Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran.9 Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang
ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala
gangguan afektif.1
Statistik umum gangguan ini yaitu kira kira 0,2 % di Amerika Serikat
dari populasi umum dan sampai sebanyak 9 % orang dirawat di rumah sakit
karena gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering
daripada gangguan bipolar.9
Prevalensi pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada
wanita lebih besar dari pada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe
depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan
skizoafektif tipe bipolar. Laki laki dengan gangguan skizoafektif
kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial.9
Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan
gangguan afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan
resiko terjadinya gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan
skizoafektif.10
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang
menonjol.2 Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham,

halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai


dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama sama menonjol
pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau
campuran keduanya.11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI GANGGUAN SKIZOAFEKTIF


Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran.9
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia
yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif
yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe
depresif.1,3

2.2 SEJARAH
Di tahun 1913 george H. Kirby dan pada tahun 1921 august hoch
keduanya menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan
gangguan afektif (mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan
demensia prekoks yang memburuk, kirby dan hoch mengklasifikasikan
mereka di dalam kelompok psokosis manik-depresif emil kraepelin.2
Ditahun 1933 jacob kasanin memperkenalkan istilah gangguan
skizoafektif untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala
gangguan mood yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai
oleh onset gejala yang tiba-tiba, sering kali pada masa remajanya. Pasien
cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan sering kali suatu
stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien
sering kali terdapat suatu gangguan mood. Karena konsep skizofrenia yang
luas dari eugen bleurer telah menghilangkan konsep skizofrenia yang sempit
dari kraepelin, kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis

skizofrenia. Dari tahun 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang
gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien kasanin secara bervariasi
diklasifikasikan menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal,
skizofrenia dengan prognosis baik, skizofrenia dalam remisi, dan psikosis
sikloid istilah yang menekankan suatu hubungan dengan skizofrenia.2
Di sekitar 1970 dua kumpulan data menyebabkan suatu pergeseran
dari memandang gangguan skizoafektif sebagai suatu penyakit skizofrenik
menjadi suatu gangguan mood. Pertama, lithium carbonate(eskalith) terbukti
merupakan terapi yang efektif dan spesifik untuk gangguan bipolar dan
beberapa kasus gangguan skizoafektif. Kedua, penelitian di Amerika Serikat
dan Inggris yang diterbitkan di tahun 1968 oleh John Copper dan teman
sejawatnya menunjukan bahwa variasi dalam jumlah pasien yang
diklasifikasikan sebagai skizofrenik di Amerika Serikat dan Inggris adalah
sebagai akibat dari penekanan yang berlebihan di Amerika Serikat tentang
adanya gejala psikotik sebagai kriteria diagnostik untuk skizofrenia.2
2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari
1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka
tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis
gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan
diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau
ketidaksesuaian afek yang nyata.
Onset umur pada wanita lebih besar dari pada pria, pada usia tua
gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda
lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar.9

Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan


gangguan afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan
resiko terjadinya gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan
skizoafektif 10
Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien gangguan
skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua gangguan
primer. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila studi keluarga pasien
dengan gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten.
Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat pasien
dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar; namun, keluarga pasien dengan
gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko lebih tinggi mengalami
skizofrenia daripada gangguan mood.
Bergantung pada tipe gangguan skizoafektif yang dipelajari,
peningkatan prevalensi skizofrenia atau gangguan mood dapat ditemukan
pada kerabat pasien gangguan skizoafektif. Kemungkinan gangguan
skizoafektif berbeda dengan skizofrenia dan gangguan mood tidak ditunjang
oleh observasi bahwa hanya terdapat persentase kecil kerabat pasien
gangguan skizoafektif yang menderita gangguan skizoafektif.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Sulit untuk menentukan penyebab penyakit
yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini
bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi
skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. empat model konseptual telah
diajukan:
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood.

3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga


yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
suatu gangguan mood. Artinya diagnosis gangguan skizoafektif
merupakan diagnosis yang berbeda dari skizofrenia maupun suatu
gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap
pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.
2.5 TANDA DAN GEJALA
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang
menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini
yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu
kurang tajam atau kurang jelas):
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought
insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi

pikirannya

tersiar

keluar

sehingga

orang

lain

atau

umum

mengetahuinya;
b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham
tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien
pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi


tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Gejala episode depresif berdasarkan pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III):

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, berat):


-

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan


mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:
-

Konsentrasi dan perhatian berkurang.

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.

Tidur terganggu.
8

Untuk

Nafsu makan berkurang


episode

depresif

dari

ketiga

tingkat

keparahan

tersebutdiperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk


penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat
Kriteria Episode manik berdsarkan DSM-IV
A.

