PTERYGIUM
Pembimbing :
Dr. Hondrizal Sp.M
oleh :
Roni Andika Pratama
1110070100171
BAB I
Pendahuluan
Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium
cukup sering didapati. Mereka yang sering bekerja di bawah cahaya matahari atau
penghuni di negara tropika. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar
matahari (UVA & UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh papaparan alergen, iritasi
berulang (misal karena debu atau kekeringan), karena sering terdapat pada orang
yang sebagian besar hidupnya berada pada di lingkungan berangin, penuh sinar
matahari, berdebu dan berpasir. 13
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Seperti daging berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral
di sisi nasal. Temuan patologik pada konjungtiva, lapisan bowman kornea
digantikan oleh jaringan hialin dan elastik. Jika pterigium membesar dan meluas
sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil
kornea superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva
dan eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.7
BAB II
Pembahasan
I.
Anatomi
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata
bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui
konjungtiva. Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel
goblet.2
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar
digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera
dibawahnya.
Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal
dengan konjungtiva bulbi. 2
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 2
endotel
melekat pada
membrane
descement
melalui
II. Pterigium
Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap,
khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura
interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak
(apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat digerakkan
sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan kemudian bagian
dasarnya menyatu dengan konjungtiva. 12
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari
2% untuk daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis
lintang 28-36o. Terdapat hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah
yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga
dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan
relatif angka kejadian di lintang bawah.3
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi
visual atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi
sehingga menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.3
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet
secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian
temporal.6
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat
dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang
sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.3
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel
yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E .
Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing
bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman
oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal,
tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering
menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.9
Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata
(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat
dari iritasi dan peradangan.11
Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast, menginvasi dan
menghancurkan lapisan bowman pada kornea
B.
C.
Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea
dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian
kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4
(Gradasi klinis menurut Youngson ):
Derajat 1
Derajat 2
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau
kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini
mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahanlahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan
dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata
mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan
sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.11
Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus
terpengaruh.
Dengan
memvisualisasikan
menggunakan
pterygium
slitlamp
tersebut.11 Dengan
diperlukan
untuk
menggunakan
sonde
di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti
pada pseudopterigium.10
Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan.6
2.
Pseudopterigium
Sebab
Pterigium
Pseudopterigium
Proses degeneratif
Sonde
Kekambuhan
Residif
Tidak
Usia
Dewasa
Anak
Terapi
1.
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 12 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan
pada kornea.10
2.
Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian
konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva
yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan
hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal
mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C
(MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat
komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.10
A. Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan
silau karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6
B. Teknik Pembedahan
Tantangan
utama
dari
terapi
pembedahan
pterigium
adalah
minimal
jaringan
LawrenceW.
dan
Hirst,
orientasi
MBBS,
akurat
dari
dari
Australia
pterygia
primer
dan
setinggi
37,5
persen
autograft
konjungtiva
adalah
pelestarian
bulbar
sekarang
menganjurkan
penggunaan
MMC
hanya
Follow up
Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya
musculus rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian
strabismus dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka
atau tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada intraokuler akibat otot
terpotong.14
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
atau beta radiasi.6
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur
yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post
operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca
operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. . Pasien dengan pterygia yang
kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan
konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien
tertentu.3
BAB III
Kesimpulan
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata dan
merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di
karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari pterigium.
Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih
banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun karena faktor
degeneratif. Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala
apapun(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah,
sensasi benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari
stadiumnnya.
Pterigium tumbuh dengan lambat dari arah limbus, tempat pemunculan
pertamanya. Pertumbuhannya berjalan tidak konstan. Terdapat periode klinis yang
tenang, dan periode pertumbuhan yang cepat. Secara umum progresifitas sangat
lambat. Pterigium yang progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea
sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada fase awal yang berjalan lambat
tidak diperlukan pembedahan. Dengan pengecualian pasien meminta pembedahan
dengan alasan kosmetik. Pada tipe yang progresif pasien akan mengeluh tentang
irtitasi atau penglihatan yang terganggu akibat pertumbuhan pterigium tersebut.
Bila pterigium telah menjalar mendekati pupil, tindakan pembedahan harus
dilakukan
BAB IV
Penutup
Demikian telah dibahas mengenai anatomi, definisi, patofisiologi, gejala klinis,
pemeriksaan, diagnosis banding, komplikasi, serta penatalaksanaan pterigium.
Semoga semua yang telah kami bahas dalam referat ini dapat bermanfaat agar
dapat lebih memahami tentang pterigium dan penatalaksanaannya.
Daftar Pustaka
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.
Management
of Pterygium
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.
hal:2-6, 116 117
3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.
Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
5. Miller SJH. Parsons Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill
Livingstone ;1996. p.142
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III
penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 104
7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P.
Whitcher edisi 17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119
8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium
10. www.inascrs.org/pterygium/
11. www.mdguidelines.com/pterygium18
12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorlands Illistrated Medical
Dictionary. 29th. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org
14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012.
Management
of
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm
15. www.google.com/image/eye_anatomy
16. www.google.com/image/eye_anatomy
17. www.google.com/image/eye_anatomy
18. www.google.com/image/Pinguekula
19. www.google.com/image/Pseudopterigium
20.
Pterygium.