Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRATIKUM

DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN


DRYING

Rombongan 1
Kelompok 2
Penanggung jawab :
Fika Puspita
Gilang Respati N

(A1M012001)
(A1M012055)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun
beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan
adalah suatu upaya untuk menahahan laju pertumbuham mikroorganisme pada
makanan. Teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada beberapa cara,
yaitu: pendinginan, pengeringan, pengalengan, pengemasan, penggunaan bahan
kimia, penggunaan zat aditif (tambahan) dan pemanasan. Proses pengeringan
merupakan proses pangan yang pertama dilakukan untuk mengawetkan makanan.
Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada
kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga menurunkan
biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan
dan penyimpanan, karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering,
sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam
pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan. Disamping itu banyak bahan
pangan yang hanya dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi, coklat dan
beberapa jenis biji-bijian.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan yang paling tua.
Lingkungan primitif melakukan pengeringan daging dan ikan sebelum catatan
sejarah dimulai. Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan menggunakan energi panas dengan
sengaja biasanya dengan cara menguapkan air, bertujuan untuk menurunkan kadar
air sampai batas mikroba dan kegiatan enzimatis tidak dapat menyebabkan
kerusakan yang berarti.
Udara merupakan medium yang dibutuhkan dalam pengeringan karena
udara memberikan panas pada bahan pangan, menyebabkan air menguap, dan
merupakan pengangkut uap air yang dibebaskan oleh bahan pangan yang
dikeringkan atau dapat dikatakan, udara yang dipanaskan menyediakan panas

untuk memenuhi kebutuhan panas sensible dan panas laten penguapan air dari
bahan. Dari sisi lain udara juga tidak membutuhkan biaya banyak juga mudah
digunakan.
Proses pengeringan merupakan salah satu penanganan bahan pangan untuk
menjaga pengawetan bahan pangan lebih lama. Proses pengeringan pada dasarnya
ditentukan oleh pengaturan suhu yang baik yang merupakan faktor terpenting
dalam pengawetan pangan dan mutu bahan pangan yang dihasilkan. Pada
Percobaan yang dilakukan, ada dua cara yang digunakan yaitu pengeringan
dengan sinar matahari dan pengeringan dengan menggunakan alat yaitu Cabinet
drier

B. Tujuan
Tujuan dari dari pratikum ini yaitu :
1. Mengetahui lama waktu pengeringan yang diperlukan pada saat laju
pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun
2. Menentukan kadar air pada saat laju pengeringan konstan dan laju
pengeringan menurun
3. Menggambar kurva laju pengeringan bahan pangan
4. Mengetahui pengaruh blanching terhadap karakter sensoris bahan
segar dan produk ( warna, tekstur, rasa dan flavor)
5. Mengamati perbedaan karakter sensoris bahan segar dan produk
(warna, tekstur, rasa dan flavor) yang dikeringkan dengan metode
pengeringan yang berbeda

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Hall (1957) menyatakan proses pengeringan adalah proses pengambilan
atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju
kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah.
Pengeringan adalah metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
aiar dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
kesetimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan
kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah proses pengeluaran atau penghilangan air
dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air yang sangat
rendah mendekati nol.
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya
menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik
enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling
sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam
asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang
terkandung di dalamnya. (Winarno et al., 1993). Beberapa klasifikasi alat
pengering yang dapat digunakan antara lain: pengering tekanan atmosfer dan
pengering vakum. Pada pengeringan tekanan atmosfer panas yang diperlukan
untuk penguapan biasanya ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan,
yang juga menampung dan membawa air yang diuapkan. Sedangkan dalam
pengering vakum bahan yang dikeringkan harus diletakkan dalam ruang tertutup
dan panas untuk penguapan ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari
permukaan yang panas. Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering
diklasifikasikan menjadi pengering kontinue dan pengering tipe batch. Pengering
kabinet atau yang biasa disebut dengan tray dryerdapat dikelompokkan sebagai
pengering batch konveksi udara yang biasanya ditunjukkan untuk operasi kecil
(Wirakartakusumah,et.al,.1992).