Periode tersendiri kelainan dan mood yang meninggi, ekspansif,


atau mudah tersinggung (irritable) secara persisten, berlangsung
sekurangnya 1 minggu (atau durasi kapan saja jika diperlukan
perawatan).

B.

Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut


ini adalah menetap (empat jika mood hanya mudah tersinggung)
dan telah ditemukan pada derajat yang bermakna:
1. harga diri yang melambung atau kebesaran
2. penurunan kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa telah
beristirahat setelah tidur hanya 3 jam)
3. lebih banyak bicara dibandingkan biasanya atau tekanan
untuk terus berbicara.
4. Gagasan yang melompat-lompat (flight of ideas) atau
pengalaman subjektif bahwa pikirannya berpacu.
5. Mudah dialihkan perhatian (yaitu, atensi terlalu mudah
dialihkan oleh stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak
relevan).
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara
sosial, dalam pekerjaan atau sekolah, atau secara seksual)
atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan

yang

berlebihan

dalam

aktivitas

yang

menyenangkan yang memiliki kemungkinan tinggi adanya


akibat yang menyakitkan ( misalnya, melakukan belanja yang

tidak dibatasi, tidak pilih-pilih dalam hubungan seksual, atau


investasi bisnis yang bodoh).
C.

Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran

D.

Gangguan mood adalah cukup arah untuk menyebabkan gngguan


dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas sosial lazimnya atau
hubungan dengan orang lain, atau untuk membutuhkan
perawatan untuk mencegah bahaya bagi diri sendiri atau orang
lain, atau terdapat ciri psikotik.

E.

Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat


(misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi atau terapi
lain) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme).

2.6 DIAGNOSIS
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria
diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah
terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat
atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria
diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus
memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa
adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual.
Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari
mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu
gangguan skizoafektif.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.

10

Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak cipta
American Psychiatric Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisikondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau
membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejalagejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguangangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan

11

(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis


gangguan skizoafektif.
Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJIII

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.


Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia
dan gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan
amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi
lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala
skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding
psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan
untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada
saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa
12

tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis
psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.2
Perbedaan antara gangguan skizoafektif, gangguan bipolar dan
depresi pasca skizofrenia.2

2.8 PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


13

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif


mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu
kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti
pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang
menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe
bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset
yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik,
khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang
tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari
masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.
Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya
tidak meramalkan perjalanan penyakit.2
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan
dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data
menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita
dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut.
Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif
diperkirakan sekurangnya 10 persen.2

2.9 TERAPI

14

Pengobatan pada pasien dengan gangguan skizoafektif merespon baik


terhadap pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan
obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang
gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik
dengan mood stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan
yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan
keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting
dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.9
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar
yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa
protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan
bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian
jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam
mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat
diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus
mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate
(Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak
efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan
percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka
diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.2
Pengobatan psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri
sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif yang
sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien. Kisaran
gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami keadaan psikosis dan
variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat
mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien

15

tersebut. Perlu diberikan regimen obat yang mungkin lebih rumit, dengan
banyak obat, dan pendidikan psikofarmakologis.

16

BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode
campuran. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki
dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk
wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada
skizofrenia. Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa
genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah
termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan
depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala2
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol
pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam
episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif
mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau
campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga,
pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada
farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila
memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan
apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan
adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Sebagai suatu kelompok,
pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan
antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih
buruk daripada pasien dengan gangguan depresif ataupun dengan gangguan
bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss :
Surabaya. 1994.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta. 2010.
3. Hawari, D. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Dana Bhakti Prima
Yasa: Yogyakarta. 1997.
4. Nugroho, W. Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. 2000.
5. Beck, C. M., Rawlins, R. P., and Williams, S. R. Mental Health Psychiatric
Nursing A Holistic, Life Cycle Approach. The CV. Mosby Company:
ST.Louis. 2002.
6. Setiabudi, T. Catatan Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti:
Jakarta. 2007.
7. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of
Mental disorders (DSM IV TM). American Psychological Association (APA):
Washington DC. 1996.
8. Yosep, I. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama Maramis: Bandung. 2007.
9. Melissa Conrad Stppler. 2013. Schizoaffective disorder.
http://www.medicinenet.com.
10. Jibson MD. 2011. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology, and
pathophysiology. http://www.uptodate.com.
11. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. 2012. Schizoaffective
disorder.

18

Anda mungkin juga menyukai