Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ANALISIS PANGAN
ACARA I
KADAR AIR
Penanggungjawab:
Nurrachmat Ekapermana
(A1M013039)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar
100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100
persen. Setiap bahan pangan memiliki kadar air dengan persentase yang
berbeda-beda. Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk keterikatan
yaitu air bebas, air terikat secara fisika dan air terikat secara kimia. Kadar air
bahan sering dihubungkan dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur
bagian kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan,
serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan.
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik
pada bahan pangan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan
pangan kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan
khususnya saat penyimpanan. Bahan pangan kering menjadi awet karena
kadar airnya dikurangi sampai batas tertentu. Pada pangan segar, kadar air
bahan pangan erat hubunganya dengan mutu organoleptiknya. Bahan pangan
baik nabati maupun hewani memiliki kadar air yang berkaitan dengan hal
tersebut.
Burung Puyuh merupakan hewan yang bagian dagingnya banyak
dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Burung Puyuh dalam bahasa Jawa Indonesia
disebut juga Burung Gemak dan dalam Bahasa asingnnya disebut Quail. Di
Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir 1979 dan terus
berkembang hingga sekarang. Sentral Peternakan burung puyuh di Indonesia
banyak terdapat di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Daging burung puyuh banyak dimanfaatkan sebagai daging konsumsi karena
memiliki peminat tersendiri di kalangan masyarakat. Meningkatnya
permintaan daging burung puyuh terutama untuk pedagang-pedangang pangan
kaki lima menuntut pengetahuan tentang penyimpanan dan perlakuan terhadap
daging burung siap olah. Dalam hal ini, pengetahuan tentang kadar air burung
puyuh diperlukan.
Ada beberapa metode untuk analisis kadar air antara lain metode
pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi. Metode pengeringan
menggunakan prinsip termogravimetri dengan alat pengeringan berupa
oven. Metode pengeringan (termogravimetri) merupakan metode yang
didasarkan atas prinsip penghitungan selisish bobot bahan sebelum dan
sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan
dan dihitung sebagai kadar air bahan. Metode oven dapat digunakan untuk
semua produk pangan, kecuali produk yang mengandung komponen senyawa
Ada beberapa metode untuk analisis kadar air antara lain metode
pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi. Metode pengeringan
menggunakan prinsip termogravimetri dengan alat pengeringan berupa
oven. Metode pengeringan (termogravimetri) merupakan metode yang
didasarkan atas prinsip penghitungan selisish bobot bahan sebelum dan
sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan
dan dihitung sebagai kadar air bahan. Metode oven dapat digunakan untuk
semua produk pangan, kecuali produk yang mengandung komponen senyawa
volatil atau produk yang terdekomposisi pada pemanasan 100oC. Prinsip
metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven dengan suhu 100-105oC
sampai bobot konstan dan selisih bobot awal denganbbobot akhir dihitung
sebagai kadar air (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Penentuan kadar air
dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan
dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Analisis kadar
air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena itu
sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak
mengandung komponen yang mudah menguap (Winarno, 2004).
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau
thermogravitimetri yaitu mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan dam cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan
air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka
dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum. Namun, terdapat
kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu bahan lain
selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam asetat,
minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan
yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang
mengandung zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya walaupun sudah
dipanaskan (Sudarmadji, 2010). Suatu bahan yang telah mengalami
pengeringan lebih bersifat hidroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena
itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan
dalam ruangan tertutup kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang
telah diberi zat penyerap air. Penyearapan air atau uap ini dapat menggunakan
kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida, kalium hidroksid, kalium sulfat
atau bariumoksida (Sudarmadji, 2010).
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode oven
diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi
oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan
aliran dan kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting
diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven (Andarwulan, 2011).
