Written by Hilman
Thursday, 15 September 2011 01:54
FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
I. DEFINISI
Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra
dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma.Pada
osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti
terjatuh pada kamar mandi, bersin atau mengangkat bebean yang berat5.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG BELAKANG
Vertebra manusia terbentuk oleh dua jenis tulang yaitu tipe kortikal dan kalselus.
Tulang kortikal menutupi bagian luar vertebra dan mencakup sekitar 80% masa
tulang. Tulang kalselus berada pada bagian dalam dan mengisi 20% masa tulang
vertebra. Tulang kalselus memberikan bentuk arsitektur dan komponen structural
dari vertebra5.
Proses remodeling tulang merupakan proses normal dari aktifitas osteoklas
(menghancurkan) dan osteoblas (pembentukan), 10 20% tulang orang dewasa
normal mengalami remodeling setiap tahun. Pada osteoporosis, kehilangan masa
tulang disebabkan oleh karena meningkatnya aktifitas osteoklas dan menurunnya
aktifitas osteoblas. Kehilangan masa tulang merununkan keseluruhan integritas dari
vertebra dengan pengurangan densitas dari pusat tulang kalselus. Begitu juga pada
orang tua, pengurangan masa tulang disebabkan oleh penipisan cakram vertebra
oleh karena proses degenerasi. Penguranagan massa tulang ini akan menyebabkan
ketidakseimbangan dalam menahan beban antar vertebra endplates. Kombinasi
dari pengurangan massa tulang dan kelemahan tulang vertebra akibat proses
penuaan akan mengakibatkan kelainan bentuk dari vertebra5.
III. JENIS FRAKTUR PADA VERTEBRA
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh ligamen
didepan dan dibelakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai
daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas
dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang
hebat , sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi kerumah sakit
penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai :
1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
2. Tulang belakang sendiri
3. Sum-sum tulang belakang1,2.
Mekanisme trauma pada tulang belakang
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada verttebra.
Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen
posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
IV. INSIDENSI
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika
Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang berumur diatas 50
tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki berumur lebih dari 50
tahun menderita osteoporosis berhubungan dengan fraktur. Insidensi fraktur
kompresi vertebra meningkat secara progresif berdasarkan semakin bertambahnya
usia, dan prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%), yang
diukur berdasarkan suatu studi pemeriksaan radiologi. Meskipun hanya sekitar
sepertiga menunjukkan gejala akut, awalnya semua berhubungan dengan angka
yang signifikan meningkatkan mortalitas dan gangguan fungsional dan
psikologis3,4,5.
V. ETIOLOGI
1. Trauma
Trauma merupakan penyebab terbanyak pada pasien yang berusia dibawah 50
tahun, oleh karena itu fraktur yang terjadi lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan sampai usia 60 tahun.
Contoh fraktur yang terjadi akibat trauma adalah frkatur kompresi baji C3 T1 dan
fraktur kompresi baji torakolumbal. Fraktur kompresi baji merupakan suatu cedera
fleksi, korpus terkompresi tetapi lagamen posterior tetap utuh dan fraktur biasanya
bersifat stabil.
2. Posmenopausal osteoporosis
Merupakan penyebab tersering pada wanita yang berumur diatas 60 tahun
3. Keganasan
Semakin bertambahnya usia begitu juga peningkatan resiko terjadinya fraktur
patologis akibat keganasan, dan multiple mieloma, nekrosis avaskular, limpoma
atau metastasis keganasan lain atau adanya infeksi juga ikut berperan. Fraktur
kompresi vertebra terjadi pada 50% sampai 70% pasien dengan multipel myeloma.
4. Osteoporosis sekunder
Beberapa pasien ditemukan memiliiki densitas tulang dibawah nilai normal
berdasarkan usia. Pada kasus ini penyebab sekunder dari kehilangan masa tulang
harus diperhatikan, seperti penggunaan terapi glukokortikosteroid, pengguna
alcohol, hipogonadisme, dan endokrinopati seperti hipertiroid, dan penyakit
chusing, hiperparatiroid, dan diabetes mellitus3,4,5.