Ada 4 metode pengeringan yang sekarang dilakukan. Semua cara tersebut


telah disesuaikan dengan jenis komoditi dan kemampuan serta teknologi yang
ada.
A. Pengeringan Langsung atau Penjemuran (Sun Drying).
Penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan menggunakan sinar
matahari langsung sebagai energi panas. Pengeringan secara penjemuran
memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta waktu yang
lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami
kerusakan oleh mikrobia dan lalat karena factor lama penjemuran
Ada 3 macam alat pengering dengan bertenagakan sinar matahari:
a. Tipe absorpsi dimana produk langsung dipanaskan dengan sinar
matahari.
b. Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontak
dengan udara seperti pada alat dehidrasi konvensional.
c. Alat pengering dengan system kombinasi kedua tipe diatas.
B. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Pengeringan buatan atau sering disebut pengeringan mekanis merupakan
pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Tinggi rendahnya suhu,
kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan dapat
diatur sesuai dengan komoditi yang dikeringkan.

Pengawasan yang tidak

tepat dari factor diatas dapat menyebabkan case hardening yaitu suatu
keadaan dimana bagian permukaan bahan telah sangat kering sedangkan
bagian dalam bahan masih basah. Hal ini terjadi apabila penguapan air pada
pemukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam bahan menuju
permukaan.
Jenis pengeringan pengering buatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a. Pengeringan Adiabatik
Merupakan pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering
oleh udara panas. Udara yang telah dipanaskan memberi panas pada bahan

pangan yang akan dikeringkan. Alat pengering yang termasuk kelompok


ini antara lain;

Pengering cabinet
Pengering ini terdiri dari suatu ruangan dimana rigen-rigen utuk
produk yang dikeringkan dapat diletakkan didalannya. Didalam
pengering yang berukuran besar, rigen-rigen pengering disusun diatas
kereta untuk mempermudah penanganannya; dalam unit yang
berukuran kecil, rigen-rigen pengering dapat disusun diatas suatu
penyangga yang tetap didalam pengering tersebut. Udara dihembuskan
dengan menggunakan kipas angin melalui suatu pemanas dan
kemudian menembus rigen-rigen pengering yang berisi bahan. Pada
umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian dehidrasi sayuran
dan buah-buahan dalam laboratorium.
Selain pengering cabinet juga ada bed dryer, air lift dryer, maupun
vertical down flow concurrent dryer.
b. Pengeringan isothermik
Merupakan pengeringan pengeringan yang didasarkan atas adanya
kontak langsung antara bahan pangan dengan lembaran logam yang panas.
Pengering yang termasuk kelompokini ialah; drum dryer, shelf dryer, dan
continous vacuum dryer.
C. Pengeringan Secara Pembekuan (Freeze Drying)
Pada pengeringan ini digunakan prinsip sublimasi, dimana bahan
pangan dibekukan terlebioh dulu dan air dikeluarkan dari bahan secara
sublimasi dalam kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari bentuk padat
menjadi gas atau uap, dan proses ini dilakukan dalam vakum (tekanan < 4
mmHg). Suhu yang digunakan pada system ini adalah sekitar (-10oC),
sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi maupun mikrobiologis dapat
dihindari. Hal ini menyebabkan hasil mempunyai citarasa tetap dan rehidrasi
yang baik.

D. Pengeringan Secara Osmotik ( Osmotic Dehydration)


Didasarkan atas proses osmosis yang dapat digunakan untuk
memindahkan air dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui lapisan
semipermeabel.

Proses

pemindahan

berlangsung

sampai

terjadi

keseimbangan antara larutan gula dengan bahan yang dikeringkan. Dari


beberapa cara diatas didasarkan atas biaya, pengeringan matahari lebih
menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu pengeringan dan kualitas,
dehidrasai lebih menguntungkan.

