NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
(PPIRS) DI RS X
DIREKTUR UTAMA RS X
Menimbang
Mengingat
Menetapka
n
Kesatu
MEMUTUSKAN
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RS X
NOMOR :
TANGGAL :
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT (PPIRS) DI RS X
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
(PPIRS)DI RS X
I.
Kebijakan Umum
A. Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut
juga sebagai Infeksi di rumah sakit Hospital-Acquired Infections merupakan persoalan
serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematian pasien,
kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa mengakibatkan pasien dirawat lebih
lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.
B. RS X menyelenggarakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang
harus dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional semua
bagian/instalasi/unit kerja di RS X
C. Pelaksanaan PPI yang dimaksud berdasarkan ilmu pengetahuan terkini sesuai Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan
Kesehatan Lainnya Tahun 2007 dan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya; serta pedoman PPI lain Tahun
2011, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
D. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit, untuk selanjutnya disingkat PPIRS
adalah kegiatan pencegahan dan pengendalian kejadian infeksi yang didapat di rumah
sakit, baik terhadap pasien yang terinfeksi selama masa perawatan, maupun terhadap
petugas kesehatan dan pengunjung rumah sakit
E. Infeksi Rumah Sakit = Hospital Acquired Infection = Infeksi Nosokomial = Healthcare
Associated Infections (HAIs): penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang
tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah
pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30
hari setelah pasien keluar dari rumah sakit.
F. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah orang-orang yang bekerja di rumah sakit yang
meliputi tenaga tetap yakni tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan,
tenega kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non kesehatan serta
tenaga tidak tetap dan konsultan (UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit)
G. Infection Prevention and Control Officer (IPCO) adalah seorang tenaga profesional dokter
yang diberikan tanggung jawab dan wewenang dalam Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) untuk mengembangkan pedoman pencegahan, diagnosis
dan penatalaksanaan infeksi rumah sakit serta penggunaan antimikroba yang rasional
H. Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) adalah seorang tenaga professional
keperawatan yang diberikan tanggung jawab dan wewenang
merencanakan,
menggerakkan, melaksanakan serta mengawasi kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi dalam Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
I. Infection Prevention and Control Link-Nurse (IPCLN) atau Infection Prevention and Control
Link-Staf (IPCLS) adalah Seseorang yang diberikan tanggung jawab dan wewenang
merencanakan, menggerakkan dan melaksanakan serta mengawasi dan mengendalikan
3
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.
S.
II.
program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada tingkat unit kerja serta menjalin
hubungan kerjasama dengan IPCN
Sertifikasi dalam bidang PPI adalah pengetahuan atau keahlian yang didapat baik secara
formal melalui jenjang pendidikan perguruan tinggi maupun secara informal melalui
pelatihan yang terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan RI (Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kesehatan)
Pelatihan PPI adalah pelatihan khusus mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan RI (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan)
Kebersihan Tangan/Handhygiene merupakan istilah umum yang digunakan untuk segala
kegiatan baik cuci tangan dengan air mengalir dan sabun biasa, cuci tangan dengan
antiseptik, memakai hand rub antiseptik, maupun cuci tangan pembedahan dengan
antiseptik.
Kewaspadaan Isolasi/Isolation Precaution merupakan suatu teknik kewaspadaan khusus
untuk menilai, melaksanakan praktik dan prosedur yang digunakan dalam memberikan
asuhan kepada pasien untuk mencegah penularan infeksi.
Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan
yang penting pada suatu populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang di
desiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Tujuan kebijakan ini adalah sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan yang aman
bagi pasien, petugas dan pengunjung di RS X bebas dari resiko penularan infeksi terkait
pelayanan kesehatan.
Sasaran Pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit (PPIRS) di RS X
adalah seluruh pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat, serta pengendalian agen
penyebab infeksi dan lingkungan RS X. Sasaran termasuk rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya sebagai jejaring kerja RS X.
Kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) ini
mencakup penyelenggaraan, program/kegiatan dan tata hubungan kerja dalam pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di lingkungan RS X
Kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) ini
harus dipatuhi oleh seluruh pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat, yang berada di
lingkungan RS X.
Semua kepala satuan kerja di RS X bertanggung jawab terhadap kelengkapan sarana dan
prasarana dan menjamin berjalannya Kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) ini di unit kerjanya masing-masing dengan menjadikan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) sebagai bagian dari
program kerja masing-masing satuan kerja sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya.
Kebijakan Khusus
A. Pengorganisasian
1. Direktur Utama RS X membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit (KPPIRS) serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
(TPPIRS).
