Blok Emergency
Skenario I
Disusun Oleh:
Kelompok 12
Desti Nurul Q
1218011034
1218011125
Duta Hafsari
1218011038
1218011130
Guntur Sulistiyo
1118011053
Ruthsuyata S
1218011134
Huzaimah
1218011072
1218011138
1218011157
Zsazsa Febryana
1218011166
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami daat menyusun laporan
diskusi tutorial ini.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok Medical Basic
Science. Kepada para dosen yang teribat dala mata kuliah dalam blok ini, kami
mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan sehingga
dapat menyusun laporan ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu,
kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena
masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan
ini dan perbaikan bagi kita semua.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
untuk kita semua.
Wassalammualaikum wr.wb
Penyusun
Daftar Isi
Kata pengantar......................................................................................2
Daftar isi...............................................................................................3
Skenario 2.............................................................................................4
Step 1. Identifikasi Istilah Asing..........................................................5
Step 2. Identifikasi Masalah.................................................................5
Step 3. Brainstorming...........................................................................6
Step 4. Pembahasan Masalah...............................................................8
Step 5. Learning Objective.................................................................23
Step 6. Belajar Mandiri......................................................................23
Step 7. Penjelasan LO........................................................................24
Daftar Pustaka
SKENARIO I
BLOK EMERGENCY
Anda tiba di ruangan IGD RSP Universitas Lampung yang sudah berisi seorang
pasien. Pasien tersebut Tuan. V, 22 tahun, terlihat lemas, GCS 13 dengan tekanan
darah85/60mmHg, frekuensi nada 114x/menit dan frekuensi nafas 32x/menit,
tampak berlumuran darah setelah kecelakaan lalu lintas dengan luka terbuka
sekitar 15cm yang disertai perdarahan dengan dasar luka berupa patahan tulang
paha kaki kiri yang tampak tajam. Warga membawa pemuda tersebut ke RSP
Unuversitas Lampung untuk diberikan pertolongan medis.
Step 1
( Identifikasi Istilah Asing )
-
Step 2
( Identifikasi Masalah )
1. Bagaimana penanganan awal dan penilaian awal pada pasien ?
2. Indikasi kegawatdaruratan medis ?
3. Prinsip pelaksanaan kegawatdaruratan medis ?
Step 3
( Brainstorming )
1. Bagaimana penanganan awal dan penilaian awal pada pasien ?
beberapa tahapan dalam penanganan penderita gawat darurat, dimulai dari
pengkajian.
Pengkajian primer : merupakan pengkajian pada permasalahan yang utama,
terdiri dari:
Pemeriksaan penunjang
laboratorium, rontagen, EKG.
Step 4
( Pembahasan Masalah )
1. Bagaimana penanganan awal dan penilaian awal pada pasien ?
Penilaian menurut GCS :
GCS (GLASGOW COMA SCALE) Adalah skala yang dipakai untuk
menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari keadaan sadar
penuh hingga keadaan Coma.
Pada pemeriksaan Kesadaran atau GCS, ada 3 fungsi (E,Y,M) yang hurus
diperiksa, masing-masing fungsi mempunyai nilai yang berbeda-beda, untuk
penjelasannya bisa dilihat dibawah
1. E : eyes/ mata nilai total 4
2. V : Verbal nilai total 5
3. M: Motorik / gerak nilai total 6
CARA PENILAIAN
no
Jenis pemeriksaan
Eye (mata)
Nilai Respon
a. spontan
b. rangsangan suara
c. rangsangan nyeri
d. tidak ada
Respon verbal
a. orientasi baik
b. bingung
tepat
a. mematuhi perintah
b. melokalisasi
jelas
e. tidak ada
3
Respon motorik
d. fleksi abnormal
e. ekstensi abnormal
Membentuk posisi
deserebrasi.contoh : ekstensi
pergelangan tangan
f. tidak ada
Penanganan Awal
Lakukan primary survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa sebagai
berikut:
A atau airway maintenance
mempertahankan jalan napas, hal ini dapat dikerjakan dengan teknik
manual ataupun menggunakan alat bantu (pipa orofaring, pipa
endotrakheal, dll). Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi
leher sehingga harus diperhatikan untuk menjaga stabilitas tulang leher.
B atau Breathing
menjaga pernapasan atau ventilasi dapat berlangsung dengan baik. Setiap
penderita trauma berat memerlikan tambahan oksigen yang harus
diberikan kepada penderita dengan cara efektif.
C atau Circulation
mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan untuk menghentikan
perdarahan. Pengenalan dini tanda-tanda syok perdarahan dan
pemahaman tentang prinsip-prinsip pemberian cairan sangat penting
untuk dilakukan sehingga menghindari pasien dari keterlambatan
penanganan.
D atau Disability
pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya gangguan
neurologis.
