjar Saliva1,2
Kelainan kelenjar saliva (parotis) adalah suatu keadaan abnormal dalam
kelenjar saliva yang menyebabkan pembengkakan atau nyeri. Kelainan kelenjar
saliva meliputi tumor neoplastik dan non neoplastik.
Tumor non neoplastik adalah segala bentuk perubahan atau penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga tidak mencapai pertumbuhan dan
perkembangan normal pada fase tertentu dan kemudian berhenti. Kelainan non
neoplastik ini dapat disebabkan oleh gangguan genetik (kongenital), trauma,
obstruksi, retensi mukus, atau infeksi yang mengganggu cell circle.
Neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak
dapat dikontrol oleh tubuh. Ada dua tipe neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign
neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Neoplasia jinak adalah
pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir, berkapsul, dan
tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya
cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain/
metastase.
B. Kelainan Kelenjar Saliva Neoplastik
Neoplasma kelenjar air liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang
berasal dari sel epitel kelenjar air liur.
1. Epidemiologi3
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi
sebelumnya. Akan tetapi ada faktor resiko lain yang memepengaruhi terjadinya
karsinoma kelenjar air liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan
tekena pada laki-laki sama dengan perempuan. Kelenjar air liur mayor paling
sering terkena adalah glandula parotis yaitu 10-80%, sedangkan kelenjar air liur
minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 2-25% dari

tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan
95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur
meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia <16
tahun.
2. Klasifikasi Histopatologi
Klasifikasi histopatologi menurut WHO/AJCC
a. Tumor jinak
1) Pleomorphic adenoma (mixed beningn tumor)
Adenoma pleomorfik merupakan tumor yang paling sering
ditemukan di kelenjar liur, kebanyakan pada orang yang berusia >40
tahun. Tidak ada perbedaan kejadian antara laki-laki dan perempuan.1

Gejala Klinis: didapat benjolan pada kelenjar parotis (di sekitar


liang telinga) tanpa rasa sakit. Bila cukup besar, daun telinga
terlihat terangkat bila dibandingkan dengan daun telinga yang
normal di kontralateral. Tumor ini tumbuh lambat, berbatas tegas,
dapat digerakkan, konsistensi kenyal dengan permukaan yang halus
dan gangguan saraf fasialis tidak ditemukan.1,2

Histopatologi: pleomorphic adenoma menunjukkan campuran


proliferasi jaringan epithel dalam daerah jaringan myxoid, mucoid,
atau chondroid. Tumor sebagian mempunyai kapsul fibrous.4

Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi


pemeriksaan patologis menunjukkan perluasan keluar kapsul. Jika
seluruh tumor dengan massa kelenjar parotis yang normal
mengelilingi tumor direseksi, insidens kekabuhannya kurang dari 8
persen. Seadandainya adenoma pleomorfik kambuh, terdapat
kemungkinan cedera yang besar pada paling sedikit satu dari
bagian saraf fasialis ketika tumor direseksi ulang.5

Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan


yang berkali-kali dengan pertumbuhan yang berlebihan di mana
tumor meluas dan mengenai daerah kanalis eksterna dan dapat

meluas ke rongga mulut dan ruang parafaringeal. Tumor yang


kambuh dapat mengalami degenerasi maligna, tetapi insidens ini
kurang dari 6 persen. Terapi iradiasi terhadap tumor yang kambuh
berulang kali dan tidak dapat direseksi diberikan pengobatan
paliatif.4,5

2) Monomorphic adenoma
Tumor-tumor monomorfik tersusun reguler berbentuk grandular,
dengan tidak adanya dominasi komponen jaringan mesenkim. Tumor
yang termasuk ke dalam adenoma monomorfik adalah Warthin tumor
(papillary cystadenoma lymphomatosum), basal sel adenoma, oxyphilic
adenoma (oncocytoma), canalicular adenoma, myoepthelioma, dan
clear cell adenoma.
3) Papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthins tumor)
Tumor ini jarang ditemukan (10% dari tumor kelenjar liur),
kebanyakan didapat pada pria usia 50-60 tahun.

Tumor jinak kelenjar saliva yang paling umum dijumpai diantara


tumor-tumor monomorfik lainnya dan sering terjadi pada kelenjar
parotis.

Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita

perempuan.

Histopatologi: berbentuk glandula yang dipisahkan celah-celah yang


cenderung dan membentuk proyeksi papila-papila yang tertanam
didalam jaringan limfoid yang padat. Rongga kistik dilapisi oleh sel
epitel yang eosinopilik (onkosit) 2 lapis (bilayer).

Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis.


