Anda di halaman 1dari 38

Skenario 2 2010

“Gara-gara Bakteri”

Disusun oleh
1. Ajeng Savitri H1A
009 021

2. M. Fikhan Zulkarnain H1A


009 022

3. Nugraha Arief P H1A 009


023

4. Rilnia Meta Sofia H1A


009 024

5. Anshoril Arifin H1A 009


025

6. Delfian O. Rayes H1A


009 026

7. Hayatin Nisa H1A


009 027

8. Uwais Qorni H1A


009 028

9. Sanditias Putrawan H1A


009 029

10. Ulfah Noviatna H1A 009


030

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

Dosen pembimbing : dr. Dyah Purnaning


dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT,
M. Kes

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEDOKTERAN

2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Skenario

Gara-gara Bakteri !

Doni berumur 7 tahun, dibawa orang tuanya ke poli anak RSUP NTB dengan
keluhan panas dan nyeri saat menelan sejak 5 hari yang lalu. Dari anamnesis
diketahui bahwa keluhan tersebut sudah sering dialami sejak Doni berumur 4
tahun. Doni sering dibawa berobat ke beberapa dokter dengan keluhan yang sama,
dan sembuh setelah mendapatkan obat antibiotik. Sudah berbagai jenis antibiotik
yang diberikan dokter kepada Doni. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
tanda-tanda peradangan dan pembesaran tonsil. Pada palpasi leher, terdapat
pembesaran getah bening leher. Dokter menjelaskan bahwa Doni saat ini
K erentan
mengalami penurunan kekebalan tubuh, sehingga l o m pmengalami
ok 3 infeksi
TUTORIAL
Skenario 2 2010
bakterial pada tonsilnya. Dokter tersebut juga menjelaskan bahwa infeksi tersebut,
bila tidak ditangani dengan baik, dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi di
berbagai organ tubuh. Karena banyak sekali janis bakteri yang patogen, baik
patogen primer maupun patogen oportunistik, maka dokter selanjutnya melakukan
swab tenggorok untuk kultur dan identifikasi jenis bakteri yang menginfeksi Doni.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya resistensi patogen terhadap
antibiotik. Sambil menunggu hasil kultur, dokter memberikan beberapa obat untuk
diminum Doni di rumah.

B. Learning Objective

1. Bagaimana struktur, klasifikasi agen infeksi (khususnya bakteri)?

2. Bagaimana cara identifikasi bakteri?

3. Bagaimana respon imun terhadap agen infeksi?

4. Bagaimana agen infeksi (khususnya bakteri) dapat menyebabkan demam?

5. Apa yang dapat menyebabkan kekebalan tubuh menurun?

6. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik, dan apa efek sampingnya?

7. Bagaimana bakteri dapat resisten terhadap antibiotik?

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

C. Mind Mapping

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

BAB II
PEMBAHASAN
Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

A. Agen Infeksius

1. Bakteri
Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, yang strukturnya lebih sederhana
daripada eukariota, kecuali struktur dinding sel prokariota lebih kompleks
dibandingkan dengan struktur dinding sel eukariota.

a. Struktur Bakteri

Struktur dari bakteri


diantaranya terdapat inti atau
nukleoid, sitoplasma, membrane
sitoplasma, dinding sel,
mesosom, dan ada beberapa
struktur tambahan seperti kapsul,
flagel, pili, dan endospora.
pembahasan lebih terperinci dari
masing-masing struktur tersebut
akan kami jelskan dibawah ini.

1. Inti atau Nukleoid


Inti sel dari
mikroorganisme prokariota dalam hal ini bakteri dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop cahaya biasa dengan pewarnaan Feulgen karena pewarnaan Fuelgen
sebetulnya mewarnai molekul DNA dari prokariota itu sendiri. Sedangkan apabila
pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop electron akan tampak
bahwa inti dari bakteri tidak mempunyai dinding inti atau membrane inti. Di
dalamnya juga terdapat benag DNA atau DNA fibril yang bila diekstraksi dengan
cara melisiskan dinidng sel dan dilakukan dengan sangat hati-hati kemudian di
sentifugasi dan dimurnikan, maka akan terlihat molekul tunggal dan utuh dari DNA
dengan berat molekul 2-3 x 109 yang bisa terdiri dari sekitar 2000 gen didalamnya,
K e l opanjang
benang ini juga merupakan kromosom dari bakteri dengan m p o kkira-kira
3 TUTORIAL
1 mm.
Skenario 2 2010
Ada satu perbedaan besar antara DNA bakteri dan DNA dari eukariotik yaitu DNA
bakteri tidak mempunyai intron seperti yang dimiliki DNA eukariotik.

2. Sitoplasma
Sitoplasma pada bakteri mempunyai dua area yang berbeda apabila dilihat menggunakan
mikroskop elektron;

a. Area yang terdiri dari ribosom, granula-granula, metabolit, dan plasmid

b. Area dalam, tempat terdapatnya nukleoid dari bakteri yang mengandung DNA dari
bakteri itu sendiri.

Ribosom pada bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti eukariotik,


yaitu tempat sintesis protein, akan tetapi ukuran dan struktur kimiawinya
berbeda dengan ribosom yang ada pada eukariotik. Pada ribosom bakteri
berukuran 70s dengan subunit 50s dan 30s, tidak seperti yang ada pada
eukariotik dengan ukuran 80s dengan subunit 60s dan 40s. Bakteri juga
mempunyai plasmid, dan bisa berbagai macam plasmid terdapat di satu sel,
seperti:

a. Transmissible plasmid, bisa ditransfer melalui konjugasi sel ke sel, dan biasanya
terdapat sedikit (1-3) pada satu sel.

b. Nontransmissible plasmid, ukurannya kecil biasanya terdaapt banyak (10-60) dalam


satu sel

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
3. Membran Sitoplasmik
Membrane sitoplasma atau disebut juga membrane sel yang tersusun
dari fosfolipid dan protein, seperti yang telah disebutkan beberapa
perbedaan antara sel eukariotik dan prokariotuik, salah satu perbedaan itu
terdapat di membrane sitoplasmik ini, yaitu sterol, bakteri tidak mempunyai
sterol, terkecuali genus Mycoplasma. Ada empat fungsi utama dari
membrane sitoplasmik ini, yaitu untuk proses transport aktif molekul-molekul
kedalam sel, pengolahan energy berupa proses oksidatif fosforilasi,
mensintesis perkusor dinding sel dan pengeluaran enzim dan toksin.

4. Dinding Sel
Dinding sel adalah lapisan terluar dari struktur bakteri, semua bakteri,
kecuali spesies Mycoplasma, karena dilapisi oleh membrane sel bukan
dinding sel. Beberapa jenis bakteri juga mempunyai struktur tambahan yang
ada di dinding sel yanag akan kami bahas nanti, seperti flagell, pili. Dinding
sel dari bakteri berstruktur multilayer yang terletak di bagian luar setelah
membrane sitoplasmik. Penyusun utamanya adalah peptidoglikan yang
berfungsi untuk struktur pendukung dan merupakan karakteristik dari sel itu
sendiri, dan setiap bakteri memiliki ketebalan peptidoglikan yang berbeda-
beda.

