Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

Gangguan Keseimbangan pada Lansia

Pembimbing:
Dr dr Yuda Turana, SpS
Disusun oleh:
Lydia Agustina (2014-061-008 )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
PERIODE 18 AGUSTUS 18 SEPTEMBER 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Gangguan Keseimbangan pada Lansia.
Penulisan karya tulis studi pustaka ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran tentang gangguan
keseimbangan yang dapat terjadi pada lansia. Gangguan keseimbangan merupakan salah satu penyakit

yang sering diderita oleh lansia dan meningkatkan morbiditas seperti jatuh pada lansia.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr dr Yuda Turana, SpS selaku
pembimbing pada penulisan referat ini.
Tentunya saya sadar masih banyak kekurangan dalam karya tulis yang saya susun ini. Oleh karena itu
kritik, saran, dan masukan bagi kemajuan karya tulis saya ini sangat dihargai. Saya terbuka bagi kritik dan
saran yang sifatnya membangun, demi penyempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 10 Juni 2014

Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi

ii

1.Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1


1.2. Perumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi dan Fisiologi Keseimbangan Tubuh 3


2.1.1. Sistem Vestibular 3
2.1.2. Sistem Proprioseptif
2.1.3. SistemVisual

10

11

2.2. Penyebab Gangguan Keseimbangan Pada Lansia


2.2.1. Vertigo

11

12

2.2.2. Presinkop 19
2.2.3. Disekuilibrium

21

2.3. Evaluasi Klinis Gangguan Keseimbangan Pada Lansia


2.4. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Pada Lansia
2.5. Prevensi Jatuh Pada Lansia

3. Kesimpulan dan Saran


3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

26

27

29

30

30

Daftar Pustaka

31

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

24

Gangguan keseimbangan merupakan gangguan yang sering terjadi pada pasien lansia dan
berkontribusi terhadap risiko jatuh dan cidera pada pasien lansia. 1 Sebanyak tujuh belas persen
penyebab jatuh pada pasien lansia diakibatkan adanya gangguan keseimbangan. 2
Keseimbangan adalah keadaan untuk mempertahankan ekuilibrium baik statis maupun
dinamis ketika tubuh diletakan dalam berbagai posisi. Keseimbangan adalah sebuah bagian
penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga tubuh tidak jatuh
walaupun tubuh berubah posisi. Kesimbangan memerlukan input dari sistem visual, vestibular,
dan sistem proprioseptif. Input tersebut akan diolah di otak. Otak akan mengolah informasi dari
sistem sensoris tersebetu dan memberikan output motorik untuk menjaga keseimbangan tubuh. 3,4
Lansia rentan terkena penyakit-penyakit yang mengenai penyakit degeneratif pada sistem
visual, proprioseptif, dan vestibular. Lansia juga mengalami penurunan fungsi pada kekutan, otot,
stabilitas sendi, dan kesehatan kaki yang berfungsi sebagai sitem motorik yang menjaga
kesimbangan. Penurunan fungsi otak sebagi pusat pengatu keseimbangan juga ditemukan pada
lansia.5
Gangguan keseimbangan menimbulkan morbiditas yang tinggi pada lansia.

Untuk

mengurangi morbiditas jatu pada pasien lansia, harus dilakukan skrining mengenai gangguan
keseimbangan pada lansia, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai mengengai gangguan
keseimbangan pada lansia.

1.2.

PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana menegakkan diagnosis dan menentukan tatalaksana gangguan keseimbangan
pada lansia?

1.3.
1.

TUJUAN PENULISAN
Mengetahui anatomi dan fisiologi alat keseimbangan tubuh.
2. Mengetahui penyebab gangguan keseimbangan pada lansia.
3. Mengetahui evaluasi klinis gangguan keseimbangan pada lansia.
4. Mengetahui tatalaksana gangguan keseimbangan pada lansia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KESEIMBANGAN TUBUH


Kesimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagianbagian tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Keseimbangan
tergantung pada input terus menerus dari tiga sistem yaitu sistem vestibular, sistem

proprioseptif (somatosensori), dan sistem visual serta integrasinya di batang otak dan
serebelum.3,4

Gambar1. Proses fisiologis keseimbangan


2.1.1. Sistem Vestibular
2.1.1.1.
Sistem vestibular perifer
Sistem vestibular perifer terdapat di telinga tengah dan dalam, terdiri
dari tulang dan membrane labirin, juga termasuk di dalamnya sel rambut (hair
cells) yang berfungsi sebagai sensor gerakan dari sistem vestibular.
Tulang labirin teridiri dari tiga kanalis semisirkularis (semicircular
canal / SCC), koklea, dan vestibulum. Ketiga SCC berada pada bidang yang
berbeda. SCC lateral terletak pada bidang horizontal, dan kedua SCC lainnya
tegak lurus terhadap SCC lateral dan tegak lurus satu sama lain. Tiap SCC
melebar pada satu ujungnya yang disebut ampula, di mana terdapat organ
reseptor Krista ampularis. Tulang labirin penuh cairan perilimfatik yang
komposisinya sama dengan cairan serebrospinal. Cairan perilimfatik
berhubungan dengan cairan serebrospinal melalui akuaduktus koklea.
Membran labirin melekat di dalam tulang labirin oleh jaringan ikat
penunjang, berisi lima organ sensorik yaitu bagian membran dari ketiga SCC
dan dua organ otolit yaitu utrikulus, dan sakulus. Organ otolit mengandung
epitel sensorik yaitu makula yang mengandung sel-sel rambut dan sel-sel

penunjang. Makula berada vertikal pada sakular dan horizontal pada utrikulus
saat kepala dalam keadaan tegak. Membran labirin berisi cairan endolimfatik
yang menyerupai cairan intraselular (berhubungan dengan duktus koklea) dan
dikelilingi oleh perilimfatik dalam tulang labirin (berhubungan dengan skala
vestibule dan skala timpani koklea).3,6,7