E atau Exposure atau Environment
pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita untuk melihat jelas jejas atau
tanda-tanda kegawatan yang mungkin tidak terlihat dengan menjaga
supaya tidak terjadi hipotermi.
a)
10
Hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran dari jalan nafas, tetapi
harus selalu diwaspadai bahwa kebanyakan usaha dalam memperbaiki jalan
nafas dapat menyebabkan gerakan pada leher. Oleh sebab itu,untuk
mencegah fraktur servikal akibat gerakan pada leher harus dilakukan
tindakan pengontrolan servikal. Kemungkinan dari fraktur servikal dapat
diprediksi apabila terdapat:
-
11
12
Penderita yang dapat berbicara kalimat panjang tanpa kesan sesak, maka
breathing penderita baik. Pernafasan yang baik apabila frekuensi normal (
dewasa rata- rata 20 , anak 30, dan bayi 40 kali per menit), tidak ada gejala
sesak dan pemeriksaan fisiknya baik.
Pemeriksaaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-
Cedera thorax yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan
ditemukan pada saat melakukan survei primer antara lain tension
pneumothorax, flail ches dengan kontusio paru, pneumothoraks terbuka dan
hematotoraks masif.
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan pernafasan (
assited ventilation). Di UGD pemberian bantuan pernafasan dengan
memakai bag valve mask ( ambu bag ) ataupun menggunakan ventilator.
Pemberian oksigen dengan konsentrasi yang tinggi menggunakan
rebreathing, non-rebreathing mask ataupun dengan kanul ( 5-6 LPM)
c)
13
Pengenalan Syok
Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus
diperiksa bilateral untuk menilai kekuatan nadi,kecepatan dan irama.
Pada keadaan syok, nadi akan melemah/ kecil dan cepat.
Pada fase awal jangan terlalu percaya dengan tekanan darah dalam
menentukan apakah penderita mengalami syok ataupun tidak karena
tekanan darah penderita sebelumnya belum diketahui dan diperlukan
kehilangan darah lebih dari 30 % untuk dapat terjadinya penurunan tekanan
darah yang signifikan.
2)
Kontrol Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi secara eksternal ( terlihat) maupun internal (
tidak terlihat). Perdarahan internal berasal dari rongga thoraks, rongga
abdomen, fraktur pelvis, fraktur tulang panjang dan retroperitoneal.
-
Perdarahan Eksternal
Perdarahan eksternal dikendalikan dengan penekanan langsung
pada luka dan jarang dilakukan penjahitan dalam mengendalikan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
14
Perdarahan Internal
Spalk/ bidai dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari
suatu fraktur pada ekstrimitas. Pneumatic anti syok garment
adalah suatu alat untuk menekan pada keadaan fraktur pelvis,
tetapi alat ini mahal dan sulit didapat sehingga sebagai pengganti
sering digunakan gurita sekitar pelvis. Perdarahan intraabdominal
atau intrathorakal yang masif dan tidak diatasi dapat diatasi
dengan pemberian cairan intravena yang adekuat memerlukan
tindakan operasi dengan segera untuk menghentikan perdarahan (
resusitative laparato/ thoracotomy).
3)
Perbaiki Volume
Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan darah, tetapi penyediaan
darah membutuhkan waktu sehingga biasanya diberikan cairan
kristaloid 1-2 liter untuk mengawasi syok hemoragik melalui 2 jalur
dengan jarum intravena yang besar. Cairan kristaloid sebaiknya ringer
laktat walauoun NaCl fisiologis juga dapat dipakai. Cairan diberikan
dengan tetesan cepat melalui suatu kateter intravena yang besar
minimal ukuran 16 ( diguyur/ grojog).Cairan juga harus dihangatkan
untuk mengindari terjadinya hipotermia. Pemasangan kateter urin juga
harus dipertimbangkan untuk memantau pengeluaran urin.
Saat dikenali syok ( penderita trauma) sambil dipasang infus, lakukan
penekanan pada pendarahan luar ( bila ada ). Apabila tidak ada
perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan internal
di 5 tempat yaitu thorax, abdomen, pelvis, tulang panjang dan
retroperitoneal. Sambil mencari perdarahan internal lakukan evaluasi
15
Respon baik
setelah diguyur, tetesan mulai dipelankan, penderita menunjukkan
tanda- tanda perfusi baik ( kulit hangat, nadi menjadi besar dan
melambat, tekanan darah mulai meningkat) Hal ini menandakan
perdarahan sudah berhenti.
Respon sementara
setelah tetesan dipelankan, ternyata penderita mengalami syok
lagi. Hal ini mungkin disebabkan oleh resusitasi cairan masih
kurang atau perdarahan berlanjut.
d)
Disability
Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat
sehingga diperlukan evaluasi keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
-
Pupil
16
Nilai adakah perubahan pada pupil. Pupil yang tidak sama besar (
anisokor) kemungkinan menandakan lesi masa intrakranial (
perdarahan).
-
Resusitasi
Terhadap kelainan primer di otak tidak banyak yang bisa dilakukan,
tetapi yang harus diingat dalam penerimaan penderita di UGD harus
dihindari adanya cedera otak sekunder ( secondary brain injury ). Yang
harus dilakukan adalah terapi yang cepat/ agresif apabila terjadi
hipovolemia, hipoksia dan hiperkarbia untuk menghindari cedera otak
sekunder.
e)
17
a)
Anamnesis
Anamnesis harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai
cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh yang dapat dilhat sebagai
berikut:
-
A : alergi
M : medikasi/ obat-obatan
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1)
Kulit Kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Seringkali penderita tampak mengalami
cedera ringan dan ternyata terdapat darah yang berasal dari belakang
kepala. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
melihat adanya laserasi, kontusio, fraktur dan luka termal.