Selanjutnya pengeringan matahari tidak

dapat dipraktekkan secara luas, karena beberapa daerah yang sesuai untuk
pemukiman dan mengusahakan pertanian memiliki kondisi cuaca yang tidak
baik (Desrosier, Norman W, 1988).
Menurut Earle (1982), pengeringan bahan pangan dapat diartikan sebagai
proses pemisahan air dari suatu bahan pangan dengan maksud untuk
mengawetkan bahan pangan dalam penyimpanan. Kadar air bahan dalam proses
pengeringan diturunkan sampai kesuatu tingkat yang memungkinkan untuk dapat
menahan atau menghambat pertumbuhan mikroba atau reaksi lainnya. Tujuan lain
dari pengeringan adalah mengurangi volume produk sehingga akan meningkatkan
efisiensi dalam pengangkutan maupun penyimpanan dari produk yang
bersangkutan. Jadi pengeringan bahan pangan adalah merupakan salah satu unit
operasi

yang

penting

dalam

proses

pengolahan

bahan

pangan.

Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan padat. Dalam hal ini bahan
pangan dikeringkan dalam baki, pada ban berjalan atau pada rak tanpa wadah.
Sedangkan spray dryer dan drum dryer hanya bisa digunakan untuk pengeringan
bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat pengering adalah pengering tekanan
atmosfer dan pengering vakum.
Dalam pengeringan tekanan atmosfer panas yang diperlukan untuk
penguapan biasanya ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan, yang juga
menampung dan membawa air yang diupkan. Dalam pengeringan vakum bahan
yang dikeringkan harus diletakan dalam ruang tertutup dan panas untuk
penguapan ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang
panas. Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering diklasifikasikan

menjadi

pengering

kontinyu

dan

pengering

tipe

batch.

Karena proses utama dalam pengeringan adalah penguapan air dari bahan pangan,
maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi yaitu sifat-sifat bahan
pangan yang meliputi interaksi antara bahan tersebut dengan molekul air yang
dikandungnya, molekul air di udara sekitarnya serta faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat-sifat tersebut.
Menurut Taib et al.,(1988), dasar proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan udara lebih sedikit atau
dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah, sehingga
terjadi penguapan selama proses pengeringan, energi yang diterima oleh bahan
digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan sejumlah air dari bahan.
Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan disebut panas sensible,
sedangkan panas yang digunakan untuk menguapkan sejumlah air dari bahan
disebut panas laten (Heldman and Singh, 1981). Besarnya panas sensible dapat
dihitung dengan terlebih dahulu mengetahu besarnya panas spesifik bahan serta
besarnya perubahan suhu bahan yang terjadi selama proses pengeringan.
Panas spesifik (Cp) bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Dickerson (1969) yaitu: Cp = 1.675 + 0.025 (kadar air).
Beberapa keuntungan dari pemakaian teknologi pengeringan pada sayur
dan buah antara lain: bahan menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil
sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan pengangkutan,
dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Sedangkan sisi
kerugiannya antara lain: terjadinya perubahan sifat fisis seperti pengerutan,
perubahan warna, kekerasan dan sebagainya. Perubahan kualitas kimia antara
lain : penurunan kandungan vitamin C maupun terjadinya pencoklatan demikian
pula kualitas organoleptisnya (Susanto, 1994). Tujuan dari pengeringan adalah
1. Daya simpan bahan lebih lama karena kadar air dalam bahan relatif lebih
rendah sehingga kerusakan enzim maupun mikroorganisme dapat lebih
ditekan.
2. Dapat dihasilkan produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi.