Tumor ini berkapsul dan tidak mungkin kambuh.

b. Tumor ganas

Dengan bertambahnya usia, kemungkinan bahwa massa dalam


kelenjar liur menjadi ganas bertambah besar, pada umumnya yang sering
terjadi pada orang dengan usia 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 %
tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh
tumor kelenjar liur minor adalah ganas.5
1) Mucoepidermoid carcinoma

Gejala klinis: umumnya melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu


kelenjar ludah parotis. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa,
penderita perempuan lebih banyak daripada penderita laki-laki. Tumor
ini tumbuhnya lambat, berasal dari sel epitelium duktus dan berpotensi
metastasis.

Histopatologi: secara mikroskopis dibedakan atas low grade,


intermediate grade, dan high grade. Menunjukkan campuran sel
kelenjar penghasil mukus dan del epitel intermediate. Ketiga sel-sel
ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia.
Low grade merupakan massa yang kenyal dan mengandung solid
proliferasi sel tumor, pembentukan struktur seperti duktus dan adanya
cystic space yang terdiri dari epidermoid sel dan sel intermediate.
Tipe intermediate ditandai massa tumor yang lebih solid sebagian
besar

sel

epidermoid

dan

sel

intermediate

dengan

sedikit

memproduksi kelenjar mukus. Tipe poorly diferentiated ditandai


dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel
berdiferensiasi.
2) Karsinoma sel asinar
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang
lebih banyak wanita dibanding pria. Puncak insidens antara usia dekade 5
dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus. Tanda
patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari
komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated.6

Histopatologi: berisi sel-sel asinar yang seragam dengan nukleus


kecil berada di sentral dengan sitoplasma yang basofilik dan padat mirip
sel-sel sekretoris (asinar) dari kelenjar saliva normal. Tumor ini dapat
bermetastasis ke limfonodi regional.

3) Karsinoma Sel Skuamosa


Umumnya terjadi pada pria usia tua dan ditandai dengan
pertumbuhan cepat. Insiden metastasis ke nodus limfatikus sebanyak 47
%. Tumor ini biasanya terdapat pada kelenjar parotis. Tumor ini
dipikirkan berasal dari sel duktus ekskretorius.6
4) Karsinoma Duktus Saliva
Tumor ini jarang, menyerupai kanker duktus mammae. Duktus
Stensen lebih sering terkena dibandingkan dengan duktus Wharton.
Tumor ini memiliki kecenderungan untuk terjadi berulang pada tempat
yang sama (35%) dan dapat berkembang ke metastasis jauh (62%),
dengan hanya 23 % pasien yang dapat hidup selama 3 tahun.6
3.

Klasifikasi Stadium Klinis7


Penentuan satadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM
TN

Keterangan

ST

T1
T2

N0
N0

M0
M0

M
Tx

Tumor

primer

tak

dapat

ditentukan
T0

Tidak ada tumor primer

II

T3

N0

M0

T1

Tumor 2 cm, tidak ada ekstensi

III

T1
T2

N1
N1

M0
M0

IV

T4
T3
T4

N0
N1
N1

M0
M0
M0

ekstraparenkim
T2

Tumor

>2-4

cm,

tidak

ekstensi ekstraparenkim

ada

T3

Tumor >4cm-6 cm, atau ada

Tiap

ekstensi

T
Tiap

ekstraparenkim

tanpa

terlibat n VII

T
Tiap
T
T4

Tumor >6cm atau ada invasi ke n


VII atau dasar tengkorak

Nx

Metastasis

k.g.b

tidak

dapat

ditentukan
N1

Metastasis k.g.b tunggal <3 cm,


ipsilateral

N2

Metastasis k.g.b tunggal/multiple


>3cam-6
cm,ipsilateral/bilateral/kontralater
al

N2a

Metastase k.g.b tunggal >3cm6cm, ipsilateral

N2b

Metastase

k.g.b.

multiple

>6

>6

cam

tidak

dapat

cm,ipsilateral
N2c

Metastase

k.g.b

bilateral/kontralateral
N3

Metastase k.g.b >6 cm

Mx

Metastase

jauh

ditentukan
M0

Tidak ada metastase jauh

M1

Metastase jauh

4. Prosedur Diagnostik
a.
Pemeriksaan Klinis

N2
N3
Tiap
N

M0
M0
M1

1) Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya
tentang:
a) Keluhan
i. Pada umunya hanya benjolan soliter,tidak nyeri, di pre/infra/retro
aurikula

(tumor

parotis),

atau

di

submandibula

(tumor

submandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)


ii. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganas parotis atau
submandibula
iii. Paralisis n.fasialis, 2-3 % (pada keganasan parotis)
iv. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran

(lobus

profundus parotis terlibat)


v. Paralisis n.glossofaringeus, vagus, acessorius, hipoglosus, pleksus
simatkus (pada karsinoma arotis lanjut)
vi. Pembesaran kelenjar getah benging leher (metastase)
b) Perjalanan penyakit (progresifitas penyakit)
c) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala, leher, ekspos radiasi
d) Pengobatan yang telah diberikan dan responnya
e) Berapa lama kelambatan

2) Pemeriksaan fisik
a) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
i.
Penampilan (karnofski, WHO)
ii. Keadaan umum
iii.
Adakah anemia,ikterus, periksa T, N, R, t, kepla, thorax,
iv.

abdomen, ekstremitas, vertebrae, pelvis


Adakah tanda dan gejala metastase jauh (paru, tulang,

tengkorak,dll)
b) Status lokal
i.
Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pendesakan tonsil/uvula)
ii. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
iii.

permukaan, mobilitas terhadap jaringa sekitar.)


Pemeriksaan fungsi n.VII, VIII, IX, X, XI, XII.

c) Status regional
Palpasi adakah pembesaran kelenjar getah bing ipsilateral dan
kontralateral, bila adapembesran tentukan lokasi, jumlah, ukuran
b.

terbesar dan mobilitasnya.


Pemeriksaan radiologis (atas indikasi)
1) X foto polos
X foto mandibula AP/ Eisler, dikerjakan bila tumor mendekati tulang
Sialografi, dibuat bila diagnosis banding kista parotis/submandibula
X foto thorax, untuk mencari metastase jauh
2) Imaging
CT Scan/MRI pada tumor yang mobilitasnya terbatas, untuk
mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT Scan perlu dibuat
pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke
orofaring.
Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase

c.

jauh
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti dahar , urine, SGPT/SGOT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal

d.

hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan kesiapan operasi.


Pemerikasaan Patologi
1) FNA
Belum merupakan pemeriksaan yang baku
2) Biopasi insisional
Dikerjakan ada tumor ganas yang inoperable
3) Biopsi eksisional
Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi
superfisial
a. Pada tumor

submandibula

yang

operabel

dilakukan

eksisi

submandibula
b. Pada tumor sublingual dan kelenjar air liur minor yang operabel
dilakukan eksisi luas (minimal 1 cm dari batas tumor)
4) Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional.
5. Prosedur Terapi3
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar air liur adalah pembedahan.
Radioterapi sebagai terapi adjuvan paska bedah hanya dilakukan atas
indikasi, atau diberikan pada tumor kelenjar air liur yang inoperabel.

Kemotarapi hanya diberikan sebagai adjuvan, meskipun masih dalam


penelitian dan hasilnya belum memuaskan.
Tumor Primer
a.
Tumor Operabel
1) Terapi utama (pembedahan)
Tumor parotis
a) Parotidektomi superfisial, dilakukan pada : tumor jinak
parotis lobus superfisialis
b) Parotidektomi total, dilakukan pada :
Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi
ekstraparenkim dan n VII
Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c) Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada : Tumor
ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan
mengenai n VII
d) Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada : ada
metastase k.g.b leher yang masih operabel.

2) Terapi tambahan
Radioterapi paskabedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur
dengan kriteria :
a) High grade malignancy
b) Masih ada residu makroskopis dan mikroskopis
c) Tumor menempel pada saraf (n fasialis, n lingualis, hipoglosus,
dan accecorius)
d) Setiap T3, T4
e) Karsinoam residif
f) Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan
untuk memberian penyembuhan luka operasi yang adekuat,
terutama bila dikerjakan tandur saraf.

Radioterapi lokal dilakukan pada lapanganoperasi meliputi


bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4,


atau high grade malignancy.
b.

Tumor inoperabel
1) Terapi utama
Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu
2) Terapi tambahan
Kemoterapi :
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma,

i.
ii.
iii.

i.
ii.
c.

i.
ii.
d.

malignant

mixed

tumor,

acinic

cell

carcinoma)
Adriamisin 50 mg/ m2 iv pada hari 1
5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu
Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
b) Untuk jenis carcinoma sel skuamous ( squamous cell
carcinoma, mucoepidemoid carcinoma)
Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3 minggu
Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
Metastase kelenjar getah bening (N)
1) Terapi utama
a) Operabel : deseksi leher radikal (RND)
b) Inoperabel : redioterapi 40 Gy/+ kemoterapi preoperatif,
kemudian dievaluasi
Menjadi operabel --> RND
Tetap inoperabel --> radioterapi dilanjutkan sampai 70 Gy
2) Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
Metastasis jauh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi
1) Untuk jenis adenkarsinoma (adenoid cystic

carcinoma,

adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)


a) Adriamisin 50 mg/m2 iv pada hari 1
b) 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu
c) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
2) Untuk jenis karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma,
mucoeidemoid carcinoma)
a) Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3
minggu
b) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2.

