Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kehamilan merupakan hal yang fisiologis, meskipun selama kehamilan banyak hal yang
berubah dalam tubuh. Kehamilan yang menyangkut nyawa ibu dan anak harus diperhatikan,
sebab kehamilan bukanlah sekedar menyimpan anak dalam jangka waktu 9 bulan kemudian siap
dilahirkan. Namun kehamilan harus memperhatikan kesehatan ibu dan anak. Selama masa
kehamilan banyak hal patologis juga yang dialami ibu hamil, salah satunya adalah
oligihidromion.
Oligohidromion adalah satu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Untuk mengukur jumlah cairan ketuban dapat melalui beberapa metode yaitu
indeks cairan ketuban. Jika cairan ketuban kurang dari 500 cc pada usia kehamilan 32-36 minggu
maka akan dicurigaai mengalami oligohidromion.

BAB II
ISI
2.1 Definisi

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Pada kehamilan postterm jumlah cairan ketuban yang tersisa mungkin
hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada
awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Akibat berkurangnya
cairan, risiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua
persalinan, tetapi terutama pada kehamilan postterm.
Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan. Sebabnya belum
diketahui, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenesis janin. Oligohidramnion lebih
sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup bulan karena Volume air ketuban
biasanya menurun saat hamil sudah cukup bulan. Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan
yang mencapai 41 minggu. Berkurangnya volume cairan amion dapat menimbulkan hipoksia
janin sebagai akibat kompresi tali pusat karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu,
lintasan mekonium janin kedalam volume cairan amion yang tereduksi menghasilkan suatu
suspensi tebal dan penuh partikel yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan janin.
Oligohidramion berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim pada 60 %
kasus. Bila dihubungkan

dengan hubungan ultrasonik keterbelakangan pertumbuhan

asimetrik, gangguan janin sangat mungkin terjadi. Kasus-kasus itu diakibatkan oleh ruptura
membrane janin yang spontan mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin
sebelumnya. Oligohidramion mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin in utero, sekresi
hormon penekanan janin (katekolamin, vasopresin) dapat menghambat resorbsi cairan paruparu lewat penelanan oleh janin. Akhirnya terdapat kasus yang berhubungan dengan berbagai
jenis cacat janin, misalnya sindroma potter (aganesis ginjal) , yang memebutuhkan
pemeriksaan ultrasonik dan genetik secara rinci. Oligohidramnion merupakan temuan

signifikan yang menunjukan kehamilan pascamatur. Apabila kondisi ini diperburuk oleh
kenyataan bahwa janin menderita retardasi pertumbuhan intrauteri, maka ada peningkatan
risiko bahwa toleransi janin terhadap persalinan buruk dan bahwa kemungkinnan pelahiran
operatif harus dilakukan. Ada beberapa definisi istilah oligohidramnion yang biasanya
dipakai diantaranya: Berkurangnya volume air ketuban (VAK); Volumenya kurang dari 500
cc saat usia 32-36 minggu; Ukuran satu kantong (kuadran) < 2 cm; Amniotic fluid
index (AFI) < 5 cm atau < presentil kelima; Kurangnya jumlah amniotic fluid volume (AFV);
AFV < 500 ml pada usia gestasi 32-36 minggu; Single deepest pocket (SDP) < 2 cm

2.2 Klasifikasi
a. Oligohidramnion awitan dini
Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion.
Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau
agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus
seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume
cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan.
Pajanan ke inhibitor enzim pengubah angiostetin (ACEI) dilaporkan berkaitan dengan
oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus berkaitan dengan
anomali janin mampu memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari
wanita

yang

dirujuk

untuk

evaluasi

ultrasonografi

terhadap

oligohidramnion

midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu melihat 77 persen


dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat
dari 12 menjadi 13 persen.

b. Oligohidramnion pada tahap lanjut


Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu.
Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan
insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani
sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatanpengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil
perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih karena risiko tinggi, Magann,
dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion (indeks cairan kurang dari 5 cm)
meningkatkan resiko penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel
frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia
neonatus.
Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi lebih
dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya kurang dari 5 cm.
Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan
oligohidramnion memperhatikan peningkatan resiko bermakna untuk seksio.

