PENDAHULUAN
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan dan pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainankelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubunubun.
Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk
kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua
umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus
infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan
subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara
internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar
100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negaranegara lain masih sedikit. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh
karena herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi
batang otak dan sistem pernapasan.
Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Penyebab hidrosefalus
salah satunya adalah bakteri. Pada daerah perkotaan yang padat penduduk, memungkinkan
terjadi penyebaran bakteri dengan cepat salah satunya bakteri yang menyebabkan
hidrosefalus. Selain itu, pada daerah perkotaan yang padat penduduk masih banyak penduduk
yang tingkat kesejahteraannya rendah. Tingkat kesejahteraan yang rendah dapat
mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi pada ibu hamil juga mrmpengaruhi
perkembangan janin. Pada ibu dengan nutrisi yang kurang, maka perkembangan janin pun
akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti hidrosefalus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-bangunan dimana
CSS berada. Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.
1. Ventrikel lateralis Ada dua, terletak didalam hemispherii telencephalon. Kedua
ventrikel lateralis berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen
interventrikularis (Monro).
2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius) Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya
dibentuk oleh thalamus dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus
opticus dan infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan
recessus pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV
melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii (aquaductus cerebri).
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus) Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa
rhomboidea antara cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus
lateralis pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka,
muara lateral ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat
apertura mediana Magendie.
4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis Saluran sentral korda spinalis:
saluran kecil yang memanjang sepanjang korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal.
Diatas, melanjut ke dalam medula oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel
IV.
5. Ruang subarakhnoidal Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan
piamater.
2.2
Definisi
Hidrosefalus
adalah
akumulasi
yang
berlebihan
dari
cairan
serebrospinal
(Cerebrospinal fluid) didalam kepala (sistem ventrikel) yang disebabkan oleh kelainan pada
proses pembentukan, aliran dan absorpsi dari cairan tersebut; walaupun pada kasus
hidrosefalus ekternal pada anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga arachnoid. Ada
beberapa istilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan hidrosefalus. Hidrosefalus interna
menunjukan adanya dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukan adanya
pelebaran subarachnoid diatas korteks. Hidrosefalus komunikan keadaan dimana ada
hubungan antara sistem ventrikel dan ringga subarachnoid; sedangkan hidrosefalus
nonkomunikan merujuk kepada adanya blok pada sistem ventrikel ataupun salurannya ke
rongga sub arachnoid.
Hidrosefalus obstriktif menjabarkan adanya obstruksi pada aliran likuor, yang
ditemukan pada sebagian besar kasus. Berdasarkan onsetnya dibedakan menjadi akut ( dalam
beberapa hari), subakut (meninggi) dan kronis (dalam beberapa bulan-tahun). Berdasarkan
gejalanya diedakan menjadi simptomatik dan asimptomatik.
2.5 Etiologi
Sebab-sebab Prenatal
Sebab ini yang bertanggung jawab terhadap hidrosefaluskonginetal yang timbul inutero dan berkembang baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab ini mengcangkup
6
malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Sebagian besar
kasus tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut hidrosefalus idiopatik.
1. Stenosis Akuaduktus Sylvius akibat Malformasi
Hal ini menyebabkan 10% insidensi
stenosis akuaduktus, kerusakan rongga subarachnoid dan parenkim otak. Selain itu infeksi
virus sitomegalik juga dapat menyebabkan arakhnoiditis basalis.
7. Lesi destruktif akibat iskemia berat dapat menyebabkan hidrosefalus walaupun jarang
terjadi.
8. Hidrosefalus genetic atau familial.
Tujuh persen kasus pada laki-laki merupakan hidrosefalus x-libked (sindroma Briker
Adam) yang diturunkan secara resesif. Kelainan ini dicirikan stenosis akuaduktus dan
retardasi mental yang berat. Hidrosefalus dapat juga dijumpai pada kelainan kromosom
8,9,13,15,18 atau 21.
Sebab-sebab Postnatal
1. Lesi massa
Merupakan 20% kasus pada anak-anak. Ekspansi masa meningkatan resistensi aliran
likuor. Sebagian besar lesi berada pada fosa posterior (astrositoma, meduloblastoma,
ependimoma, tumor batang otak yang ektopik ke dorsal). Tumor lain yang dapat sebabkan
hidrosefalus walaupun jarang adalah tumor pineal, glioma mesensefalon, tumor ventrikel
III . kistra arachnoid dan kista neuroepiteal merupaka kelompok lesi masa kedua
terbanyak yang sebabkan hidrosefalus.