5. Mesosom
Mesosom pada bakteri biasanya berupa lekungan/cekungan ke dalam
(convoluted invagination), lekungan ini biasanya ada di tempat-tempat
tertentu pada membrane sitoplasmik. Mesosom pada bakteri ada dua
macam;

a. Mesosom septal, berfungsi dalam pembelahan sel dan tempat


menempelnya kromosom bakteri (DNA)
b. Mesosom lateral

6. Flagel Kelompok 3 TUTORIAL


Skenario 2 2010
Flagel merupakan bagian dari bakteri yang berfungsi unutk mobilitas
atau pergerakan dari bakteri itu sendiri dan bebrbentuk seperti benang yang
umumnya terbentuk dari protein dengan diameter 12-30 nanometer. Ada
empat jenis flagel pada bakteri, yaitu monotrikh, flagelnya hanya satu dan di
salah satu ujung kuman, kemudian ada juga lofotrikh, flagelnya lebih dari
satu dan berada hanya di salah satu ujung bakteri, kamudian amfitrikh,
flagelnya satu atau lebih di kedua ujung kuman, dan peritrikh, flagel tersebar
diseluruh bagian bakteri.

7. Kapsul
Kapsul merupakan hasil dari pensintesisan polimer ekstrasel terutama
polisakarida yang berkondensasi dan akan membentuk lapisan disekliling sel
yang disebut kapsul. Apabbila kita melihat bakteri yang berkapsul pada
media agar, maka akan tampak seperti koloni berlendir dan kapsul ini
umumnya akan membuat bakteri lebih tahan akan efek dari fagositosis dari
system imun.

8. Endospora
Endospora bisa dibentuk oleh beberapa genus bakteri dan yang paling
sering membentuk spora adalah bakteri gram posotif yang basil genus
Clostridium, bakteri embentuk spora apabila lingkungan disekitarnya
dianggap kurang menguntungkan, misalny lingkungan disekitarnya
kekurangan nutrisi. Spora bersifat sngat resisten terhadap panas, kekeringan
dan zat kimiawi.

b. Klasifikasi Bakteri

1. Berdasarkan pewarnaan

Bakteri bisa diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, seperti dalam


pewarnaan, bakteri bisa dibedakan menjadi bakteri gram positif dan bakteri
gram negative, bakteri gram negatif dan gram posotif memiliki satu hal yang
membedakannya, yaitu warnanya apabila dilihat dengan mikroskop, bakteri
gram negative akan tampak merah sedangkan
K e bakteri
l o m pgram
o k 3positif akan TUTORIAL
Skenario 2 2010
tampak ungu, hal ini dibabkan karena perbedaan jumlah peptidoglikan yang
dimiliki, bakteri gram negative memilik peptidoglikan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan bakteri gram positif, itulah yang menyebabkan ketika
pewarnaan dilakukan, peptidoglikan akan mengikat warna dari zat Kristal
unugu dan Iodium, tetapi ketika dilakukan pencucian dengan alcohol seelah
pewarnaan tersebut, maka bakteri gram negative yang mempunyai
peptidoglikan lebih sedikit akan melepaskanhasil pewarnaan tersebut setelah
dilakukanj pencucian dengan alcohol, sedangkan bakteri gram positif akan
mengikat warna ungu dengan kuat meskipun dilakukan pencucian dengan
alcohol karena lapisan peptidoglikan yang dimiliki lebih tebal apabila
dibandingkan dengan lapisan peptidoglikan pada bakteri gram negative.
Selain dengan pewarnaan gram, bisa juga dilakukan dengan pewarnaan
tahan asam, yang terdiri dari pewarnaan Ziehl-Neelsen, dengan pewarnaan
ini kita bisa membedakan bakteri yang tahan asam dengan yang tidak,
karena dengan pewarnaan ini, bakteri yang tahan asam akan terlihat dengan
warna merah setelah dilakukan pewarnaan, sedangkan bakteri yang tidak
tahanasam akan tampak dengan warna biru, ada juga metode pewarnaan
Kinyoun-Gabbet atau Tan Thiam Hok, pewarnaan ini sama dengan pewarnaan
Ziehl-Neelsen, tetapi hasilnya sebenarnya hanya menunjukkan adanya
bakteri tahan asam dan kuman yang ditemukan ini mungkin juga bukan
tuberkulosis.

2. Berdasarkan Bentuk

Berdasarkan bentuknya, bakteri


dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu
coccus (bentuk bulat), bacil (bentuk batang),
dan spiral. Bakteri
K edengan
l o m pbentuk
o k 3coccus juga
TUTORIAL
Skenario 2 2010
memiliki berbagai bentuk lagi, seperti micrococcus (tersendiri), diplococcus
(berpasangan dua-dua), tertrade (tersusun rapi dalam empat kelompok sel),
sarsina (kelompok delapan sel yang tersusun rapi berbentuk kubus),
streptococcus (seperti rantai), dan stafilococcus (bergerombol seperti untaian
buah anggur).

Dan ada beberapa pengelompokan dari bakteri, seperti berdasarkan


kebutuhan akan oksigen dibedakan menjadi bakteri aerob (membutuhkan
oksigen) dan bakteri anaerob (tidak membuthkan oksigen), ada juga
pengelompokan berdasarkan sumber energy, yang dibedakan menjadi
bakteri heterotrof dan bakteri autotrof.

Agen Infeksi Lain

b. Virus

Berbeda dengan agen infeksius yang lain, virus tidak merupakan sel, tidak
dapat mensintesis energi dan proteinnya sendiri serta tidak dapat terlihat dengan
mikroskop cahaya.

Virus memiliki beberapa karakteristik yaitu

1. Virus adalah partikel yang tersusun atas inti yang mengandung DNA atau RNA namun
tidak keduanya yang dilapisi oleh protein pelindung. Beberapa virus memiliki outer
lipoprotein membran yang disebut envelope. Virus tidak memiliki nukleus, sitoplasma,
mitokondria atau ribosom.

2. Virus harus bereplikasi di dalam sel, karena virus tidak dapat menghasilkan energi atau
sintesis protein. Oleh karena itu virus disebut parasit obligat intrasel.

3. Virus tidak bereplikasi dengan pembelahan biner maupun mitosis. Satu Virus mampu
menghasilkan ribuan progeny saat bereplikasi.

Virus memiliki ukuran antara 20-300 nm. Ini setara dengan ukuran protein
K edapat
yang terbesar dan ukuran sel terkecil. Bentuk virus l o mdigolongkan
p o k 3 menjadi TUTORIAL
Skenario 2 2010
bentu bola, batang, dan peluru. Pada kenyataannya virus merupakan struktur
kompleks yang geometris simetris. Bentuk virus ini digambarkan oleh susunan
repeating subunit dan lapisan protein (capsid) dari virus. Struktur dari virus akan
dijelaskan sebagai berikut.

