LIMFADENITIS TB ANAK
Disusun untuk Memenuhi sebagian Syarat Program Dokter Indonesia
Oleh :
Pendamping Wahana:
dr. Azharul Yusri, Sp. OG
dr. Aisah Bee
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Masuk RS
RM
: An.M
: 6 th
: Laki-laki
: Jl. Perumbi Banglas
: 26/10/2015 (Masuk Poli Anak)
: 05 62 36
Usia
2 bulan
4 bulan
10 bulan
1 tahun
1,5 tahun
0-4 bulan
:
4-6 bulan
:
6 bulan-1 tahun
1 tahun- 2 tahun
2 tahun- sekarang
Riwayat Kehamilan
Pasien anak I dari II bersaudara
Lahir normal dengan dukun kampung, BBL tidak tahu
Selama hamil ibu periksa kehamilan teratur ke puskesmas
Selama hamil ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak merokok,
minum jamu maupun minum keras
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien tidak tahu status imunisasi dan tidak ada bekas jaringan parut BCG di
lengan kanan atas pasien
Riwayat perumahan
sumber air.
Buang sampah :
dikumpulkan dibakar
Kesan lingkungan : kurang baik
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Komposmentis
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi
: 92 x/menit, teraba kuat, reguler
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,70 c
2
Status Gizi
BB
TB
Kesan
:
: 16 Kg
: 110 cm
: - BB/TB = 80% (Mild malnutrion)
- BB/U = <80% (Moderete malnutrion)
Berdasarkan kurva CDC pasien tergolong Gizi Kurang, Berat badan seharusnya 20 Kg
Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Mata : konjuntiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-)
Leher : Colli anterior
Inspeksi : - Pembesaran KGB Multiple colli dextra sinistra daerah I,II,III dan
IV
- Tampak ulkus di daerah II, III dan IV berbentuk oval, berbatas
tegas, bergaung, tepi tidak rata, secret seropurulen, tidak berbau,
terdapat skin bridge (+), kulit disekitar livide.
Palpasi : Teraba massa bulat berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, tidak
terfiksir, tidak nyeri dengan ukuran > 1 cm
Mulut : Normal
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: supel, Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor baik
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan penunjang
Tes mantoux : terdapat indurasi bulat, permukaan rata, warna kemerahan dan ukuran
11 mm.
Diagnosis kerja
Limfadenitis TB + Skrofuloderma
Penatalaksanaan
Obat TB intensif diberikan selama 2 bulan :
INH 1x160 mg
4
Rifampisin 1x240 mg
Pirazinamid 1x480 mg
Vit B6 sirup 1x1 cth
Prognosis :
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad function
: Bonam
Quo ad kosmetikum : Malam
Pemeriksaan A njuran : FNAB
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Limfadenitis merupakan peradangan satu atau lebih kelenjar getah bening.
Limfade nitis tuberkulosa adalah tuberkulosis kelenjar getah bening yang terjadi
akibat infeksi primer atau disebabkan oleh penyebaran limfatik atau hematogenik
dari fokus infeksi primer di tempat lain dalam tubuh.1
Skrofuloderma merupakan TB kulit akibat penjalaran perkontinuitatum
dari kelenjer limfe dibawahnya yang terkena TB. Penyakit ini menyerang semua
usia mulai dari anak-anak, dewasa muda hingga orang tua.2
II.
Epidemiologi
Sekurang-kurangnya 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB,
70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia
tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang child-friendly dan tidak
adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak
anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar
sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan
peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak. Data TB anak
di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB
pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2%
pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi
dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih
sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok
umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA
positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.2
III.
Etiologi
Basil TB yang biasa menyebabkan penyakit pada manusia adalah
Mycobacterium tuberculosis, M. bovis dan M. africanum. Limfadenitis
tuberkulosa disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales.
Yang tergolong dalam Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M.
tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian African I, 4. Varian African II, 5. M.
bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan secara epidemiologi.3
Basil TB adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus
berukuran sekitar 0,4 x 3 m dan tidak berspora. Mycobacteria termasuk
M.tuberculosis tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram dan hanya dapat
6
diwarnai dengan pewarnaan khusus serta sangat kuat mengikat zat warna tersebut
sehingga tidak dapat dilunturkan walaupun menggunakan asam alkohol, sehingga
dijuluki bakteri tahan asam. Pewarnaan Ziehl Neelsen biasanya digunakan untuk
menampakkan basil ini. Reservoir dari M.tuberculosis hanya pada manusia.
Penyebarannya dari manusia ke manusia melalui droplet dari saluran respirasi.4
IV.
Kelenjar limfe
Kelenjar limfe merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret
sepanjang pembuluh limfe. Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi
leher.
IV.
V.
V.
dengan
M.sternokleidomastoid
dan
batas
posterior
M.sternokleidomastoid.
Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
Kelenjar yang berada di setiga posterior servikal.
Patogenesis
7
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ballvalve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
Diagnosis
11
1. Anamnesis2
Pasien datang dengan keluhan timbulnya benjolan di leher baik tunggal ataupun
multiple, benjolan dirasakan tidak nyeri, semakin membesar atau persisten.
Selain itu perlu ditanyakan :
a. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud dengan
kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien
TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil
pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB
dewasa.
b. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
c. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya
tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
d. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
f. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
g. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.
2. Pemeriksaan fisik2,4
Pada infeksi oleh mycobacterium, pembesaran kelenjar limfe berjalan
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, namun dapat juga terjadi secara
12
mendadak. Tahap dini pemeriksaan kelenjar limfe teraba massa keras dengan
batas tegas, tidak sakit dan dapat digerakkan. Pada tahap selanjutnya dapat
ditemukan pembesaran kelenjar limfe yang saling berlengketan satu sama lain.
