Anda di halaman 1dari 4

Jilbab Vs Kerudung

Kerudung dalam keseharian kita sering kali disebut pula sebagai jilbab. Sebetulnya
kebiasaan menyebut berkerudung dengan berjilbab baik-baik saja, namun kemudian
kerancuan term ini menjadikan kategori jilbab tidak pas lagi.

Coba saja perhatikan, Indonesia bangga menyandang gelar sebagai negara yang
berpenduduk mayoritas muslim di dunia padahal hanya sebatas kuantitas saja bukan
dalam kualitas, kita juga bangga dengan pernyataan bahwa saat ini semakin banyak para
remaja putri Islam yang kesehariannya memakai jilbab, entah bersekolah, kuliah, atau
kerja, karena Indonesia merasa bisa menampung aspirasi ummat Islam untuk berbusana
muslimah tidak seperti di negeri sekuler lainnya yang membatasi pemakaian jilbab di
sekolah misalnya, seperti yang terjadi di Turki dan negara-negara eropa. Bangga
mendengarnya, senang hati rasanya.

Eits........ tunggu dulu. Sudah lihat buktinya belum? Benar nggak statement tersebut?

Ternyata yang dibangga-banggakan tersebut tidaklah 100% benar, karena jilbab yang
katanya semakin banyak dikenakan para muslimah di negeri kita bukanlah jilbab pada
kategori yang seharusnya. Silahkan perhatikan, tuuuh...... tengok kanan dan kiri anda,
yang ada hanyalah wanita berkerudung saja bukan berjilbab, kecuali sedikit saja.

Nah looh, gimana bisa cuma berkerudung tapi tidak berjilbab, lantas berjilbab itu yang
gimana?

Kita banyak melihat di sekitar kita muslimah yang mengenakan kain penutup kepala rapi
seperti yang memang diperintahkan oleh syariat, tapi setelah kita lihat pakaiannya sama
sekali tidak mencerminkan islam. Mereka memakai kain baju dan bawahan yang ketat
full press body, singset-set-set....bahkan mungkin kekecilan.
Pemahaman yang campur aduk jadi masalahnya. Ada yang mendefinisikan jilbab harus
modis dan gaul, ada yang bilang “berjilbab iya tapi harus tetap menampilkan kecantikan”,
plus campur tangan liberalis yang menganggap penafsiran Alqur’an dan Alhadist harus
diperbaharui mengikuti zaman, belum lagi peran-serta para pengusung gerakan
feminisme dan persamaan hak perempuan. Semuanya satu tujuan merusak term jilbab
dan mengajak para muslimah agar menganggap berjilbab yang sesuai syariat itu
ketinggalan zaman, djadoel katanya.

Dalam Alqur’an, Allah telah memberikan beberapa batasan dalam berpakain dalam hal
ini mengenai jilbab, diantaranya di dalam surah AnNuur ayat 31 yang artinya: “.......dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimaar) di dadanya......”, kemudian di
surah AlAhzaab ayat 59 yang artinya: “......”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”.......”.
Dari kedua ayat tersebut dinyatakan bahwa pakaian muslimah adalah kelengkapan
penutup aurat untuk muslimah yang termasuk di dalamnya adalah kerudung (dalam
bahasa arab ada beberapa jenis bentuk dan penyebutan/kosakata) dan pakaian yang
menutupi seluruh badan, yaitu dari jenis baju yang lapang dan tidak menunjukkan lekuk
tubuh.

Yang pertama, terkait pula dengan penafsiran dan pembatasan pemakaian penutup
kepala, ada beberapa versi bentuk. Secara umum dibagi dua, yaitu terbuka wajahnya dan
tertutup wajahnya (terlihat mata dan sekitarnya saja). Penutup kepala yang umum dipakai
adalah kerudung atau disebut khimaar atau sufur, sedangkan sebagian lagi memakai
penutup wajah yang disebut cadar atau niqab. Keduanya memiliki dasar dan tidak perlu
untuk diperdebatkan berlebihan, karena keduanya sudah berusaha menjalankan perintah
nabi dengan baik dan benar. Yang perlu dibenahi adalah muslimah yang belum berusaha
memperbaiki cara berpakaiannya.

Selanjutnya, penjelasan mengenai jenis pakaian yang diperbolehkan untuk dipakai


muslimah diterangkan dalam beberapa hadist, diantaranya bahwa baju untuk muslimah
adalah baju lapang dengan batasan oleh rasul selebar 2 atau 3 atau 4 jari, jadi tidak boleh
kekecilan dari ukuran tubuh dan batasan yang telah ditentukan. Selain itu, baju muslimah
juga tidak boleh terlalu lembut sehingga menunjukkan tulang-tulang badan (pundak,
pinggul, dan sebagainya). Yang dimaksud adalah baju yang terlalu lemas dan jatuh ke
badan sehingga lekuk tubuh wanita yang memakainya akan tergambar atau tercetak, atau
juga jenis pakaian yang terlalu tipis menerawang. Diantara baju lembut dan lemas adalah
seperti satin dan sutera, serta pakaian Qibtiyah (pada masa nabi ada baju lembut dan tipis
asal Mesir, kalau sekarang ada disemua negara). Jika baju jenis lembut ini dipakai,
diperbolehkan sebagai baju dalam atau diberi rangkapan.

Dalam penerapannya, pakaian muslimah ini ada beberapa penafsiran juga. Diantaranya
ada yang memperbolehkan memakai pakaian terpotong (atasan dan bawahan), dan yang
tidak memperbolehkan pemisahan baju atasan dan bawahan dengan alasan pemisahan
atasan dan bawahan akan memperlihatkan lekuk tubuh (pinggang) dan sebagainya.
Variasi ini bagi saya bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, karena perintah rasul
adalah untuk tidak memperlihatkan lekuk tubuh pemakai. Maka, jika pakaian atasan dan
bawahan dikenakan dan diukur dengan semestinya dan dari jenis kain yang baik sehingga
lekuk tubuh tidak terlihat (karena sudah tertutup pakaian atasan yang terjuntai kebawah
pinggang), maka tidak menjadi masalah mengenakannya.

Naah, bagi muslimah yang sudah berpakaian sesuai syariat, jangan takut tidak kelihatan
cantik atau ketinggalan zaman, karena fungsi jilbab yang utama bukan untuk
menunjukkan kecantikan dan sensualitas, tetapi menjaga kehormatan dan menjaga
pandangan. Ingatlah bahwa wanita baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik juga.
Dengan mentaati ketentuan Allah, InsyaAllah akan mendapatkan rizqi yang mulia
(surga). Amien.

Semoga bermanfaat.

Agustus, 2008
Tag: jilbab, kerudung, gaul, modis, cantik, Allah, mulia, sekuler, islam, liberal, qur’an,
hadist, satin, sutera, tipis, qibtiyah, manfaat, cadar, niqab, khimaar, sufur

Anda mungkin juga menyukai