Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Diperkirakan 12% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh kanker yang
merupakan pembunuh nomor dua setelah penyakit kardiovaskular.1
Squamous cell carcinoma (SCC) merupakan kanker kulit dan mukosa
terbanyak setelah basal cell carcinoma. Insidensi pasti SCC sampai saat ini belum
terdokumentasi oleh National Cancer Institue, tetapi diperkirakan terjadi pada 1 :
1000 penduduk di Amerika. Di Eropa dan Amerika Selatan, insidensi SCC pada
rongga mulut sekitar 3-5% dari semua jenis kanker rongga mulut.2,3
Prevalensi SCC pada regio bukkal diperkirakan mencapai 10% dari
seluruh kanker rongga mulut di Amerika Utara dan Eropa Barat. Hal ini kontras
dengan angka kejadian SCC bukkal yang tinggi di Asia Tenggara dimana SCC
bukkal merupakan kanker pada rongga mulut yang paling sering terjadi.
Perbedaan angka kejadian ini diperkirakan karena banyaknya jumlah perokok dan
pengunyah sirih yang merupakan karsinogenik yang paling sering terpapar pada
bukkal. SCC pada rongga mulut lebih sering disebabkan oleh asap rokok, iritasi
alkohol, kurangnya konsumsi sayur dan buah-buahan dan infeksi human papiloma
virus (HPV). Selain itu SCC sering terjadi pada usia tua akibat penurunan fungsi
imun. Insidensi tertinggi pada usia 50-70 tahun. Paling sering terjadi pada
penduduk daerah tropis. Berdasarkan jenis kelamin, insidensi pada pria 2-3 kali
lebih banyak dibandingkan wanita. Modalitas terapi yang utama pada SCC adalah
pembedahan.4,5
Squamous cell carcinoma (SCC) adalah tumor ganas keratinosit yang
terbentuk dari sel-sel epitel skuamous epidermis. SCC dapat tumbuh pada setiap
organ yang dilapisi oleh sel epitel skuamous seperti kulit, bibir, rongga mulut,
traktus urinarius, prostat, paru-paru, vagina dan serviks. Di Amerika SCC
merupakan bentuk kanker yang paling banyak bermetastasis. SCC pada mukosa
bukkal jarang dijumpai namun merupakan bentuk kanker rongga mulut yang
paling agresif karena besarnya tingginya angka relaps. Pasien dengan SCC
mukosa bukkal memiliki angka survival rate lebih buruk daripada jenis kanker
rongga mulut lainnya.6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum
keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar
ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk
secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi
membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada
bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian
internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih
berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding
pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi.
Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir.
The American Joint Commission on Cancer mendefinisikan mukosa
bukkal sebagai lapisan membran bagian dalam dari pipi yang berbatasan dengan
sudut bibir pada bagian anterior sampai pterygomandibular raphe pada bagian
posterior
2.2
2.2.1 Definisi
Membrana mukosa adalah pelapis yang basah dari traktus gastrointestinal,
faring, saluran nasal dan rongga tubuh lainnya yang berkomunikasi dengan
eksterior. Di rongga mulut lapisan tersebut disebut membrana mukosa oral atau
mukosa oral. Secara struktur mukosa oral dalam beberapa hal menyerupai kulit,
sedangkan sangat serupa dengan membrana mukosa esofagus,
serviks,
dan
populasi
mikroorganisme
yang
dapat
menyebabkan
saliva
yang
berkontribusi
untuk
mempertahankan
kelambaban
permukaan. Kelenjar saliva utama, terletak jauh dari mukosa namun sekresinya
melewaati mukosa melalui duktus-duktusnya, sedangkan kelenjar saliva minor
langsung berhubungan dengan mukosa oral.
d. Regulasi panas (tidak pada manusia)
e. Estetika
Warna
sebagai
tekstur
dan
tampilan
kulit
memegang
peran
penting
Mukosa oral dalam keadaan normal tidak kelihatan, terkecuali di regio dimana
terajdi pertemuan dengan kulit, yaitu tepi vermilion bibir yang memberikan
komponen estetik terutama pada wanita.
