Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH DAN SAYUR
FOAMING
(Psidium guajava)
Disusun Oleh :
Nama
: M Ghaniy Farras N
NRP
: 123020164
Kelompok
:F
Meja
: 05 (Lima)
Tanggal Praktikum : 9 April 2015
Asisten
: Dini Rohmawati

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015

I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan,
(2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1.

Latar Belakang Percobaan


Buah adalah bagian tanaman hasil perkawinan antara putik dan benang

sari. Pada umumnya bagian tanaman ini merupakan tempat biji. Dalam pengertian
sehari-hari buah diartikan sebagai semua produk yang dikonsumsi sebagai pencuci
mulut (desserts) (Muchtadi, 2010).
Setiap macam buah-buahan mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat
tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan waktu
dipanen, kondisi selama pemeraman dan kondisi selama penyimpanan. Umumnya
buah-buahan mempunyai kadar air yang tinggi yaitu 65%-90%, tetapi rendah
dalam kandungan lemak dan protein.
Sari buah merupakan air buah-buahan yang mengandung gula tambahan
atau tidak tetapi belum meragi dan tidak mengandung alkohol. Oleh karena itu,
sumber bahan baku industri sari buah adalah buah-buahan disamping bahan baku
penolong, seperti : gula, zat pengawet, dan stabilizer. Indonesia sebagai negara
yang terletak di daerah tropis menghasilkan berbagai jenis buah-buahan.

1.2.

Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan

foaming sebagai diversifikasi produk pengolahan buah dan untuk memperpanjang


umur simpan.
1.3.

Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan pengikatan sari buah oleh
albumin lalu dikeringkan dan berbentuk seperti tepung.

II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN


Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan,
(2) Alat-alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
2.1.

Bahan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sari buah jambu,

dekstrin, albumin, dan CMC.


2.2.

Alatalat yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah baskom, plastik,

spatula plastik, mixer, tray, gelas kimia, sendok, juicer, cutting board, piring,
saringan, blender, dan pisau.
2.3.

Metode Percobaan

Pencucian

Pengeringan

Penimbangan

Penghancuran

Pengukuran Volume

Pelapisan

Pencampuran

Penggilingan

Pengayakkan

Penimbangan

Pembuatan Foam

Penimbangan

Foaming

Gambar 1. Metode Percobaan Pengolahan Foaming

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Foaming

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan
(2) Pembahasan.
3.1.

Hasil Pengamatan
Berdasarkan penggamatan terhadap pengolahan foaming yang telah

dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengolahan Foaming
No.
Analisa
1 Nama Produk
2 Basis
3 Bahan Utama
4

Bahan Tambahan

Berat Produk

% Lost Product
Organoleptik
7.1. Warna
7.2. Aroma
7.3. Rasa
7.4. Kenampakkan
7.5. Tekstur

Gambar Produk

Hasil
Foaming Jambu
200 gram
Bubur buah (148 gram)
Dekstrin (30 gram)
Albumin (20 gram)
CMC (2 gram)
W Awal (148 gram)
W Bahan Kering (44,5 gram)
W Tepung Halus (42,3 gram)
W Tepung Kasar (1,2 gram)
W Lost Produk (1 gram)
2,25%
Orange kusam
Khas jambu
Asam
Kurang menarik
Halus

(Sumber : Kelompok F, Meja 5, 2015)


3.2.