VI. GEJALA DAN KONSEKUENSI
Pada sebagian besar kasus, pasien tidak menceritakan adanya trauma yang
signifikan, meskipun mereka kadang-kadang menjelaskan aktifitas yang
meningkatkan tarikan pada tulang belakang, seperti mengangkat jendela,
mengangkat anak kecil dari tempat tidur, atau gerakan melenturkan badan secara
berlebihan. Trauma dengan energi yang besar biasanya ditemukan pada pasien
berusia muda, terutama pada laki-laki dengan densitas tulang yang normal3,4,5.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat
fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur.
Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis
menunjukkan mielopatik fraktur dengan tanda dan gejala nyeri radikuller yang
nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien biasanya
merasa lebih nyaman dengan beristirahat3,4,5.
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri tulang
belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh
karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada
abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan
berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya
kapasitas paru3,4.
Konsekuensi Fraktur Kompresi vertebra
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak, komplikasi jangka
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri, sehingga tandatanda osteoporosis seperti kiposkoliosis akan lebih tampak. Kemudian pemeriksaan
dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai dari atas sampai
kebawah yaitu pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi
mulai dari oksiput sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region
pertengahan torak (T7-T8) dan pada thorakolumbal junction. Tanyakan pasien jika
dirasakan adanya nyeri. Ulangi lagi pemeriksaan sampai benar-benar ditemukan
lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang berhubungan dengan pemeriksaan palpasi
vertebra mungkin disebabkan oleh adanya fraktur kompresi vertebra3,5.
thorakoloumbal yang biasa terkena adalah T8,T12,L1, dan lumbah bagian bawah,
terbanyak pada L43,4,6.
ditemukan adanya edema, fraktur telah sembuh dan rasa nyeri yang timbul bukan
berasal dari fraktur4,6.
ginjal, dan penyakit jantung kongestif meningkat secara signifikan pada pasien usia
lanjut3
c. Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai
efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien
dengan nyeri tulang akibat metastasis. Aktifitas analgetik dari calcitonin yaitu
dengan meningkatkan kadar endorphins dalam plasma. Penelitian Yoshimura dan
Lyritis dan Trovas menunjukkan bahwa kalsitonin bekerja melalui reseptor-reseptor
serotonergik pada medulla spinalis. Pada fraktur kompresi vertebra yang
disebabkan oleh osteoporosis, calcitonin juga menghambat fungsi dari osteoklast,
sehingga mencegah terjadinya penyerapan tulang3,4.
d.
Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan
pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada kolumna anterior dan
rangka tulang belakang3,6.
Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai
tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang tersedia untuk pengobatan. Karena
sebagian besar fraktur kompresi terjadi pada daerah torakolumbal, sebagian besar
ortosis dibuat beradasarkan area tersebut pada tulang belakang.
Thorakolumbosacral orthosis (TLSO) tipe shell tipe braces digunakan untuk
memberikan stabilitas selama rotasi, fleksi dan ekstensi. Jenis ini sangat berguna
dalam pengobatan oleh karena fraktur akibat energy yang besar, fraktur multiple
dan kiposis berat. Karena ortose didesain dengan pembungkus plastik, harganya
mahal dan pasien kadang-kadang mengeluhkan adanya gatal dan berkeringat
dibawah ortose. Tipe Boston sangat mirip dengan tipe shell tetapi lebih lembut
karena terbuat dari plastic semi fleksibel.3,6
tulang belakang dimana berlawanan dengan kiposis. Jenis ini kurang , lebih nyaman,
dan lebih murah dibandingkan dengan jenis shell type, tetapi terkadang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan karena dapat menyebabkan terjadinya skoliosis.
Jenis terakhir dari ortose adalah semi-rigid thoraco-lumbal corset beserta penahan
bahu untuk menahan ektensi vertebra. Bracing yang dilakukan pada waktu yang
cukup lama dapat menyebabkan instabilitas yang tidak diinginkan pada tulang
belakang akibat kehilangan masa otot dan latihan fisik dibutuhkan dalam terapi
koservatif3,6.
e. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau
computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang
yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan megurangi
rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur ini tidak
dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang3,4,5,6,7.