2)
Wajah
18
Apabila cedera terjadi disekitar mata jangan lalai dalam memeriksa mata
karena apabila terlambat akan terjadi pembengkakan pada mata sehingga
pemeriksaaan sulit dilanjutkan. Lakukan Re-Evaluasi kesadaran dengan
skor GCS.
-
Mata: periksa kornea mata ada cedera atau tidak, pupil : reflek
terhadap cahaya, pembesaran pupil, visus
3)
4)
Thoraks
Pemeriksaan dilakukan dengan look, listen, feel.
Inspeksi : dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspansi
torak bilateral.
Auskultasi: lakukan auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas (
bilateral ) dan bising jantung.
Palpasi: lakukan palpasi pada seluruh dinding dada untuk adanya
traumatajam/ tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
19
Abdomen
Cedera intraabdomen biasanya sulit terdiagnosa , berbeda dengan keadaan
cedera kepala yang ditandai dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebrae
dengan kelumpuhan ( penderita tidak sadar akan keluhan nyeri perutnya dan
defans otot/ nyeri tekan).
Inspeksi: inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk melihat
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal.
Auskultasi: auskultasi bising usus untuk mengetahui adanya penurunan
bising usus.
Palpasi: palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan, defans
muskuler, nyeri lepas yang jelas.
Perkusi:lakukan perkusi mengetahui adanya nyeri ketok, bunyi timpani
akibat dilatasi lambung akut atau redup bila ada hemoperitoneum.
Apabila ragu-ragu mengenai perdarahan intrabdomen dapat dilakukan
pemeriksaan DPL ataupun USG.
6)
Pelvis
Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik ( pelvis
menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini, kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
lakukan pemasangan PASG/ gurita untuk kontrol perdarahan dari fraktur
pelvis.
20
7)
Ektrimitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur terbuka, pada saat
palpasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur dan
jangan dipaksakan untuk bergerak apabila sudah jelas mengalami fraktur.
Sindroma kompartemen ( tekanan intrakompartemen dalam ekstrimitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah) mungkin akan luput dari
diagnosis pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran.
8)
Bagian Punggung
Periksa punggung dengan long roll ( memiringkan penderita dengan tetap
menjaga kesegarisan tubuh).
21
Merah
pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan transport
segera. Misalnya :
o
gagal nafas
cedera torako-abdominal
22
Step 5
( Learning Objective )
1. Sebutkan dan jelaksan tipe fraktur ?
2. Jelaskan penanganan fraktur dan kegawat daruratan medis ?
3. Jelaskan penanganan syok dan patofisiologinya ?
4. Gambaran klinis fraktur ?
5. Bagaimana neurovascular distal ?
6. Pemeriksaan penunjang fraktur ?
7. Penanganan emergency secara umum ?
8. Komplikasi fraktur ?
9. Obat obat emergency ?
Step 6
Belajar Mandiri
23
Step 7
(Penjelasan LO)
1.
Tipe fraktur
24
25
lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling
banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur
menurut Salter Harris :
a. Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduks i
tertutup.
b. Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul
melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik dengan
reduksi tertutup.
c. Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan
epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari
lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya
dengan reduksi anatomi.
d. Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng
pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka
biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan
lanjut yang lebih besar.
e. Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari
gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
26
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
27
Fraktur
Menurut
Salter
Harris
28
29
30
b. Fiksasi Interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
31
32
B. Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka
kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication,
Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan).
Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan
memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih
curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat
AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan sebelum
pasien sampai di rumah sakit.
a. Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk
dievaluasi adalah kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan
infeksi,
b. fungsi neuromuskular
c. status sirkulasi,
d. integritas ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita
menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar.
Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan
eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang
pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas
yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury
dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita
menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan
krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan
abnormal.
33
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari
fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian
membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi
mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat
mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang
normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya
gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang
membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan
adanya trauma arterial.
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel
syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf
perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara
sistematik:
Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber sumber yang
berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur
dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan
vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang
dapat diberikan adalah:
a. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 2 g dibagi dosis 3 -4 kali
sehari)
dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo
b. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120
mg dosis
2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi Gustilo.
34
35
b. Crush syndrome
c. Sindrom kompartemen.
TINDAKAN DI UNIT GAWAT DARURAT & RUANG RAWAT
A. Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing dan C = Circulation
a. Jalan napas (Airway)
Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan
sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan
miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari
aspirasi muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola
pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik
sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma dada,
edema paru, emboli paru, atau infeksi.
Tata laksana:
i.
ii.
iii.
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah
sistolik <90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan
risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor
ekstrakranial, berupa hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam,
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
36
trauma dada disertai tamponade jantung/ pneumotoraks, atau syok septik. Tata
laksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik
NaCl 0,9%.