10

Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel Dengan (N) Secara Klinis


Negatif

SPGJTRM
Ntoaier
DotnPi
poasik
nskfo
gi.m
gT
b.t
eb
k(
u+)
)

au
do
d
s u
i
f
a

r m

r
et
ma e r
t
p(
e s
gi
) i
o
l

11

o
k

io
N e
a a

t
t

t
r

l t

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi


v.jugulasris interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4
minggu.
Indikasi radioterapi adjuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy
Bagan Penatalaksanaan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif

T T
U
MM
O u
R

e
s
o

e
m

r
i

b
p

R
E
S

a
e
n

e
t

l
y
r

II

6. Prosedur Follow Up
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut :
a.

Dalam 3 tahun pertama

: tiap 3 bulan

b.

Dalam 3-5 tahun

: tiap 6 bulan

c.

Setelah 5 tahun sekali

: setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X foto


toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita
tersebut betul bebas dari kanker atau tidak.

12

Pada follow up ditentukan :


a. Lama hidup dalam tahun atau bulan
b. Lama interval bebas kanker dalam tahun atau bulan
c. Keluhan penderita
d. Status penyakit :
1) Bebas kanker
2) Residif
3) Metastase
4) Timbul kanker atau penyakit baru
e. Komplikasi terapi
f. Tindakan atau terapi yang diberikan

C. Kelainan Kelenjar Saliva Non Neoplastik


1. Parotitis
Parotitis adalah proses peradangan (inflamasi) pada kelenjar parotis.
Peradangan pada kelenjar parotis dapat disebabkan oleh infeksi, autoimun,
penyakit sistemik dan neoplasma. Infeksi merupakan penyebab yang paling
sering pada kelenjar parotis.8
Etiologi
Parotitis dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu infeksi, penyakit
autoimun, penyakit sistemik dan neoplasma. Namun, infeksi adalah penyebab
tersering dari parotitis.9
Berdasarkan onsetnya parotitis karena infeksi dibagi menjadi dua
yaitu parotitis akut dan kronis, sedangkan berdasarkan mikroorganisme
penyebabnya dibagi menjadi parotitis karena infeksi virus dan bakteri.
a. Parotitis Akut
Infeksi virus
Penyebab virus tersering pada parotitis adalah virus RNA dari
kelompok

paramyxovirus

yang

dikenal

sebagai

penyakit

gondongan (mumps). Selain virus mumps, virus lain yang dapat


13

menyebabkan parotitis adalah virus coxsackie , virus parainfluenza

(tipe I dan III), virus influenza tipe A.10


Infeksi bakteri
Bakteri penyebab parotitis supuratif adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus viridans, S. pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Streptococcus pyogenes dan Escherichia coli.8

b. Parotitis Kronis
Proses peradangan pada kelenjar parotis berjalan dalam waktu
yang lama dan sering kambuh. Etiologi dari peradangan kronis ini terjadi
pada parenkim kelenjar atau sistem dukstus, misalnya adanya sumbatan
pada duktus oleh batu. Parotitis rekurens juvenil adalah peradangan
kelenjar parotis yang berulang pada anak-anak.1
c. Mikroorganisme lain penyebab
Agen infeksius lain juga dapat yang dapat menyebabkan
peradangan pada kelenjar parotis akibat asenden infeksi dari rongga mulut
atau bagian dari proses sistemik seperti mycobacteria (tuberculosis),
syphilis dan toxoplasmosis.
Patofisiologi
Infeksi Bakteri
Parotitis supuratif akut adalah infeksi pada kelenjar parotis yang
disebabkab oleh bakteri. Penyakit ini biasanya timbul pada pasien dengan
sistem imun yang rendah, pasien dengan dehidrasi, pasien dengan
higienitas mulut yang buruk. Mulut yang kering akibat menurunnya aliran
saliva merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Keadaankeadaan yang dapat menyebabkan menurunnya aliran saliva, misalnya
pasien yang megalami dehidrasi akibat suatu tindakan pasca operasi
dengan tidak adekuatnya hidrasi pada pasien tersebut. 9