2.2.3 Gambaran Umum Mukosa Oral
a) Dipisah dari kulit dengan zona vermilion yang mempunyai warna lebih
dalam daripada bagian mukosa lainnya.
b) Faktor yang mempengaruhi warna mukosa oral
c) Konsentrasi dan keadaan dilatasi pembuluh darah yang ada di jaringan
ikat dibawahnya
d) Ketebalan epitelium
e) Derajat keratinisasi
f) Jumlah pigmentasi melanin
2.2.4 Perbedaan Mukosa Oral Dengan Kulit
a) Warna
b) Permukaan yang basah/lembab
c) Tidak adanya struktur adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea (kecuali pada kondisi Fordyce). Penyakit
Fordyce: kelenjar sebasea di rongga mulut predominan di bibir atas,
mukosa bukal dan alveolar mukosa.
d) Adanya kelenjar saliva minor di mukosa oral.
e) Tekstur permukaan; mukosa oral lebih licin dripada kulit (beberapa
kekecualian seperti dorsal lidah karena ada papila; palatum durum karena
ada rugae, gingiva karena ada stippling).
membrana
Pada epitelium yang tidak mengalami keratinisasi pergantian selnya lebih cepat
daripada epitelium keratinisasi. Ketebalan epitelium sangat bervariasi. Sebagai
contoh, di mukosa bukal, epitelium relatif tebal, sedangkan di dasar mulut sangat
tipis.
Komponen Epithelium Oral
-
Mukosa Lining:
a. Stratum Basalis:
Sel-sel
berlapis
gepeng
tidak
Aliran limfa dari mukosa bukkal akan mengalir menuju nodus limfe fasial dan
submandibular dan dapat mengalir ke upper jugular nodes melalui nodus parotid
2.4
Definisi
Karsinoma sel skuamos (Squamous cell carcinoma) merupakan suatu
keganasan sel-sel epitel yang dapat terjadi pada beberapa organ yang secara
normal dilapisi oleh sel epitel squamous termasuk diantaranya kulit, bibir, rongga
mulut, bukkal, esofagus, traktus urinarius, paru-paru, prostat, vagina dan serviks.6
Epidemiologi
Etiologi
Paparan asap rokok dan konsumsi alkohol merupakan agen utama etiologi
SCC pada bukkal. Di Amerika utara, 70% penderita SCC bukkal memiliki riwayat
merokok. Walaupun alkohol sendiri tidak terlalu signifikan menyebabkan SCC,
namun kombinasi dari rokok dan alkohol diyakini memiliki efek sinergis yang
menyebabkan timbulnya SCC.
Di Asia, penggunaan sirih merupakan penyebab utama lain selain rokok
dan alkohol. Di India, 905 penderita dengan SCC bukkal memiliki riwayat
kebiasaan mengunyah sirih.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan infeksi Human
Papiloma Virus (HPV) terhadap kejadian SCC, dimana HPV dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan DNA dari keratinosit.
Etiologi lain yang dapat menyebabkan SCC antara lain buruknya oral
hygine, iritasi kronis, supresi imunitas, paparan arsen, radiasi sinar-x dan
kerentanan genetik.1,2
2.5.1 Tembakau
Tembakau berisi bahan karsinogen seperti : nitrosamine, polycyclic
aromatic, hydrokarbon, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium.
Tembakau merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting. Tembakau
dapat dikunyahkunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada semua
keadaan tersebut tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.
Efek dari penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat kaitannya dengan
timbulnya oral leukoplakia dan lesi mulut lainnya pada pipi, gingiva rahang
bawah, mukosa alveolar, dasar mulut dan lidah. Kebiasaan mengunyah tembakau
di masyarakat Asia dengan menggunakan campuran sirih dan pinang yang sering
dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan Karsinoma sel
skuamosa sesuai dengan letak campuran tembakau yang ditempatkan pada rongga
mulut. Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat meningkatkan keterpaparan
carcinogen tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan nitrosamine yang berasal
dari alkaloid pinang.9
2.5.2 Menyirih
Kebiasan menyirih atau "nginang" merupakan salah satu kebiasaan kuno
yang dimulai sejak berabad-abad tahun yang lalu. Menyirih mulai dilakukan oleh
masyarakat di China dan India lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia.
