Disusun
oleh :
Nadira Danata
1102011188
Pembimbing :
Dr. Kartika, Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSUD PASAR REBO JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Oktober 2015
PENDAHULUAN
Istilah dislokasia panggul kongenital pertama kali diungkapkan pada masa
Hippocrates. Kondisi ini, biasa disebut sebagai displasia panggul atau developmental
dysplasia of the hip (DDH), telah terdiagnosa dan diterapi selama ratusan tahun. Yang paling
dikenal, Ortolani, seorang dokter anak pada tahun 1900an, mengevaluasi, mendiagnosa, dan
memulai tatalaksana displasia panggul. Galeazzi kemudian mengumpulkan 12.000 kasus
DDH dan melaporkan hubungan antara panjang femur saat fleksi yang terlihat lebih pendek
dengan dislokasia panggul. Sejak saat itu, telah banyak kemajuan dalam evaluasi dan
tatalaksana DDH.
Definisi dari DDH tidak secara universal disepakati. Istilah DDH ditujukan bagi
pasien yang lahir dengan dislokasi atau panggul yang tidak stabil, yang dapat menyebabkan
displasia panggul. Perkembangan abnormal panggul termasuk struktur tulang, seperti
asetabulum dan femur proximal, termasuk labrum, kapsul, dan jaringan lunak lainnya.
Kondisi ini dapat terjadi kapan pun, dari konsepsi hingga perkembangan tulang dewasa.
Istilah yang lebih spesifik digunakan untuk mendeskripsikan kondisi ini; (1)
subluxation, kaput femoris berada di asetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat
pemeriksaan; (2) dislocatable, pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi tetapi
berada pada lokasi normal pada saat bayi istirahat; (3) dislocated, pinggul berada dalam
posisi dislokasi (paling parah)
Diagnosis dini merupakan aspek penting dalam tatalaksana anak dengan DDH.
Kegunaan USG dan modalitas imajing lainnya dan pelaksanaan perkembangan program
edukasi dapat mengurangi angka keterlambatan diagnosis DDH pada anak. Dewasa ini,
teknik operasi invasif minimal dikembangkan sebagai usaha untuk mengurangi angka
morbiditas dari operasi dan mempermudah penyembuhan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Panggul
a. Persendian panggul
Sendi panggul (hip joint) merupakan hubungan proksimal dari
extremitas inferior. Hip joint (articulatio coxae) adalah persendian antara kaput
2.2 Definisi
DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Dislocation of The Hip.
Dislokasi panggul kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera
sebelum atau pada saat kelahiran. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke
lateral sampai dislokasi komplit dari kaput femoris keluar asetabulum.1,3
Ada tiga pola yang terlihat: (1) subluxation, kaput femoris berada di
asetabulum dan dapat mengalami dislokasi parsial saat pemeriksaan; (2)
3. Malposisi intrauterin
Terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat
mempermudah terjadinya dislokasi, ini berhubungan dengan lebih tingginya
insidensi pada bayi yang merupakan anak sulung, dimana versi spontan lebih
jarang terjadi.2,3
Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi pinggul kiri, ini sesuai
dengan presentasi verteks biasa (occiput anterior kiri) dimana pinggul kiri
menyesuaikan dengan sakrum ibu sehingga terjadi posisi adduksi.2,3
4. Faktor pascakelahiran
Dapat menyebabkan menetapnya ketidakstabilan neonatal dan
gangguan perkembangan asetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan pada
orang Lapps dan orang Indian Amerika Utara yang membedong bayinya dan
menggendongnya dengan kaki merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya
berekstensi, dan jarang pada orang Cina Selatan dan Negro Afrika yang
membawa bayi pada punggungnya dengan kedua kaki berabduksi lebar- lebar.
Ada juga bukti dari percobaan bahwa ekstensi lutut dan pinggul secara
serentak mengakibatkan dislokasi panggul selama perkembangan awal.2
2.5.