2.3 Etiologi
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin.
Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan

etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini. Oligohidramnion menyebabkan
bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal disebabkan karena ruang di
dalam rahim sempit. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paruparu (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Suatu keadaan khas yang terjadi pada bayi yang baru lahir, di mana cairan
ketubannya sangat sedikit atau tidak ada digambarkan sebagai fenotip Potter.
Adapun kemungkinan lain penyebab oligohidramnion seperti: Fetal (Kromosom,
Kongenital, Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim, Kehamilan postterm, Premature
ROM

(Rupture

of

amniotic

membranes),

Pecahnya

ketuban),

Maternal

(Dehidrasi, Insufisiensi uteroplasental, Preeklamsia, Diabetes, Hypoxia kronis, Hipertensi),


Plasenta (Solutio, Transfusi antar kembar), Induksi Obat (Indomethacin and ACE inhibitors,
Inhibitor prostaglandin sintase, Inhibitor enzim pengubah-angiotensin).

2.4 Fisiologi
Volume Air ketuban meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume
sekitar 30 mL pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1 L pada
kehamilan 34-36 minggu. Volume Air ketuban menurun pada akhir trimester pertama dengan
volume sekitar 800 mL pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan
42 minggu; dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150
mL/minggu pada kehamilan 38-43 minggu.
Mekanisme perubahan tingkat produksi Air ketuban belum diketahui dengan pasti,
meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses

aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam. 3
faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban: 1) Pengaturan fisiologis aliran oleh
fetus; 2) Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran; 3) Pengaruh
maternal pada pergerakan cairan transplasenta

2.5 Patofisiologi
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan
ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan
gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit,
maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada
posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena
kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada
ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk
cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran
yang khas dari sindroma Potter. Gejala Sindroma Potter berupa wajah Potter (kedua mata
terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan
dagu yang tertarik ke belakang); Tidak terbentuk air kemih; Gawat pernafasan,
6

Oligohidramnion dapat menjadi tanda ada kelainan pada saluran pengeluaran atau
saluran kemih janin. Jika saluran kemih janin di dalam kandungan tidak berfungsi dengan
baik, kemungkinan besar air ketuban yang ada jumlahnya akan menjadi sedikit. Keringnya
ketuban berarti janin tidak mengeluarkan air ketuban yang ditelannya sebagai urin. Berbeda
dengan kasus kelebihan air ketuban yang berarti janin mengalami gangguan pada saluran
cernanya Kondisi yang beresiko tinggi menyebabkan oligohidramnion: Anomali kongenital
(misalnya: agenosis ginjal, sindrom patter), Retardasi pertumbuhan intra uterin, Ketuban
pecah dini (24-26 minggu), Sindrom paska maturitas, Penyakit virus, Insufiensi
uteroplacenta, Meresponi indosin sebagai suatu tokolitik, Hipoksia janin, Aspirasi mekonium
dan cairan yang bercampur meconium, Sindrom premature.

2.6 Gejala Klinis


Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen; Ibu merasa
nyeri di perut pada setiap pergerakan anak; Sering berakhir dengan partus prematurus; Bunyi
jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas; Persalinan lebih
lama dari biasanya; Molding : uterus mengelilingi janin; Janin dapat diraba dengan mudah;
Tidak ada efek pantul pada janin; Sewaktu his akan sakit sekali; Bila ketuban pecah, air
ketuban sedikit sekali bahkan hamper tidak ada yang keluar; Gejala dan tanda tersebut di
dasarkan pada fakta bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah jumlah yang
normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan normal, cairan amnion wanita
bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Umumnya cairan amnion meningkat hingga
mencapai 1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia kehamilan 34 minggu jumlah
tersebut mulai berkurang secara bertahap dan menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup

bulan. Pengukuran volume cairan amnion dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini
merupakan komponen standar pada pemeriksaan ultrasonografi lengkap dengan profil
biofisik.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur indeks cairan
ketuban (Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis (dengan pemeriksaan fisik) bisa
diduga dengan: pengukuran tinggi rahim dari luar serta bagian bayi yang mudah diraba dari
luar (didinding perut ibu). Namun hal ini hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap haris
dikonfirmasi dengan USG.
USG juga bisa melihat anatomi janin untuk melihat kelainan seperti ginjal yang tidak
tumbuh (dengan tidak terlihatnya pipis di kandung kemih janin). Serta untuk mengetahui
adanya gangguan pertumbuhan janin. Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan guna
mendeteksi adanya kebocoran air ketuban akibat pecahnya air ketuban.
Amniotic Fluid Index (AFI). Cairan amnion berperanan penting dalam
perkembangan paru, perlindungan terhadap trauma dan infeksi. Selaput ketuban yang utuh
tidak menjamin tidak terjadinya infeksi intra uterin, karena pada 10% pasien kehamilan
aterm dengan selaput ketuban utuh ditemukan adanya kolonisasi bakteri. AFI ditentukan
dalam PBF dan menggambarkan volume cairan amnion. Perhitungan AFI dengan membagi
abdomen dalam 4 kuadran dengan umbilikus dan linea nigra sebagai titik acuan, masing
masing kuadran diukur panjang vertikal kantung maksimal dengan USG dalam sentimeter
dan kemudian dijumlahkan pada 4 kuadran.
Volume cairan amnion normal:

a.