Kelenjar limfe ini akan membentuk suatu abses dingin. Lesi biasanya unilateral.
Bila mengenai kulit, kulit akan meradang, memerah, bengkak dan mungkin
sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol, mengeluarkan bahan seperti keju.
Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi yang membiru disertai
secret yang jernih. Tukak ini dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut
yang tipis dan berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan
bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit seperti ini dinamakan
skrofuloderma.Kelenjar limfe yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe
servikal pada segitiga posterior servikal dan supraklavikula.
Tes dapat positif palsu pada mereka yang telah divaksinasi BCG, sedangkan
negative palsu terjadi pada orang yang menderita AIDS, malnutrisi, dan pasien
yang memakai steroid.
14
lagerhans/giant
cell,
sebuah
sel
yang
besar
berinti
banyak.
Basil
kelenjar
hilus
atau
paratrakeal
dengan/tanpa
infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral),
konsolidasi segmental/lobar, efusi pleura, milier, atelektasis, kavitas kalsifikasi
dengan infiltrate, tuberkuloma
15
16
benjolan di leher.
Trauma: hematoma akibat benturan
Neoplasma: dapat jinak seperti lipoma, hemangioma, neuroma, dan fibroma.
Tumbuh dengan lambat dan jarang invasi. Sebagian besar didiagnosis pada
saat eksisi bedah. Maligna seperti karsinoma tiroid, karsinoma nasofaring,
karsinoma laring, limfoma, dan sarcoma.3
17
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
18
150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis
yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
19
Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6
bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG
setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.
PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun datang ke poli anak dengan keluhan benjolan
pada leher yang tidak kunjung. Riwayat perjalanan penyakit dimulai saat 7 bulan yang lalu,
awalnya timbul benjolan dileher sebesar biji jagung, tidak nyeri dan teraba kenyal. Benjolan
semakin bertambah besar dalam kurun waktu 7 bulan dan sebagian benjolan menjadi pecah
mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Nafsu makan yang menurun dan berat badan sulit naik,
pernah demam hilang timbul selama 1 bulan. Riwayat TB dalam keluarga berupa ayah pasien
yang minum obat TB selama 6 bulan, status imunisasi pasien yang tidak jelas dan tidak ada
bekas suntikan BCG di lengan kanan atas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan gizi mild
malnutrion, pada daerah leher terdapat multiple limfadenopati dan sebagian benjolan yang
telah menjadi ulkus. Pada tes mantoux menunjukkan hasil positif dan rontgen thoraks
menunjukkan kesan limfadenitis TB.
Menurut Pedoman Nasional TB Anak, kriteria penegakan TB anak dengan
menggunakan skoring TB anak. Sistem scoring tersebut dikembangkan melalui tiga tahap
penelitian oleh IDAI, Kemenkes dan WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk
mempermudah penegakan diagnosis TB anak. Adapun scoring TB anak yaitu adanya kontak
dengan pasien TB, uji tuberculin positif, keadaan gizi yang kurang atau buruk, demam yang
tidak diketahui penyebabnya, batuk kronik, pembesaran kelenjer limfe colli, aksila atau
inguinal, pembengkakan tulang sendi dan foto thoraks mendukung TB. Pada pasien dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang menunjukkan scoring TB 9.
Dimana pada pasien terdapat kontak dengan penderita TB, mantoux positif, gizi mild
malnutrion, demam selama 1 bulan yang hilang timbul, adanya pembesaran kelenjer limfe
colli dan rontgen thoraks dengan kesan limfadenitis TB.2,4
Pada pasien ditemukan adanya pembesaran kalenjer limfe daerah leher, ini merupakan
bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang sering terjadi dan terbanyak pada kelenjer limfe
leher. Kebanyakan kasus dapat timbul 6-9 bulan setelah infeksi awal M.Tuberkulosis, tetapi
20
beberapa kasus dapat timbul bertahun-tahun. Lokasi pembesaran kelenjer limfe yang sering
adalah di servikal anterior, submandibula, supraklavikula, inguinal dan aksila. Kelenjar limfe
biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal penyakit. Pembesaran kelenjar limfe
bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi
pada jaringan di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi
infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah
saling bersilangan. Uji tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif. Diagnosis definitif
memerlukan pemeriksaan histologis dan bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang
dapat dilakukan di fasilitas rujukan dan pada pasien akan direncanakan biopsi untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologis.2,4
Adanya kelenjer yang pecah dan menjadi ulkus menunjukkan telah terjadi
manifestasi TB kulit dan yang paling khas adalah skrofuloderma. Skrofuloderma terjadi
akibat penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB. Manifestasi klinis
skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak. Skrofuloderma biasanya ditemukan di
leher dan wajah, dan di tempat yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah
parotis, submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher. Lesi awal skrofuloderma
berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan dalam yang keras (firm), berwarna merah
kebiruan, dan tidak menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy). Selanjutnya mengalami pencairan,
fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau
serpiginosa, dasar yang bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted),
berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit lebih keras.
Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriks berupa pita/benang fibrosa padat, yang
membentuk jembatan di antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan,
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat, sinus yang mengeluarkan
cairan, serta massa yang fluktuatif.2,4
Tatalaksana pada pasien sudah tepat dimana pada pasien dengan limfadenitis TB dan
skrofuloderma tergolong TB ringan sehingga pengobatan yang diberikan pada fase intensif
berupa 2RHZ dan pada fase lanjutan 4HR. Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap
minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat.
Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk
21
berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan
6 bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB
tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks. Pemeriksaan
tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena
uji tuberkulin yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan
klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.2
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC,
2006.
2. Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
4. UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008.
23