1. Struktur Virus

a. Asam Nukleat Virus

Asam nukleat virus (genom) berada di bagian


dalam yang dapat berupa rantai tunggal atau
rantai ganda DNA atau rantai tunggal atau
rantai ganda RNA. Hanya virus yang memiliki
meterial genetik seperti ini. Asam nukleat dapat
berupa linear maupun sirkular. DNA merupakan
molekul tunggal, sedangkan RNA dapat berupa
molekul tunggal atau pecahan kecil molekul
RNA. Hampir semua virus memiliki genom yang
bersifat haploid, walaupun ada juga yang
bersifat diploid.

b. Virus Capsid

Asam nukleat akan dikelilingi oleh lapisan


protein yang disebut capsid yang terbentuk dari
subunit yang disebut capsomer. Setiap
capsomer mengandung satu atau lebih protein
yang dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop elektron. Struktur gabungan dari
asam nukleat dan selubung capsid disebut
nukleocapsid. Nukleocapsid memiliki dua bentuk
yaitu isohedral dan helical. Semua virus yang
memiliki helical nukleocapsid akan ditutupi
lapisan membran terluar yang disebut envelope.

c. Protein Virus Kelompok 3 TUTORIAL


Skenario 2 2010
Protein virus memiliki beberapa fungsi penting. Protein pada capsid dapat
melindungi virus dari materi genetik dan dapat memediasi perlengkatan virus
dengan reseptor sel hospes. Protein virus bagian terluar juga dapat menetralisasi
kerja antibodi dan sel T terhadap virus. Selain itu virus memiliki antigenic variant
yang membiarkan virus dapat mengelak dari sistem pertahanan sel hospes. Di
dalam virus sendiri terdapat enzim yang disebut DNA atau RNA polimerase.

d. Viral Envelope

Envelope merupakan membran yang terdiri atas lipid dari sel hospes dan
protein dari virus. Kenyataannya envelope diperoleh saat virus melekat pada sel
hospes. Virus dengan envelope cenderung tidak stabil dan mereka lebih mudah
inaktif daripada virus tanpa envelope. Pada umumnya virus ini tersebar melalui
kontak langsung darah atau cairan tubuh.

2. Pertumbuhan Virus

Virus berbeda dengan agen infeksius lainnya. Untuk dapat tumbuh, virus
harus berada di dalam sel hospes. Virus akan berlekatan dengan sel hospes melalui
mediasi protein yang terdapat pada capsid. Selanjutnya virus akan memasukkan
asam nukleatnya ke dalam sel hospes. Asam nukleat virus yang sudah ada di dalam
inti sel hospes, akan mensintesis proteinnya dengan menggunakan materi dan
energy dari sel hospes. Selanjutnya asam nukleat virus ini akan bereplikasi di dalam
sel hospes dan menghasilkan asam nukleat baru untuk membentuk progeny. Pada
akhirnya, protein yang telah disintesis sebelumnya akan melapisi asam nukelat
yang telah bereplikasi dan membentuk capsid, yang akhirnya menghasilkan virus
progeny. Progeny virus yang sudah terbentuk akhirnya lepas dari sel hospes dan
membuat sel tersebut lisis.

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
c. Fungi

Fungi adalah organisme eukariotik


yang memiliki nucleus dilapisi membrane
nuclear. Tidak seperti tanaman dan
beberapa bakteri, fungi tidak memiliki
klorofil dan tidak dapat menghasilkan
makromolekul daari karbondioksida dan
sinar matahari. Fungi merupakan organism
heterotrof yang hidup alami sebagai
saprofit, simbiosis mutualisme,
komensialisme, dan parasitisme.

Fungi merupakan salah satu kingdom selain monera, protista, plantae dan
animalia. Fungi dapat diklasifikasikan ke dalam filum, subfilum, dan form-class.
Fungi dapat dibagi ke dalam filum zygomycota dan filum dikaryomycota, dapat
dibagi ke dalam subfilum ascomycotina dan subfilum basidiomycotina, dan dapat
dibagi ke dalam form-class deuteromycotina.

Struktur Fungi

Fungi memiliki struktur seperti sel eukariotik. Sel fungi mempunyai kompleks
sitosol yang terdiri dari mikrovesikel, mikrotubuli, ribosom, mitokondria, apparatus
golgi, nucleus reticulum endoplasma, dan struktur lainnya. Nucleus dari fungi
dilapisi oleh membran yang berisi DNA seluler. Yang menarik disini adalah
membrane, selama mitosis berlangsung tidak menghilang dan berlanjut sepanjang
tahap metaphase, berbeda dengan sel tumbuhan dan hewan yang mmembrannya
akan menghilang dan dibentuk kembali saat kromosom kearah sentromer.

Selain itu yang melapisi sitosol ada membrane lain yang disebut dengan
plasmalemma. Fungi juga memiliki ergosterol yang sangat penting karena
kebanyakan antifungal berdasarkan ada tidaknya ergosterol ini.

Seperti halnya sel mamalia, sel fungi memiliki dinding sel multilayer yang
terhubung dengan plasmalemma. Dinding sel ini mengandung chitin, sebuah
K e l o m p o kdan
homopolimer. Lapisan dari chitin adalah glucan, mannoprotein, 3 kompleks
TUTORIAL
Skenario 2 2010
polisakarida lainnya yang bergabung dengan banyak polipeptida. Sebagai
tambahan, dinding sel fungi memproduksi sebuah capsul liposakarida. Struktur ini
mengisolasi fungi dari kontak langsung dengan lingkungannya, dalam hal ini
lingkungan dapat berupa sel hospes.

Kebanyakan fungi merupakan aerob, namun beberapa ada yang anaerob.


Secara metabolism, fungi merupakan heterotrof dan biokimia serbaguna, produk
primer (ex. Citric acid, etanol, gliserol) dan produk sekunder (penisilin, amanitin,
aflatoksin). Fungi dapat menghasilkan suatu karakteristik yang memungkinkan dia
untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya atau sel hospes kemudian
berkembang biak dan menjadi penyakit bagi sel hospes. Fungi dapat bertahan pada
temperature tinggi dari sel hospes (37 C) yang merupakan suatu mekanisme sel
hospes dalam pertahanan diri. Fungi juga dapat bertahan pada situasi jaringan yang
mengalami kerusakan.

Fungi dapat dibagi menjadi dua bentuk morfologi yaitu yeast dan hypae.
Semua fungi diproduksi secara aseksual, dan ada yang diproduksi secara seksual.
Jika didasarkan pada fase reproduksinya, fungi dapat diklasifikasikan menjadi
anamorph (aseksual) dan teleomorph (seksual).

d. Cacing Parasit

Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasit pada organisme
lain, baik hewan atau tumbuhan. Mereka adalah organisme yang seperti cacing
yang hidup dan makan pada tubuh yang ditumpangi serta menerima makanan dan
perlindungan sementara menyerap nutrisi tubuh yang ditumpangi. Penyerapan ini
menyebabkan kelemahan dan penyakit. Penyakit yang diakibatkan oleh cacing
parasit biasanya disebut secara umum sebagai kecacingan.

Cacing parasit umumnya merupakan anggota Cestoda, Nematoda, dan Trematoda.

Beberapa cacing parasit hewan/manusia:

1. Cacing gelang (Ascaris), penyebab askariasis


2. Cacing hati (Fasciola), menghuni organ hati hewan ternak (terutama sapi dan
Kelompok 3 TUTORIAL
babi)
Skenario 2 2010
3. Cacing kremi (Enterobius), menghuni usus manusia dan menyebabkan gatal
di sekitar dubur
4. Cacing pipih darah, penyebab skistosomiasis (Schistosomia)
5. Cacing pita (Taenia)
6. Cacing tambang, penyebab ankilostomiasis (Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus)
7. Cacing penyebab filariasis, seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
Brugia timori, Loa loa, Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus,
Dracunculus medinensis, Mansonella perstans, dan Mansonella ozzardi

B. Identifikasi Bakteri sebagai Agen Infeksi


Catatan: swab tenggorokan adalah tes laboratorium dilakukan untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi organisme yang dapat menyebabkan infeksi di
tenggorokan.
Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
1. Pewarnaan Bakteri

Bakteri dapat dilihat jelas dilihat menngunakan mikroskop jika diberikan


pewarnaan. pewarnaan bakteri dapat dilakukan 1 (satu) macam zat warna atau
lebih. pewarnaan bakteri dengan 1 warna disebut pewarnaan sederhana,
sedangkan pewarnaan menggunakan lebih dari satu zat warna diberi nama sesuai
dengan penemunya.