3. Mempermudah distribusi karena umumnya bahan yang telah dikeringkan


mempunyai berat yang lebih ringan dan bentuk lebih ringkas.
4. Bahan dapat lebih awal dipanen.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu
bahan pangan adalah
1. Sifat fisik dan kimia produk (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air).
2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan).
3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan
kecepatan udara) (Tim Penyusun, 2009).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
- Dandang
- Loyang
- KompoR
- Pisau
- cabinet dryer
- cawan
- oven
- desikator
2. Bahan
- Buah nanas
- Apel
- Jambu biji
3. Perlakuan : Bahan setelah dikupas sebagian di blanching dan sebagian
tanpa blancing. Kemudian masing-masing perlakuan :
a. Dikeringkan dengan panas matahari
b. Dikeringkan dengan cabinet dryer

B. Prosedur
Prosedur Pengeringan

Prosedur Penentuan Kadar Air

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Bahan

Jenis perlakuan

Waktu pengeringan

Kadar air (%)

(jam)
Blanching, cabinet (konstan)

23,29

(menurun)

50

10,5

(konstan)

8,50498

(menurun)

50

94

28,155

0,32

43,41

53,5

60,15

Blanching, sun

Nanas

Non blanching, cabinet


(konstan)
(menuru
n)
Non blanching, sun
(konstan)
(menurun)

Nanas Nonblanching
70
60
50
40

Cabinet nonblanching

kadar air 30

Sun nonblanching

20
10
0
0

20

40

60

80 100

waktu (jam)

Nanas Blanching
25
20

kadar air

15

Cabinet Blanching

10

Sun Blanching

5
0
0

10 20 30 40 50 60
waktu (jam)

Tabel Kadar Air Nanas Non Blanching


No

Jenis perlakuan

Non blanching, Cabinet


drying

Lama
pengeringan
(jam)
2
4
6
8

Total
2

Non blanching, Sun


drying

Kadar air (%)


konstan
Menurun
75,75
28,155

28,155
2

39,8

4
6
8

1,445
1,04
1,125
43,41

Total

0,255
0,205
0,32
76,53

60,15

60,15

Tabel Kadar Air Nanas Blanching


No

Jenis Perlakuan

Blanching, Cabinet
drying

Lama
Pengeringan
(menit)
2
4
6

Total
2

Blanching, sun drying


Total

2
5
7

Kadar air (%)


konstan
Menurun
22,88
0,36
0,05
23,29
7,14773
1,26859
0,08866
8,50498

10,5
10,5
5
5

Bahan

Perlakuan

Non
blanching
Nanas

Metode
pengeringa
n

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Sun drying

Coklat
kekuninga
n

Harum

Agak
enak

Agak
keras

Cabinet
dryng

Coklat

Harum

Sun drying

Coklat

Agak
Harum

Agak
enak
Agak
Enak

Agak
keras
Agak
Keras

Coklat
Agak
Agak
kekuninga
Enak
Harum
Keras
n
Tabel uji sensoris untuk perlakuan nanas non blanching, cabinet dryer.
Blanching

Cabinet
drying

Tabel uji sensoris untuk perlakuan nanas non blanching, cabinet dryer
dengan Panelis
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Rata-rata

Warna
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
39
3,9

Aroma
3
2
3
3
2
4
2
2
3
3
27
2,7

Tekstur
1
2
1
2
2
3
2
2
2
2
19
1,9

Rasa
3
3
2
2
1
2
3
3
3
2
22
2,2

Keterangan
Warna
1.
2.
3.
4.
5.

Kuning
Kuning kecoklatan
Cokelat kekuningan
Cokelat
Sangat cokelat

Aroma
1.
2.
3.
4.

Tidak harum
Agak harum
Harum
Sangat harum

Rasa
1.
2.
3.
4.

Tidak enak
Agak enak
enak
Sangat enak

Tekstur
1.
2.
3.
4.