14

Bakteri penyebab parotitis supuratif adalah Staphylococcus aureus,


Streptococcus viridians, Streptococcus pneumonia, Escherichia coli dan
Haemophilus influenza. Pasien yang tidak terdiagnosis atau pasien yang
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (antibiotik) dapat
menimbulkan abses intraglandular.9
Infeksi virus
Penyebab utama pada parotids karena infeksi virus adalah mumps,
yang disebabkan oleh RNA virus grup paramyxovirus. Mumps adalah
penyebab utama dari infeksi kelenjar saliva, terutama kelenjar parotis.
Setelah masuk melalui saluran respirasi, virus mulai melakukan
multiplikasi atau memperbanyak diri dalam sel

epithel saluran

nafas,virus kemudian menuju ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah


dan parotis.9
Mumps merupakan penyakit epidemika dimana penularannya
melalui kontak langsung dengan air liur, muntah yang bercampur dengan
air liur dan urin. Epidemi tampaknya terkait dengan tidak adanya
imunisasi, terbatas pada kelompok yang berhubungan erat, misalnya hidup
dalam satu rumah, sekolah, asrama, dll. Virus lain yang dapat
menyebabkan

parotitis

adalah

Coxsackie

virus,

echovirus,

cytomegalovirus, parainfluenza virus tipe 1 dan 2. Penyebaran virus pada


organ-organ lain dapat terjadi. Setelah virus bereplikasi di saluran
pernapasan dan kelenjar getah bening,dari sini virus menyebar melalui
aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput otak, gonad, pankreas,
payudara, tiroid, jantung, hati, ginjal dan saraf otak.9
Mikroorgenisme lain
Cytomegalovirus
Infeksi kelenjar parotis akibat cytomegalovirus (CMV) merupakan
kejadian yang jarang terjadi. Dapat terjadi pada neonates akibat infeksi
melalui plasenta. Selain itu, pada pasien-pasien dengan immunodeficiency,

15

seperti HIV, CMV dapat menyebabkan infeksi pada kelenjar parotis


dengan gejala demam dan pembesaran kelenjar parotis.9
Mycobacteria
Tuberculosis primer pada kelenjar parotis adalah keadaan yang
jarang. Infeksi pada kelenjar parotis akibat Mycobacterium tuberculosis
terjadi karena penyebaran melalui kelenjar getah bening yang merupakan
infeksi dari gigi (TB gingivitis), laring (TB laryngitis) atau dari tonsil.9

Manifestasi Klinis
Parotitis supuratif akut
Parotitis supuratif akut ditandai oleh nyeri yang timbul mendadak
kemerahan, pembengkakan daerah parotis dengan konsistensi lunak dan
kadang tampak eksudat pada mukosa pipi daerah muara duktus parotid.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, nyeri kepala
serta adanya trismus.11
Mumps
Mumps adalah penyebab utama pada parotitis. Masa inkubasi
mumps adalah 2-3 minggu sampai timbulnya gejala klinis. Penderita
mumps dianggap infeksius pada 3 hari sebelum gejala hingga 9 hari setelah
gejala timbul. Transmisinya melalui kontak langsung dengan droplet air
liur, muntah yang disertai air liur serta droplet pernapasan. Gejala
prodromal yang ditimbulkannya adalah demam, malaise, nyeri kepala dan
nyeri otot. Pembengkakan pada kelenjar parotis unilateral didapatkan pada
20-30 % kasus dan 70 % kasus didapatkan pembengkakan bilateral. Nyeri
lokal yang hebat seperti pada saat membuka mulut,misalnya saat berbicara
atau makan juga dapat terjadi. Diagnosis mumps sering terlewatkan, 20 %
dari kasus adalah asimptomatik dan 40-50% kasus hanya terlihat gejala
non spesifik atau hanya gejala pernapasan, terutama sekali pada anak usia
dibawah 5 tahun.10

16

Parotitis Kronis
Parotitis kronis merupakan pembengkakan dan rasa tidak enak dari
kelenjar mayor yang berjalan dalam waktu lama dan sering kambuh.
Parotitis kronis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri yang berulang.
Selain itu, parotitis kronis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau sistem
duktus, seperti batu.1 Secara klinis, keadaan kronis ini memenuhi satu dari
tiga kriteria. Pertama, adanya episode berulang dari parotitis akut yang
berhubungan dengan pembengkakan pada kelenjar parotis namun dengan
gejala klinis yang tidak terlalu nampak serta ukuran kelenjar yang
mengalami pembengkakan tidak sebesar pada parotitis akut. Kedua,
pembesaran kelenjar parotis dengan progresivitas yang lambat dengan
episode periodik parotitis akut. Ketiga, progresitivitas yang lambat disertai
dengan rasa tidak nyeri pada pembesarannya. Hal ini sering diragukan
dengan suatu neoplasma.9
Selain karena infeksi, parotitis kronis juga disebabkan oleh adanya
sumbatan pada duktusnya, misalnya karena batu, mukus atau terjadinya
striktur pada duktusnya. Adanya pembengkakan yang rekuren dan nyeri di
daerah parotis, dapat kita konfirmasi dengan melakukan sialografi dimana
dilakukan penyuntikan zat warna kedalam duktus parotis untuk melihat
adanya sumbatan.11
Parotitis

