BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat bulan, kehamilan
lewat waktu, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau
pascamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata
(Prawiroharjo, 2009 : 686).
Kehamilan postterm berpengaruh pada janin. Dalam kenyataannya kehamilan serotinus
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang
dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam
kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Sementara itu resiko bagi ibu
dengan kehamilan serotinus dapat berupa partus lama, inersia uteri, dan perdarahan pasca
persalinan ataupun tindakan obstetric yang menigkat (Prawiroharjo, 2009 : 686).
Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor penyebab langsung dan
faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung
penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3 (tiga) Terlambat dan 4 (empat)
Terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, aborsi 5%, dan lain-lain 27%, yang didalam terdapat juga
penyulit pada masa kehamilan dan penyulit pada masa persalinan (Departemen Kesehatan RI,
2010).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada serotinus di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang pada tahun 2011 sebanyak 213 kasus dan pada tahun 2012
mengalami peningkatan kejadian Hamil dengan serotinus sebanyak 223 kasus (Rekam Medik
RSUD Kota Semarang, 2013). Pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan Maret sudah
mencapai 73 kasus (Poli Obsgyn RSUD Kota Semarang, 2013).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara benar dan tepat pada pasien
dengan kehamilan serotinus
b. Tujuan Umum
1) Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar kehamilan
2) Mahasiswa mampu memahami definisi serotinus
3) Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi serotinus
4) Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinis serotinus
5) Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologis serotinus
6) Mahasiswa mampu memahami tentang pathway serotinus
7) Mahasiswa mampu memahami tentang komplikasi serotinus
8) Mahasiswa dapat memahami tentang pemeriksaan penunjang serotinus
9) Mahasiswa dapat memahami tentang penatalaksanaan serotinus
10) Mahasiswa dapat memahami tentang pengkajian keperawatan serotinus
11) Mahasiswa dapat memahami tentang diagnosa dan intervensi keperawatan serotinus
BAB II
LANDASAN TEORI
e)
2)
a)
b)
c)
d)
Keluhan kencing.
Tanda kemungkinan hamil
Tanda Hegar yaitu perlunakan pada daerah isthmus uteri.
Tanda Goodells yaitu serviks terasa lebih lunak.
Tanda Chadwick yaitu dinding vagina mengalami warna kebiru-biruan.
Tanda Mc Donald yaitu fundus uteri dan serviks bisa dengan mudah difleksikan satu sama
e)
f)
g)
3)
a)
b)
c)
d)
b) Status gizi
Kebutuhan status gizi yang penting untuk ibu hamil yaitu asam folat, protein, zat besi (Fe),
kalsium, energi, pemberian yodium, pemberian zinc, magnesium, dan minyak ikan.
c) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi ibu hamil ada dua macam yaitu :
Internal, meliputi kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat, tidak percaya diri,
perubahan penampilan, perubahan sebagai orang tua, sikap ibu terhadap kehamilannya, takut
-
terhadap persalinan.
Eksternal, meliputi support mental, broken home, kasih sayang.
Masa post kehamilan adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu dan masa
kehamilan 249 hari dari kehamilan normal (May A. K. & Mahl Meister. R. M. 2009).
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu
(Hanifa, 2002).
Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42
minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia kehamilan
(dengan rumus Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83).
Rumus Neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7,
bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi (2010 : 11).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kehamilan serotinus adalah kehamilan yang lewat waktu
lebih dari 42 minggu belum terjadi persalinan yang bisa berpengaruh pada janin dapat
meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor yang bisa
menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini
sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara lain sebagai
berikut :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga
bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang
pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar
hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Sarwono
Prawirohardjo, 2009: 687).
6. Kurangnya air ketuban.
7. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
E. Manifestasi Klinis
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif
2. kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
3. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
4. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan
pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka
akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri, dan pendarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas
pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang
berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam
kandungan, kesalahan letak, distosai bahu, janin besar, moulage.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998) adalah :
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
4. Verniks kaseosa di bidan kurang.
5. Kuku-kuku panjang.
6. Rambut kepala agak tebal.
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
F. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol dan
plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat
janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi
dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan O 2 menurun
menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia
sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan
abnormal jantung janin (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I, 2011 & Mochtar R, 2009).
G. Pathway
Terlampir
H. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri
dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
a)
b)
c)
d)
a) kelainan kongenital.
b) sindroma aspirasi meconium.
c) gawat janin dalam persalinan.
d) bayi besar (makrosomia).
e) pertumbuhan janin terlambat.
f)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2.
Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan pemeriksaan
antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus uteri, mulainya gerakan janin
maka sangat membantu diagnosis.
3.
Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan jumlah air
ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur,
bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
6.
Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion sintesis baik
transvaginal mau pun trans abdominal.
7.
Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
kekeruhan oleh mekonium.
8.
Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin karena insufisiensi
plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap kontraksi uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).
J. Penatalaksanaan
1.
Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaikbaiknya.
2.
Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang. Ini melengkapi
pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui
tahap pertama kerja.
b) Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim.
c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala dalam
hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di dalam vagina
posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.
d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan biasanya lebih
keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat.
Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang lebih tua.
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi antara individu.
Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan
rahim, dan karena itu memungkinkan peningkatan kelahiran spontan.