Komplikasi terjadi kurang dari 10% pasien antara lain berupa radikulopati, infeksi
dan kompresi medulla spinalis. Pada saat semen diinjeksikan dibawah tekanan
tinggi, kebocoran ke bagian luar vertebra sering terjadi pada 50% - 67% pasien.
Kebocoran methylmethancrylate pada ruang epidural dapat menyebabkan
terjadinya defisit neurologis. Komplikasi lain yang sering terjadi adalah kebocoran
semen dari vertebra ke otot paravertebra, dapat menyebabkan nyeri yang hebat.
Jika semen bocor sampai ke aliran darah vena, dapat menyebabkan reaksi toksik.
Jika semen masuk sampai ke vena cava inferior, dapat terjadi emboli paru.
Bagaimanapun juga komplikasi-komplikasi tersebut dapat diminimalisir dengan
menggunakan venography ketika menginjeksi semen dan menggunakan dosis yang
kecil3,4,5,6,7.
sampai mencapai tekanan maksimum, atau volume balon meningkat atau adanya
kontak dengan dinding kortikal. Kemudian balon dikempeskan dan dikeluarkan.
Kemudian semen tulang (methylmetacrylate) dimasukkan pada ruang yang
dibentuk oleh balon dibawah tekanan rendah. Sekitar 3,5 sampai 8,5 ml semen
dimasukkan pada tulang vertebra. Tekanan semen dijaga tetap konstan untuk
mencegah semen keluar dari kanul3,4,7,9.
.
Daftar Pustaka
1. Apley, Graham. Solomon, Louis. Cedera Spina. Dalam: Buku Ajar Ortopedi dan
Fraktur Sistim Apley. Edisi ke-7. Widya Medika. Jakarta.
2. Rasjad, Chairuddin. (2007). Trauma Pada Vertebra, dalam Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi.. Edisi ke-3. Yarsif Watampone. Jakarta
3. Mazanec Daniel J, et. Al, 2003. Vertebral Compression Fracture : Manage
aggressively to Prevent sequel. Cleveland clinic Journal of Medicine. Disitasi pada
tanggal 26 april 2010 dari: http://www.ccjm.org/content/70/2/147.full.pdf
4. Brunton Stephen, et al, (2005). Vertebral compression fractures in primary care.
The Journal of Family Practice. Disitasi pada tanggal 26 april 2010 dari :
http://www.jfponline.com/uploadedFiles/Journal_Site_Files/Journal_of_Family_Practice/
supplement_archive/VCF_0905.pdf
5. Hanna Jim, Letizia Marijo, (2007). Kyphoplasty: A Treatment for Osteoporotic
Vertebral Compression Fractures. Nursing Journal Center. Disitasi pada tanggal 26
april 2010 dari : http://www.nursingcenter.com/library/journalarticle.asp?
article_id=755899
6. Babb Aron, Carlson Walter O (2006). Vertebral Compreesion Fractures :
Treatment and Evaluation. Disitasi pada tanggal 26 April 2010 dari :
http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/75/891/207.pdf
7. Anonim, (2007). Baloon Kypoplasty as a treatment for Vertebral Compression
Fractures. The California Technology Assessment Forum. Disitasi pada tanggal 26
April 2010 dari. http://www.ctaf.org/UserFiles/File/2009%20June%2017/Kyphoplasty
%20final%20draft2.pdf
8. Reiter Timothy, (2009). Vertebral Fracture. E-medicine. Disitasi pada tanggal 29
April 2010 dari : http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview
9. Rabinov D. et al (2004). Balloon Kyphoplasty for Vertebral Compression Fracture
Using a Unilateral Balloon Tamp Via a Uni-Pedicular Approach: Technical Note. Pain
Physician Journal. Disitasi pada tanggal 29 april 2010 dari :
http://www.painphysicianjournal.com/2004/january/2004;7;111-114.pdf
10. Argenson C. et al, 1997. A Scema For The Classification Of A Lower Cervical
Spine Injuries. Maitrise Orthopedique. Disitasi pada tanggal 29 april 2010 dari
:http://www.maitrise-orthop.com/viewPage_us.do?id=86
11. Anonim, 2009. Osteoporosis of the thoracolumbar and lubar spine. EuroSpine,
the Spine Society of Europe. Disitasi pada tanggal 29 april 2010 dari :
http://www.eurospine.org/f31000239.html