Zat warna yang sering dipakai adalah: Fuchsin berwarna merah, methylen blue
berwarna biru dan gentian violet berwarna ungu.

a. Pembuatan Sediaan

Pada object gelas yang bersih dan bebas dari lemak di buat apusan bakteri
yang tidak terlalu tebal agar bakteri tersebut tidak bertumpuk ataupun tidak
terlalu tipis karena dapat menyebabkan bakteri sukar diamati. setelah sediaan
dibuat, sediaan difiksasi dengan melewatkannya pada nyala api.

Fiksasi adalah :

1. Mematikan bakteri secara cepat, sehingga bakteri tidak memiliki


kesempatan untuk merubah bentuknya.

2. Mematikan bakteri agar tidak membahayakan si pemeriksa.

3. Dengan fiksasi, sediaan akan melekat erat sehingga tidak terlepas pada proses
pewarnaan selanjutnya setelah difiksasi bakteri diwarnai.

b. Pewarnaan Gram

1. sediaan diwarnai dengan carbol gentian violet selama 3 menit.

2. kelebihan zat warna dibuang dan tanpa dicuci direndam


Kdalam
e l o lugol
m p selama
o k 345 detik. TUTORIAL
Skenario 2 2010
3. sediaan dicuci dengan alcohol 95 % sampai tidak ada lagi zat warna yang luntur.

4. mencuci dengan air mengalir untuk menghilangkan alcohol.

5. mewarnai dengan fuchsin selama 3 menit

6. kemudian mencuci dengan air mengalir

7. keringkan diantara dua kertas saring kemudian amati dengan mikroskop.

dengan pewarnaan gram, bakteri dibagi dalam dua golongan, bakteri berwarna
ungu disebut bakteri gram positif, yang berwarna merah disebut bakteri gram
negatif.

c. Pewarnaan Zielh Neelsen

1. setelah sediaan difiksasi, diwarnai dengan carbol fuchsin selama 5 menit sambil sambil
dipanasi dengan api menyala hingga keluar uap.

2. menyelupkan sediaan ke dalam larutan H2SO4 5 % selama 1 – 2 detik.

3. mencuci dengan alcohol 95 % sampai tidak ada lagi zat warna yang luntur

4. mewarnai bakteri dengan methylen blue selama tiga menit.

5. mencuci dengan air mengalir,

6. dikeringkan, kemudian mengamati denga mikroskop.

Pewarnaan dengan ini untuk membedakan bakteri yang tahan asam dan tidak tahan asam.

1. bakteri berwarna merah, bakteri tahan asam (acid fast).

2. bakteri berwarna biru, bakteri tidak tahan asam (non-acid fast).

d. Pewarnaan Neisser

Pewarnaan ini khusus untuk mewarnai Orynebacterium diphtheria. digunakan 3 macam zat
warna,
Kelompok 3 TUTORIAL
1. neisser A isinya methylen blue
Skenario 2 2010
2. neisser B isinya gentian violet

3. neissser C isinya chrysoidin

Cara kerja

1. Setelah di fiksasi, sediaan diwarnai dengan campuran dua bagian Neisser A dan Neisser
B selama 15-30 detik.

2. Kelebihan zat warna dibuang, kemudian tanpa mencuci, sedian diwarnai dengan Neisser
C selama 15-30 detik.

3. Tanpa di cuci, mengeringkan sediaan di antara dua helai kertas sharing.

4. Mengamati dengan mikroskop.

e. Pewarnaan Negatif

Pewarnaan negatif digunakan untuk


melihat mikroba secara keseluruhan
atau komponen mikroba yang sukar
diwarnai, misalnya kapsul. pada
pewarnaan negatif latar belakang
objek diwarnai sedangkan objek yang
ingin dilihat tidak berwarna sehingga
terjadi kontras.

C. Respon Immun Tubuh


terhadap Infeksi Bakteri

1. Imunitas non Spesifik


K e l o m p o k 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Kulit dan membran mukosa utuh memberikan perlindungan mekanis
terhadap invasi bakteri. Keasaman cairan lambung dapat menghancurkan berbagai
jenis bakteri, kecuali beberapa patogen tertentu seperti Salmonella thyposa.
Berbagai faktor humoral juga dapat membunuh bakteri, sepert asam lemak tidak
jenuh pada kulit dan lisozim. Keseimbangan ekologi mikroba pada permukaan
tubuh juga merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Keseimbangan ini
dapat diganggu oleh penyakit atau pengobatan. Misalnya, terjadi pertumbuhan
Staphylococcus aureus berlebihan setelah pemberian antibiotik berspektrum luas.

Setelah masuk ke dalam tubuh, berbagai komponen bakteri dapat memicu


berbagai repons non-spesifik, seperti aktivasi komplemen jalur alternatif. Aktivasi
komplemen akan menghasilkan c3a dan c5a, suatu anafilatoksin yang dapat
memicu kontraksi otot polos dan degranulasi sel mast untuk meningkatkan
permeabilitas vaskular, opsonisasi bakteri oleh produk c3; dan kompleks serangan
membran (c5b-9) yang mampu melisis sel bakteri tertentu, terutama bakteri gram
negatif. Bersama dengan produk bakteri, lipopolisakarida, peptidoglikan, polianonm
peptida muramil, dan sebagainya, aktivasi komplemen juga bersifat kemotaktik,
menarik, dan mengaktivasi neutrofil, makrofaga, dan sel NK. Pelepasan sitokin oleh
makrofaga dan sel NK akan mengaktifkan fagositosis.. semua mekanisme ini dan
berbagai mekanisme reaksi inflamasi yang lain dapat menghambat penyebaran
bakteri.

2. Imunitas Spesifik: peran antibodi

Selama perjalanan infeksi bakteri, elemen-elemen respon imun spesifik


diaktifkan melalui sel-sel jaringan limfoid. Pada infeksi lokal terjadi pembesaran
limfonodi regional atau pembesaran limpa bila organisme masuk ke dalam sirkulasi
darah.

Antibodi dapat mentralkan patogenesis bakteri dengan berbagai cara.


Streptococcus grup A dan beberapa patogen usus mempunyai reseptor pada
permukaan epitel yang dapat diblokade oleh antibodi.
K Komponen-konponen
elompok 3 bakteri
TUTORIAL
yang dapat menghambat fagositosis seperti protein-M streptococcus dan kapsul
Skenario 2 2010
Pneumococcus, Hemophilus influenzae dan Bacillus antrax, dapat didinaktifkan oleh
antibodi. Antibodi antitoksin dapat menetralkan toksin Corynebacterium diphteria,
clostridium tetani dan mencegah efek kerusakan terpenting yang ditimbulkan oleh
bakter-bakteri tersebut. Antibodi igA sekretorik terhadap lipopolisakarida dan
toksin Vibrio cholera akan menghambat perlekatan basil ini pada mukosa usus dan
memblokadeperlekatan toksin pada resptornya.