Patologi
Panggul mungkin tidak stabil saat kelahiran, tetapi bentuknya masih normal
(McKibbin, 1970). Namun, kapsul sering tertarik secara berlebihan. Selama masa
kanakkanak beberapa perubahan timbul, beberapa di antaranya mungkin
menunjukkan displasia primer pada asetabulum dan /atau femur proksimal, tetapi
kebanyakan di antaranya muncul karena adaptasi terhadap ketidakstabilan menetap
dan pembebanan sendi secara abnormal.2
Kaput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan
ekstensi panggul, pertama tama kaput terletak posterolateral dan kemudian
superolateral pada asetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi.
Kaput femoris yang bertulang rawan ukurannya normal tetapi inti tulangnya
terlambat muncul dan osifikasinya tertunda selama masa bayi.2
Kaput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi. Di
bagian superior, labrum asetabulum dan tepi kapsulnya dapat didorong ke dalam
soket oleh kaput femoris yang berdislokasi; libus fibrokartilaginosa ini dapat
menghalangi usaha reduksi tertutup terhadap kaput femoris.2
2.6.
Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Keadaan ideal yang masih belum tercapai adalah mendiagnosis setiap
kasus pada saat kelahiran. Seharusnya setiap bayi yang baru lahir diperiksa
untuk mencari tanda- tanda ketidakstabilan panggul. Bila terdapat riwayat
dislokasi kongenital dalam keluarga, disertai presentasi bokong, kita harus
berhati hati dan bayi mungkin terpaksa diperiksa lebih dari sekali. Pada
nenonatus terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan panggul.2
Apabila tidak terdeteksi saat baru lahir, ibu dapat menemukan adanya
panggul yang asimetri, a clicking hip, atau kesulitan dalam menggunakan
pampers karena keterbatasan abduksi. Pada dislokasi unilateral lipatan kulit
terlihat asimetris dan kaki sedikit pendek (tanda Galeazzi) dan terputar ke arah
dislokasi
tereduksi,
dan
kemudian
panggul
berabduksi
Gambar 2.6. Gambar skematis uji Ortolani. Pemeriksaan ini dilakukan dengan jalan
mengembalikan kepala femur yang mengalami dislokasi kembali ke asetabulum. Pertama-tama
femur dipegang dalam keadaan fleksi di daerah midline. Kemudian femur diabduksi secara
perlahan sambil mendorong torakanter mayor dengan jari-jari ke arah anterior.
Gambar 2.7. Gambar skematis nuji Barlow. Femur difleksikan kemudian dengan hati-hati digeser
ke arah midline. Setelah itu femur didorong ke arah posterior secara perlahan. Bila terdapat
dislokasi sendi panggul maka akan terasa kepala femur terdorong keluar asetabulum.
itu dapat di nilai apakah panggul tereduksi dan stabil, tereduksi tetapi tidak stabil
(terdislokasi pada pemeriksaan Barlows test), tersubluksasi, atau terdislokasi.
c). Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam
keadaan fleksi 900 serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa
memegang bagian belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam
keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul
kongenital maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih
rendah dan disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.2
Gambar 2.8. Gambar skematis pemeriksaan tanda Galeazi. Dalam keadaan berbaring dan lutut
dilipat, kedua lutut seharusnya sama tinggi. Bila terdapat dislokasi panggul, maka lutut pada pada
tungkai yang bersangkutan akan terlihat lebih rendah.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat osifikasi sendi
baru tampak pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga pemeriksaan ini hanya
bermanfaat pada umur 6 bulan atau lebih. 2,4
Rontgen Pelvis
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis
horizontal Hilgenreiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton.
Keterangan:
Garis Hilgenreiner adalah garis horizontal yang melintasi tulang rawan tri-
radiatum.
Garis Perkin adalah garis vertikal yang berjalan melalui aspek lateral dari
asetabulum. Tepi asetabulum pada bayi masih merupakan tulang rawan
Garis Shenton adalah garis yang melewati arkus antara tepi atas foramen
obturator dan bagian medial leher femur. Garis ini akan terpotong bila
terdapat dislokasi panggul.