Gambar 2. Tulang dan Membran labirin


Sel-sel rambut khusus terdapat pada tiap ampula dan organ otolit. Sel
rambut merupakan sensor biologis yang mengubah perbedaan akibat
pergerakan kepala menjadi impuls neural. Tiap sel rambut terdapat 30 sampai
beberapa ratus stereosilia heksagonal yang teratur dan satu kinosilium yang
lebih tinggi.
Sel rambut ampula berada pada tonjolan Krista ampularis yang terdiri
dari pembuluh darah, serat saraf, dan jaringan penunjang. Stereosilia dan
kinosilia dari sel rambut pada tiap Krista menempel pada suatu matriks gelatin
yang disebut dengan kupula. Kupula terletak di tiap Krista dan berbatasan satu
sama lain dengan atap dari ampula.
Tiap sel rambut diinervasi oleh saraf aferen dari ganglion vestibularis
(Scarpa) di dekat ampula. Saat rambut membenkok mendekat atau menjauh,

jumlah impuls pada nervus vestibularis akan meningkat atau menurun.


Sehubungan dengan sudut gerakan kepala, tekanan endolimfe menyebabkan
kupula membengkok ke depan dan belakan, menstimulasi sel-sel rambut.
Membran otolit adalah struktur yang serupa dengan kupula namun
lebih berat, mengandung Kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia.
Otokonia membuat membran otolitil lebih berat dari struktur sekitarnya
sehingga menyebabkan makula sensitive terhadap gravitasi dan akeselerasi
linier. Sebaliknya kupula mempunyai kepadatan yang serupa dengan cairan
endolimfatik sekitar dan tidak sensitive terhadap gravitasi.3,6,7

Gambar 3. Crista dan ampula


Sel-sel rambut dari kanalis dan otolit mengubah energy mekanis
gerakan kepala menjadi impuls neural ke area-area spesifik di batang otak dan
serebelum. Kanalis berespons terhadap kecepatan angular/rotasional dan otolit
berspons terhadap akselerasi linier. Gerakan stereosilia ke arah kinosilium
membuka secara mekanik kanal gerbang transduksi si ujung stereosilia
sehingga terjadi depolarisasi sel rambut dan menyebabkan pelepasan
neurotransmitter ke serabut nervus vestibularis. Pergerakan stereosilia
menjauhi kinosilum menutup kanal, terjadi hiperpolarisasi sel rambut
sehingga menurunkan aktivitas nervus vestibularis.3,6,7

Gambar 4. Membran otolit

Gambar 5. Kanalis semisirkularis


Serabut nervus vestibularis adalah proyeksi aferen dari neuran bipolar
ganglion vestibularis (scarpa) yang terletak di kanalis auditorik internal
(internal auditoric canal/IAC). Nervus vestibularis menyampaikan sinyal
aferen dari labirin ke IAC. Pada IAC, nervus vestibularis bergabung dengan
nervus koklearis, nervus fasilais, nervus intermedius dan arteri labirintin. IAC
berjalan melalui bagian petrous tulang temporal sampai ke fossa posterior
setingkat dengan pons, kemudian berjalan menyebrangi ruang subarachnoid
memasuki batang otak pada sudut pontomedularis, dan selanjutnya menuju ke
nucleus vestibularis pada dasar ventrikel empat.3,6,7
2.1.1.2.

Sistem vestibular sentral


Jalur vestibular sentral mengkoordinasi dan mengintegrasi informasi

informasi tentang gerakan kepala dan tubuh serta menggunakannya untuk


mengontrol keluaran dari neuron motorik yang meyesuaikan kepala, mata, dan
posisi tubuh. Proyeksi sentral sistem vestibular berperan dalam tiga kelompok
reflex utama:
(1) Membantu

mempertahankan

kesimbangan

dan

gaze

dengan

mengkoordinasi kepala dan gerakan mata untuk tetap terfiksasi pada


obyek selama pergerakan.
(2) Mempertahankan postur.
(3) Mempertahankan tonus otot.

Reflex vestibulo-okular (VOR) merupakan mekanisme untuk menghasilkan


gerakan mata melawan gerakan kepala, memungkinkan gaze untuk tetap terfiksasi
pada titik tertentu. Proyeksi desending nucleus vestibular penting untuk penyesuaian
kepala yang dimediasi oleh reflex vestibulo-servikal (VCR) dan penyesuaian tubuh
yang dimediasi oleh reflex vestibulo-spinal (VSR). Jalur VCR mengatur posisi kepala
dengan aktivitas reflleks otot-otot leher sebagai respon stimulasi dari SCC terhadap
akselerasi rotasional kepala. VSR mengaktivasi kelompok neuron motorik ipsilateral
yang menginervasi otot-otot ekstensor rangka dan anggota gerak untuk memediasi
keseimbangan dan mempertahankan postur yang tegak. 7,8,9

Gambar 6. Refleks vestibulo-okular


Terdapat dua target utama input vestibular dari aferen utama:
kompleks nukelus vestibularis dan serebelum. Kompleks nucleus vestibularis
adalah proses utama input vestibular dan menjalankan koneksi antara
informasi aferen dan keluaran neuron motorik. Sedangkan serebelum
berfungsi untuk memonitor fungsi vestibular dan mengatur pengolahan

vestibular sentral bila perlu. Pada kedua tempat tempat tersebut, input sensorik
vestibular diproses dengan input somatosensorik dan visual.7,8,9