B. Burung Puyuh
Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan
bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang
membedakan burung puyuh jantan dan betina terdapat pada warna, suara dan
bobot tubuh (Giuliano et al., 2005). Anak burung puyuh yang berumur satu
hari disebut Day Old Quail (DOQ), besarnya seukuran jari, bobot badannya 710 g dan berbulu jarum halus. Burung puyuh umur 42 hari, bobot badannya
mencapai 120 g. Kematangan seksual burung puyuh ditandai dengan
kemampuan ovulasi pertama. Bobot badan burung puyuh pada saat tersebut
sekitar 140 g. Kematangan seksual dapat dipercepat dan diperlambat dengan
cara pembatasan ransum dan pemberian cahaya (Giuliano et al., 2005).
Burung puyuh yang belum mengalami seleksi genetik, menunjukkan
bobot badan jantan dewasa sekitar 100-140 g, sedangkan betina sedikit lebih
berat yaitu antara 120-160 g. Bobot badan rata-rata burung puyuh berkisar
150-160 g. Kandungan nutrisi atau nilai gizi telur burung puyuh tidak kalah
dengan nilai gizi telur unggas lainnya. Budidaya burung puyuh diyakini dapat
menambah penyediaan sumber protein hewani dan memberikan konsumen
banyak pilihandalam diversifikasi bahan pangan di tingkat keluarga (Giuliano
et al., 2005). Kandungan protein dan lemak telur burung puyuh cukup baik
bila dibandingkan dengan telur unggas lainnya. Kandungan proteinnya tinggi,
tetapi kadar lemaknya rendah sehingga sangat baik untuk kesehatan (Randall
& Bolla, 2008). Budidaya burung puyuh dapat dijadikan sebagai usaha
komersial, apabila pemeliharaannya dalam jumlah yang banyak serta
perawatannya yang baik dan dapat pula dijadikan mata pencaharian pokok
(Erensayin, 2001).
Daging burung puyuh terkenal gurih, enak dan mempunyai gizi yang
tinggi. Daging puyuh mengandung 21.10% protein, sedangkan lemaknya
hanya 7,7% oleh sebab itu, daging puyuh sangatlah diperlukan bagi
masyarakat khususnya bagi penderita penyakit tekanan darah tinggi untuk
mengurangi konsumsi lemak. Kandungan zat makanan daging burung puyuh
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini (Listiyowati dan Roospitasari, 2007).
Zat Makanan
Air
Lemak
Protein
Abu
Kalsium
Fosfor
Besi
Thiamin
Riboflavin
Niasin
Vitamin A
Bobot (gram)
Cawan+ Cawan+Label
Label
+Bahan
Cawan
Bahan
Daging burung
66,0992
66,1126
68,1388
2,0262
puyuh
Tabel 4.1 Penghitungan Berat Awal Sampel Bahan
Rumus Perhitungan Kadar Air
Keterangan:
A = berat cawan (gram)
B = berat cawan+sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = berat cawan+sampel setelah dikeringkan (gram)
Pengeringan ke- (gram)
1
Waktu
Selisih
12.08
66,5898 1,549
Waktu
Selisih
17.39
66,5866 0,0032
Waktu
Selisih
19.16
66,3370 0.0096
Waktu
Selisih
22.18
66,5700 0.0070
Waktu
Waktu
Waktu
Waktu
Selisih
Selisih
Selisih
Selisih
00.34
02.46
04.58
07.24
66,5662 0,0038 66,5633 0,0029 66,5622 0,0011
Konstan
Tabel 4.2 Penghitungan Selisih Berat Sampel Selama Pengeringan
Perhitungan Kadar Air Burung Puyuh
= 77,23%
B. Pembahasan
Analisis kadar air daging burung puyuh menggunakan metode oven
dapat dilakukan karena burung puyuh tidak mengandung komponen senyawa
volatil atau produk yang terdekomposisi pada pemanasan 100 oC. hal ini
menunjukkan bahwa selama pengeringan hanya air bebas dan air yang terikat
secara fisik yang diuapkan. Pada praktikum ini, sampel dikeringkan dengan
waktu 4 jam pada pengeringan pertama, setengah jam pada pengeringan kedua
dan 2 jam pada pengeringan selanjutnya. Pengeringan dilakukan pada suhu
100-105oC karena air dapat menguap dengan baik pada suhu tersebut. Empat
jam pengeringan pertama bertujuan mengurangi kadar air bebas pada bahan
sehingga berat konstan bahan dapat diperoleh. Pemanasan selanjutnya
bertujuan mengurangi kandungan air yang terikat secara fisik dengan bahan.