Komposisi utama dari menyirih adalah daun sirih (Piper betel leaves), buah
pinang (Areaca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier Roxb).
Menurut penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan efek negatif terhadap
jaringan mukosa di rongga mulut yang dikaitkan dengan penyakit kanker mulut
dan pembentukan karsinoma sel skuamosa yang bersifat malignan akibat
komposisi menyirih, frekuensi menyirih, durasi menyirih, dan penggunaan
sepanjang malam. 9
2.5.3 Alkohol
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara konsumsi
alkohol yang tinggi terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa. Minuman
10
pemeliharaan epitel. Defisiensi zat besi, menyebabkan atropi epitel mulut dan
Plummer Vinson Syndrome yang berhubungan dengan terjadinya kanker mulut. 9
2.5.4.4 Jamur
Kandidiasis dalam jaringan rongga mulut mempengaruhi patogenesis dari
kanker mulut. Kandidiasis ada hubungannya dengan diskeratosis pada epitelium
walaupun tidak jelas apakah kandida ikut berperan dalam etiologi diskeratosis.
Kandidiasis dapat menyebabkan proliferasi epitel dan karsinogen dari
prokarsinogen in vitro, chronik hyperplastic candidiasis yang berupa plak mukosa
nodular atau bercak putih yang berpotensial untuk terjadinya lesi malignan epitel
oral. 9
2.5.4.5 Virus
Virus dipercaya dapat menyebabkan kanker dengan mengubah struktur
DNA dan kromosom sel yang diinfeksinya. Virus dapat ditularkan dari orang ke
orang melalui kontak seksual. Virus penyebab karsinoma sel skuamosa antara lain
Human Papiloma Virus, herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1), human
immunodeficiency Virus (HIV), dan Epstein Barr Virus. 4,5 Human Papiloma
Virus positif dijumpai lebih tinggi pada tumor rongga mulut (59%), faring (43%),
dan laring (33%).9
2.5.4.6 Faktor Lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker,
salah satunya adalah pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama
dari sinar matahari. Selain itu, radiasi ionisasi karsinogenik yang digunakan dalam
sinar x, dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom
juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker. 9
2.6
Patogenesis
Patogenesis molekuler KSS mencerminkan akumulasi perubahan genetik
yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-gen
yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel,
motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan
pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan
peningkatan potensi malignansi. Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik
11
yang menuju pada perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama
yang terlibat pada KSS meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor
suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan
penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada protoonkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau histonin
diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel,
fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga
memainkan peranan.10
2.6
Manifestasi Klinis
SCC bukkal pada awalnya akan muncul sebagai massa yang tumbuh
lambat pada mukosa bukkal. Lesi awalnya kecil dan asimptomatik serta biasanya
dijumpai pada pemeriksaan gigi. Nyeri akan muncul setelah lesi membesar dan
membentuk ulkus. Asupan per oral biasanya memperburukk nyeri yang
menyebabkan pasien malnutrisi dan dehidrasi. Gejala lain yang muncul adalah
perdarahan, kelemahan otot fasial atau perubahan kepekaan sensoris, disfagia,
odinofagia dan trismus.3
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat terapi pembedahan
dan radiasi serta riwayat penggunaan alkohol dan rokok. Riwayat keganasan pada
traktur aerodigestif juga perlu diidentifikasi.3
2.7
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher yang komperhensif perlu dilakukan
terutama pada rongga mulut. Seluruh mukosa pada rongga mulut dan orofaring
harus diperiksa secara sistematis. Palpasi pada lesi perlu dilakukan untuk
menentukan luas dan kedalaman dari lesi. Adanya penyebaran kanker ke
mandibula dan maksila juga harus diidentifikasi. Laring dan faring juga harus
diperiksa dengan menggunakan cermin atau endoskopi untuk menilai adanya
tumor atau lesi pada area tersebut. Telinga juga harus diperiksa karena terdapat
bukti bahwa otalgia terkadang disebabkan nyeri alih akibat malignancy. 3
Kelenjar getah bening leher dan parotis harus diperiksa secara hati-hati
untuk menentukan adanya adenopati. Diaz et al. menemukan bahwa 27%
12
American Joint Commission on Cancer (AJCC) Staging System for the oral
cavity. Modifikasi terakhir pada sistem staging ini terakhir dilakukan pada tahun
2002. Stadium dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan temuan lain
pada pemeriksaan penunjang.3
Klasifikasi stadium berdasarkan TNM merupakan deskripsi dari anatomi
tumor primer (T), pembesaran KGB (N) dan ada atau tidaknya metastasis (M). 3
13
o
interna.