rekuren

juvenile

adalah

suatu

episode

kambuh/berulangnya inflamasi pada kelenjar parotis yang berhubungan


dengan non-obstruktif, yang biasanya terjadi pada usia 3-6 tahun. Pada
waktu dulu, infeksi secara asenden karena infeksi pada gigi diketahui
menjadi penyebab utama pada parotitis rekuren juvenile, namun sekarang
diketahui bahwa penyebab dari parotitis rekuren juvenile adalah keadaankeadaan yang mengakibatkan berkurangnya laju pada aliran saliva,
misalnya akibat dehidrasi, distorsi dan striktur pada duktus parotis serta
metaplasia.11

17

Pemeriksaan Penunjang
Pada parotitis supuratif akut didapatkan jumlah leukosit yang
meningkat, kemudian dilakukann kultur bakteri dengan mengambil
eksudat purulen yang dikeluarkan duktus parotis. Pada pemeriksaan CTScan, dapat ditemukan gambaran hipodensitas pada kelenjar yang telah
ditemukan abses (gambar 4). Pada keadaan akut dimana infeksi masih
berlangsung, sialografi tidak dilakukan karena dengan dimasukkannya zat
kontras, dapat menyebabkan asending infeksi pada duktusnya.9

Gambar 1. CT-Scan pada parotitis supuratif, gambaran hipodensitas


(anak panah)9
Mumps seringkali asimptomatik dan gejala yang tidak khas, maka
perlu dikonfirmasi dengan tes serologis. Center for Disease Control and
Prevention (CDC) sangat menganjurkan untuk mengambil sampel darah,
swab bukal atau kerongkongan dan sampel urin untuk semua kasus yang
dicurigai mumps. Tes serologis meliputi deteksi IgM, IgG dan PCR.10
Untuk mengetahui adanya sumbatan, misalnya batu dapat
dilakukan sialografi. Adanya pelebaran pada duktus parotis dapat terlihat
melaui sialografi.

18

Gambar 2. Gambaran normal dari duktus parotis (anak panah)6

Gambar 3. Duktus parotis mengalami dilatasi (anak panah)


Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada mumps berupa terapi simptomatik yaitu
analgetik dan kortikosteroid serta tirah baring. Menurut departemen
Kesehatan RI tahun 2007, penatalaksanaan mumps adalah ostirahat di
tempat tidur hingga suhu tubuh normal kembali. Makanan yang
dikonsumsi adalah cair dan lunak. Dapat digunakan obat kumur untuk
membersihkan selaput lendir mulut dan minum yang banyak untuk
menghindari dehidrasi.
Pada parotitis supuratif akut, penatalaksanaannya meliputi terapi
kausatif (bakteri penyebab) dan rehidrasi untuk mencegah kekeringan
mulut. Antibiotik resisten penisilinase dimulai sambil menunggu hasil
kultur. Koreksi terhadap dehidrasi dilakukan, kompres hangat dan

19

analgetik diberikan untuk terapi simptomatik dan higiene mulut harus


diperhatikan.

Jika

infeksi

melanjut

walaupun

sudah

dilakukan

penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin


diperlukan.11
2. Mukokel
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang
diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke
jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh
sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah,
dan dasar mulut. Mucocele terjadi karena pada saat air liur kita dialirkan dari
kelenjar air liur ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil yang disebut
duktus. Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma
misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi
tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan
(mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar ludah terluka. Manusia
memiliki banyak kelenjar ludah dalam mulut yang menghasilkan ludah.
Ludah tesebut mengandung air, biopsy, dan enzim. Ludah dikeluarkan dari
kelenjar ludah melalui saluran kecil yang disebut duct (pembuluh).
Terkadang salah satu saluran ini terpotong. Ludah kemudian
mengumpul pada titik yang terpotong itu dan menyebabkan pembengkakan,
atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati di bagian dalam bibir
bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam mulut, termasuk
langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas lidah.
Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran ludah (duct) tersumbat dan
ludah mengumpul di dalam saluran.
Etiologi
Umumnya disebabkan oleh trauma, misalnya bibir yang sering tergigit
pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan

20

karena adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor.


Mucocele Juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yang mempunyai efek
mengentalkan ludah.
Gambaran Klinis
Batas tegas, Konsistensi lunak, Warna transluscent, Ukuran biasanya
kecil, Tidak ada keluhan sakit, Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama
kemudian akan timbul lagi.