2. Perdarahan
Perdarahan yang terjadi akibat berbagai macam sebab seperti prematuritas, cedera
kepala, rupture malformasi vaskuler dapat sebabkan gangguan hidrosefalik likuor. Pada
stadium akut pembentukan fibrin dan bekuan darah daoat menyumbat aliran likuor pada
saluran yang relative sempit seperti rongga arachnoid, vili arachnoid. Padda stadium kronis
yang terjadi adalah fibrosis leptomeningeal.
3. Meningitis.
Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat fibrosis
leptomeningeal atau inflamasi akuaduktus. Hidrosefalus yang terbiasa multilokulasi hal ini
disebabkan keiktsertaan parenkim otak.
Komunikans
Lesi kongenital
Stenosis Akuaduktus
Malformasi Arnold Chiari
Atresia for Luskha dan Mengendi-kista Dandy Ensefalokel
Walker
Lesi massa
Inflamasi leptomeningeal
Tidak adanya granulasi arakhnoid (konginetal)
Lesi Acquired
Inflamasi leptomeningeal
Gliosis akuaduktus
Inflamasi dan skar ventrikuler
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan:
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
9
pada aliran CSS tetapi villusarachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala-gejala peningkatan
ICP).
2. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat
aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah
pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya
diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi
tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun
bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem
ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system
ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anakanak dibawah usia
1218 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tandatanda dan gejala
gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung
terdapat pemisahan /separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrosefalus bertekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Di tandai pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala gejala
dan tanda tanda lainnya meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini
berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, meningitis; pada
beberapa kasus (kelompok umur 60 70 tahun) ada kemungkinan ditemukan hubungan
tersebut.
2.7 Gambaran klinis
Gejala dan tanda bervariasi sesuai dengan umur penderita. Gejala paling umum pada
pasien dibawah usia 2 tahun adalah pembesaraan abnormal yang progresif dari ukuran
kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih
besar dari dua deviasi standar diatas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya.
Makrokrania biasanya disertai dengan empat gejala hipertensi intracranial lainnya yaitu:
11
1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Dimana pada keadaan normal tampak datar atau
bahkan sedikit cekung pada posisi berdiri (tidak menangis)
2. Sutura cranium tampak atau teraba melebar
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena superficialis menonjol. Perkusi kepala
terasa seperti kendi rengat (cracked pot sign)
4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Tampak kedua bola mata
deviasi kebawah dan kelopak mata tertarik keatas. Esotropia akibat parese n. VI dan
kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan diplopia dan menyebabkan bayi
memiliki resiko amblyopia
Gejala peningkatan TIK biasa lebih jelas pada anak dibandingkan bayi. Gejala tersebut
mencangkup:
1.
2.
3.
4.
5.
Nyeri kepala
Muntah
Gangguan kesadaran
Gangguan okulomotor
Gangguan pada batang otak akibat herniasi tonsiler pada kasus lanjut (bradikardia,
aritmia respirasi)
Gejala lainnya adalah spastisitas yang biasanya pada ekstremitas inferior (konsekuensi
peregangan traktus piramidalis sekitar ventrikel lateral yang berdilatasi) dan berlanjut sebagai
gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan pituitary stalk oleh
dilatasi ventrikel.
12
sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
2. CT Scan
Yang menjadi penunjang terpilih pada kasus-kasus hidrosefalus
adalah CT scan
dimana sistem ventrikel dan seluruh isi intracranial dapat terlihat jelas dan terperinci, serta
memperkirakan prognosa kasus kedepan. Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering
menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari
semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
3.
MRI
MRI
sebenarnya juga
merupakan pemeriksaan terpilih untuk kasusu-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu
pemeriksaan yang cukuplama sehingga bayi perlu mendapatkan pembiusan. Untuk
mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning
dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
4. Ventrikulografi
13
2.
3.
4.
hematom subdural
Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural
Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.
Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang
5.
6.
Sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangga panjang mengingat efek
gangguan metabolic yang bisa terjadi.
Drainase likuor eksternal dilakukan dengan menanamkan keteter ventrikuler yang
kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan
dilakukan pada penderita yang berpotensi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau penderita
yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah adanya ancaman
kontaminasi likuor sehingga penderita harus berada dalam pengawasan yang ketat. Cara lain
yang mirip adalah punksi ventrikel yang dilaukan berkali-kali untuk mengatasi pembesaran
ventrikel. Penerapannya harus dipertimbangkan masak-masak seperti pada kasus stadium
akut hidrosefalus pasca perdarahan.