Gambar 2.9. (a), (b), (c) Gambaran rontgen pelvis memperlihatkan Congenital Dislocation of the Hip
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan
panggul dengan foto rontgen. Pada bayi baru lahir, asetabulum dan kaput
femoris dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada foto polos biasa tidak
terlihat. Dengan pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3
bulan, hubungan antara kaput femoris dan asetabulum dapat diamati. 7,8,9
Persiapan pemeriksaan pada USG:
1. Persiapan pasien
Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada bayi
pemeriksa).
Bayi boleh diposisikan secara dekubitus dengan meletakkan bantal di
punggungnya.
Jika bayi memakai popok, popok dibuka supaya dapat di skaning
2. Teknik Skanning
2.10. Gambaran USG panggu normal pada anak (kanan). Gambaran DDH (kiri).
2.7.
a.
Tatalaksana2
3-6 bulan pertama
Tersedia USG. Setiap anak baru lahir dan infan yang memiliki resiko tinggi
normal, maka tidak membutuhkan terapi, tetapi anak harus tertap di observasi
selama 3-6 bulan. Apabila ditemukan displasia asetabulum atau ketidakstabilan
panggul, panggul di bebat dengan posisi fleksi dan abduksi. Dilakukan skaning
berulang dengan USG sampai diperoleh stabilitas dan gambaran anatomi yang
Apabila
b.
telah dilakukan terapi awal, atau anak baru memperlihatkan gejala dikemudian hari
karena dislokasi yang tidak terdeteksi, panggul harus direduksi dengan metode
tertutup. Apabila diperlukan, dapat dilakukan operasi. Reduksi dipertahankan
sampai perkembangan asetabulum memuaskan.
Reduksi tertutup. Reduksi tertutup dapat digunakan pada anak setelah usia 3
bulan. Dilakukan dibawah anastesi umum dengan menggunakan arthrogram untuk
mengkonfirmasi reduksi yang konsentrik. Cara ini ideal tetapi mempunyai resiko
rusaknya pasokan darah pada kaput femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk
mengurangi resiko neksrosis avaskular, reduksi harus dilakukan berangsur-angsur
dimana traksi dilakuan secara vertikal pada kedua kaki. Secara berangsur-angsur
abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua kaki terentang lebar-lebar.
Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil dan dicek dengan rontgen
pelvis.
Apabila terjadi kegagalan pada taha reduksi konsentrik dengan metode reduksi
tertutup, diperlukan operasi terbukapad usia 1 tahun. Panggul harus stabil dalam
posisi abduksi yang aman, yang dapat ditingkatkan dengan tenotomi aduktor
tertutup.
Pembebatan. Pembebatan panggul yang direduksi secara kosentrik ditahan
dalam suatu spika gips dalam keadaan 60 fleksi, 40 abduksi, dan 20 rotasi
internal. Setelah 6 minggu, spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi
tetapi memungkinkan pergerakan. Pelvic harness atau gips lutut dengan batang
melintang dapat digunakan. Bebat ini dipertahankan 3-6 bulan lagi dan diperiksa
dengan rontgen untuk memastikan kaput femoris tereduksi secara kosentrik dan
atap asetabulum berkembang dengan normal.
Operasi. Apabila konstentrik reduksi tidak dapat dicapai, operasi terbuka
dibutuhkan.
c. Dislokasi menetap 18 bulan 4 tahun
Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup jarang tercapai. Dokter bedah
kebanyakan lebih memilih dilakukannya arthrography dan reduksi terbuka.
Traksi. Meskipun reduksi tertutup tidak mencapai hasil yang diinginkan,
periode traksi (apabila dibutuhkan dikombinasikan dengan psoas dan adduktor
tenotomi) mungkin membantu dalam melonggarkan jaringan dan menurunkan
kaput femoris berhadapan dengan asetabulum.
Arthrography. Arthrogram dapat memperjelas struktur anatomi panggul dan
menunjukkan adanya displasia asetabulum.