Gambar 7. Jaras vestibular sentral


Nucleus vestibularis superior dan lateral member akson ke kompleks
nuclear ventral osterior di thalamus yang kemudian memproyeksikannya ke
dua area kortikal yaitu posterior somatosensorik primer dan transisi antara
korteks sensorik dan korteks motorik. 7,8,9
2.1.2. Sistem proprioseptif
Sistem proprioseptif memungkinkan tubuh untuk merasakan posisi tubuh
dan mengetahui pergerakan anggota tubuh tanpa melihatnya. Proprioreseptor
terdapat pada berbagai organ seperti otot, tendon, fascia, kapsul sendi reseptor
kutaneus dan reseptor jaringan ikat. Jaras aferen menghubungkan proprioresptir
tersebut dengan otak melalui traktus kolumna posterior. Sedangkan impuls yang
berasal dari proprioreseptor otot, sendi, dan tendon dibawa ke serebelum melalui
traktus spinoserebelar.10
2.1.3. Sistem visual
Sistem visual memerikan informasi kepada otak tentang posisi tubuh
terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan objek sekitarnya.
Dengan input visual, maka tubuh dapat beradaptasi terhadap perubahan yang

terjadi di sekitar dan member informasi langsung ke otak, kemudian otak memeri
informasi agar sistem musculoskeletal dapat bekerja secara sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.10

2.2.

PENYEBAB GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA LANSIA


Gangguan keseimbangan (dizziness) timbul apabilah terdapat gangguan pada alat
keseimbangan. Manifestasi klinis dari dizziness terdapat tiga jenis yaitu vertigo,
presinkop, dan disequilibrium. Vertigo ditandai dengan gejala rasa berputar. Presinkop
adalah rasa mau pingsan akibat gangguan kardiovaskular. Disequilibrium berupa rasa
goyah tidak stabil sehingga terasa akan jatuh.11
Pada lansia terdapat berbagai penyakit yang akibat usia lanjut pada organ yang
berperan pada keseimbangan seperti penyakit pada sistem visual yaitu katarak, glaucoma,
retinopati diabetik, degenerasi macular; neuropati diabetika yang mengganggu impuls
kaki dan tungkai; serta degenerasi sistem vestibular. Keseimbangan juga bergantung pada
kekuatan muskuloskeletal, dan mobilisasi sendi. Penyakit artritis, kelainan otot dan
tulang akan mempengaruhi mobilistas dan kekuatan mempertahankan postural.5
Perubahan fisiologis yang berhubungan dengan penuaan yang mempengerahi
keseimbangan antara lain:12
1. Sistem vestibular
a. Degenerasi rambut getar.
b. Degenerasi membran otokonial di dalam makula, sakula, dan utrikula.
c. Degenerasi nervus vestibular.
d. Degenerasi neural di vermis serebelum.
2. Sistem visual
a. Penurunan visus.
b. Penurunan desensiivitas kontras.
c. Penurunan persepsi kedalaman.
d. Penurunan adaptasi gelap.
3. Sistem proprioseptif
a. Penurunan diskriminasi dua titik.
b. Penurunan sensasi getaran.
4. Sistem musculoskeletal
a. Penurunan massa otot.
b. Penurunan massa tulang.

Degenerasi yang terjadi pada sitem kesimbangan akan bertambah hebat jika disertai
dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus atau arterisosklerosis serebrovaskular.

2.2.1. Vertigo
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Terdapat dua jenis vertigo:
1. Vertigo vestibular
menimbulkan sensasi berputar, timbul episodic,
diprovokasi gerakan kepala, dan dapat disertai rasa mual muntah.
2. Vertigo non-vestibular menimbulkan rasa melayang, goyang, berlangsung
konstan, tidak disertai mual muntah, serangan disebabkan gerakan objek
visual sekitar seperti tempat keramaian, atau lalu lintas macet. Penyebab
vertigo non-vestibular antara lain polineuropati, mielopati, artrosis servikal,
trauma

leher, hipotensi

ortostatik,

hiperventilasi,

tension

headache,

hipoglikemi, dan penyakit sistemik


Vertigo vestibular terdiri dari dua jenis yaitu sentral dan perifer. Vertigo
vestibular perifer timbul lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala, dengan
rasa berputar yang berat, disertai mual muntah dan berkeringat. Dapat diertai
gangguan pendengaran seperti tinnitus atau ketulian, dan tidak disertai gejala
neurologic fokal. Vertigo vestibular sentral timbul lebih lambat dan tidak
terpengaruh oleh gerakan kepala. Rasa berputar ringan. Tidak disertai gangguan
pendengaran. Biasanya disertai gejala neurogis fokal seperti hemiparesis,
diplopia, perioral paresthesia, serta paresis fasialis4
Gangguan vestibular yang dapat terjadi pada lansia meliputi gangguan
vestibular perifer yaitu Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), meniere
disease, dan gangguan vestibular sentral yaitu stroke batang otak.
2.2.1.1.