Penanganan Alternatif (selain Shunting)
Tindakan alternative diterapkan khususnya pada pasien yang mengalami sumbatan
pada ventrikel IV misalnya stenosis akuaduktus, tumor fosa posterior, kista arakhnoid.
Penanganan alternative perlu dipikrkan walaupun terkadang lebiih rumit dari pemasangan
shunting, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan yang mendekati normal selalu
lenih baik dari drainase artifisial.
Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi merupakan cara terbaik seperti
pengontrolan kasus intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi masa yang mengganggu aliran
likuor, pembersihan sisa perdarahan dan perbaikan malformasi. Terkadang pada beberapa
kasus harus dilakukan penanganan sementara sebelum ditemukan etiologi hidrosefalus atau
bahkan harus tetap dilakukan shunting karena sebab hidrosefalus yang multifaktorial.
Penetrasi membrane. Penetrasi dasar ventrikel III dilakukan dengan membuat jalan
pintas alternative melalui rongga subarachnoid bagi kasus-kasus stenosis akuaduktus atau
umumnya pada gangguan aliran fosa posterior. Selain memulihkan aliran secara pseudofisiologi, ventrikulostomi III dapat jyga menciptakan tekanan hidroostatik yang uniform
seingga melindungi struktur garis tengan yang rentan terhadap perbedaan tekanan hidrostatik.
Saat ini cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan tektik bedah endoskopi, diamna suatu
neuroendoskop (rigid atau fleksibel) diamsukan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis
tengah) kedalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi melalui
pleksus Khoroid dan vena sptalis serta vena talamostriata) masuk kedalam ventrikel III. Batas
ventrikel dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan a. basilaris, dorsum
15
sela dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga
terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpendikularis. Lubang ini dibuat
dengan laser, monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.
Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan terjadi
penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili
arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus
yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-intraventrikular dan meningitis
TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan
atau kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation)
Cara:
a. LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3 atau L3-
4 dan
17
Atrofi otak
Herniasi otak yang dapat berakibat kematian.
infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius
lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan
ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,
perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.
2.12 Hidrosefalus Normotensif
Hidrosefalus tipe ini adalah kasus dilatasi ventrikel namun tekanan likuor
serebrospinalnya normal. Diagnostic bukan merupakan suatu masalah bila penyakit ini
dijumpai pada keadaan pasca perdarahan subarachnoid. Namun bila dijumpai tanpa faktor
penyebab pendahulu terkadang sulit dibedakan dengan Alzheimer dimana didapatkan dilatasi
ventrikel dengan TIK normal. Kriteria klinis yang dibuat sebagai patokan terdiri dari trias
gejala yang terdiri dari gangguan berjalan, demensia (melambatnya daya ingat dan reaksi)
dan inkontinesia urine.
Sebagian besar hidrosefalus normotensive tidak diketahui sebabnya (idiopathic). Ada
beberapa sebutan lain seperti: hidrosefalus okulta, demensia hidrosefalik, hidrosefalus lowpressure, Sindroma Hakim, Sindroma Hakim-Adam, dilatasi, abnormalitas berjalan. Yang
menjadi masalah selain diagnostic etiologi adalah kontroversi pemasangan shun dan
prognosisnya. Data kepustakaan melaporkan 60-74% kasus menunjukan perbaikan setelah
dilakukan operasi. Kasus yang memberikan hasil yang baik secara umum adalah kasus-kasus
dimana ada:
1. Gangguan berjalan yang berat (ada korelasi antara dilatasi ventrikel dengangangguan
2.
3.
4.
5.
berjalan ini)
Kelainan dinamik likuor yang disertai dengan peningkatan resistensi aliran
Adanya perbaikan klini setelah punksi lumbal
Pada pemeriksaan CT scan menampakan hipodensitas di daerah periventrikuler
Sulkus otak ,asih tampak sempit
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Darsono dan Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM. (2005). Buku
ajar neurologi klinis. Yogyakarta: UGM Press
2. DeVito E.E., Salmond C.H., Owler B.K., Sahakian B.J., & Pickard J.D. (2007).
Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta
Neurol Scand 2007: 116: pages 328332
3. Pople IK. HYDROCEPHALUS AND SHUNTS:WHAT THE
NEUROLOGISTSHOULD KNOW.J Neurol Neurosurg Psychiatry 2002;73(Suppl
I):i17i22
4. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 2. EGC, Jakarta
2004. (hal 809-810).
5. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf / Satyanegara; editor L. Djoko Listiono. Ed 3. Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama. 1998.
20