KGB regional
o
dimensi terbesar.
Metastasis
M1 Terdapat metastasis
Stadium 0 - Tis N0 M0
Stadium 1 - T1 N0 M0
Stadium 2 - T2 N0 M0
14
15
Metastasis umumnya melalui saluran getah bening dengan perkiraan sekitar 0,150 % dari semua kasus. Perbedaan metastasis bergantung pada diagnosis dini, cara
pengobatan dan pengawasan secara terapi. 5
Secara histologis, karsinoma sel skuamosa diklasifikasikan oleh WHO
menjadi:
1.
Well differentiated (Grade I): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel
keratin basaloid masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin.
2.
3.
2.9
Pemeriksaan Penunjang
2.9.1
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan peri-operatif harus dilakukan terutama pada pasien dengan
rencana operasi, selain itu untuk mengetahui gambaran awal kondisi medis pasien,
pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah 3:
koagulopati
SGOT dan SGPT (untuk menilai adanya gangguan fungsi hati akibat
alkohol dan/atau metastasis ke hati).
Pemeriksaan golongan darah dan
cross-match
(pemeriksaan
16
ini
Foto Thorax AP dan lateral, untuk menilai adanya metastasis ke paru dan
melihat adanya penyakit paru kronis yang biasanya dijumpai pada pasien
Biopsi insisi
Merupakan gold standar penegakan diagnosis SCC. Pada
pemeriksaan ini akan didapatkan tipe dari sel tumor dan juga menentukan
apakah sel tersebut ganas atau tidak. Biopsi biasanya juga dilakukan
intraoperatif untuk menentukan batas antara jaringan tumor dan jaringan
yang sehat. 3
Pada SCC akan dijumpai gambaran histopatologi berupa epitel
atipikal tang menginfiltrasi membrana basalis dan dijumpai formasi
keratin sesuai dengan derajat diferensiasi.3
2.10 Penatalaksanaan
Secara
umum
penatalaksanaan
SCC
bukkal
memerlukan
terapi
dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Pada SCC rekaren, blocking of epithelial growth factor receptor (EGF-R) dan radio-kemoterapi merupakan
tatalaksana pilihan pertama. 5
Pada ekisisi SCC bukkal, harus dilakukan pengangkatan jaringan tumor
lebih dari 5 mm dari jaringan tumor. Hal ini dilakukan untuk mencegah rekurensi.