B. Pemeriksaan fisik
Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fi sik yang meliputi kesadaran,
tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya),
defi sit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan
dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan
salah satu komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi.
C. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal, collar yang telah
terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas
indikasi.
CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis
diduga ada hematoma intrakranial.
D. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb, leukosit, diferensiasi sel
Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah
satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit
>17.000 merujuk pada CT scan otak abnormal, sedangkan angka leukositosis
>14.000 menunjukkan kontusio meskipun secara klinis lama penurunan
kesadaran <10 menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung
ke arah komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah
tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai
salah satu acuan prediktor yang sederhana
37
38
39
pemberian nutrisi peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas untuk
mengurangi risiko flebitis.
G. Neurorestorasi/rehabilitasi
Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan ekstremitas
digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik. Kondisi
kognitif dan fungsi kortikal luhur lain perlu diperiksa. Saat Skala Koma Glasgow
sudah mencapai 15, dilakukan tes orientasi amnesia Galveston (GOAT). Bila
GOAT sudah mencapai nilai 75, dilakukan pemeriksaan penapisan untuk menilai
kognitif dan domain fungsi luhur lainnya dengan Mini-Mental State Examination
(MMSE); akan diketahui domain yang terganggu dan dilanjutkan dengan
konsultasi ke klinik memori bagian neurologi.
3.
Syok adalah sindrom ganggguan perfusi dan oksigenasi sel secara umum
sehingga kebutuhan metabolism jaringan tidak terpenuhi.
Penyakit yang dapat menyebabkan syok:
a. Perdarahan eksternal dan internal massif
b. Fraktur multiple berat
c. Injuri dada dan abdomen
d. Injuri spinal
e. Infeksi berat
f. Anafilaksis
g. Nyeri dada
Patofisiologi
Aliran darah yang berkurang akan menyebabkan hipoperfusi aliran darah,
sehingga menyebabkan terganggunya pasokan oksigen ke sel (lebih tepatnya ke
mitokondria). Oksigen yang turun akan menyebabkan metabolisme sel menjadi
terganggu dan sel tidak dapat menghasilkan ATP lagi. Tubuh akan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
40
41
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur
merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2000). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995). Fraktur dapat terjadi pada semua
tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang yang
lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan kesimbangan, masalah
gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap
mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau neoplasma) (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
4.2 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan
lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
42
43
berhubungan dengan trauma. Perawat menilai berdasarkan pada tanda dan gejala.
Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian perawat
akan menilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan
warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia
(rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut) untuk menentukan status
neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik definitif
yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian, beberapa
fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada awalnya
sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada hari berikutnya. untuk
mendeteksi bentuk callus. Jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan
pemeriksaan complete blood count (CBC) untuk menilai banyaknya darah yang
hilang. Lebih lanjut, perawat akan menilai komplikasi yang mungkin terjadi dan
menentukan beberapa faktor resiko terhadap komplikasi dimasa depan (Revees,
Roux, Lockhart, 2001).
4.4 Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan anamnesis baik dari
pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme
cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pasien dengan
fraktur tibia mungkin akan mengeluh rasa sakit, bengkak dan ketidakmampuan
untuk berjalan atau bergerak, sedangkan pada fraktur fibula pasien kemungkinan
mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien mungkin masih mampu bergerak.
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah pentingnya. Pemeriksaan
fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move.
Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari
cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar).
Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan
lain-lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus
mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di
44
proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun
krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan
cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move Penilaian dilakukan
untuk mengetahui ROM (Range of Motion) 7. Seringkali pemeriksaan ROM
tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini
harus tetap didokumentasikan. Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi
vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi,
capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi
yang detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris.
Tegantung dari kondisi pasien, pemeriksaan foto thorax dapat dilakukan. Dalam
pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two yaitu :
a. Dua sudut pandang
b. Dua Sendi
c. Dua ekstrimitas
d. Dua waktu
4.5 Penatalaksanaan
Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien
fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang
rusak dan tulang yang nekrose
b. Memberikan toksoid tetanus
c. Membiakkan jaringan
d. Pengobatan dengan antibiotik
e. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g. Reduksi fraktur
h. Imobilisasi fraktur
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
45
Neurovaskular Distal
46
47
pada pasien anak. Hal ini dikarenakan masih adanya garis lempengan
epifisis sehingga dapat membuat ragu pengambilan keputusan diagnosis.
4. Dilakukan foto sebanyak dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan atau foto diambil pada waktu yang berbeda.
Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya
foto diulang setelah satu minggu, retak akan menjadi nyata karena
hiperemia setempat sekitar tulang yangretak itu akan tampak sebagai
dekalsifikasi
5. Bila masih bingng menentukan diagnosis dokter boleh berkonsultasi
dengan dokter lainnya.
Dalam menegakan diagnosis fraktur harus disebut jenis tulang atau bagian tulang
yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang
(proksimal, tengah, atau distal ), komplit atau tidak, bentuk garis patah, jumlah
garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup, keadaan neuro
faskularnya dan komplikasi bila ada. Misal, fraktur kondilus lateralis humerus
sinistra, displaced, tertutup dengan paralisis nervus radialis.