3. Ranula
Etiologi Dan Patogenesis
Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius
major yang membesar atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran
kelenjar terhalangnya aliran liur yang sublingual (duktus Bartholin) atau
kelenjar submandibuler (duktus Wharton), sehingga melalui rupture ini air
liur keluar menempati jaringan disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya
aliranliur, ranula bisa juga terjadi karena trauma dan peradangan. Ranulamirip
dengan mukokel tetapi ukurannya lebih besar.
Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula
Superfisialis.

Bila

kista

menerobos

dibawah

otot

milohiodeusdan

menimbulkan pembengkakan submandibular, ranula jenisini disebut ranula


Dissecting atau Plunging.
Gambaran Klinis
Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung keluar
(Rana=Kodok), dinding sangat tipis dan mengkilap, warna translucent,
kebiru-biruan, palpasi ada fluktuasi, dan tumbuh lambat dan expansif.
4. Sialadenitis

21

Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius, biasanya


disebabkan oleh batu yang menghalangi atau hyposecretion kelenjar. Proses
inflamasi yang melibatkan kelenjar ludah disebabkan oleh banyak faktor
etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat menyebabkan pembentukan
abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri. Keterlibatannya dapat bersifat
unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis
kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi duktus karena
sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan
dari berbagai agen menular dan gangguan imunologi.
Etiologi
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion atau
saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Terdapat tiga
kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya adalah kelenjar parotis,
submandibular, dan sublingual. Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar
parotis dan biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-an sampai 60-an,
pada pasien sakit kronis dengan xerostomia, pasien dengan sindrom Sjgren,
dan pada mereka yang melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja
dan dewasa muda dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini.
Organisme yang merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini adalah
Staphylococcus aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan
berbagai bakteri anaerob.
Gejala Umum
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu,
terdapat pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus
yang parah, demam, menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
5. Sjorgen syndrome
Syndrom Sjogren adalah suatu penyakit autoimun dengan manifestasi
klinis mata kering (keratokonjungtiva sicca) dan mulut kering (xerostomia)
akibat destruksi pada kelenjar lakrimalis dan kelenjar saliva melalui mediasi
limfosit. Walaupun penyebab spesifik penyakit ini tidak diketahui, penyakit

22

ini merupakan penyakit dengan multifaktor dengan adanya infiltrasi limfosit


dan hipereaktif imun.
Gejala
Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan
menelan, kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan,
dan infeksi pada kelenjar parotis bagian dalam pipi.
Etiologi
Penyebab sjorgen syndrome tidak diketahui, ada dukungan ilmiah
yang menyatakan bahwa penyakit ini adalah penyakit turunan atau adanya
faktor genetik yang dapat memicu terjadinya sjorgen syndrome, karena
penyakit ini kadang-kadang penyakit ditemukan pada anggota keluarga
lainnya. Hal ini juga ditemukan lebih umum pada orang yang memiliki
penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritematous sistemik, autoimun
penyakit tiroid, diabetes, dll.
6. Sialorrhea
Sialorrhea adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
menetesnya air liur atau sekresi saliva yang berlebihan.
Etiologi
Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi berupa gejala dan gangguan
neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan insektisida serta efek
samping dari obat-obatan tertentu.
7. Sialosis
Sialosis didefinisikan sebagai pembengkakan non-inflamasi dan nonneoplastik dari kelenjar saliva. Paling sering mengenai kelenjar parotis
biasanya

bilateral,

tapi

kadang-kadang

juga

mengenai

kelenjar

submandibularis dan sublingualis.


Etiologi
Penyebab pembengkakan belum diketahui dengan jelas, walaupun
dihubungkan dengan sejumlah penyakit sistemik, terutama diabetes melitus,

23

akromegali, alkoholisme, malnutrisi, bulimia nervosa dan anoreksia nervosa.


Sialosis Juga digambarkan sebagai efek samping sejumlah obat-obatan.
8. Sialometaplasia necrotic
Lesi pada kelenjar saliva yang bersifat nonneoplastik, peradangan yang dapat
sembuh dengan sendirinya, terutama mengenai kelenjar saliva yang terdapat pada
palatum. Lebih sering terjadi pada penderita laki-laki daripada perempuan.
Gejala klinis
- Muncul secara spontan
- Terdapat lesi dan pembengkakan
- Ukuran maksimal 1-2 cm
- Lesi bilateral atau unilateral
- Burning sensation (sensasi terbakar)
Histopatologi
Necrosis lobuler pada kelenjar saliva, metaplasia squamosa pada
asinus dan saluran-saluran,hyperplasia pseudoepitelomatosa dan jaringan
granulasi yang nyata serta inflamasi.
Etiologi
Tidak diketahui secara pasti namun berhubungan dengan trauma dan terapi
radiasi.
9. Sialolitiasis
Definisi
Kira-kira 80-90% dari batu kelenjar saliva terjadi di kelenjar
submandibular dan hanya 10-20% terdapat di kelenjar parotid, dan hanya
persentase yang sangat kecil terdapat pada kelenjar sublingual dan kelenjar
liur minor. Sialolitiasis adalah penyebab yang paling sering pada penyakit
kelenjar liur dan dapat terjadi pada semua usia dengan predileksi tinggi pada
laki-laki. Faktor resiko terjadinya obstruksi batu kelenjar liur termasuk sakit
yang lama disertai dehidrasi. Kadang disertai juga dengan gout, diabetes dan
hipertensi.
Patogenesis