Minggu ke 28

: < 800 ml

b.

> 28 minggu

: jumlah cairan amnion

c.

Minggu ke 40

: jumlah cairan amnion 500 ml

Indeks Cairan Ketuban Normal:


a. Normal

: 10-24 cm

b. Rendah normal

: 5,1-9,9 cm

Indeks Cairan Ketuban Abnormal:


a. Oligohidramnion
b. Polihidramnion

: AFI < 5 cm
: AFI > 20 cm ( 2 liter )

2.8 Penatalaksanaan
Tindakan Konservatif :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tirah baring.
Hidrasi.
Perbaikan nutrisi.
Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).
Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
Amnion infusion.
Induksi dan kelahiran

2.9 Prognosis
Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk. Dari sekitar 80 persen kehamilan
semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Dan sekitar 34 kehamilan

midtrimester

yang

mengalami

penyulit

oligohidramnion

dan

didiagnosis

secara

ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya tidak adanya
kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm di semua bidang vertikal. Sembilan (26
persen) dari janin-janin ini mengalami anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal
mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan
pertumbuhan janin, atau solutio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, dengan delapan lahir
preterm dan tujuh meningkat meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal.
Oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada janin yang tumbuh sesuai masa kehamilannya
memperhatikan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak
untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.
Temuan lain melaporkan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion.
Hanya 3 persen yang memiliki saluran ginjal normal; 34 persen menderita agnesis ginjal
bilateral; 34 persen displasia kistik bilateral; 9 persen agnesis unilateral dengan displasia; 10
persen kelainan saluran kemih minor.
Bayi yang tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan antara
amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi.
Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan ototrangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering terjadi.

2.10 Komplikasi
a.
Congenital malformation
b.
Pulmonary hypoplasia
c.Fetal compression syndrome
d.
Amniotic band syndrome
e.Abnormal fetal growth or IUGR
f. Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output
10

g.

Fetal morbidity

2.11 Risiko
a. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan dan
pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu picak
seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
b. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti clubfoot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering ( lethery appereance).
c. Hiploplasia paru; Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyakbanyak berubah dan
berkisar dari 1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi. Apabila cairan amnion sedikit sering terjadi
hipoplasia paru. Suatu studi kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang
terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu. Hampir 13
persen janin mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi seiring dengan
berkurangnya usia gestasi. Kilbride mempelajari 115 wanita dengan ketuban pecah dini
sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40 kematian neonatus sehingga
mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000. Resiko hipoplasia paru letal adalah 20
persen. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya apabila pecah ketuban
terjadi lebih dini serta durasinya melebihi 14 hari. Menurut Fox dan Badalian serta
Launaria dkk, terdapat tiga kemungkinan yang menjadi penyebab hipoplasia paru.
Pertama, tertekannya toraks mungkin menghambat pergerakan dinding dada dan
ekspansi paru. Kedua, kurangnya gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke
paru. Ketiga dan model paling luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan
amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuh kembangnya
terlambat. Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup oleh janin normal, seperti

11

dibuktikan oleh deunhoelter dan Pritchard, mengisyaratkan bahwa cairan yang terhirup
tersebut berperan dalam ekspansi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru. Namun, Fisk
dkk. Menyimpulkan bahwa gangguan pernafasan janin tidak menyebabkan hipoplasia
paru pada oligohidramnion. Dalam suatu eksperimen, McNamara dkk melaporkan
temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik dengan anomali ginjal yang
berlawanan. Mereka menyajikan bukti bahwa volume cairan amnion yang normal
memungkinkan perkembangan paru normal walaupun terdapat obstruksi ginjal janin.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary; Lenovo, Kenneth J.; Bloom, Steven L.; Hauth,


John C.; Gilstrap III, Larry C.; Wenstrom Katherine D. Williams Obstetrics. Edisi 22. New York:
McGraw Hill Company. 2005.
Mochtar, Rustam. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Sinopsis Obstetri Edisi Ke2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp.226-237
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 1997
Prawirodiharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2010.

12

13

Anda mungkin juga menyukai