Pemeriksaan radiologis lain yang bisa juga digunakan untuk memeriksa fraktus
yaitu pemeriksaan scan tulang,CT Scan, MRI. Pemeriksaan itu memperlihatkan
fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
48
7.
49
sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam
satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat
bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan
untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai
hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi.
Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang
kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit
dilaksanakan dengan baik.
50
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan
kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase
untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap
korban.
Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan
berat,
luka
bakar
berat).
51
kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan
transportasi.Prioritas Kelima (Hitam)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.
TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan
triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas
triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode
prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.
TRANSPORTASI KORBAN
Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta
transportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan
Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius
sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif
dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi
kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan
pindahkan bencana ke RS).
PERIMETER
Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan
mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan
masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang
tidak berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk
dan keluar.
Jalur untuk Transport Korban
Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi
bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk
52
merubah
operasi
untuk
mecegah
risiko
lebih
lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan
efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk
menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.
PENILAIAN AWAL.
Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasistabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai.
Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang
diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkahlangkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
Survei Primer.
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing,
circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).
53
AIRWAY MANAGEMENT
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan
nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.
Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan
kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas,
dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya
instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan.
Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa
dan ventilasi mekanik.
Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi ke jaringan tubuh terutama ke
otak dan organ vital yang lain merupakan pembunuh tercepat pada pasien. Oleh
karena itu airway yang baik merupakan prioritas pertama pada setiap penderita
gawat darurat.
Kematian-kematian dini karena masalah airway :
a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
b. Ketidakmampuan untuk membuka airway
c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f. Aspirasi isi lambung, darah
Pengenalan Masalah
Gangguan airway dapat timbul secara total & mendadak tetapi sebaliknya bisa
secara bertahap dan pelan-pelan. Takhipnea merupakan tanda awal yang samarsamar akan adanya gangguan terhadap airway. Adanya ketakutan & gelisah
merupakan tanda hipoksia oleh karena itu harus selalu secara berulang-ulang kita
54
nilai airway ini terutama pada penderita yang tidak sadar. Penderita dengan
gangguan kesadaran oleh karena cidera kepala obat-obatan atau alkohol, cedera
toraks, aspirasi material muntah atau tersedak mungkin sekali terjadi gangguan
airway. Disini diperlukan intubasi endotrakheal yang bertujuan :
a. Membuka airway
b. Memberikan tambahan oksigen
c. Menunjang ventilasi
d. Mencegah aspirasi
Tanda-tanda Obyektif Sumbata Airway
a. Look
Terlihat pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Ini merupakan gejala
adanya hipoksia dan hipercarbia. Pasien terlihat cyanosis terutama pada
kulit sekitar mulut, ujung jari kuku. Juga terlihat adanya kontraksi dari
otot pernafasan tambahan.
b. Listen
Disini kita dengarkan apakah ada suara seperti orang ngorok, kumurkumur, bersiul, yang mungkin berhubungan dengan adanya sumbatan
partial pada farink/larink.
c. Feel
Kita bisa rasakan bila ada sumbatan udara terutama pada saat ekspirasi
bila kedudukan trackhea di linea media
Management
Pengenalan adanya gangguan jalan nafas & ventilasi harus bisa dilakukan secara
cepat & tepat. Bila memang ada harus secepatnya gangguan jalan nafas dan
ventilasi ini untuk segera diatasi. Hal penting ini untuk menjamin oksigenasi ke
jaringan. Haruslah diingat setiap tindakan untuk menjamin airway yang baik
harus selalu dengan penekanan untuk selalu menjaga cervical spine terutama
pada penderita dengan trauma dan cedera di atas clavikula. Pada setiap penderita
dengan gangguan saluran nafas, harus selalu secara cepat diketahui apakah ada
55
benda asing, cairan isi lambung, darah di saluran nafas bagian atas. Kalau ada
harus segera dicoba untuk dikeluarkan bisa dengan jari, suction. Suatu saat bila
dilapangan ada penderita dengan sumbatan jalan nafas misal tersedak makanan
abdominal trust akan sangat berguna.
Teknik-teknik mempertahankan airway :
Pada penderita dengan kehilangan kesadaran mungkin sekali lidah akan jatuh ke
belakang dan menutupi hipofarink dan menimbulkan sumbatan jalan nafas. Ini
bisa ditolong dengan jalan :
a. Chin lift
b. Jaw thrust
c. Orofaringeal tube
d. Nasofaringeal tube
Airway definitif
Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan, dimana pipa ini
dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Cara
: oratracheal, nasotracheal & surgical (krikotiroidotomi atau trakheotomi).
Indikasi pemasangan airway definitif bila ditemukan adanya temuan klinis :
a. Apnue
b. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara yang lain
c. Untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau muntahan
d. Adanya ancaman segera sumbatan airway oleh karena cidera inhalasi patah
tulang wajah hematoma retropharingeal
Cedera kepala tertutup yang memrlukan bantuan nafas (GCS 8). Dari ketiga
cara ini yang terbanyak dipakai adalah endotrakheal (naso/orotrakheal).