Walaupun pada penelitian didapatkan bahwa reseksi dengan batas bebas tumor > 5
mm juga masih menimbulkan rekurensi pada 20-30% pasien. Penjelasan logis dari
keadaan ini adalah kemungkinan adanya sel kanker keratinosit yang masih
terdapat pada tepi eksisi yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan histopatologi
atau adanya sel keratinosit pre-cancer yang dapat berkembang menjadi SCC yang
tidak direseksi saat pembedahan. 5
Rekurensi dari SCC pada regio bukkal sangat tinggi karena sifat kanker
yang agresif dan terapi yang tidak adekuat. Lin, CS et al. melaporkan adaya
rekurensi regional pada pasien post pembedahan sebesar 57%. Kesimpulan darip
penelitian tersebut merekomendasikan dilakukannya tindakan radioterapi pada
pasien yang telah dioperasi terutama pada pasien dengan T3dan4 atau N1.8
2.11 Prognosis
Prognosis baik jika didapatkan ukuran tumor yang kecil dan tidak terdapat
pembesaran KGB regional dan metastasis jauh. Faktanya angka-5 tahun harapan
hidup (5-years survival rate) pada pasien seperti ini sekitar 80-90% dimana pada
pasien dengan stadium lanjut angka 5-years survival rate berkisar 40%.5
Penentuan potensi biologis dari SCC dan risiko terjadinya metastasis dapat
diprediksi dari 7 kategori indikator sebagai berikut7:
a. Staging T,N,M
b. Metastasis lokal yang menyebar melalui sirkulasi limfe atau persarafan
tidak dicakup oleh sistem yang ada dan biasanya berhubungan dengan
tumor rekuren atau persisten
c. SCC lokal yang rekuren dan atau persisten atau pengobatan yang tidak
adekuat
d. Lokasi anatomis terjadinya lesi primer
e. Faktor dari pasien (imunosupresi dan komorbid dari kulit yang
berhubungan)
18
T Stage
T1
T2
T3
T4
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Ramlah
Umur
: 84 tahun
Alamat
: Bireun
Pekerjaan
: IRT
No. RM
: 1-05-93-73
Tanggal Masuk
: 28 Agustus 2015
RPS
RPD
RPO
20
RPK
RKS
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80 x/i
Pernapasan
: 20 x/i\
Suhu
: 37,1C
Anemis
: (+)
Sianosis
: Tidak dijumpai
Dispnoe
: Tidak dijumpai
Ikterik
: Tidak dijumpai
Oedem
berukuran
4x6x2
cm,
berdungkul-dungkul,
Thoraks
:
Paru
Inspeks
: simetris
Palpasi
Perkusi
: Sonor/Sonor
21
Ekstremitas
Status Lokalis
Regio bukkal sinistra :
L : Benjolan dan memar pada regio bukkal sinistra
F : ukuran 4x6x2 cm ,konsistensi keras, permukaan tidak rata, terfiksir, batas
tegas, immobile, nyeri tekan(-).
Regio submandibular ipsilateral:
L : tidak terlihat benjolan
F : teraba benjolan keras, nyeri(-), single, ukuran < 2 cm
Foto Klinis
22
23
28 /7/2015
10
3,5
10,7
31
237
2/0/82/10/6
7
2
131
39/0,54
Tanggal
31/8/2015 2/9/2015
9,3 g/dL
10,2
3,3
3,6
12,8
30
318
12,4
31
244
Satuan
16/9/15
8,9
3,1
g/dL
x 106 /
13,7
mm3
x 106 /
26
159
mm3
%
x 103 /
2/0/82/12/
2/0/84/10
0/0/0/9
mm3
%
4
7
2
/4
-
3/5/2
232
23/0,31
137/2,7
Menit
Menit
gr/dl
gr/dl
Mmol/
/106
24
Kesimpulan
Echocardiography
kesimpulan : EF 77 %
25
BAB 4
ANALISA KASUS
Ny. R, 84 tahun datang dengan keluhan luka pada mukosa mulut yang
tidak sembuh-sembuh sejak 3 tahun yang lalu. Sejak 3 bulan terakhir, luka
tersebut membentuk massa yang berbentuk seperti bunga kol, berukuran 4x6x2
cm dan mengeluakan bau busuk. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa pada tahap awal SCC, akan timbul lesi tumor primer berupa luka yang
disertai papul atau nodul yag kemerahan dan nyeri dan biasanya nodul atau papul
tersebut dilapisi oleh lapisan hyperkeratosis. Kemudian lesi akan tumbuh dalam
hitungan bulan dengan intensitas nyeri yang semakin meningkat. Pada tahap
selanjutnya akan timbul bentuk fungating, yaitu massa yang berbentuk seperti
bunga kola tau cawliflower dan mudah berdarah.