Pada tahap ini, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai berat konstan pada
daging burung puyuh adalah sekitar 10,5 jam. Setelah mencapai berat konstan,
selisih berat 0,2 mg yang berkurang setiap pemanasan merupakan kandungan
air yang terikat secara kimia dengan bahan. Kandungan air ini sulit untuk
diuapkan karena air berikatan dengan senyawa dalam bahan secara kuat
sehingga mempengarungi titik didih dan titik uap air.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil
bahwa kadar air daging burung puyuh adalah sebesar 77,23%. Angka ini tidak
berbeda signifikan dengan literatur. Daging burung puyuh mengandung kadar
air 70.5% dalam keadaan mentah dan 54,9% setelah digoreng (Listiyowati dan
Roospitasari, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa hasil analisis kadar air yang
dilakukan praktikan dapat dikatakan berhasil. Perbedaan angka yang diperoleh
dari hasil analisis dengan literarur berpeluang terjadi karena beberapa hal.
Pertama, hal tersebut berpeluang terjadi karena adanya label pada cawan yang
pada saat penghitungan kadar kemungkinan tidak sesuai dengan prosedur pada
prakteknya. Hal ini dapat berpengaruh karena asumsi awal yang mengira label
pada cawan akan hangus namun pada prakteknya label tidak sepenuhnya
hangus sehingga mempengaruhi perhitungan. Peluang lainnya adalah kondisi
bahan yang sudah tidak segar, bahan sampel yang digunakan merupakan
bahan yang sudah disimpan dalam waktu tertentu dalam lemari pendingin. Hal
ini dapat berpengaruh pada kadar air bahan yang dianalisis. Selain itu,
komponen bahan yang berbeda-beda juga dapat berpeluang mempengaruhi.
Setiap bahan pangan walaupun bahan pangan sejenis memiliki susunan
komponen gizi yang berbeda-beda. Dalam praktikum ini, analisis kadar air
dilakukan tanpa ulangan sehingga hasil yang diperoleh juga kurang dapat
dipertanggungjawabkan.
Kadar air merupakan pemegang peranan penting dalam menentukan
kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis,
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
yaitu analisis kadar air menggunakan metode oven menggunakan prinsip
selisish berat sampel sebelum dan setelah diuapkan kadar airnya. Analisis
kadar air dengan metode oven dapat diterapkan pada analisis kadar air daging
burung puyuh. Daging burung puyuh memiliki kadar air 77,23%.
B. Saran
Saran yang dapat praktikan berikan adalah adanya pembaharuan terus
menerus mengenai prosedur kerja yang dilakukan dalam analisis terutama
prosedur yang berkaitan dengan prinsip kerja analisis sehingga kesalahan yang
mempengaruhi hasil praktikum dapat diminimalisir. Pengadaan ulangan pada
setiap perlakuan yang diujikan juga diperlukan sehingga hasil yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul. 2013. Analisa Komponen Makanan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Andarwulan, Nuri, dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta.
Erensayin, C. 2001. Effects of the group size on fattening performance in quails.
Journal Institute of Natural and Applied Science. Vol.5(3) Hal: 85-89.
Giuliano, W.M., E.V. Willcox, and A. Willcox, editors. 2005. Proceedings of the
Quail Management Short Course. Florida Cooperative Extension Service,
UF/IFAS, Gainesville, FL.
_______. 2005. Cows and quail: can they coexist? Proceedings of the 1st Annual
Quail Management Short Course. Florida Cooperative Extension Service,
UF/IFAS, Gainesville, FL.
Listiyowati E dan Roospitasari K. 2007. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara
Komersial. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Randall, M. and Bolla, G. 2008. Raising Japanese quail. Primefacts, Vol. 602
Hal:1-5.
Sandjaja, dkk, 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Penerbit Buku
Kompas, Jakarta.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.