Pemilihan naso/orotrakheal intubation tergantung pengalaman dokter. Kedua
teknik ini aman dan efektif bila dilakukan dengan tepat. Haruslah diingat pada
56
pemasangan endotrakheal tube ini harus selalu dijaga aligment dari columna
vertebralis dengan cervikal.
Airway definitif surgical
Ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang
endotrakheal intubasi. Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih dipilih
krikotireodektomi dari pada tracheostomi.
a. Needle cricothyroidoktomi
Cara dengan menusukkan jarum lewat membran krikotiroid, ini hanya bisa
memberikan oksigen dalam waktu yang pendek (30-45 menit). Disini dipakai
jarum no 12-14 (anak 16-18 tahun)
b. Surgical cricothyroidoktomi
Penderita tidur posisi supinasi sesudah dilakukan anestesi lokal buat irisan kulit
tranversal sampai membran cricothyroid lubang ini bisa dilebarkan dengan
gagang pisau dengan cara memutar 90 derajad. Disini bisa dipakai tracheostomi
tube atau endotracheal tube. Hati-hati dengan cartilago cricoid terutama pada
anak-anak (teknik ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 12 tahun), hal ini
dikarenakan cartilago cricoid merupakan penyangga trachea bagian atas.
Komlikasi :
a. Aspirasi
b. Salah masuk ke dalam jaringan
c. Stenosis/oedema subglotis
d. Stenosis laringeal
e. Perdarahan/hematom
f. Laserasi esophagus
g. Laserasi trachea
h. Emphisema mediastinal
i. Paralisis pita suara
57
ii.
58
a. Tanda vital
b. Produksi urine
c. CVP
Penyebab hipovolemia adalah :
a. Cidera rongga perut
b. Cidera rongga dada
c. Fraktur pelvis
d. Fraktur femur
e. Luka tembus pembuluh darah besar
f. Perdarahan diluar tubuh dari berbagai tempat
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber
perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah
bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi.
Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui
2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal
dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai
indikasi.
DISABILITY (NEUROLOGIC EVALUATION)
Evaluasi secara cepat dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir dan primary
survey dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
A : Alert
V : Respon to vokal stimulation
P : respon only to painful stimulation
U : Unresponsive
59
Glasgow coma scale merupakan penilaian yang lebih rinci, bila ini tidak
dikerjakan di primary survey bisa dikerjakan di secondary survey.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik.
Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil,
reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan
mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang
tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya
hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial
yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia
menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan
pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila
usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi
endotrakheal.
EXPOSURE
Disini semua pakaian pasien dibuka. Hal ini akan sangat membantu pemeriksaan
lebih lanjut. Harus diingat disini pasien dijaga agar tidak jatuh ke hipotermia
dengan jalan diberikan selimut.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan
segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama
mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber
AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu
selimut dengan pemanas.
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama
survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter
denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman,
pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi
kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra
60
cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong
keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum
kateterisasi.
RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF
Fase Resusitasi.
Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi,
lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan
prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk
kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan
dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.
Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk
mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta
keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan.
Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah,
operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan
darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi endorgan. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa
membantu.
Survei Sekunder.
Dikerjakan bila primary survey dan resusitasi selesai dilakukan. Disini dilakukan
evaluasi yang lebih teliti mulai dari kepala sampai ujung kaki penderita, juga
GCS bisa dikerjakan lebih teliti bila pada primary survey belum sempat
dikerjakan. Pemeriksaan laboratorium, evaluasi, radiologi dan peritoneal lavage
bisa dikerjakan. Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah
memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa
dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan
secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui
61
perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga,
atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya,
alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir,
kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder
mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu
dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
Pemeriksaan Fisik Berurutan.
Diktum jari atau pipa dalam setiap lubang mengarahkan pemeriksaan. Periksa
setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada
palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status
neurologisnya.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun
penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh
mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil
saat membawa pasien keruang radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.
Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit.
Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial
digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat
kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht
mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau
pemberian
cairan
resusitasi
IV
dimulai.
62
b.
Pemberian Oksigen
c.
d.
e.
f.
Pemberian Antibiotika
g.
h.
i.
Rujukan
8.
Komplikasi fraktur
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien fraktur terbagi menjadi 2
tahap, yaitu
a.
Tahap awal
i.
Sindroma kompartemen
Ditemukan pada daerah otot yang dibatasi oleh rongga fasia yang
tertutup. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan
bawah, kaki, tangan, region glutea, dan paha. Iskemia dapat terjadi
karena peningkatan isi kompartemen yang disebabakan oleh edema
yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang
iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan
tekanan dari luar, seperti balutan yang terlalu kuat.
Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen:
63
Syok
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di
dekat
arteri
mampu
menghasilkan
trauma
arteri
sehingga
64
Circulation
dengan
cara
membebat
lokasi
agar
mendapat
terapi
definitif
dari
penyebab
pendarahan tersebut
b.
Tahap lanjut
i.
Mal union
65
Delayed union
Merupakan proses penyembuhan yang terlambat (lebih lama dari
waktu normal). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya suplai
darah ke daerah fraktur. Kesalahan ini biasanya terjadi pada tulang
yang fraktur tidak memiliki serabut otot. Tulang yang mudah
terserang antara lain adalah tulang yang cenderung terkena nekrosis
avaskular dan tibia bagian bawah (terutama fraktur ganda). Pada
fraktur terbuka yang terinfeksi pun dapat mengalami delayed union
akibat tidak banyak hematoma di sekitar fraktur tempat kalus
penyelubung terbentuk.
iii.
Non union
Apabila penyebab delayed union tidak diketahui setelah terapi
adekuat, maka proses penyembuhan menjadi non union. Selain itu,
dapat pula disebabkan oleh adanya celah yang terlalu lebar dengan
permukaan fraktur terpisah terlalu jauh sehingga penyatuan sangat
lama atau mungkin tidak pernah terjadi. Celah ini dapat terjadi
padafraktur tembakan yang menghancurkan banyak bagian tulang
sehingga bagian tulang yang lepas dalam kecelakaan menyebabkan
fraktur, reaksi otot pasien menarik kedua fragmen hingga terpisah
(seperti pada fraktur patela), atau akibat terapi dengan traksi yang
berlebih.
9.
Obat-obatan emergency
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
66
A. DOPAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
> 10mcg/BB/menit
tts/menit
jumlah mcg/ cc
Contoh:
67
5 mcg X 50 kb X 60 tts
2000
= 15000
2000
cc/jam
jumlah mcg / cc
Contoh:
800
Kontra indikasi:
68
- Hypothyroidism.
Dosis =
tts/mnt
jumlah mcg / cc
________________
50 cc D5%
Dosis : 3 mcg
BB : 50 kg
3 X 50 kg X 60 tts
1 cc =
__________________
5000
9000
= _____
= 1,8 tts/mnt
5000
69
Rumus =
_________________________________
cc/jam
jumlah mcg / cc
Contoh :
50
Dosis : 3 mcg / BB / mt
BB : 50 kg
3 X 50 X 60 mnt
=
__________________
5000
9000
=
________
= 1,8 cc / jam
5000
C. LIDOCAIN / XYLOCARD
Indikasi
Kontra indikasi
70
- Bradicardi
Dosis standar
1 - 4 mg / mnt
__________________
tts / mnt
500
1 cc
______
= 5 mg
100
Dosis :
2 mg / mnt
2 X 60 tts
= ___________
= 24 tts / mnt
5
Memakai Syringe Pump / infus pump
Dosis (mg) x 60 mnt
Rumus
___________________
cc / jam
jumlah mg / cc
71
Contoh
= 2,5 mg
200
Dosis : 2 mg / mnt
2 mg x 60 mnt
= ______________
= 48 cc / jam
2,5
Kontra indikasi
1 - 4 mcg / mnt
______________________
tts /mnt
jumlah mcg / cc
Contoh
72
0,2
1 cc
____
100
Dosis = 2 mcg / mnt
2 x 60 tts
= _________
= 60 tts / mnt
= ___________________
cc / jam
jumlah mcg / cc
Contoh
50
Dosis :
2 mcg / mnt
2 x 60 mnt
= _____________
= 30 cc / jam
73
4
E. ADRENALIN ( EPHINEPRIN HIDROCLORIDA)
Indikasi
tts/ mnt
jumlah mcg / cc
Contoh :
1 cc = ____
50
Dosis
1 mcg / mnt
1 x 60 mnt
74
= ___________
= 30 cc / jam
20
F. NITROGLICERIN ( NITRBID )
Indikasi
pectoris.
- Chest pain yang tidak hilang dengan nitrobat.
= ___________________
tts / mnt
jumlah mcg / cc
Contoh : 5 mg nitrobid dalam 100 cc D5%
5
1 cc = _____
100
Dosis
5 mcg / mnt
75
5 x 60 tts
= __________
300
= ______ = 3 tts / mnt
10
10
___________________
cc / jam
jumlah mcg / cc
300
= _____ = 3 cc / jam
100
: - Vasodilatasi perifer
- Untuk hypertensi sebagai vasodilator
76
Indikasi
Krisis hypertensi
Dosis awal
tts / mnt
jumlah mcg / cc
Contoh
100
Dosis : 1 mcg / BB
BB : 50 kg
1 x 50 60 tts
= ____________
3000
= ______
500
500
cc / jam
jumlah mcg / cc
77
200
Dosis
2 mcg
BB :
2 x 50 X 60 mnt
= _______________
50 kg
6000
= _______ = 24 cc / jam
250
250
H. STREPTOKINASE (Trombolitik)
Indikasi:
-Usia 70 tahun
-sakit dada khas infark/equivalent lebih dari 20 menit, tidak hilang
dengan
pemberian nitrat.
-Dalam 12 jam sejak mulainya sakit dada.
-ST elevasi >0.1mv pada sekurang-kurangnya 2 sandapan.
Kontra Indikasi:
-Active bleeding.
-Suspek diseksi aorta
-Trauma kepala yang baru/adanya neoplasma intracranial.