Imunitas Selular

Imunitas seluler efektif terhadap bakteri yang mampu hidup dan tumbuh
dalam makrofag hospes, seperti Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium
leprae, dan Legionella. Mikroba-mikroba ini dapat mengelakkan mekanisme
pembunuhna fagosit dengan mencegah fusi fagosom dan lisosom, seperti pada
mikrobakterium atau dengan menghambat peningkatan aktivitas metabolik pasca-
fagositosis, seperti pada Legionella.

D. Bagaimana Bakteri Dapat Menyebabkan Demam

1. Definisi Patofisiologi

Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada


respons radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi

2. Mediator Demam dan Peradangan

Setiap cedera jaringan, seperti yang terjadi setelah masuknya dan


multiplikasi mikroorganisme, menimbulkan respons radang. Respons imun
bawaaan pada makrofag meliputi pelepasan sitokin, termasuk interleukin-1
(IL-1). Sitokin dan derivate asam arakidonat, termasuk prostaglandin dan
leukotrin, merupakan mediator respons radang.

3. Mekanisme Penyebab Demam

Pengatur utama temperature tubuh adalah pusat termoregulasi di


hipotalamus, yang mendapat stimulasi fisik Kdan
e l okimia.
m p oCedera
k 3 mekanis TUTORIAL
Skenario 2 2010
langsung atau pemajanan zat kimiawi ke pusat-pusat tersebut akan
menimbulkan demam. Namun, bentuk stimulasi yang nyata ini tidak
ditemukan pada banyak jenis demam yang berkaitan dengan infeksi,
neoplasme, hipersensifitas dan penyebab radang lainnya.

Zat-zat yang dapat menimbulkan demam (pirogen) antara lain adalah


endotoksin bakteri Gram negative dan sitokin yang dilepaskan dari sel-sel
limfoid, seperti interleukin-1.

Berbagai aktivator dapat bekerja pada fagosit mononuclear dan sel-sel lain
serta menginduksi untuk melepaskan interleukin-1. Diantara aktivator-
aktivator tersebut adalah mikroba dan produknya; toksin, termasuk
endotoksin; kompleks antigen-antibodi; proses radang; dan lain-lain.
Interleukin-1 dibawa aliran darah ke pusat pengatur suhu di hipotalamus,
mencetuskan respons fisiologik yang menyebabkan demam (misalnya,
peningkatan produksi panas, pengeluaran panas yang berkurang).

Sitokin adalah protein yang dapat larut yang dihasilkan oleh satu sel
dan memengaruhi sel lain. Molekul-molekul ini mempunyai berbagai sifat
misal, interleukin-1 membantu proliferasi limfosit selain menginduksi demam;
dan interleukin-2, yang dihasilkan oleh sel T, menyebabkan proliferasi sel T
dan mempunyai banyak fungsi imunomodulasi lain.

4. Efek Demam yang Menguntungkan

Peneliti dapat menunjukan beberapa manfaat demam untuk mengendalikan


infeksi melalui beberapa contoh berikut. Misal, produksi antibody dan
proliferasi sel T lebih efisien pada temperature tubuh yang tinggi
dibandingakan temperature normal. Supresi demam dengan obat-obatan
(misal, aspirin) tidak membahayakan selama infeksi dan sering membuat
pasien demam merasa lebih nyaman.

E. Penyebab Sistem Kekebalan Tubuh Menurun


Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Sistem kekebalan tubuh bisa menurun karena pada dasarnya tubuh dari
seseorang dapat mengalami kelelahan dan pada saat itulah sel bakteri menyerang.
Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, sel bakteri yang menyerang tersebut,
pada mulanya akan menyerang sel hopses, sel bakteri pertama menyerang dengan
melakukan pelekatannya dengan sel epitel dari sel hospes, namun setelah bakteri
patogen menyerang dimana kekebalan tubuh kita, tentu bisa menurun dan pada
saat itulah patogen oportunistik melakukan penyerangan juga, karena patogen
oppurtunistik akan melakukan penyerang dimana pada saat lingkungan sekitarnya
mendukung.

Bakteri yang menyerang tersebut dapat menimbulkan penyakit bergantung


dari virulensi dari bakteri penyerang, virulensi sendiri adalah ukuran kemampuan
suatu bakteri sehingga dapat menimbulkan penyakit. Selain virulensi dari bakteri,
bakteri dapat menimbulkan penyakit juga bergantung dari jumlah dari bakteri yang
menyerang sel hospes.

Selain merasa kelelahan, sistem kekebbalan tubuh juga bisa menurun terkait
dengan sterss. Banyak penelitian telah dilakukan oleh para pakar untuk
mengetahui bagaimana kaitan antara stress dengan sistem kekebalan tubuh
(immune system). Dalam kaitan ini para ilmuwan ingin melihat bagaimana faktor-
faktor psikologis itu dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan
menyebabkan meningkatnya risiko berkaitan dengan sejumlah penyakit, seperti
AIDS, kanker, artritis, infeksi, dan alergi. Seperti yang telah dijelaskan pada
skenario sebelumnya sistem kekebalan tubuh itu ibarat pasukan yang menjaga
tubuh dari unsur luar yang disebut antigen. Tugas sistem imun ini adalah
mendeteksi dan mengidentifikasi antigen. Selain itu juga menetralisasi dan
menyingkirkan antigen dari tubuh. Sel-sel yang mengerjakan tugas ini diproduksi di
dalam lymphocytes. Ketika bakteri menyerang tubuh, maka B-lymphocytes akan
melindungi dan menetralisasi racunnya. Ketika virus, sel kanker, jamur, parasit
muncul di dalam tubuh, maka T-lymphocytes akan menyerang para penyerbu itu
secara langsung. Seberapa baik sistem kekebalan tubuh itu bekerja, disebut
immunocompetence, yang dapat diukur dari aktif atau tidaknya lymphocytes dan
kemampuan antibodi menghadapi racun-racun dalam pemeriksaan di laboratorium.

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Banyak bukti telah ditemukan mengenai kuatnya kaitan antara stres dan
menurunnya fungsi sistem kekebalan tubuh. Stres ternyata dapat menurunkan
kemampuan sistem imun, sehingga tidak dapat berfungsi secara baik. Sistem
kekebalan tubuh yang menurun akibat stres membuat berbagai penyakit mudah
menyerang. Salah satu yang sering muncul adalah masalah alergi. Stres merupakan
respons fisik atau mental, emosional yang timbul terhadap setiap perubahan atau
keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dampak dari stres pun
beragam, tidak hanya memengaruhi kondisi psikologis, juga fisik.

Umumnya, sistem kekebalan tubuh dari sel hospes atau manusia itu sendiri
bisa tidak adekuat terhadap agen infeksi. Ini bisa terjadi salah satunya karena
adanya penyakit autoimun yang diturunkan, yang dapat mempengaruhi respon
tubuh penjamu terhadap infeksi. Efek dari penyakit autoimun ini mengakibatkan
perubahan sistem imunitas yang beragam, termasuk pengurangan kadar antibodi,
perubahan sel fagositik dan kekurangan sel efektor. Setiap perubahan ini dapat
menimbulkan keadaan dimana tubuh penjamu sangat rentan terhadap agen infeksi.
Beberapa contoh dari penyakit ini antara lain, penyakit granulamatosa kronik yang
menurunkan aktivitas antibakteri.