2. Komite PPIRS bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama RS X sedangkan
Tim PPIRS bertanggung jawab langsung kepada Komite PPIRS.
3. Komite dan Tim PPIRS mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas tertuang
dalam pedoman pengorganisasian PPIRS yang akan ditetapkan setelah terbitnya
kebijakan ini.
4. Dalam Pelaksanaan kegiatan PPI, Pengelola PPI melibatkan semua profesi di setiap
Bagian/Bidang/Instalasi yang ada di RS X.
B. Komite PPIRS
1. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Utama RS X.
2. Susunan organisasi Komite PPIRS terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
3. Ketua Komite PPIRS adalah seorang dokter berpengalaman sebagai IPCO (Infection
Prevention and Control Officer), berminat, peduli, memiliki pengetahuan, pengalaman,
mendalami masalah infeksi, mikrobiologi klinik, atau epidemiologi klinik.
4
4. Sekretaris Komite PPIRS adalah seorang perawat senior berpengalaman sebagai IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse), disegani, berminat, mampu memimpin, dan
aktif.
5. Keanggotaan Komite PPIRS terdiri dari:
Dokter Ahli perwakilan dari tiap SMF
Dokter Ahli Mikrobiologi
Dokter Ahli Patologi Klinik
Dokter PPI/Infection Prevention and control officer (IPCO)
Perawat PPI/ Infection Prevention and control Nurse (IPCN)
Perwakilan Perawat atau Bidan dari beberapa satuan kerja pelayanan
Apoteker/Ahli Farmasi
Kepala Instalasi CSSD
Kepala Instalasi Laundry
Kepala Instalasi Gizi
Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS-RS) Non Medik
Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS-RS) Medik
Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan
Ketua Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
Ketua Tim Kesemalatan Pasien dan Manajemen Resiko Klinis
Analis Laboratorium
Housekeeping
Ketua Tim K3RS
Kepala Instalasi Pemularasan Jenazah
6. Komite PPIRS mempunyai tugas:
a. Membuat dan mengevaluasi kebijakan tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di RS X
b. Menyusun Buku Pedoman Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan menerbitkan/mensosialisasikan melalui Peraturan Direktur Utama RS X.
c. Menyusun SPO Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), seperti: SPO
Pencegahan Infeksi, Kewaspadaan isolasi, Surveilans Infeksi Rumah Sakit,
Pendidikan dan pelatihan PPI, Penggunaan antimikroba yang rasional dan
Kesehatan karyawan
d. Memberikan usulan kepada direksi untuk desain/renovasi bangunan/gedung di RS
X.
e. Menentukan sikap penutupan suatu ruangan rawat bila diperlukan jika ada potensial
menyebarkan infeksi.
f. Memberikan usulan dalam penetapan jenis-jenis antiseptik dan desinfektan yang
digunakan RS X.
g. Memberikan pertimbangan dan usulan kepada Direktur Utama tentang struktur TIM
PPIRS yang terdiri dari IPCO dan IPCN serta susunan IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) sebagai jejaring TIM PPIRS
h. Mengajukan usulan kepada direktur dalam menyusun kebijakan tentang
penggunaan antimikroba yang rasional berdasarkan hasil pantauan kuman dan
resistensinya.
i. Komite PPIRS turut menyusun kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
clinical governance dan patient safety.
j. Menyusun perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjutan
bagi staf Komite dan Tim PPIRS untuk selanjutnya melaksanakan Pendidikan dan
Pelatihan tersebut secara bertahap sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
k. Memberikan layanan Orientasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS X
l. Bekerjasama dengan Bagian Diklat RS X merencanakan dan mengadakan
pelatihan-pelatihan internal (In house Training) bagi karyawan RS X tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
m. Melaksanakan Sosialisasi kebijakan-kebijakan/Program PPIRS kepada seluruh
petugas, pasien dan pengunjung/masyarakat yang berada di RS X melalui
Penyuluhan, Pendidikan dan Pelatihan, Simulasi serta penyebaran Leaflet, Spanduk
atau Poster tentang Program PPI
5
e. Bagi petugas yang merawat pasien pastikan selalu melakukan prosedur kebersihan
tangan pada 5 momen kebersihan tangan
Sebelum menyentuh pasien
Sebelum melakukan tindakan aseptik
Setelah tangan terpapar resiko menyentuh cairan tubuh pasien
Setelah menyentuh pasien
Setelah menyentuh benda atau segala sesuatu di sekitar pasien
f. Ketentuan dan tatalaksana penerapan kebersihan tangan harus mengikuti teknik 6
langkah kebersihan tangan secara berurutan mulai dari:
Kedua telapak tangan
Kedua punggung tangan
Sela-sela jari tangan kiri dan kanan
Punggung jari tangan kiri dan kanan
Ibu jari kiri dan kanan
Ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan
g. Pelaksanaan kebersihan tangan dapat menggunakan air dan sabun biasa/sabun
antiseptik atau bisa menggunakan handrub berbasis alkohol 70%
h. Bila tangan jelas kelihatan kotor atau ternoda cairan tubuh pasien maka segera
lakukan kebersihan tangan menggunakan air dan sabun biasa atau sabun antiseptik
i. Seluruh pimpinan unit kerja mulai dari jajaran kepala ruangan sampai ke jajaran
kepala instalasi/bagian/bidang wajib mengawasi kepatuhan karyawan, pasien dan
pengunjung/ masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.