Tidak keras
Agak keras
keras
Sangat keras

Berat Awal bahan + cawan


Bahan

Sun drying

Cabinet
drying

Berat akhir bahan + cawan


Sun drying

Nanas
(blanching

42,7151 gram

34,71 gram

42,5904 gram

50,239 gram

60,22 gram

49,3708 gram

)
Nanas (non
blanching)

Perhitungan

Cabinet
drying
34,2442
gram
58,6899
gram

A Perlakuan Blanching Cabinet Drying (Konstan)


Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= berat awal berat akhir x 100%
Berat sampel
= 34,71 34,2442 x 100%
2
Kadar Air = 23,29%
B Perlakuan Blanching Cabinet Drying (Menurun)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= berat awal berat akhir x 100%
Berat sampel
= 2 1,79 x 100%
2
Kadar Air = 10,5%
C Perlakuan Blanching Sun Drying (Constant)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= berat awal berat akhir x 100%
Berat sampel
= 42,7151 42,5904 x 100%
1,4662
Kadar Air = 8,5%

D Perlakuan Blanching Sun Drying (Menurun)


Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= berat awal berat akhir x 100%
Berat sampel
= 2,1 2 x 100%
2
Kadar Air = 5%

Non Blanching

A Perlakuan Non Blanching Cabinet Drying (Constant)


Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= berat awal berat akhir x 100%
Berat sampel
= 2,77 2,2069 x 100%
2
Kadar Air = 28,155%
B Perlakuan Non Blanching Cabinet Drying (Menurun)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= 58, 6963 58,6899 x 100%
2
Kadar Air = 0,32%
C Perlakuan Non Blanching Sun Drying (Constant)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= 49,3933 49,3708 x 100%
2
Kadar Air = 1,125%

D Perlakuan Non Blanching Sun Drying (Menurun)


Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat Sampel
= 2 0,797 x 100%
2
Kadar Air = 60,15%

B. Pembahasan
Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air
sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian
akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan adalah
metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar dari suatu bahan
dengan cara menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi.
Pada praktikum kali ini, pengeringan dilakukan dengan dua metode, yaitu
pengeringan secara alami dengan menggunakan (sun drying) sinar matahari atau
penjemuran dan pengeringan buatan dengan menggunakan alat pengering cabinet
(cabinet drying). Alat ini terdiri dari suatu ruangan dimana didalamnya berisi rakrak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan
diletakkan diatas rak yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang.
Kegunaan lubang-lubang tersebut yaitu untuk mengalirkan udara panas dan uap
air (Gunarif, 1987). Sample yang ada di berikan beberapa perlakuan yang berbeda
yaitu :
1. Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian di lakukan pengeringan dengan
metode sun drying.
2. Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian dilakukan pengeringan dengan
cabinet dryer.
3. Nanas non blanching terlebih dahulu kemudian dilakukan pengeringan
dengan metode sun drying.
4. Nanas non blanching terlebih dahulu kemudian dilakukan pengeringan
dengan cabinet dryer.

Nanas blanching yang di keringkan dengan metode sun drying memakan


waktu pengeringan selama 420 menit. Nanas blanching yang di keringkan dengan
cabinet dryer memakan waktu pengeringan selama 360 menit, Nanas non
blanching yang di keringkan dengan metode sun drying memakan waktu
pengeringan selama 420 menit, Nanas non blanching yang di keringkan dengan
cabinet dryer memakan waktu pengeringan selama 480 menit.
Bahan yang dikeringkan pada praktikum ini yaitu nenas yang telah di
potong tipis. Sebelum dilakukan pengeringan, sebagian nenas diblancing terlebih
dahulu selama 3 menit pada suhu 90 C dan sebagian lagi (yang non blanching)
dikeringkan bersama-sama dengan yang sudah diblanching, sehingga pengamatan
dilakukan terhadap buah nenas dengan empat perlakuan yang berbeda, yaitu sun
drying non blancing, sun drying with blancing, cabinet dryer non blancing dan
cabinet dryer with blancing seperti penjelasan diatas sebelumnya.
Secara umum dapat di lihat bahwa waktu pengeringan bahan yang di
blanching relatif lebih cepat di banding bahan yang di keringkan tanpa blanching
terlebih dahulu. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa warna buah nenas yang
sebelum dikeringkan diblanching terlebih dahulu berwarna cokelat kekuningan
sedangkan yang tidak diblanching juga berwarna cokelat.
Hal ini dibuktikan pada uji sensoris oleh para panelis, Perubahan sifat sensoris
berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada nanas blanching yang di keringkan
dengan sun drying, warna yang di hasilkan coklat, aroma agak harum seperti
nanas, agak enak, tekstur yang dihasilkan agak keras tetapi tidak renyah. Nanas
blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan coklat
kekuningan, agak aroma harum seperti nanas, rasa enak , sedikit pahit dan tekstur
yang di hasilkan agak keras.
Pada nanas non blanching yang di keringkan dengan sun drying, warna yang di
hasilkan coklat kekuningan, aroma harum nanas, rasa agak enak, tekstur yang
dihasilkan agak keras. Nanas nonblanching yang di keringkan dengan cabinet
dryer, warna yang di hasilkan lebih coklat dibanding sun drying, aroma harum
nanas, rasa agak enak, dan tekstur yang di hasilkan sedikit keras.