-Diabetic hemorrhagic retinophaty
78
-Kehamilan
-Reaksi allergi sebelumnya terhadapobat trombolitik.
-Tekanan darah >200/120 mmhg.
-Riwayat CVD hemorhagic.
-Hati-hati pada penderita yang telah mendapat streptokinase
sebelumnya.
Bila <1 tahun beri obat rTPA (Recombinat Tissue Plasminogen),
dosis rTPA:
100mg dalam 3 jam dengan caara 10mg bolus, 50mg diinfus
dalam 1 jam lalu
sisanya 40mg diselesaikan dalam dua jam berikutnya.
Dosis= 1,2 juta / jam
Dosis (dalam unit)
Rumus : ------------------------
cc / jam
jumlah unit / cc
Memakai Syringe Pump / infus pump
Contoh: Dosis 1,2 juta / jam
Pengenceran = 1.200.000 dalam 50 cc D5%
1. 200.000
1cc = -------------- =24000
50
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2015
79
1.200.000
= --------------
24000
Note: Untuk satu kali pemberian atau bisa diulang, lalu dilanjutkan dengan:
1. Heparin bolus 5000 = 1 cc IV; kemudian
2. Heparin 1000 / jam infus selama 5 hari
I. HEPARIN (HEPARINISASI DRIP)
Indikasi: Pencegahan dan penanganan terhadap trombosis vena dan emboli
arteri. Pencegahan terhadap pembekuan pada arteri dan pada bedah jantung.
Sebagai anticoagulan pada transfusi darah.
Kontra Indikasi: Penyakit perdarahan, trombositopenia, hemophilia, peptic ulcer,
jaundice, severe hypertension.
Dosis: 1000 U / jam
Memakai Syringe Pump / infus pump
Dosis (dalam unit)
Rumus:
------------------------------- =
cc / jam
jumlah unit / cc
Contoh: 1 cc = 5000 U
Kemasan: 1 flacon = 5 cc =25.000 U
Dosis:
1000 U / jam
80
1000 U
= -------------- = 8cc/jam
125
Memakai Buret (mikro drip) :
Dosis (dalam unit)
Rumus :
------------------------------ =
cc/jam
jumlah unit / cc
Contoh : Dosis = 1000 U / jam
Campuran 25.000 U heparin dalam 100 cc D5%
25.000
1 cc =
1000
81
100
250
J. INSULIN DRIP
Indikasi : Untuk therapy DM.
Kontra indikasi : Hypoglycemia
Note : Nacl 0.9% = 47 cc --------- >
RI
= 16 U --------
Dosis pemberian :
Gula darah
RI
Infus
145 - 220mg%
12 / jam
3 cc / jam
220 - 430mg%
29 / jam
6 cc / jam
K. ALBUMIN
Indikasi : Hypovolemia, syok, hypoproteinaemia, burn.
Kontra Indikasi : Cardiac failure, chronic anemia, renal insufficiency
Rumus : D = Desired Albumin Level(Batas Albumin yang diinginkan =
nilai albumin normal)
A = Actual Albumin Level (nilai albumin hasil lab)
BW = Body weight
82
=volume plasma
** = Untuk merubah ml menjadi 100ml.
Contoh : Nilai albumin pasien dari hasil lab = 2,5 gr %
Nilai albumin pasien yang diinginkan untuk naik = 3,5 gr%
BB = 60 kg
Maka = ( D - A ) BW X 40
X2 =
gr
100
= (3,5 - 2,5 ) 60 X 40
X 2 = 2400
100
=
4800
X 2
100
= 48 gr %
100
Plasbumin 25 % 100 cc. Jadi perlu 2 botol.
L. Na- BICARBONAT.
Indikasi: Untuk koreksi asidosis metabolik dan acid intoksikasi.
Hasil BE x BB
Rumus =
______________
mEq
83
Contoh :
BB = 50 kg
500
= _____
= 83 mEq
M. KALIUM / POTASIUM
Indikasi
Rumus
= _______________
mEq
3
Normal kalium = 4,5 - 5,5 mEq an 100 cc D5% diberikan dalam 1 / 2 jam atau
2 jam
(tergantung ordar dokter)
Defisit
Contoh
2 x 10
84
N. MAGNESIUM
a x 120
Konversi :
3996
100
85
O. MORPHIN
Indikasi
Kontra indikasi
10 mcg / kg BB / jam
dosis (mcg) x BB
Rumus = _______________
cc / jam
jumlah mcg / cc
Contoh : - dosis : 10 mcg morphin
campuran
: 1 amp.
BB : 50 kg
= 10 mg morphin in 50 cc D5%
= 2 , 5 cc / jam
200
86
P. AMINOPHILIN
Indikasi
0,1 x 50
= ________
1,25
BB : 50 kg
5
= ___ = 4 cc / jam
1,25
87
DAFTAR PUSTAKA
Price SA, dan Wilson LMc. Konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. 2005.
Jakarta : EGC
Solomon L, Marwick DJ, dan Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics
and Fracture. 9th Edition. 2010. Arnold, London
Stone CK dan Humphries RL. Emergency Medicine ed 6th. 2008. McGraw-Hill
88