Pada beberapa kasus, patogen akhirnya mengakibatkan penekanan sistem


imun. Contohnya pada infeksi HIV, yang mengubah imunitas sel T dan
menyebabkan infeksi lebih jauh oleh patogen oppurtunistik. Pada keadaan lain,
bakteri tertentu melepaskan toksin yang berfungsi sebagai superantigen, yang
mengawali menstimulasi banyak sel T untuk berproliferasi, akan tetapi karena
pelepasan sitokin dari sel T, akhirnya menkan sel imun dan mengakibatkan patogen
bermultifikasi. Namun, untuk difensiasi imun yang lebih lengkap sendiri, akan
dibahas lebih lanjut pada skenario selanjutnya.

F. Antibiotik, Mekanisme, Dan Efek Sampingnya

Antibotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme


yang memiliki kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme (mikroba).

1. Penggunaan Klinis Antibiotik Kelompok 3 TUTORIAL


Skenario 2 2010
a. Pemilihan antibiotic

Pemilihan obat antimikroba secara rasional tergantung pada hal berikut :

1. Diagnosis

Diagnosis etiologi spesifik harus dirmuskan. Hal ini sering dilakukan berdasarkan
pertimbangan klinis. Misalnya pada pneumonia lobar yang khas atau infeksi saluran urin
akut, hubungan antara gambaran klinis dan agen penyebab harusalh baku sehingga
memudahkan pemilihan antibiotic berdasar gambaran klinis. Pada sebagian besar infeksi,
hubungan atara agen penyebab dan gamabaran klinis tidak konstan oleh karena itu
penting untuk mendapat specimen yang tepat untuk mendapat specimen yang tepat untuk
idenfikasi bakteriologi agen penyebab.

Best guest organisme penyebab bisa didasarkan pada pertimbangan berikut, antara lain :

a. Tempat infeksi (pneumonia, infeksi saluran urin)

b. Usia pasien ( meningitis, neonatal, anak kecil, dewasa)

c. Tempat di mana infeksi diperoleh ( rumah sakit atau komunits)

d. Faktor mekanik sebagai predisposisi ( intervena drip, karakter urin, respirator, paparan
terhadap vector.

e. Faktor predisposisi pada inang ( immunodefisiensi, kortikosteroid, transplant,


keomterapi kanker, dan lain-lain)

Jika agen penyebab infeksi diketahui, obat pilihan dapat dilakukan berdasrkan
pengalaman klinis.

2. Uji kepekaan

Uji kepekaan dilakukan atas indikasi berikut:

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
a. Jika mikroorganisme yang ditemukan adalah tipe yang sering resisten terhadap
antimikroba (bakteri interik gram negative)

b. Jika proses infeksi kemungkinan besar menjadi fatal jika tidak diobati dengan tepat
(meningitis, spetisema)

c. Dalam infeksi tertentu dimana pembasmian organism membutuhkan penggunaan obat


yang bersifat bakterisidal secara cepat, tidak hanya bakteriostatik (infeksi endokarditis).

b. Bahaya pengguanaan yang sembarang

Indikasi untuk pemberian antibiotic harus memenuhin syarat dengan memperhatikan hal-
hal berikut :

1. Penyebarluasan keadaan reaksi obat di populasi sebagai akibat hipersensitifitas,


anaplaksis, ruam, demam, kerusakan darah, hepatitis kolestataik, dan mungkin
penyakit kolagen.

2. Perubahan dalam flora normaltubuh, dengan penyakit yang diakibatkan dari


superinfeksi mengakibatkan pertumbuhan berleibhan organism yang resisten terhadap
obat.

3. Menutup infeksi yang serius tanpa membasmi. Misalnya, menifestasi klinis abses
mungkin dikurangi, namun proses infaksi terus berlangsung.

4. Toksisitas obat langsung (granulositopenia atau trombositopenia dengan sefalosporin


dan penisilin dan kerusakan ginjal atau kerusakan saraf pendengaran karena
aminoglikosida).

5. Perkembangan resisten obat dalam populasi mikrobia, terutama melalui eliminasi


mikroorganisme yang sensitive terhadap obat dari lingkungan yang penuh dengan
antibiotic (rumah sakit) dan digunaka oleh mikroorganisme yang resisten terhadap
obat.
Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
c. Toksisitas selektif

Antimikroba yang ideal menunjukkan toksisitas selektif. Hal ini secara tidak
langsung menjelaskan bahwa obat berbahaya bagi parasit dan membahayakan inang.
Toksisitas selektif mungkin merupakan fungsi reseptor spesifik yang dibutuhkan untuk
melekatnya obat-obatan, atau bisa karena hambatan biokimia yang bisa terjadi bagi
organisme namun tidak bagi inang. Mekanisme obat antimikroba tidak sepenuhnya
dimengerti. Namun, mekanismenya dikelompokkan dalam 4 kelompok utama :

1. Mekanisme Penghambat terhadap sistesis dinding sel

(Misalnya : basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, vankomisin)

Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel.


Mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri, yang
mempunyai tekana osmotic internal yang tinggi, tekanan tersebut tiga hingga lima
kali lebih besar daripada bakteri gram positif daripada bakteri gram negative. Trauma
pada dinding sel atau penghambatan pembentukannya, menimbulkan lisis pada sel.

Dinding sel berisi polimer “mucopeptida” komplek (peptidoglikan) yang secara


kimia berisi polisakarida dan campuran rantai polipeptida tinggi. Olisakarida berisi
gula amino N-acetyglucosamine dan asam acetylmuramic. Pada gula amino melekat
rantai peptide pendek. Lapisan peptidoglikan kebanyakan lebih tebal pada bakteri
gram positif daripada bakteri gram negative. Semua obat β-lactam menghambat
sistesis dinding bakteri oleh karena itu aktif melawan pertumbuhan bakteri.
Penghamabtan ini hanya salah satu dari beberapa aktivitas obat ini, tapi inilah yang
paling dimengerti. Langkah awal dari aksi obat berupa ikatan obat pada reseptor sel
(Protein Binding Penicillin).

2. Mekanisme penghambat terhadap fungsi membrane sel

Misalnya: Amfoterisin β, Kolistin, Imidasol, Triasol, Polien, Polimiksin

Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membrane sitoplasma, yang berperan
sebagai barrier premeabilitas selektif, membawaKfungsi
elom p o k aktif,
transport 3 kemudian TUTORIAL
Skenario 2 2010
mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membrane sitoplasma
dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel, kemudian sel rusak atau terjadi
kematian. Membrane sitoplasma bakteri dan fungi mempunyai struktur berbeda
disbanding sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh agen tertentu.
Oleh sebab itu, kemoterapi selektif adalah hal yang memungkinkan.

3. Penghambat terhadap sintesis protein ( misal pengambat translasi dan transkripsi


material genetic)

Misalnya :

a. Aminoglikosida

Cara kerja streptomisin telah dipelajari jau lebih intensif daripada aminoglikosida
lain, tetapi kemungkinan semua bertidak secara sma. Langkah pertama adalah
penambahan aminoglokan reseptor protein spesifik (P12 dalam kasusu streptomisin)
pada subunit 30S ribosom mikrobia. Kedua, aminoglikosida memblokir aktivitas
“inisiasi komplek” normal pembentukan peptid. Ketiga, pesan mRNA salah dibaca
pada “daerah pengenalan” ribosom. Keempat, penambahan aminoglikosida berakibat
dalam pemecahan polisom dan pemisahannyake dalam monosom yang tidak dapat
mensitesis protein. Aktivitas terjadi lebih atau kurang simultan, dan pengaruh atas
semua itu biasanya tidak dapat kembali bahkan membunuh bakteri.

b. Kloramfenikol

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Menghambat transpeptidasi secara indirek yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase,
dengan memblok pengikatan aminoacyl moieti pada tRNA ke bagian penerima
(aseptor) pada ribosom-messenger (mRNA) complex

c. Tetrasiklin

terikat pada 30 S ribosom pada sisi yang menyebabkan terbloknya ikatan antara
amino acid-charged tRNA ke bagian aseptor pada (mRNA)

d. Linkomisin (klindamisin)

Klindamisin berkaitan dengan subunit 50S ribosom dan reseptrnya menyerupai


makrolid, juga aktivitas antibakteri, dan cara kerjanya. Mutan

kromosomal bisa resisten karena hilangnya reseptor pada subunit 50S.

e. Penghamat terhadap sintesis asam nukleat

(Misal Rifampin)

Rifamin menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang sangat kuat pada
enzim DNA dependent RNA polymerase bakteri. Jadi ini penghambat sisntesis RNA
bakteri. Resistensi rifampin diakibatkan karena perubahan pada RNA polymerase
akibat mutasikromosom yang sangat sering terjadi. Mekanisme kerja rifampin pada
virus adalah berbeda. Rifampin memblokir tahap akhir dan penyusunan poxvirus.

2. Efek Samping

Obat antibiotik juga dapat menimbulkan efek samping antara lain seperti reaksi alergi,
reaksi toxic, eaksi perubahan metabolic dan masih banyak lagi efek samping lainnya.

Obat antimikroba untuk pemberian sistemik juga memiliki efek samping seperti :

a. Penisilin Kelompok 3 TUTORIAL


Skenario 2 2010
Penisilin diperoleh dari jamur genus pinisilin (pinicilium notatrum) dan diperoleh
dari ekstraksi kultur gabungan yang ditumbuhkan dalm media tertentu. Penisilin alami
yang paling sering digunakan adalah penisilin G. darp penisilin G ini dikembangkan
mejadi sangat banyak jenis penisilin dengan cara menggabungkan grup amino bebas dari
asam penisilant dengan grup karboksil dan senyawa yang berbeda.

Penisilin yang penting dalam pengobatan dikelompokkan menjadi empat kelompok


utama :

1. Aktivitas terkuat dalam melawan organism gram positif, spirokheta, dan beberapa
yang lain tapi rentan terhadap hidrolisa oleh β-lactamase dan labil terhadap asam
(penisilin G).

2. Relative tahan terhadap β-lactamase tapi aktivitas yang lebih rendah melawan
organism gram positif dan dan tidak aktif melawan gram negative.

3. Relative mempunyai aktivitas yang melawan kedua organism gram positif dan gram
negative tapi dirusak oleh β-lactamase.

4. Relative stabil terhadap asam lambung dan cocok untuk pemberian oral (misalnya
penisilin V, kloksasilin, amoksisilin).

Penisilin mempunyai toksisitas yang lebih rendah di banding obat antimikroba


lain. Efek samping yang paling serius adalah hipersensitivitas. Semua penisilin
mempunyai daya sensitisasi dan reaksisilang. Beberapa bahan (termasuk susu dan
kosmetik) yang mengandung penisilin dapat mengakibatkan sensitisasi. Tes kulit dengan
penisilost-polilisin,poduk hidrolisis alkalin, dan penisilin yang utuh, bisa menentukn
beberapa orang yang hipersensitf. Diantara orang yang positif tehaap tes kulit, kejadian
reaksi alergi imediat cukup tinggi. Reaksi alergi dapat terjadi dalam bentuk syok
anafilaktik yang khas, tipe reaksi serm sickness yang khas (gatal-gatal, bengkak sendi,
edema angioneurotik, kesulitan respirasi dalam 7-12 hari setelah pemberian penisilin) dan
berbagai ruam kulit, demam, nefritis, eosinofilia, vaskulitis dan lain-lain.

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
b. Sefalosporin

Beberapa jamur (cephalosprium) menghasilkan bahan yang dinamakan


sefalosporin. Ini disusun oleh β-lactam dengan inti asam 7-amino seflosporanat.
Sefalosporin alami mempunyai aktivitas antibakteri yang rendah, tapi ikatan berbagai
grup R telah dihasilkan berbagai bahan obat dengan berbagai sifat farmakologi dan daya
antimikroba.

Sefalosporin bisa menyebabkan sensitisasi dan dapat menimbulkan berbagai


reaksi hipersensitivitas, termasuk anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis,
granulositopenia, dan anemia hemolitik.

c. Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan kelompok obat yang berbeda secara fisik dan karakteristik
farmakologinya tapi sebenarnya mempunyai sifat animikroba yang sama dan member
resistensi silang sempurna. Semua tetrasiklin diabsorpsi dari saluran usus dan
didistribusikan secara luas pada jaringan tubuh, tapi sedikit masuk ke cairan
serebrospinal. Dengan dosis tetrasiklin hidroklorid 2g/hari secara oral, kadar darah
mencapai 8 mg/mL.

Tetrasiklin mengakibatkan berbagai gangguan gastrointestinal (mual, muntah,


diare), ruam kulit, lesi selaput lender, dan demam, khususnya jika pemberian di
perpanjang dan dosis tinggi. Pergantian flora bakteri biasanya terjadi. Tumbuh lajak
(overgrowth) ragi pada selaput lender analan vaginal selama pemberian tetrasiklin
menimbulkan inflamasi dan gatal-gatal. Tetrasiklin tertumpuk pada tulang dan gigi
khususnya pada fetus dan sampai usia 6 tahun. Perubahan warna dan fluoresen pada gigi
yang terjadi pada bayi yang baru lahir jika tetrasiklin diminum dalam waktu yang lama
pada wanita hamil dan kerusakan hati dapat terjadi.

G. Bakteri Resisten terhadap Antibiotik


Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antimikroba
melalui 3 mekanisme:

1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba


Pada kuman gram negatif, molekul antimikroba yang kecil dan polar dapat menembus
dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila
porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya antimikroba ini akan terhambat.
Makanisme lain ialah kuman mangurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan
antimikroba ke dalam sel. Mekanisme lain lagi adalah mikroba mengaktifkan pompa efluks
untuk membuang keluar antimikroba yang ada dalam sel.
2. Inaktivasi obat
Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan
aminoglikosida dan beta laktam karene mikroba mampu membuat enzim yang merusak
kedua golongan antimikroba tersebut.
3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba
Mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten terhadap metisilin. Kuman ini
mengubah Penisilin Binding Proteinnya sehingga afinitasnya menurun terhadap metisislin
dan antibiotik beta laktam yang lain.

1. Berbagai Cara yang Menyebabkan Organisme Resisten


terhadap Obat
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif
. Contoh stafilokokus resisten terhadap penicillin G, menghasilkan beta-
laktamase yang menghancurkan obat.

b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contoh :


tetrasiklin menumpuk pada bakteri yang rentan, tidak pada bakteri resisten.

c. Mikroorganisme menyebabkan perubahan target struktural untuk


obat. Contoh : organisme resisten eritromisin mempunyai reseptor yang
berubah pada subunit 50S ribosom, disebabkan metilasi RNA 23S ribosom

d. Mikroorganisme menyebabkan perubahan


K e l jalur
o m pmetabolik
ok 3 yang
TUTORIAL
melintasi reaksi yang dihambat obat. Contoh : beberapa bakteri yang
Skenario 2 2010
resisten sulfonamide tidak memerlukan PABA ekstraseluler, tetapi menggunakan
asam folat

e. Mikrooranisme menyebabkan perubahan enzim yang masih dapat


melakukan fungsi metaboliknya tetapi kurang dipengaruhi obat.
Contoh : baktei yang resisten trimetoprim, asam dihidrofolat reduktase dihambat
kurang efisien daripada bakteri yang rentan trimetoprim

2. Asal Resistensi Obat


a. Asal Resistensi Obat non-Genetik

1. Replikasi aktif bakteri diperlukan oleh kerja obat anribakteri


2. Mikroorganisme yang secara metabolic tidak aktif  resisten terhadap
obat secara fenotipis
3. Keturunannya rentan obat
4. Mikroorganisme dapat kehilangan struktur target spesifik untuk suatu
obat selama beberapa generasi  resisten
5. Contoh : obat rentan penicillin  resiten
6. Karena memiliki dinding sel selama pemberian penicillin
7. Mikroorganisme dapat menginfeksi pejamu di tempat kerja antimikroba
tidak aktif / ditiadakan
8. Contoh : aminoglikosida seperti gentamisin tidak efektif  demam enteric
salmonella
9. Karena salmonella terdapat di intraseluler dan aminoglikosida tidak
masuk ke dalam sel
b. Asal Genetik Resistensi Obat

Mikroba resisten obat  karena perubahan genetic dan proses seleksi yang
terjadi  oleh antimikroba
Kelompok 3 TUTORIAL
1. Resistensi kromosom
Skenario 2 2010
a. Beberapa plasmid membawa gen untuk resistensi antimikroba

b. Gen tersebut mengontrol pembentukan enzim  menghancurkan


antimikroba
c. Plasmid menentukan resistensi  penicillin dan sefalosporin dengan
membawa gen untuk pembentukan beta-laktamase
d. Bahan genetik plasmid dapat dipindahkan dengan transduksi,
transformasi dan konjugasi

2. Resistensi Silang

a. Mikroorganisme resisten terhadap obat tertentu juga resisten terhadap


obat lain yang mempunyai mekanisme kerja yang sama.
b. Contoh : aminoglikosida yang berbeda, makrolid-linkomisin, tetrasiklin

3. Pembatasan Resistensi Obat

Cara meminimalisasi resistensi obat pada infeksi :

a. Mempertahankan kadar obat yang cukup tinggi dalam jaringan


menghambat populasi asli dan populasi mutan yang pertama
b. Memberikan dua obat sekaligus yang tidak memberi resistensi silang
masing-masing saling menghambat timbulnya mutan (contoh :
rifampin dan isoniazid  tuberculosis)
c. Mencegah pajanan mikroorganisme ke obat tertentu

4. Arti Klinis Resistensi Obat


Gonokokus
Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
a. Pada 1930-an (ketika sulfonamide digunakan  penyakit gonorrhoeae)
semua isolat gonokokus rentan sulfonamide
b. Beberapa tahun kemudian sebagian strain resisten
c. Gonokokus sangat rentan penicillin
d. Beberapa dekade kemudian gonokokus resisten penicillin

Meningokokus

a. Sampai 1962, meningokokus rentan sulfonamide


b. Efektik untuk profilaksis dan terapi  berakibat meningokokus resisten
sulfonamide dan tersebar luas
c. Penicillin  terapi
d. Rifampin  profilaksis
e. Meningokokus resisten rifampin muncul pada 1% orang yang telah
menerima rifampin untuk profilaksis

Stafilokokus

a. Pada 1944 sebagian besar stafilokokus rentan penicillin G


b. Penggunaan massif  65-85 % menghasilkan beta-laktamase  resisten
penicillin G (1948)
c. Stafilokokus resisten nafsilin
d. Vankomisin  utama  pengobatan infeksi S. aureus yang resiten nafsilin

Pneumokokus

a. Streptococcus pneumoniae rentan penicillin sampai tahun 1963


b. Ditemukan strain resisten di Papua Nugini
c. Kemudian di Afrika Selatan, Jepang, Spanyol  seluruh dunia
d. Resistensi penicillin pada pneumokokus cenderung klonal
e. Pneumokokus juga sering resisten trimetoprim-sulfametoksasol, kadang-
kadang terhadap eritromisin dan tetrasiklin
Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010
Bakteri Enterik Gram Negatif

a. Kebanyakan resistensi disebabkan penyebaran resistensi plasmid yang


luas antara genus yang berbeda
b. Pemasukan obat dalam makanan hewan  hewan-hewan tumbuh lebih
cepat tetapi disertai peningkatan organisme enteri resisten obat dalam
flora feses pekerja peternakan
c. Plasmid yang membawa gen-gen resisten obat terdapat terdapat pada
bakteri gram negative flora normal usus
Mycobakterium tuberculosis

a. Resistensi obat primer pada M. tuberculosis tejadi pada sekitar 10 % isolat


b. Paling sering terhadap isoniazid / streptomisin
c. Resistensi terhadap rifampin / etambutanol  jarang
d. Isoniazid dan rifampin : obat-obat primer digunakan pada kebanyakan
regimen pengobatan standar
e. Di Amerika Serikat, resistensi banyak obat pada M. tuberculosis dari nol
sampai 30 %
f. Nepal (48 %), Gujarat dan India (33,8 %), New York (30,1 %), Bolivia (15,3
%) Korea (14,5 %)
g. Kepatuhan pasien yang buruk terhadap pengobatan  factor utama
resistensi.

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

BAB III
PENUTUP

Simpulan

Terdapat berbagai agen infeksius berpotensi sebagai patogen pada manusia.


Secara umum, agen infeksi tersebut terdiri dari bakteri, virus, fungi, helminth, dan
protozoa. Masing-masing agen infeksius tersebut direspon oleh sistem imun tubuh
dengan mekanisme yang berbeda-beda, tapi pada prinsipnya sama.

Tidak hanya menjadi agen infeksius, beberapa bakteri dan fungi juga
berpotensi sebagai antibiotik, senyawa yang dapat membunuh/menekan
pertumbuhan bakteri. Akan tetapi, penggunaan antibiotik yang terus menerus
ataupun salah akan menimbulkan resistensi pada bakteri patogen.

Kelompok 3 TUTORIAL
Skenario 2 2010

Daftar Pustaka

Brooks, G. F., Butel, J. S., et al. (2008). Jawetz, Melnick & Adelberg
mikrobiologi kedokteran, 23rd ed. Jakarta: EGC

Brooks, Geo et al, 2004. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Mocribiology,
Twenty-third Edition, International Edition, McGraw-Hill Companies, Inc.:
Boston, printed in Singapore

Kayser, Fritz H, et.al. 2005. Color Atlas of Medical Microbiology. Thieme: New
York.

Levinson, Warren. 2006. Review of Medical Microbiology and Immunology.


Lange Medical Book: New York

Staf Pengajar Fakultas kedokteran UI. 2008. Buku Ajar Mikrobiologi


Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta

Staf FKUI.2006. Farmakologi dan Terapi.Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Etjang, Indan.2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. PT Citra Aditya Bakti:

Kelompok 3 TUTORIAL

Anda mungkin juga menyukai