BPPV
BPPV merupakan salah satu penyebab vertigo tersering. Prevelansi
vertigo meningkat setiap yahunnya berkaian dengan meningkatnya usia sebesar
tujuh kali pada seseorang yang berusia 60 tahun.
BPPV terjadi saat otokonia terperangkap dalam endolimfe labirin
vestibular termasuk kanalis vestibularis. Sebagian besar penyebabnya adalah
idiopatik. BPPV dapat pula terjadi pasca trauma, pasca labirintitis virus,
Terdapat dua hipotesis yang menerangkan patofisiologi BPPV yaitu
hipotesis kupulolitiasis dan hipotesis kanlitiasis. Hipotesis kupulolitiasis
menjelaskan bahwa terdapat debris yang berisi kalsium karbonat yang berasal dari

fragmen otokonia yang terlepas pada permukaan kupula kanalis semisirkularis


porterior. Pada pasien lansia diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan
osteoporosis sehingga debris mudah terlepas dan menimbulkan serangan
berulang. Sedangkan hipotesis kanalitiasis menyatakan bahwa kristal kalsium
karbonat bergerak di dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis) menyebabkan
endolimfe

bergerak

dan

menstimulasi

ampula

dalam

kanal,

sehingga

menyebabkan vertigo.
Gambaran klinis yang muncul adalah vertigo timbul mendadak pada
perubahan posisi seperti miring pada satu sisi saat berbaring, bangkit dari tidur,
membungkuk, menunduk, atau menengadah. Serangan berlangsung singkat 10-30
detik. Bisa disertai mual muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien merasa
melayang dan diikuti disekuilbrium selama beberaoa hari sampai minggu.13
Diagnosis :
1. Anamnesis : vertigo terasa berputar, timbul mendadak pada perubahan posisi
kepala atau badan, lamanya <30 detik, dapat disertai mual dan muntah
2. Pemeriksaan fisik : pada yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan
yang simptomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal/sistemik
3. Tes Dix Hallpike

Gambar 8. Tes Dix Hallpike


Abnornal : timbul nistagmus posisional yaitu ada masa laten, lamanya <30 detik,
disertai vertigo lamanya sama dengan nistagmus dan vertigo yang makin
berkurang setiap maneuver diulang.
Terapi BPPV pada lansia tidak berbeda dengan terapi pada populasi
umum. Terapi meliputi kominkasi dan pemerian informasi yang benar mengenai
penyakit tersebut, serta maneuver kanal.

1. Komunikasi dan informasi : BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan


prognosis baik, dapat hilang spontan dalam beberapa waktu, walaupun
kadang-kadang dapat berlangsung lama dan sewaktu-waktu dapat kambuh
kembali
2. Medika mentosa : obat antivertigo seringkali tidak diperlukan, namun apabila
terjadi disekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin berguna untuk
mempercepat kompensasi
3. Terapi BPPV kanal posterior
a. Manuver Epley

b. Manuver Semont

c. Manuver Lampert Roll

d. Metoda Brandt Daroff

4. Terapi Bedah : operasi neurektomi/canal plugging


2.2.1.2.

Meniere disease

Penyakit meniere adalah sesuatu ganguan kronis telinga dalam yang


ditandai dengan episode vertigo disertai tuli sensorinerual, tinnitus, dan sensasi
tekanan pada telinga. Etiologi pasti penyakit ini belum dimengerti sepenuhnya.
Penemuan histopatologis utama pada penyakit ini adalah peningkatan cairan
endolime pada telinga dalam yang dapat disebabkan oleh produksi berlebih atau
menurunnya drainase endolimfe sehingga terjadi peningkatan tekanan telinga
dalam. Kelainan anatomis baik congenital maupun akuisata dapat mengganggu
aliran endolimfe. Selain itu gangguan vaskularisasi juga disebut sebagai etiologi
penyakit Meniere. Infeksi virus dan faktor imunologis juga diakukan sebagai
penyebab penyakit Meniere.12
Kriteria diagnosis penyakit Meniere menurut AAO-HNS tahun 1995:
1. Vertigo bersifat episodik, spontan selama minimal 20 menit, dapat disertai
disekuilibrium yang berlangsung berhari-hari, dan disertai nistagmus, dan
nausea.
2. Tanpa atau dengan tuli saraf yang berfluktuasi atau menetap disertai dengan
disekuilibrium dengan episode yang tidak menentu
3. Penyebab vertigo lain disingkirkan
Probable:

1.
2.
3.
4.

Satu episode vertigo definitif


Audiometri tuli sensoris minimal satu kali.
Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit.
Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan.
Definite:

1.
2.
3.
4.

Minimal dua episode vertigo definitive dengan durasi 20 menit.


Audiometri tuli sensoris minimal satu kali.
Tinnitus atau rasa penuh pada telinga yang sakit.
Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan.
Certain

Memenuhi criteria definite ditambah dengan konfirmasi histopatologi


postmortem.
Terapi :
1. Farmakologi
-

Anti vertigo : Betahistin 48mg/hari

Diuretik : Hydrochlorthiazide/asetasolamid 50mg/hari


-

Steroid : Prednisone 80mg/hari selama 7 hari kemudian diturunkan


bertahap

KCl

Antihistamin
2. Diet

Rendah garam (1,5-2 gram sehari)

Tinggi kalium, tinggi protein

Hidrasi

Hindari faktor pencetus (kopi, makanan asin, alcohol,gula)


3. Intevensi non destruktif
-

Injeksi steroind intratimpanik

Endolymphatic sac-mastoid decompression/shunt

4. Intervensi destruktif : injeksi gentamisin intratimpanik


5. Rehabilitasi
2.2.1.3.

Stroke batang otak


Sistem arteri vertebrobasilar member perfusi menuju medulla, serebelum,
pons, midbrain, thalamus, dan korteks oksipitalis. Stroke vertebrobasiler memiliki
tingkat mortalitas yang lebih tinggi yaitu 85%. Banyak kasus tidak terdiagnosis
atau terlambat terdiagnosis. Gejala yang sering muncul seperti dizziness atau
penurunan kesadaran. Iskemia vertebrobaislar dapat disebabkan akibat emboli,
trombotik, dan hemodinamik.12