24

Saliva yang normal mengandung banyak hidroksiapatit, bahan utama


pada batu kelenjar liur. Agregasi dari debris yang termineralisasi dalam
duktus akan membentuk nidus, lalu menyebabkan pembentukan kalkuli, statis
saliva dan kemudian obstruksi. Kelenjar submandibular lebih rentan terhadap
pembentukan kalkuli dibandingkan kelenjar parotid karena duktusnya yang
lebih panjang, kandungan musin dan alkali dalam saliva yang lebih tinggi dan
konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. Kalkuli submandibular secara
primer mengandung kalsium fosfat dan hidroksiapatit. Kalkuli parotid adalah
lebih jarang radiopak.
Gejala dan Tanda
Pembengkakan berulang dan nyeri pada kelenjar submandibular
dengan eksaserbasi apabila makan adalah gejala yang sering muncul pada
batu kelenjar liur. Obstruksi yang lama dapat menyebabkan terjadinya infeksi
akut dengan nyeri yang semakin berat dan eritema pada kelenjar tersebut.
Pasien juga mengeluhkan adanya riwayat xerostomia dan kadang-kadang
terasa ada benda asing seperti pasir di rongga mulut.
Gambaran Radiologis
Foto Rontgen dengan posisi lateral dan oklusal dapat menunjukkan
batu radiopak tetapi posisi ini tidak selalu dapat diandalkan. Posisi intraoral
mungkin lebih membantu. Sialografi adalah metode pencitraan yang paling
akurat untuk mendeteksi kalkuli. Sialografi dapat dikombinasi dengan CT
scan atau MRI, terutama CT scan sangat sensitive terhadap garam kalsium.
Ultrasound ternyata tidak dapat membantu.
10. Xerostomia
Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva
primer atau manifestasi sekunder dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat.
Penyakit kelenjar saliva primer meliputi sindrom Sjorgen, kerusakan
pascaradiasi atau anomali pertumbuhan. Penyebab sistemik sekunder dari
xerostomia meliputi kegelisahan kronis, dehiderasi atau terapi obat.

25

BAB II
KESIMPULAN
1. Kelainan kelenjar saliva adalah suatu keadaan abnormal dalam kelenjar saliva
yang dapat merujuk pada kondisi yang menyebabkan pembengkakan atau
nyeri. Kelainan kelenjar saliva ini dibagi menjadi dua, yaitu kelainan non
neoplastik dan neoplastik.
2. Tumor non neoplastik adalah segala bentuk perubahan atau penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga tidak mencapai pertumbuhan
dan perkembangan normal atau menimbulkan suatu pertumbuhan patologis
pada fase tertentu dan kemudian berhenti. Seperti : mukokel, ranula,
sialadenitis, sialolithiasis, sialosis, sialorrhea, xerostomia dll.
3. Neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat
dikontrol oleh tubuh. Ada dua tipe neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign
neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant neoplasm). Seperti : adenoma
pleomorfik, adenoma monomorfik, mukoepidermoid karsinoma, tumor sel
granular, dll.

26

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.

De jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC


Reksoprodjo Soelarto, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI
Protokol PERABOI 2003
Robbins and Cotran : Pathologic Basic Of disease

5. Adams LG, Boies RL, Paparella MM. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT ,
Ed.6. Jakarta : EGC
6. Bardia

Amirlak.

Dalam

Parotid

Tumors,

Malignant:

http://www.emedicine.com/plastic/TOPIC372.HTM#ref12
7. Communicable Disease Division. Causes of

Psrotitis. Oklahoma State

Division Health. Available from: www.communicablediseasedivision.com


8. Som P.M dan Brandwein M.S. Salivary Glands : Anatomy and Physiology.
Available from : www.similima.com
9. Regezi J, Sciubba J, Jordan R. Oral Pathology: Clinical Pathologic
Correlation Fifth Edition. China: Saunder Elsevier
10. Syafriadi, Mei. 2008. Patologic Mulut Tumor Neoplastik dan NonNeoplastik
Rongga Mulut. Yogyakarta: ANDI.
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20503/3/Chapter
%2011.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai