Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi


masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka
kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya
adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan
ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu
infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan
ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak(1).
Penyakit infeksi pada sistem saraf diklasifikasikan berdasarkan jaringan
yang terkena infeksi; (1) infeksi pada selaput pembungkus otak (meningeal), yang
melibatkan lapisan dura secara primer (pachymeningitis)

atau lapisan pia-

araknoid (leptomenigitis) dan (2) infeksi pada parenkim serebral dan parenkim
pada bagaian spine ( ensefalitis atau myelitis). Pada kebanyakan kasus didapatkan
kedua dua meninges dan parenkim otak terkena dengan berbagai derajat infeksi.2
Meningitis adalah infeksi cairan otak yang disertai radang selaput otak
dan medula spinalis yang superfisial. penyebab yang paling sering adalah virus
dan bakteri baik yang berasal dari penyebaran penyakit dari organ tubuh yang
lain. Bakteri menyebar secara hematogen ke selaput otak, misalnya pada penyakit
Faringitis, tonsilitis, dan Pneumonia. penyebaran bakteri juga bisa sebagai akibat
langsung dari trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.3

Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti


agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat
berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.4
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan
kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis.(2)
Sampai saat ini penyakit meningitis perlu mendapat perhatian karena
mempunyai prognosa jelek. selain angka kematian yang tinggi, banyak penderita
yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan.5
WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkan
oleh bakteri terjadi di Niamey Nigeria pada tahun 1991 1996 dengan
penyebab Neisseria Meningitidis (57,7%) , Streptococcus Pneumoniae (13,2%)
dan Haemophilus influenzae (9,5%).5
Data Southeast Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health
Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 di Malaysia terdapat 206
kematian karena meningitis dengan Cause Spesific Death Rate (CSDR) 9,3 per
1000.000 penduduk. Di Thailand pada tahun 2000 terdapat 2.161 kematian
dengan CSDR 35 per 1000.000 penduduk.6
Di Indonesia pada tahun 2000 dan 2001 terdapat masing-masing 1.937 dan
1.667 kasus kematian dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000.000 penduduk.12 Seamic
Health statistic (2002) melaporkan di indonesia pada tahun 2000 dan 2001
terdapat masing-masing 1.937 dan 1.667 kasus kematian yang disebabkan oleh

meningitis, dimana Case Spesific Death Rate (CSDR) adalah 0,94 dan 0,80
per100.000 penduduk.6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh radang selaput

pelindung otak dan saraf tulang belakang yang dikenal sebagai meninges.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang.7
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.8
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.9

2.2 Epidemiologi
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di
seluruh dunia. Data WHO (1998) menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta
kematian balita akibat pneumonia dan meningitis di seluruh dunia setiap tahun,
lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di Negara kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.5 Menurut WHO, pada tahun 2005 terjadi 111 kasus meningitis di
Delhi-India dengan 15 kematian (CFR=13,5%).10
Di Negara Amerika Serikat (1993) setidaknya 25.000 kasus baru
meningitis bakterial muncul setiap tahunnya. Penyebab meningitis bakterial yang
terutama adalah Haemophilus influenzae dengan proporsi 50%. Sedangkan lebih
dari 30% kasus disebabkan oleh Meningococcus dan Pneumococcus.7 Pada tahun
1998, Insidens Rate meningitis bakterial di Amerika Serikat dan Eropa adalah 3
5 per 100.000 penduduk pertahun. Sedangkan Insidens Rate meningitis karena
virus di Amerika Serikat 10 per 100.000 penduduk pertahun.11
Data Southeast Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health
Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 di Malaysia terdapat 206

kematian karena meningitis dengan Cause Spesific Death Rate (CSDR) 9,3 per
1000.000 penduduk. Di Thailand pada tahun 2000 terdapat 2.161 kematian
dengan CSDR 35 per 1000.000 penduduk. Di Indonesia pada tahun 2000 dan
2001 terdapat masing-masing 1.937 dan 1.667 kasus kematian dengan CSDR 9,4
dan 8 per 1000.000 penduduk.6
Meningitis juga sering muncul pada saat pelaksanaan ibadah haji karena
pada saat musim haji daerah tersebut sangat padat sehingga penularan kuman dari
penderita meningitis ke orang yang sehat mudah terjadi. Laporan Pelayanan
Kesehatan Jemaah Haji di Arab Saudi menyebutkan pada tahun 1996 jumlah
kasus meningitis meningokokus pada jemaah haji Indonesia di Arab Saudi tercatat
7 orang dan 5 orang mengalami kematian (CFR= 71,4%). Pada tahun 2000
sebanyak 14 orang dan yang meninggal 8 orang (CFR=57,1%). Pada tahun 2001
sebanyak 18 orang dan yang meninggal 6 orang (CFR=33,3%).13

2.2.1 Distribusi Frekuensi Meningitis


a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan
distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi
pada bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk
sempurna.13
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di
negara berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di

Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau
sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat,
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.9
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.14
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosioekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan
jemaah haji), dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada
negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. 27 Insidensi
tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang
luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per
100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.15
Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.16
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasuskasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika
utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim
semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. 10

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi


selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus.18 Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis
virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada
musim panas.19

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Meninges terdiri daripada tiga jaringan ikat membran yang terletak di
bagian luar organ sistem saraf pusat. Fungsi dari lapisan selaput otak ini adalah:
1. Melapisi dan memberikan proteksi kepada struktur organ sistem saraf pusat
(otak dan medula spinalis).
2. Memberikan proteksi pembuluh darah yang terdapat di otak dan menutupi
sinus venosus.
3. Mengandungi likour serebrospinalis
4. Membentuk partisi/ bagian bagian dari otak.20
Struktur meninges dari luar adalah, dura mater, araknoid mater, dan pia mater.

Gambar 2.1 Lapisan Meningea20


Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang
belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan
menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.21

2.4 Etiologi
Meningitis dapat bersumber dari sejumlah penyebab, biasanya bakteri atau
virus, tetapi meningitis juga dapat disebabkan oleh cedera fisik,riwayat bedah
kepala, kanker atau obat-obatan tertentu. Tingkat keparahan penyakit dan

10

pengobatan untuk meningitis berbeda tergantung pada penyebab. Dengan


demikian, penting untuk mengetahui penyebab spesifik dari meningitis.22
2.4.1. Meningitis Bakteri
Meningitis bakteri biasanya parah. Sementara kebanyakan orang dengan
meningitis bakterial dapat sembuh, tetapi dapat pula menyebabkan komplikasi
serius, seperti kerusakan otak, kehilangan pendengaran atau ketidakmampuan
belajar.
1. Meningitis bakteri:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis7

Tabel 2.1 Tabel Penyebab Meningitis bakterial berdasarkan Umur7


Usia
Neonatus

Bakteri Penyebab
Group B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria

Bayi dan anak

monocytogenes
Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,

Dewasa

dan

Haemophilus influenzae type b


dewasa Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae

muda
Lansia

Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,


Listeria monocytogenes

2.4.2 Meningitis Virus7

11

1. Meningitis virus adalah jenis yang paling umum meningitis.


Meningitis virus sedikit lebih kurang tingkat keparahannya
daripada meningitis bakteri, dan kebanyakan orang biasanya dapat
sembuh sendiri (tanpa perawatan). Namun, pada bayi berusia
kurang dari 1 bulan dan orang-orang dengan sistem kekebalan
yang lemah dapat lebih mungkin untuk memiliki kondisi yang
parah. Virus :
a. Enterovirus
b. Mumps
c. Herpes virus
d. Arbovirus
e. Kasus yang

sangat

jarang:

LMCV

(lymphocytic

choriomeningitis virus)
2.4.3

Meningitis fungal
a.
b.
c.
d.

Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
Candida (jarang)
Histoplasma (terutama pada kasus immunocompromise)

Meningitis juga bisa berlaku pada kasus non infeksi terutama pada kasus
seperti AIDS, kanker, diabetes, trauma fisik atau oleh kerna obat obatan yang bisa
menurunkan sistem imunitas tubuh. 7
2.5 Patogenesis Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput

12

otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23 Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.23
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.23
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.23

13

Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarachnoid

Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

2.6

Manifestasi Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,

letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.24
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjar parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.18

14

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat


pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.23
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.23
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala
penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat

15

tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih


hebat.
Stadium III
atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran
sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.23
Gejala meningitis meliputi :

2.7

Gejala infeksi akut


Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol
Gejala rangsangan meningeal

kaku kuduk

Kernig

Brudzinky I dan II positif 8

Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan

gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa
tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.25
A.Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

16

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

17

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.26

B. Pemeriksaan Penunjang Meningitis


a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.

18

Tabel 2.2 Perbandingan CSS dengan meningitis yang bervariasi27

b. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

19

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.


Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan
LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.28
c. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.28
2.8 PENATALAKSANAAN.
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis,
maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik
untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko
komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis agen
penyebab yang ditemukan.28
A.Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500
gr selama 1 tahun.

20

b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1


tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1
2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali
sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.28

21

Tabel 2.3 Terapi Antibiotik spesifik pada Meningitis Bakterial27

4) Meningitis viral
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi,
antipiretik, dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika
diperlukan. Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti
emetic biasanya itu semua yang dibutuhkan dalam management dari
meningitis viral yang tidak komplikasi.7

Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk


meningitis viral dan dapat segera tersedia.

22

Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis


herpetic meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk
kedua HSV-1 and HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi /8h untuk 1014 hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h untuk 10 hari.

b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.(9)

B. Perawatan
a. Pada waktu kejang
1.

Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2.

Hisap lender.

23

3.

Hindari dari mencoba untuk mameasuki sesuatu ke dalam mulut


penderita.

4.

Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

5.

Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh).(9)

b. Bila penderita tidak sadar lama.


1.

Beri makanan melalui sonde.

2.

Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi


penderita sesering mungkin.

3.

Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau salep antibiotika.


(9)

c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi dan pada inkontinensia alvi


lakukan

lavement.

d. Pemantauan ketat:
1.

Tekanan darah

2.

Respirasi

3.

Nadi

4.

Produksi air kemih

5.

Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.(9)

24

C.Pencegahan
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.36
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis
pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan
seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine
(PCV7),

Pneumococcal

polysaccaharide

vaccine

(PPV),

Meningococcal

conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).10 Imunisasi Hib
Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat
digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan
MMR.20 Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena
meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah
direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan
interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu
bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi.29,30
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.29

25

2.9 KOMPLIKASI
a. Efusi subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Abses Otak
.d. Epilepsi
f. Cerebral palsy
g. Ensefalitis
h.Renjatan septik.8

2.10 PROGNOSIS
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik
atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan.
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.8

Anda mungkin juga menyukai