Gambar 9. Pembuluh Darah Otak


Gejala yang sering terjadi pada iskemia vertebrobasilar adalah vertigo dan
disfungsi visual. Paresthesia perioral episodic juga merupakan tanda spesifik
untuk iskemia vertebrobasilar. Gejala lain yang mungkin terjadi antara lain:
ataksia, disarthria, sinkop, nyeri kepala, mual muntah, tinnitus, keluhan motorik
atau sensorik bilateral , dan disfungsi nervus kranialis. Disfungsi nervus kranialis
dapat menyebabkan facial palsy, disfagia, disarthria, diplopia, nistagmus, facial
numbness, atau tortikolis.
Temuan pemeriksaan fisik yang sering muncul pada stroke vestebrobasilar
adalah penurunan kesadaram, hemiparesis, kuadriparesis, abnormalitas pupil,
manifestasi bulbar, kelemahan fasial, disfonia, disarthria, disfagia.
Penyakit arteri vertebralis dapat menyebabkan serangan vertigo yang
bersifat sementara, biasanya disertai dengan gejala batang otak atau serebelar
lainnya. Vertigo biasanya tidak seberat lesi perifer. Nistagmus karena lesi batang
otak bersifat unidirectional atau bidirectional, murni horizontal, vertical, rotatori,
dan biasanya memburuk ketika berusha melakukan fiksasi visual.
Pemeriksaan penunjang yang sperlu dilakukan adalah pemeriksaan CT
scan untuk mengidentifikasikan adanya perdarahan. Temuan lain yang dapat
mendukung diagnosis termasuk bukti infark dalam thalamus atua lobus

oksipitalis, hiperdensitas arteri basilar. Angiografi digunakan sebagai pemeriksaan


lanjutan untuk mengidentifikasi pembuluh darah yang oklusi
Penanganan stroke vertebrobasilar sama seperti penangan stroke lainnya
disesuaikan dengan patofisiologi penyebab stroke. Perawatan dalam ICU
diindikasikan untuk pasien yang merupakan kandidat untuk terapi intervensional
seperti thrombolisis, atau pasien yang mengalami gejala neurologis fluktuatif,
penurunan kesadaranm instabilitas hemodinamik, atau disertai dengan masalah
kardiopulmoner aktif.12
2.2.2. Presinkop
Presinkop merupakan perasaan akan hilang kesadaran atau mau pingsan.
Gejala ini disebabkan oleh iskemia serebral difus yang dapat disebabkan oleh
penyebab vascular, otonom, atau jantung. Aritmia, obstruksi outflow, dan cardiac
output yang rendah dapat menyebabkan terjadinya presinkop.
Kegagalan sistem otonom, dapat menyebabkan hipotensi postural atau
hipotensi orthostatic. Hipotensi orthostatic didefinisikan sebagai penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg dan/atau penurunan tekanan diastolic
sebesar 10 mmHg dalam 3 menit setelah posisi berdiri dibandingkan posisi duduk
atau supinasi. Respons hemodinamik terhadap perubahan posisi memerlukan
funsi sistem otonom dan kardiovaskular yang normal. Posisi berdiri menyebabkan
pooling darah sebenyak 500-1000 ml pada ekstremitas bawah dan sirkulasi
splanik. Hal ini menyebabkan respons simpatis meningkat sehingga terjadi
peningkatan resistensi vascular, venous return, dan cardiac output. Pada hipotensi
orthostatic terdapat gangguan pada sistem otonom atau volume intravaskular
inadekuat. Penurunan perfusi serebral menyebabkan gejala neurologis hipotensi
ortostatik. 14,15,16
Diagnosis banding hipotensi ortostatik antara lain:
1. Penyebab umum: anemia, perdarahan, dehidrasi, malnutrisi, hipokalemi.
2. Obat-obatan: alkohol, antiadrenergik, antiangina, antiaritmia,antikolinergik,
antidepresan,

antihipertensi,

diuretik,

narkotik,

sedatif,

neuroleptik,

antiparkinson
3. Neurologis: sroke, Parkinsons disease, tumor, depresi, demensita, neuropati
perifer, simpatomimektomi

4. Kardiovaskular: stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, prolaps mitral,


varises
5. Pulmo: PPOK, hipertensi pulmonal, obstructive sleep apnea
6. Endokrin: gangguan adrenal, diabetes insipidus, hipoaldosteronisme.
Feokromositoma
Terapi dapati dilakukan dengan menangani penyebab spesifik dari
hipotensi ortostatik. Langkah utama yang harus dilakukan adalah mengevaluasi
obat-obatan yang dikonsumsi pasien yang mungkin menyebabkan gejala ini.
Pasien juga diedukasi untuk miningkatkan konsumsi cairan dan garam, serta
meningkatkan aktivitas. Untuk pasien yang tidak merespons terhadap langkahlangkah tersebut, terapi tambahan mungkin diperlukan. Tablet garam dapat
diberikan pada pasien dengan intake oral yang rendah. Tablet dapat diberikan 1-2
gram dua kali sehari dan dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan. 1 gram NaCl setara
dengan 17mEq Natrium. Obat-obatan lain yang dapat diberikan adalah
fludrokortison asetat. Obat ini bekerja dengan cara retensi garam dan
meningkatakan sensitivitas pembuluh darah terhadap katekolamin. Dosis awal
yaitu 0,1 mg diberikan sebelum tidur dan dapat ditingkatkan setiap minggu
sampai 0,2 mg dua kali sehari. Namun, terdapat efek samping yang harus
diperhatikan

pada

pemberian

fludrokortison

yaitu

hipokalemia,

edema,

memperberat gejala penyakit jantung kongestif. Obat lain yang dapat diberikan
yaitu midodrin. Midodrin merupakan agonis -adrenergik. Dosis awal dapat
diberikan 2,5 mg pada pagi hari dapat ditingkatkan hingga 5 mg pada pagi hari
dan diberikan 2,5-5 mg pada sore hari. Dosis dapat disesuaikan dengan tekanan
darah dan aktivitas pasien.
Hiperventilasi juga dapat menyebabkan gejala presinkop. Hiperventilasi
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak dan menyebabkan gejala
presinkop. Hiperventilasi banyak terjadi pada kasus ansietas. 14,15,16