Pembahasan
Berdasarkan proses pengolahan foaming dengan basis 200 gram dapat

diketahui memiliki berat lost product sebesar 1 gram dengan persen produk
sebesar 2,25% memiliki aroma khas jambu, rasa asam, warna orange kusam,
kenampakkan kurang menarik, dan tekstur halus.
Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan pada pembuatan foaming
melon yaitu trimming, pencucian, penghancuran, penyaringan, pembuihan.
pencampuran, pengocokan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.
Trimming berftujuan untuk memisahkan buah melon dari kulitnya,
kemudian dilakukan pencucian buah melon yang sudah dipisahkan dari kulitnya
untuk menghilangkan resiko kontaminan.
Penghancuran dilakukan untuk menghancurkan buah melon menjadi bubur
buah yang kemudian dilakukan penyaringan untuk menghasilkan bubur bua
jambu untuk pembuatan foaming. Bubur buah yang didapat ditimbang sesuai
dengan basis, kemudian dilarutkan dengan CMC.
Pada proses pembuihan dilakukan pengocokan albumin (putih telur)
sampai berbuih dan kaku sehingga akan memaksimalkan terperangkapnya gas.,
ditandai dengan jika wadah dibalikkan posisinya ia tidak akan tumpah.
Pengocokan yang sangat kuat pada putih telur akan menambahkan
gelembung-gelembung udara sehingga terbentuk busa. Busa putih telur yang
banyak akan dapat diperoleh jika tidak ada lemak dalam campuran itu. Kuning
telur mengandung lemak atau lipida, sehingga pemisahan putih telur dari

kuningnya sangat penting.. Albumin dari putih telur adalah larutan protein yang
akan langsung berbusa jika dikocok. Hasil penelitian menyebutkan bahwa protein
ovomusin, ovoglobulin, dan konalbuminlah yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan busa. Protein akan berada pada permukaan udara-air dari
gelembung udara dan mengalami denaturasi (unfold) untuk mendukung struktur
busa (Hudiyanti, 2009).
Setelah membentuk buih yang kaku kemudian albumin ditambahkan
dekstrin sampai albumin kaku. Pada proses pencampuran dicampurkan antara
buih yang sudah ditambahkan dekstrin dengan campuran CMC yang sudah
dilarutkan dalam sari buah melon sambil dikocok dengan menggunakan mixer.
Setelah pengocokan sampai mengental terbentuklah adonan yang
kemudian dituangkan secara merata dan setipis mungkin diatas tray untuk
dilakukan pengeringan. Waktu pengeringan disesuaikan dengan kering atau
tidaknya bahan. Secara umum waktu pengeringan untuk proses pengolahan
foaming melon adalah 5-6 jam dengan suhu 70oC.
Setelah adonan mongering kemudian dilakukan proses penghacuran
dengan menggunakan blender. Penghancuran ini dimaksudkan untuk mengubah
adonan kering menjadi berbentuk serbuk juga supaya dapat menambah nilai
ekonomis dari produk. Kemudian dilakukan pengayakan untuk menghasilkan
serbuk foaming melon yang berukuran seragam.
Pada proses pembuatan foaming digunakan bahan tambahan albumin
(putih telur), dekstrin dan CMC. Fungsi dari albumin yaitu untuk mengikat bubur
buah sehingga dapat mempercepat proses pengikatan antara partikel bubur buah

dan membentuk busa. Setelah proses pembuihan dilakukan proses pencampuran


antara campuran albumin-bubur buah dengan dekstrin dan CMC.
Fungsi dari dekstrin adalah sebagai pengganti gula. Dekstrin merupakan
hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga melibatkan alkali dan
oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat
dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang
mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan
viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan mempermudah penggunaan
dekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup tinggi ( Dedi, 2012).
CMC atau Carboxy methyl cellulose berfungsi sebagai pengemulsi,
pemantap, dan pengental yaitu bahan tambahan makanan yang dapat membantu
terbentuknya atau memantapkan system dispersi yang homogen pada makanan.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam pangan adalah untuk
memantapkan emulsi dari lemak dan air, sehingga produk tetap stabil, tidak
meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang
kompak.
CMC dapat diganti dengan menggunakan pektin atau agar-agar karena
ketiga jenis tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai bahan pengental,
hanya saja jumlah pemakaian dari tiap bahan tambahan tersebut berbeda.
Protein putih telur yang bersifat mampu membentuk buih. Buih
merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yangapat terbentuk saat
dikocok. Protein globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya

buih, sementara kompleks ovomucin-lysozim, ovalbumin dan conalbumin


mempunyai

kemampuan

membuih

stabil

saat

dipanaskan.