Operasi. Kapsul sendi dibuka secara anterior, setiap kapsul yang tidak
diperlukan dibuang untuk pengurangan termasuk ligamentum teres yang hipertrofi
dan ligamentum asetabular transversus dan kaput femoris ditempatkan pada
asetabulum. Biasanya diperlukan osteotomi derotasi femur. Pada saat yang
bersamaan, 1 cm segmen dapat di buang dari femur proksimal untuk mengurangi
tekanan pada panggul.
Pembebatan. Setelah operasi, dilakukan pembebatan dengan spika gips
selama 3 bulan dan kemudian dibiarkan tidak disanggah untuk memungkinkan
pemulihan gerakan selama 1-3 bulan. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan
radiologis sampai tercapai maturitas tulang.
d. Dislokasi menetap lebih dari 4 tahun
Reduksi dan stabilisasi menjadi sangat sulit dengan bertambahnya usia.
Namun, pada anak usia 4-8 tahun terutama apabila dislokasi terjadi unilateralmasih dapat diusahakan. Perlu diingat bahwa terjadi peningkatan angka nekrosis
avaskular dan kekakuan panggul sebesar 25%.
Dislokasi Unilateral. Pada anak diatas usia 8 tahun, biasanya panggul dapat
digerakan dan rasa nyeri hanya sedikit. Kondisi ini tidak memerlukan terapi,
walaupun terjadi gangguan keseimbangan. Apabila reduksi dilakukan, diperlukan
operasi terbuka dan rekonstruksi asetabulum.
Dislokasi Bilateral. Deformitas dan waddling gait simetris sehingga tidak
terlalu tampak adanya kelainan. Resiko dari operasi juga semakin besar karena
kegagalan pada satu sisi dapat menjadikannya deformitas yang tidak simetris. Oleh
karena itu, biasanya dokter bedah menghindari operasi pada usia diatas 6 tahun
kecuali terasa nyeri yang amat sangat di daerah panggul atau deformitas yang
terjadi memang berat. Pasien yang tidak diterapi dapat berjalan dengan tergoyanggoyang, atau bahkan tidak menimbulkan gejala yang berarti.
2.8.
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin dapat terjadi, termasuk redislocation,
kekakuan panggul, infeksi, kehilangan darah dan kemungkinan nekrosis paling
berat dari kaput femur. Tingkat nekrosis kaput femur bervariasi, pada penelitian ini
rentang tingkat dari 0% sampai 73%. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
abduksi ekstrim, khususnya dikombinasikan dengan ekstensi dan rotasi internal,
menghasilkan nekrosis avaskular yang lebih tinggi kecuali dikoreksi segera setelah
lahir, penekanan abnormal menyebabkan malformasi perkembanga tulang paha
dengan gaya berjalan pincang. Jika kasus kelainan panggul developmental
terlambat
diobati,
anak
akan
memiliki
kesulitan
berjalan
yang
dapat
mengakibatkan rasa sakit seumur hidup. Selain itu jika kondisi ini tidak diobati
posisi pinggul abnormal akan memaksa asetabulum untuk mencari posisi lain
untuk menampung kaput femur.2,7,8
2.9.
Prognosis
Secara keseluruhan, prognosis terapi displasia panggul pada anak sangat baik.
Khususnya apabila displasia diketahui sejak dini dan ditatalaksana dengan terapi
tertutup. Apabila terapi tertutup tidak berhasil dan reduksi terbuka diperlukan,
prognosisnya menjadi kurang baik, walaupun hasilnya terlihat memuaskan dalam
jangka waktu pendek. 7
Prognosis pasien dengan displasia unilateral lebih baik dibandingkan displasia
bilateral. Displasia bilateral membutuhkan terapi yang lebih rumit dan sering
terjadi keterlambatan diagnosis. Angka kejadian nekrosis lebih tinggi pada grup
displasia bilateral, tetapi perbedaan ini disebabkan oleh umur yang lebih tua dan
derajat dislokasi panggul yang lebih besar sebelum operasi. Hasil klinis setelah
operasi pada anak dengan dislokasia panggul bilateral lebih buruk karena hasil
yang seringkali asimetris.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Dejong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005
2. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi ke-7. Jakarta:
Widya Medika; 1995