2.2.3. Disekuilibrium
Pada gejala imbalance atau disekuilibrium, pasein merasa goyah dan tidak
stabil sehingga pasien merasakan sensasi takut jatuh. Gejala ini disebabkan
gangguan pada sistem sensoris dan motorik dalam menjaga postur. Penyebab

paling sering adalah deficit multisensoris. Hal ini ditandai dengan penurunan
ketajam sistem sensoris pada beberapa sistem seperti sensitivitas proprioseptif
pada sendi kaki, ditambah dengan penurunan sensitivitas sitem vestibular. Gejala
bertambah para apabila visual pasien dihambat. Gejala bertambah baik bila pasien
mendapatkan support dari benda lain seperti tongkat sehingga menggantikan
hilangnya sensasi pada kaki dengan sensitivitas pada tangan. Polineuropati
merupakan penyebab paling sering pada kondisi ini, terutama neuropati diabetik
Pasien dengan penyakit Parkinson atau penyakit serebelum mengalami gejala
disekuilibrium akibat gangguan motorik. Gangguan koordinasi pada penyakit ini
menyebabkan pasien kesulitan dalam berjalan. Penyakit lain yang perlu
diperhatikan adalah stroke atau transient ischemic attack, serta penyakit pada
muskuloskeletal.16,17
2.2.3.1.
Neuropati diabetik
Neuropati diabetik merupakan komplikasi paling sering dari penderita
diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya disfungsi dari saraf perifer
penderita diabetes setelah eksklusi dari penyebab lainnya. Gejala yang dapat
timbul antara lain:
Sensoris: dapat berupa gejala negatif atau positif dan bersifat difus atau fokal,
biasanya onset bersifat bertahap dan memiliki distribusi stocking and glove

pada ekstremitas distal.


Motorik: terdapat kelemahan distal, proksimal atau fokal, dapat disertai

dengan neuropati sensoris (neuropati sensorikmotor)


Autonom: neuropati dapat meliputi sistem kardiovaskular, gastrointestinal,
genitourinary atau kelenjar keringat.
Pada pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan sensasi sentuh,

pinprick, getar, reflex tendon dalam, tes kekuatan otot dan atrofi otot. Pulsasi
arteri dorsalis pedis dan tibia posterior, tes Tinel juga perlu diperiksa.
Gangguan keseimbangan pada pasien neuropati diabetik disebabkan oleh
gangguan sensasi pada kaki penderita. Pasien kehilangan sensasi proprioseptif
sehingga pasien mengalami gejala disekuilibrium. Gangguan otonom pada pasien
ini juga dapat menimbulkan gejala presinkop.
Manajemen pada neuropati diabetik terutama memelihara kesehatan kaki
pasien dan mengontrol kadar gula darah. Obat-obatan yang digunakan untuk

mengontrol nyeri pada neuropati diabetik antara lain pregabalin, gabapentin, asam
valproat, tramadol.18
2.2.3.2.
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologi
ditandai dengan adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra
pars compakta yang disertai dengn adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies). Parkinsonism adalah suatu sindroma yang ditandai dengan adanya tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya reflex postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.19
Pada penyakit Parkinson terdapat berkurangnya neuron di substansia nigra
pars kompakta yang memberikan inervasi dopaminergik ke striatum akibatnya
terjadi penurunan kadar dopamine.

Berkurangnya dopamine mengakibatkan

menurunnya control gerakan otot pada penyakit Parkinson.19


Gejala kinis utama yang disebut sebagai gejala primer atau Trias
Parkinson yaitu tremor, rigiditas, dan akinesia.19
Tremor biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit ini. Tremor
bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama,
kemudian sisi yang lain juga terkena. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7
gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan istirahat serta membaik

bila ekstremitas digerakan.


Rigiditas terbatas pada satu ekstremitas pada permulaan dan hanya terdeksi
pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan
lebih berat. Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot

agonis dan antagonis.


Bradikinesia ditandai dengan gerakan volunteer menjadi lambat dan memulai
suatu gerakan menjadi sulit. Ekspresi muka dan gerakan mimic wajah
berkurang (muka topeng). Bicara menjadi lambat dan volume suara
berkurang.
Gejala-gejala lain seperti instabilitas postural, sikap parkinsonisme yang khas,

berjalan dengan langkah-langkah kecil (festination/march a petit pas), disartira serta


mikrografia adalah akibat satu dan lain gejala utama (trias) di atas. 19
Instabilitas postural pada penyakit Parkinson awalnya ditandai dengan penurunan
ayunan salah satu tangan saat berjalan. Seiring dengan progresifitas penyakit, terdapat

gangguan pada kedua sisi sehingga pasien mengalami kesulitan saat berjalan dengan
langkah besar. Pasien cenderung berjalan dengan langkah kecil cepat bahkan hingga
kesulitan untuk berhenti ketka berjalan. Terdapa pula freezing episode pada penyakit
stadium lanjut di mana pasien merasa kesulitan untuk mengambil langkah sama sekali.
Selain itu terdapat gangguan keseimbangan di mana pasien mengalami kesulitan dalam
mengambil penyesuain postural korektif yang mencegah pasien dari jatuh. Berjalan
dengan menggunakan tongkat atau walker dapat membantu pasien dengan gejala
tersebut.19
Gejala-gejala lain:

Gangguan saraf otonom: kulit muka berminyak, pengeluaran liur berlebihan,


hipersekresi kelenjar, gangguan vasomotor seperti hipotensi, gangguan miksi,

dan defekasi.
Gangguan sensibilitas: nyeri dan kejang otot, parestesia
Okular: bleparospasme.
Gangguan mental/emosional.

Terapi medikal yang digunakan antara lain:

2.3.

Dopaminergik
o Levodopa
o Agonis dopamine: bromokriptin, pramipeksol. Ropinirol
o MAO-B inhibitor: entacapone, tolcapone
o NMDA receptor antagonist: amantadine
Antikolinergik: triheksifenidil

EVALUASI KLINIS GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA LANSIA


Dizziness merupakan gejala yang tidak bisa diukur secara objektif, sehingga anamnesis
yang menyeluruh sangat diperlukan. Anamnesis yang perlu ditanyakan:16,17
Meminta pasien untuk mendeskripsikan gejala gangguan kesimbangan yang
dirasakan. Apakah gejala yang dirasakan merupakan vertigo, presinkop, atau

disekuilibrium.
Pola gejala: akut, rekuren, kontinu, posisinal
Gejala lain yang berhubungan: ketulian, tinnitus, nausea, berkeringat
Obat-obatan yang dikonsumsi
Penyakit lain yang diderita
Level aktivitas dan pengaruh gejala dizziness pada aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan fisik disesuaikan dengan hasil anamnesis. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan
pada pasien dengan gejala gangguan keseimbangan antara lain: 16,17

Tekanan darah pada posisi supinasi dan berdiri setelah 1 dan 3 menit.
Dix-Hallpike maneuver
Hiperventilasi
Pemeriksaan kardiologis
Pemeriksaan telinga dan tes pendengaran
Pemeriksaan neurologis
o Gejala sekuele stroke atau gejala Parkinson
o Pemeriksaan sensoris termasuk pemeriksaan sensasi vibrasi dan posisi
sendi
o Pemeriksaan sebelar (past ponting, intention tremor, serta gangguan
gerak)
o Test Romberg
o Assesment gait

Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan penemuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisk.
Pemeriksaaan penunjang yang mungkin diperlukan:

Darah lengkap serta kadar gula.


EKG
CT scan kepala

Gambar 10.Algoritme pada pasien dengan gejala dizziness

2.4.

TATALAKSANA GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA LANSIA


Setelah mendiagnosis penyebab gangguan keseimbangan pada lansia, tatalaksana
diberikan sesuai dengan penyebab tersebut. Berikut adalah rangkuman tatalaksana gangguan
keseimbangan pada lansia16,17

Penyebab
Vertigo
BPPV

Terapi
Meclizine, 25-50 mg oral tiap 4-6 jam.

Maneuver Epley
Rehabilitasi vestibular
Restriksi garam dan/atau diuretik
Betahistin 48 mg/hari
Intratimpanik streoid
Terapi operasi kantung endolimfe

Penyakit Meniere

Presinkop
Hipotensi ortostatik

Mengevaluasi obat-obatan yang dikonsumsi pasien


Midodrin
Fludrokostison

Disekuilibrium
Neuropati diabetik

Menjaga kesehatan kaki


Mengontrol gula darah
Levodopa

Penyakit Parkinson

2.5.

PREVENSI JATUH PADA LANSIA


Salah satu masalah utama pada geriatri adalah jatuh. Jatuh menyebabkan
mortalitas, morbiditas, dan mengurangi fungsi aktivitas sehari-hari pada lansia. Jatuh
dapat merupakan petunjuk masalah keseimbangan pada lansia baik akut seperti hipotensi
ortostatik maupun masalah kronik seperti parkinsonisme dan polineurpati diabetik.
Terdapat banyak faktor yang dapat berpengaruh pada peristiwa jatuh seperti yang dilihat
pada gambar 11. Sehingga dalam pencegahan jatuh pada lansia perlu memperhatikan
faktor-faktor tersebut.20

Gambar 11. Multifaktor penyebab jatuh

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah asesmen terhadap faktor risiko jatuh.
Asesmen meliputi anamnesis mengenai masalah medis yang dimiliki pasien, riwayat jatuh
pada pasien, evaluasi obat-obatan yang dikonsumsi pasien, pemeriksaan mata, pemeriksaan
keseimbangan, fungsi ekstremitas bawah, pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan
otot dan status mental, beserta pemeriksaan kardiologis. Pemeriksaan lain dapat meliputi
activity daily living dan lingkungan tempat tinggal pasien. Reduksi risiko dilakukan sesuai
dengan hasil asesmen risiko.20
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intervensi olahraga dapat memperbaiki
beberapa faktor risiko dari jatuh seperti kelemahan otot, gangguan keseimbangan, dan
gangguan gait. Program olahraga dapat dilakukan secara grup atau individual. Program
mencakup kombinasi latihan untuk meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, keseimbangan,
dan kondisi aerobic tertentu. Taichi merupakan salah satu olahraga yang direkomendasikan
untuj meningkatkan keseimbangan.20 Penelitian Morrison dkk menyetakan bahwa latihan
pada pasien lansia dengan DM tipe II dapat menurunkan prevelensi jatuh. 21 Penelitan
Hirsch dkk juga menyatakan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot dan keseimbangan
pada pasien Parkinson

dengan latihan keseimbangan dan latihan resistensi intensitas

tinggi.22 Peneltian Wolf dkk menyatakan latihan Taichi dapat menurunkan angka kejadian
jatuh pada lansia.23
Asesmen lingkungan tempat tinggal pasien bertujuan untuk mengidenftikasi dan
mengeliminasi lingkungan yang berpotensi membahayakan seperti pencahayaan yang
buruk, clutter, dan karpet licin, serta meningkatakan kondisi yang aman bagi lansia seperti
pemasangan grab bar, meninggikan dudukan toilet, menurunkan tinggi ranjang.20

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.