0
0
0-30%
-3
Keras
Posterior
1
1
40-50%
-2
Sedang
Tengah
2
3-4
60-70%
-1
Lunak
Anterior
3
5-6
80%
+1+2
Sangat lunak
Anterior
2) Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya mengandung 10-20 unit
ekuivalen dengan 10.000-20.000 mU dicampur dengan 1000 ml larutan Ringer Laktat,
masing-masing menghasilkan konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml.
Tabel 2.2 Regimen Oksitoksin pada Induksi Persalinan
Kenneth J. Laveno
Skore
Pembukaan
Pendataran
Station
Konsistensi
Posisi Os
0
0
0-30%
-3
Keras
Posterior
1
1
40-50%
-2
Sedang
Tengah
2
3-4
60-70%
-1
Lunak
Anterior
3
5-6
80%
+1+2
Sangat lunak
Anterior
7)
8)
Persalinan per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor DJJ, induksi
persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi dan belum ada tanda hipoksia
intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan jangan melebihi 2 m U/ menit atau di naikkan dengan
interval < 30 menit, amniotomi pada fase aktif, infus intraamniotik dengan 300 - 500 mL
NaCl hangat selama 30 menit yaitu untuk mengatasi.
Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap neonatus dan dilanjutkan
resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.
6)
Segera setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap kemungkinan hipoglikemia,
hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
9) Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin serotinus sehingga
setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di Rumah Sakit.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan, menurut
Wildan (2009 : 34) adalah :
a)
Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan.
c)
d) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan riwayat kesehatan
keluarga, juga riwayat alergi dan pengobatan.
e) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah, usia
pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa jumlah anaknya.
f)
Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi (menarce), siklus,
lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna
darah, dismenorea, flour albus dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta
tanggal kelahiran dari persalinan.
sekarang, untuk mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa menjadi acuan dalam pemberian
asuhan, menurut Prawiroharjo (2008 : 414).
h) Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat badan sebelum dan
sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana, berapa kali dan keluhannya apa, suntik TT
berapa kali, obat-obatan yang pernah dikonsumsi apa saja, gerakan janin yang pertama pada
usia kehamilan berapa bulan dan gerakan sekarang kuat atau lemah, kebiasaan ibu dan
keluarga yang berpengaruh negatif terhadap kehamilannya.
i)
Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat kontrasepsi atau tidak,
berapa lama menggunakannya, alas an mengapa ibu menggunakan alat kontrasesi tersebut,
dan mengapa ibu menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut, menurut Huliana (2007 :
76-77).
j)
Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola aktivitas pekerjaan, pola
istirahat, personal hygiene, pola seksual, menurut Muslihatun (2009 : 137).
k)
2. Data Obyektif
Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik,
pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil laboratorium seperti VDRL, HIV,
pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG yang dilakukan sesuai dengan beratnya masalah.
Data yang telah dikumpulkan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian
dilakukan pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang
lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari pengolahan data adalah untuk
menunjukkan fakta berdasarkan kumpulan data. Data yang telah diolah dianalisis dan
hasilnya didokumentasikan.
1) Pemeriksaan Umun
a) Keadaan Umum (KU)
Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (Kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran
yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi), koma (tidak
dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau rangsangan apapun, reflek pupil
terhadap cahaya tidak ada).
c) Tanda-tanda Vital (TTV)
Pada pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan darah, nadi, respirasi, dan
suhu.
d) Berat Badan (BB)
Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram (Buku Panduan Praktik Klinik
Kebidanan).
e) Tinggi Badan (TB)
Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter, menurut Saminem (2009 :
23).
f)
2) Pemeriksaan fisik / Status Present adalah pemeriksaan kepala, muka, mata, hidung, telinga,
mulut, leher, ketiak, dada, abdomen, punggung, genetalia, ektermitas atas dan bawah, anus.
3) Pemeriksaan khusus obstetric, menurut Hidayat (2008 : 142-145)
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembengkakan
pada wajah dan ekstermitas, pada perut apakah ada bekas operasi atau tidak.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang berguna untuk
memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak, pemeriksaan abdomen yaitu memeriksa
Leopold I, II, III, dan IV.
c) Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan kehidupan janin. DJJ mulai
terdengar pada usia kehamilan 16 minggu. Dengan dopler DJJ mulai terdengar usia
kehamilan 12 minggu. Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaitu 120-160x/menit.
3. Pemeriksaan penunjang, menurut Muslihatun (2009 : 141) :
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, dan penyakit yang menyertai
kehamilan, besalin dan nifas. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya :
memeriksa hemoglobin, golongan darah, rubella, VDRL / RPR dan HIV. Pemeriksaan HIV
harus dilakukan persetujuan ibu hamil.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus).
NOC :
-
2. Resiko injury / kematian janin berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion, distorsia,
inersia uteri.
Tujuan : resiko cedera pada janin akan berkurang.
NOC :
NIC :
-
Rasional : menentukan letak janin, posisi dan presentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor
-
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas,
desquamasi epitel.
NOC:
-
Pain level
Pain control
Confort level
Kriteria hasil :
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka post operasi (porte de entre), post
persalinan.
NOC :
Immune status
Knowledge : infection control
Risk control
Kriteria hasil :
Monitor tanda dan gejala infeksi pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko.
Batasi pengunjung bila perlu.
Pertahankan teknik isolasi.
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.
Berikan terapi antibiotic bila perlu.
7.
Circulasi ststus
Tissue perfusion
Kriteria hasil :
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2010. Semarang
Freddy
Panjaitan.
2012.
Kehamilan
serotinus.
(https://
freddypanjaitan.
wordpress.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.