Seharusnya nanas Blanching berwarna cerah, dibanding nanas non


blanching, dan biasanya tekstur nanas blanching tidak keras disbanding
nonblanching (terjadi kesalahan praktikan saat blanching)
Blanching harus dilakukan dengan tepat, karena apabila tidak tepat maka
akan terjadi kerusakan yang terlalu dini sebelum dikeringkan. Apabila blanching
belum mencukupi (under blanching) maka bahan pangan tersebut akan lebih baik
apabila tidak diblanching karena panas hanya akan merusak jaringan tetapi tidak
menginaktifkan enzim yang menyebabkan bercampurnya enzim dengan substrat.
Apabila terjadi over blanching maka akan terjadi kerusakan pada pigmen warna
dan bentuk fisik bahan pangan tersebut, karena panas terlalu tinggi sehingga
jaringan pada bahan akan rusak parah. Mungkin praktikan pada nanas
blanching melakukan kesalahan over blanching, sehingga malahan terjadi
kerusakan pigmen yang seharusnya nanas blanching warna nya lebih cerah,
namun yang ada pada hasil pengamatan nanasnya menjadi berwarna cokelat
seperti nanas nonblanching, untuk sifat sensoris tekstur pada nanas blanching di
praktikum ini juga demikian, kemungkinan over blanching menyebabkan panas
terlalu tinggi yang mengenai bahan menjadikan bahan keras, padahal
seharusnya bahan blanching lebih lunak atau tidak keras.
Yang terjadi pada nanas nonblanching Bahan pangan yang dikeringkan
pada umumnya berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut
disebabkan reaksi browning, baik enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi
browning non-enzimatik yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam
amino dan gula reduksi. Reaksi asam asam amino dengan gula pereduksi dapat
menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya. (Winarno et al.,
1993).
Blancing ini tidak dimaksudkan untuk preservasi/pengawetan tetapi
merupakan pra-treatment yang dilakukan antara preparasi raw material dan
kegiatan-kegiatan selanjutnya, khususnya heat sterilization, dehydration dan
freezing. Blanching merupakan proses preparasi bahan sebelum bahan kemudian
melewati proses pengolahan lanjutan seperti chilling dan drying. Bahan yang

telah di blanching akan mengalami pengurangan kadar air. Ada beberapa fungsi
blancing antara lain:
1. Untuk destruksi aktivitas enzim dalam buah sebelum prosesing lebih lanjut.
2. Mengurangi jumlah mikrobia kontaminan pada makanan.
3. Freezing tidak mengurangi jumlah mikrobia dalam makanan yang tidak
diblanching, dan mikrobia ini dapat tumbuh waktu thawing sehingga
blanching diperlukan.
4. Blanching dapat mengempukkan jaringan sayuran sehingga dapat membantu
filling.
5. Dapat menghilangkan udara-udara dalam ruang interseluler yang membantu
dalam pembentukan vacuum.
6. Merusak jaringan turgiditas sel yang mengakibatkan jaringan lebih permeable
dan proses pengeringan dapat lebih cepat.