Pada Ny R, lesi tumor yang terbentuk belum membentuk ulserasi dan krusta
sehingga dapat diambil kesimpulan awal bahwa tumor SCC belum masuk ke
tahap yang lebih lanjut, yaitu adanya infiltasi sel tumor ke struktur lain seperti
tulang dan kartilago. Namun hal tersebut memang harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan kelenjar getah bening leher, tidak dijumpai adanya
pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini menunjukkan sel sel tumor
kemungkinan belum bermetastasis ke organ lain, karena pada umumnya, SCC
bermetastasis melalui saluran kelenjar getah bening. Meskipun demikian, perlu
dilakukan pemeriksaan lain untuk memastikan bahwa tidak terdapat metastasis
jauh seperti ke hati, paru dan tulang. Namun secara klinis, Ny. R tidak
26
menunjukkan adanya gejala gejala yang mengarah ke metastasis seperti batukbatuk, ikterik dan nyeri tulang/sendi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa pada regio buccal sinistra,
dengan ukuran 4x6x2 cm bentuk seperti bunga kol ,konsistensi keras, permukaan
tidak rata, terfiksir, batas tegas, immobile, nyeri tekan(-). Hasil pemeriksaan
tersebut sejalan dengan pemeriksaan patologi anatomi yang menyatakan bahwa
sel-sel tumor tersebut merupakan SCC. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara
teori dengan pemeriksaan yang didapatkan secara klinis, dimana pada tumor
ganas, massa yang terbentuk biasanya tidak berbatas tegas, terfiksir dan
konsistensinya keras. Adapun bentuk bunga kol yang terbentuk, secara teori
merupakan bentuk yang menjadi ciri khas dari SCC.
Pada pemeriksaan foto thorax, tidak didapatkan adanya metastasis ke paru
dan secara klinis tidak dijumpai metastasis ke tempat lain. Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa SCC pada Ny. R merupakan SCC stadium 2 atau 4
dimana pada Ny R dijumpai tumor dengan klasifikasi T3N0Mx. Sesuai dengan
teori, SCC dikatakan stadium 2 jika didapatkan T2N0M0 atau T3N0M0 dan
masuk dalam criteria stadium 4 jika didapatkan metastasis ke organ lain. Pada ny.
R belum dapat diambil kesipulan bahwa tidak ada metastasis ke organ lain Karena
pemeriksaan yang belum lengkap. Oleh karena itu masih terdapat dua
kemungkinan yaitu stadium 2 dan stadium 4.
Penentuan stadium ini digunakan untuk menetukan prognosisnya. Stadium
2 mempunyai prognosis yang lebih baik. Prognosis juga dapat ditentukan dengan
ukura tumor, dimana ukuran tumor >5 cm dan belum ada infiltrasi struktur lain
seperti yang dialami ny R, dikatakan dapat sembuh total dengan persentase 6075% jika dilakukan terapi yang adekuat.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai Hb dan Ht turun, hal ini
dapat disebabkan karena penyakit yang diderita telah berlangsung lama (kronis).
Tingginya nilai leukosit dapat disebabkan adanya proses inflamasi pada tungkai
bawah pasien. Pada pasien ini belum dilakukan USG abdomen, sehingga belum
diketahui ada atau tidaknya metastasis jauh ke hati. Bone scanning juga dapat
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis jauh ke tulang.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Pasaribu. ET. Epidemiologi dan Etiologi Kanker. Majalah Kedokteran
Nusantara. 2006. Volume 26(3): p266-69
2. Australia cancer council. A Summary of Management in Clinical Practical
Basal Cell and Squamous Cell Carsinoma. Australia. 2012
3. Christopher Klem, MD. Buccal Carcinoma. Medscape Refference. 2014.
Access
date:
October
2nd
2015
from:
http://emedicine.medscape.com/article/855235
4. Bachar G, Goldstein DP, Barker E. et al. Squamous Cell Carcinoma of the
Buccal Mucosa: Outcomes of Treatment in the Modern Era. The American
Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. 2012. 122: p1552
1557
5. Feller L, Lemmer J. Oral Squamous Cell Carcinoma: Epidemiology, Clinical
Presentation and Treatment. Journal of Cancer Therapy, 2012. (3). p263-268
6. Yan W, Ignacio I, Wistuba. Squamous cell carcinoma similarities and
differences among anatomical sites. Am J Cancer Res 2011;1(3):275-300
7. Manuaba IB. Karsinoma Sel Skuamosa. Panduan Penatalaksaanan Kanker
Solid PERABOI 2010. Jakarta: Sagung Seto. 2010
8. Lin CS,
29