j. Seluruh pimpinan unit kerja wajib memastikan ketersediaan sarana dan prasarana
kebersihan tangan melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang baik.
3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
a. Gunakan APD sesuai ukuran dan potensial hazard
b. Gunakan APD yang sesuai, bila ada kemungkinan terkontaminasi dengan cairan
tubuh gunakan sarung tangan sekali pakai
c. Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan
permukaan yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain
d. Jangan memakai sarung tangan yang sama untuk pasien yang berbeda
e. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke
area bersih
f. Pakailah goggle untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata, hidung, mulut
selama melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatanpasien yang berisiko terjadi
cipratan duh tubuh
g. Masker bedah digunakan untuk mencegah transmisi partikel besar dari droplet saat
kontak erat (<3 m) dari pasien saat batuk/bersin. Pakailah selama tindakan yang
menimbulkan aerosol walaupun pada pasien tidak diduga infeksi. Kenakan
Respirator partikulat (N95/Kategori N pada efisiensi 95%) saat melakukan
perawatan/masuk ruang isolasi pasien airborne disease.
h. Kenakan baju pelindung (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit, mencegah baju
menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan/ semprotan cairan tubuh pasien
i. Bila cairan tubuh bisa menembus baju pelindung, perlu dilapisi apron tahan cairan
mengantisipasi percikan/semprotan cairan infeksius
j. Harus dilakukan pendokumentasian kepatuhan dan kelengkapan sarana/prasarana
secara tertulis oleh masing-masing unit kerja Rumah sakit.
4. Penerapan Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan isolasi merupakan suatu teknik kewaspadaan khusus untuk menilai,
melaksanakan praktik dan prosedur yang digunakan dalam memberikan asuhan
kepada pasien untuk mencegah penularan infeksi.
b. Kewaspadaan Isolasi wajib diterapkan oleh semua unit kerja pelayanan kesehatan
di lingkungan RS X
Kewaspadaan isolasi merupakan kombinasi dari
8
m. Penyimpanan persediaan obat-obatan dan peralatan harus memenuhi prinsipprinsip keamanan dan pencegahan dan pengendalian infeksi atau sesuai dengan
yang direkomendasikan oleh produsen.
n. Kepala Instalasi CSSD dan Tim PPIRS harus dilibatkan dalam proses perencanaan
pengadaan atau pembelian peralatan/instrumen dan bahan disinfektan baru
sehingga rekomendasi produsen tentang tatacara dekontaminasi, desinfeksi dan
sterilisasi dapat ditinjau kesesuaiannya, efektivitas, dan ketersediaan teknologi yang
dibutuhkannya dengan kondisi yang ada di RS X.
o. Instalasi CSSD mendokumentasikan tentang cara sterilisasi; uap, etilen oksida,
hidrogen peroksida cara pengemasan khusus yang direkomendasikan oleh
produsen ketika peralatan akan dilakukan proses sterilisasi.
p. Setiap satuan kerja yang akan melakukan prosedur di luar ketentuan yang dimuat
dalam kebijakan ini harus terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis disertai
literatur pendukung kepada Komite PPIRS untuk dilakukan kajian sebagai bahan
pertimbangan guna memperoleh rekomendasi Komite PPIRS.