Mekanisme

pembentukan busa adalah dengan pengocokan rantai dalam protein terbuka


sehingga rantai menjadi panjang. Protein-protein ini akan saling bereaksi dan
membentuk lapisan monomolekul yang akan menangkap/menahan udara yang
masuk dan membentuk gelembung-gelembung buih pada pengocokan selanjutnya
sehingga volumenya bertambah dan sifat elastisitasnya berkurang. Warna
gelembung mula-mula hijau kemudian berubah menjadi kekuningan, jernih dan
akhirnya putih kabur. Proses pembentukan buih dimulai pada saat puth telur
dkocok sehingga gelembung udara akan tertangkap oleh putih telur, dan
terbentuklah buih. Selama proses pengocokan akan terjadi peningkatan dan
penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara.
Foaming adalah suatu proses pembentukan busa dengan menjebak
kantong gas dalam cair atau padat, menggunakan putih telur sebagai zat pengikat.
Proses pembuatannya menggunakan metoda pembuihan albumin, pencampuran
zat tambahan (dekstrin dan CMC) serta menggunakan metoda pengeringan
sehingga produk yang dihasilkan berupa bubuk.
Pembuih (Foaming Agent) menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 033 tahun 2012 adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan
berbentuk cair atau padat. Foaming agent dapat didapatkan dari bahan pangan

seperti albumin (Putih telur), milk and cream foams gelatin, lecitin, agar-agar,
sucrose surfactant. Macam foaming agent yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Macam-macam Pembuih / Foaming Agent
No.
1.
2.
3.

Jenis BTP
Gom xanthan (Xanthan gum)
Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose)
Etil metil selulosa (Methyl ethyl cellulose)
Berdasarkan

INS
415
460 (i)
465

pengamatan hasil foaming, bahan dasar yang digunakan

yaitu sari buah jambu merah, dimana mutu dari bahan baku sesuai dengan SNI.
Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari faktor-faktor tertentu seperti sifat
bahan, ukuran bahan,suhu udara, kecepatan aliran udara dan unit pemuatan.
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia atau
stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi protein,
pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah
konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni, 2004).

Suhu optimal untuk pembentukan buih (foam), yaitu 28 30C (suhu


ruang). Pada suhu tersebut, busa (buih) akan lebih mudah terbentuk karena status
protein pada suhu ruang (Winarno, 2002).
Kelebihan dari foaming adalah lebih efisin waktu dan biaya, mutu bahan
tetap terjaga. Kekurangannya adalah bila dibandingkan dengan alat lain, spray
drying lebih efektif.

Jenis buah yang baik untuk foaming yaitu buah yang memiliki kadat air
tidak terlalu tinggi karena buah dengan kadar air yang tinggi akan memperlambat
proses pengeringan dan terkadang membuat warna hasil pengeringan buah
menjadi tidak seragam.
CCP pada foaming adalah pada saat pembuihan, pencampuran,
pengocokan, pengeringan, dan pengayakan.
Pembuihan bertujuan untuk mengikat sari buah. Hal ini dimaksudkan agar
produk yang dihasilkan sesuai. Pada saat pencampuran dan pengocokan hal yang
harus diperhatikan adalah jumlah zat yang ditambahkan dan waktu yang
dibutuhkan untuk membentuk busa secara sempurna, karena dapat mempengaruhi
hasil akhir produk foaming.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling
tua. Pengeringan ataupun dehidrasi adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang terkandung dalam suatu bahan pangan dengan
menggunakan suatu energi panas baik secara konduksi, konveksi serta radiasi.
Jika pengeringan tidak maksimal maka bahan akan lembab dan dapat memacu
pertumbuhan mikroorganisme patogen yaitu jamur dan kapang.
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan
ukuran