Kesimpulan
Lansia rentan mengalami gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan
sering menyebabkan morbiditas jatuh pada lansia. Pada lansia terjadi penurunan fungsi
organ-organ keseimbangan baik pada sistem vestibular, visual, somatosensori, maupun
muskuloskeletal. Pasien juga rentan terkena penyakit degenerative yang mengenai organorgan pengatur keseimbangan tersebut. Secara umum, manifestasi klini gangguan
keseimbangan dibagi menjadi tiga yaitu vertigo, presinkop, dan disekuilibrium. Vertigo
pada lansia dapat merupakan manifestasi klinis pada penyakit BPPV, penyakit Meniere,
atau stroke batang otak. Presinkop dapat merupakan manifestasi klini dari hipotensi
ortostatik. Sedangkan disekuilibrium merupakan gejala dari Penyakit Parkinson dan
polineuropati diabetikum. Dizziness merupakan gejala yang tidak bisa diukur secara

objektif, sehingga anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat diperlukan.
Diagnosis akan lebih terarah setelah menntukan apakah gejala gangguan keseimbangan
yang dimaksud vertigo, presinkop, atau disekuilibrium. Penanganan gangguan
keseimbangan disesuaikan dengan diagnosis penyakit tersebut.

3.2.

Saran
Pada pasien lansia yang sering mengalami jatuh harus dipikirkan apakah pasien tersebut
mengalami gangguan keseimbangan. Prevensi jatuh dapat dilakukan dengan asesmen
terhadap faktor risiko jatuh, intervensi olahraga pada lansia, serta mengeliminasi faktor
lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh. Pasien lansia sering merupakan pasien
dengan polifarmasi sehingga perlu evaluasi lebih lanjut apakah obat-obatan yang
dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan.

Daftar pustaka
1. Noll RD. Management of falls and balance disorder in elderly. J Am Osteopath Assoc.
2013; 113 (1):17-22
2. Rubenstein LZ. Falls in older people: epidemiology, risk factors and strategies for
prevention. Age and Ageing 2006; 35-S2: ii37ii41
3. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Disorders of equilibrium. In: Clinical Neurology,
7th ed. McGraw-Hill.2009;95-125
4. Baehr M, Frotscher M, Duus topical diagnosis in neurology,4 th ed. Thieme, Stuttgart.
2005;184-94
5. Shupper C, Horak F. Age-related dizziness and imbalance. Vestibular Disorders
Association

[Internet].

2015

[cited

12

September

2015].

Available

from:

http://vestibular.org/node/10
6. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, Hall WC, Lamantia AS, McNamara Jo et all. Th
vestibular system, In: Neuroscience,3th ed. Sinauer Associates, Inc. Sunderland.2004;31534

7. Hain TC, Helminski JO. Anatomy and physiology of the normal vestibular system. In:
Herman SJ. Vestibular Rehabilitation, 3rd ed. F. A. Davis Company, Philadelphia. 2007;218
8. Bear MF, Connors BW, Paradiso MA, The audiotory and vestibular systems. In:
Neuroscience Exporing The Brain, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore.2007;343-85
9. McCollum G, Hanes DA. Symmetries of the central vestibular systems: forming
movements for gravity and a three-dimensional world. Neuro-Otology Department,
Legacy Central Research, Oregon. Symmetry. 2010;1554-58
10. Tortora G, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Hoboken, N.J.: John
Wiley; 2009.
11. Dietrich M. Dizziness. Neurologist. 2004;10:154-64
12. Kenhal DR. Somesthetic sensitivity in young and elderly human. J Gerontol 1986;
41:737-41
13. Kelompok Studi Vertigo. Pedoman Tatalaksana Vertigo. PERDOSSI. 2012
14. Cohen J, Fadul C, Jenkyn L, Ward T. Chapter 14: Evaluation of the Dizzy Patient
[Internet]. 2015 [cited 12 September 2015]. Available from:
https://www.dartmouth.edu/~dons/part_2/chapter_14.html
15. Clay J. Evaluation and Management of Orthostatic Hypotension - American Family
Physician [Internet]. Aafp.org. 2015 [cited 12 September 2015]. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2011/0901/p527.html#sec-3
16. Duthie E, Katz P, Malone M. Practice of geriatrics. Philadelphia: Saunders/Elsevier;
2007.
17. Dickerson R. Dizziness: A Diagnostic Approach - American Family Physician [Internet].
Aafp.org. 2015 [cited 12 September 2015]. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2010/0815/p361.html
18. Quann D. Diabetic Neuropathy: Practice Essentials, Background, Anatomy [Internet].
2015 [cited 12 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview
19. Kelompok Studi Movement Disorder. Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan
Gangguan Gerak Lainnya. PERDOSSI. 2013
20. Rubenstein L, Josephson K. Falls and Their Prevention in Elderly People: What Does
the Evidence Show?. Medical Clinics of North America. 2006;90(5):807-824.
21. Morrison S, Colberg S, Mariano M, Parson H, Vinik A. Balance Training Reduces Falls
Risk in Older Individuals With Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 2010;33(4):748-750.

22. Hirsch M, Toole T, Maitland C, Rider R. The effects of balance training and highintensity resistance training on persons with idiopathic Parkinsons disease. Archives of
Physical Medicine and Rehabilitation. 2003;84(8):1109-1117.
23. Wolf S, Barnhart H, Kutner N, McNeely E, Coogler C, Xu T. Reducing Frailty and Falls
in Older Persons: An Investigation of Tai Chi and Computerized Balance Training.
Journal of the American Geriatrics Society. 1996;44(5):489-497.

Anda mungkin juga menyukai