7. Penanganan Linen
a. Pengelolaan linen dilaksanakan secara sentralisasi di Instalasi Binatu RS X
b. Pengadaan linen harus memenuhi kriteria dari bahan yang kuat, menyerap air, tidak
terlalu tipis dan mudah dicuci, tahan pada suhu air 100 0C
c. Kegiatan Laundry harus dilaksanakan pada ruangan-ruangan yang terpisah sesuai
kegunaannya yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan
kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang
peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.
d. Pengangkutan linen menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara
linen bersih dan linen kotor.
e. Kantong pembungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang
digunakan untuk membungkus linen kotor.
f. Kereta dorong harus dicuci dengan disinfektan setelah digunakan mengangkut linen
kotor.
g. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.
h. Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda.
i. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan
pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dan dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala, serta telah memperoleh imunisasi hepatitis B.
8. Pengendalian Lingkungan
a. Semua area di lingkungan RS X merupakan sasaran program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
b. Kebersihan lingkungan adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan
halaman dan segala isinya bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya
infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja
c. Kebersihan lingkungan pada dasarnya merupakan tanggung jawab semua orang
yang berada di RS X untuk menjaganya.
d. Kegiatan pengendalian lingkungan di bawah pengawasan Instalasi kesehatan
lingkungan dan dilaksanakan oleh petugas cleaning service
e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas
cahaya yang cukup.
f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat
genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia
lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman
g. Semua permukaan bangunan dan peralatan, baik peralatan medik atau peralatan
rumah tangga harus dilakukan pembersihan dan dekontanimasi yang sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
h. Saluran air limbah rumah tangga dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,
masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah.
i. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
j. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih
dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi
11
b. Vial/ampul/botol infus adalah single use, digunakan dengan cara menjaga teknik
aseptik.
c. Multi dose vial:
Hanya digunakan untuk satu orang pasien
Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial
tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali
vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama
untuk beberapa pasien.
e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat
digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan
jarum baru.
14. Identifikasi dini dan Penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
(IRS)
a. Identifikasi dan deteksi dimulai dengan kegiatan skrining terhadap pasien penyakit
menular sejak dari penerimaan pasien
b. Deteksi dini juga melalui kegiatan Surveilens Infeksi Rumah Sakit secara rutin
c. Upaya pencegahan dilaksanakan dengan menggiatkan penerapan kewaspadaan
isolasi
d. Jika terjadi peningkatan kasus infeksi rumah sakit yang signifikan, Komite dan Tim
PPIRS segera turun melakukan investigasi.
e. Komite dan Tim PPIRS berhak merekomendasikan untuk mengisolasikan lokasi
kejadian
f. Pada kasus kejadian luar biasa penyakit menular harus dilakukan teknik isolasi
sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan.
g. Paska KLB, komite berhak merekomendasikan untuk melakukan penutupan suatu
unit perawatan sampai kegiatan pembersihan selesai
15. Surveilens Infeksi Rumah Sakit
a. Pengukuran angka kejadian Infeksi Rumah Sakit (IRS) digiatkan oleh IPCN bersama
dengan IPCLN di Unit-unit kerja Pelayanan Kesehatan
b. Pelaksanaan Surveilens IRS di RS X menggunakan metode Target Surveilance
untuk mengidentifikasi angka kejadian Ventilator Associated Pneumonia (VAP),
Hospitalized Associated Infection (HAP), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Plebitis,
Infeksi Aliran Darah Primer (IADP), dan Infeksi Daerah Operasi (IDO) pada unit kerja
yang menjadi target penilaian
c. Surveilens juga diarahkan untuk menilai pola kuman dan resistensi antimikroba
pada mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial di RS X.
d. Surveilans Infeksi Rumah Sakit secara rutin setiap hari melalui tahapani:
- Identifikasi Populasi dalam resiko infeksi rumah sakit
- Seleksi outcome atau process surveilans
- Penggunaan definisi surveilans CDC,WHO
- Pengumpulan data
- Menghitung dan menganalisa data infeksi
- Stratifikasi
- Laporan & Rekomendasi tindak lanjut serta diseminasi
e. Hasil survelilans dilakukan analisa kecendrungan/trend angka infeksi terkait
pelayanan rumah sakit, dilaporkan kepada Direktur Utama RS X dan diseminasi
dengan seluruh pihak terkait.
16. Kesehatan karyawan dan perlindungan petugas kesehatan
a. Upaya kesehatan bagi karyawan dikelola dengan baik oleh Tim keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) RS X
b. Agar karyawan terhindar dari resiko penularan infeksi:
1) Mematuhi kebijakan dan prosedur Kebersihan Tangan
14
15
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
Penutup
Demikianlah kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini dibuat untuk
dilaksanakan semestinya.
Dikeluarkan di ..
Pada tanggal .
Direktur Utama,
23