tertentu, agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan

atau bentuk komersial


menjadi bahan

yang

diinginkan. Proses pengayakan bahan dibagi

kasar yang tertinggal (aliran atas) dan bahan lebih halus yang

lolos melalui ayakan (aliran bawah). Bahan yang tertinggal hanyalah partikelpartikel yang berukuran lebih besar daripada lubang-lubang ayakan, sedangkan
bahan yang lolos berukuran lebih kecil daripada lubang-lubang itu. Umumnya
dalam praktek sering terjadi penyimpangan dari keadaan ideal ini. Penyimpangan
dapat dinyatakan dalam efisiensi, yaitu perbandingan antara jumlah bahan yang
lolos dalam kenyataannya dan jumlah bahan yang lolos secara teoritik. Efisiensi
selalu lebih kecil dari satu atau kurang dari 100%. Jumlah bahan yang lolos secara
teoritik ditentukan dengan analisis ayakan (Brennan, 1969).
Berdasarkan pada tabel SNI minuman serbuk, produk yang didapatkan
masih memiliki kualitas yang baik dimana sifat organoleptik seperti rasa, bau, dan
warna nya masih normal.

IV KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1.

Kesimpulan
Berdasarkan proses pengolahan foaming dengan basis 200 gram dapat

diketahui memiliki berat lost product sebesar 1 gram dengan persen produk

sebesar 2,25% memiliki aroma khas jambu, rasa asam, warna orange kusam,
kenampakkan kurang menarik, dan tekstur halus.
4.2.

Saran
Praktikan dapat lebih teliti serta lebih cekatan dalam melakukan prosedur

sehingga pengerjaan dapat lebih cepat dan hasil yang didapatkan baik serta proses
pembuatan foam dari albumin harus sempurna karena dapat mempengaruhi
kualitas produk.

DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A.C.C. dan A.J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and sovalbumin contents in eggs coated with whey protein concentrate.
Rev.Bras.Cienc.Avic. Vol 6. No.2. Campinas/Revista Brasileira de Ciencia
Avicola Balbumen foam stability and sovalbumin contents in e 4/9/05.
Brennan, J.G, et. Al, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science
Publishers Limited, London.
Dudi,

(2012),

Dekstrin

Merupakan

Salah

Satu

Produk,

http://dudimuseind.blogspot.com/2008/03/dekstrin-merupakan-salah-satuproduk.html. Akses : 9 April 2015.


Muchtadi, Tien R., (2010), Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, ALFABETA CV,
Bogor
Stadelman, W.J. dan O.J. cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed.
Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc., New York.
Winarno

dan

Koswara.

2002.

Telur:

Pengolahannya. M-Brio Press: Bogor.

Komposisi,

Penanganan

dan

LAMPIRAN TABEL SNI


Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Foaming
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan :
Warna
Normal
Bau
Normal
Rasa
Normal
Padatan terlarut
%, b/b
Min. 10,0/11,0
Gula (Sukrosa)
%, b/b
Maks. 5
Bahan tambahan makanan :
Pengawet
SNI 01-0222-1995
Pewarna tambahan
SNI 01-0222-1995
Cemaran logam :
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0,3
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 5,0
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 5,0
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0/250
Besi (Fe)
mg/kg
Maks. 15,0
Jumlah Cu, Zn, dan Fe
mg/kg
Maks. 20,0
Cemaran arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,2
Cemaran mikroba :
Angka lempeng total
Koloni/ ml
Maks. 2 x 102
Bakteri bentuk Coli
APM/ ml
Maks. 20
E. Coli
APM/ml
<3
Kapang
Koloni/ml
Maks. 50
Khamir
Koloni/ml
Maks. 50
(Sumber : SNI, 1994).

LAMPIRAN PERHITUNGAN
Basis = 200 gram
W awal

: 148 gram

W bahan kering

: 44,5 gram

W tepung halus

: 42,3 gram

W tepung kasar

: 1,2 gram

% Produk tepung halus

W Tepung Halus
x100%
W awal

42,3
x100% 28,58%
148

W Tepung Kasar
x100%
W awal

1,2
x100% 0,81%
148

% Produk tepung kasar

W lost Product

= W bahan kering W tepung halus W tepung kasar


= 44,5 gram 42,3 gram 1,2 gram
= 1 gram

Lost product

W Lost Product

= W berat Kering x100%


1

= 44,5 x100% 2,25%

Anda mungkin juga menyukai