Pada umumnya blanching tidak menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi


dan reaksi mailard. Blanching juga dapat membuat makanan menjadi lebih cerah
karena dengan blancing dapat menghilangkan udara dan debu pada permukaan
sehingga mengubah panjang gelombang pantulan cahaya, hal ini sesuai dengan
hasil praktikum bahwa nenas yang dilakukan blanching permukaannya masih
tetap halus, sedangkan nanas yang tidak dilakukan blanching permukaannya
menjadi keras/kasar. Disamping itu, blanching juga dapat mempercepat proses
pengeringan karena enzim-enzim ataupun mikrobia dapat inaktif dengan
pemanasan.
Dilihat dari metode yang digunakan bahwa pengeringan dengan metode sun
drying memakan waktu lebih lama di bandingkan dengan cabinet dryer. Metode
dengan sun drying terlihat kurang efektif. Hal tersebut di sebabkan karena proses
pengeringan dengan metode sun drying sangat bergantug pada kondisi cuaca yang
terkadang panas dan kadang hujan.
Beberapa keburukan metode pengeringan dengan cara penjemuran

a. Suhu pengeringan dan kelembapan nisbi tidak dapat di kontrol.


Sehingga sering terjadi keretakan pada bahan (sun cracking).
b. Memerlukan tempat yang luas.
c. Kemungkinan terjadinya susut lebih luas karena gangguan ternak dan
burung.
d. Hanya berlangsung jika ada sinar matahari.
e. Sering terjadi perubahan warna dan fermentasi pada bahan.
f. Pengeringan tidak konstan karena penyinaran matahari tidak tetap
intensitasnya. (Gunarif, 1988)
Dalam praktikum kali ini, di lakukan pula perhitungan kadar air bahan.
Menurut Gunarif (1988), kadar air bahan menunjukan banyaknya kandungan air
persatuan bobot bahan. Biasanya kadar air bahan di tentukan berdasarkan sistem
bobot kering.

Ini disebabkan karena perhitungan berdsarkan bobot basah

mempunyai kelemahan, yakni bobot basah bahan selalu berubah ubah setiap
saat.
Berdasarkan hasil kalkulasi yang telah dilakukan dengan rumus :
Kadar Air = berat yang hilang selama pemanasan X 100 %
berat sampel
Di dapatkan jumlah kadar air konstan yang hilang pada nanas blanching yang
di keringkan dengan sun drying sebanyak 8,50498%, kadar air menurun yg hilang
pada nanas blanching yang dikeringkan dengan sun drying sebanyak 5 % , kadar
air konstan pada nanas blanching yang dikeringkan dengan cabinet drying
sebanyak 23,29%, dan kadar air menurun pada nanas blanching yang dikeringkan
dengan cabinet drying sebanyak 10,5%. Kadar air konstan untuk nanas non
blanching yang dikeringkan dengan cabinet drying sebanyak 28,155%, kadar air
menurun untuk nanas non blanching yang dikeringkan dengan cabinet drying
sebanyak 76,53%, kadar air konstan nanas non blanching yang dikeringkan
dengan sun drying sebanyak 43,41%, dan kadar air menurun pada nanas non
blanching yang dikeringkan dengan sun drying sebanyak 60,15%
Pada pengeringan, suhu udara mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
kecepatan perpindahan uap air, oleh karena suhu ini mengatur tekanan uap jenuh

air dan juga suhu ini melengkapi gaya tarik suhu yangf memindahkan panas untuk
menguapkan air. Peningkatan kecepatan dan suhu udara akan menyebabkan
peningkatan peningkatan laju pengeringan seperti yang diperkirakan oleh
persamaan standar. Lebih lanjut lagi, bertambah tinggi kecepatan udara akan
menolong perpindahan uap air daerah bagian atas bahan padat yang dikeringkan.
Suhu dibatasi oleh kemungkinan kerusakan bahan pangan oleh suhu tinggio, atau
oleh ketentuan-ketentuan praktis seperti kemampuan uap pada tekanan yang pasti
( Earle, R.C.1969 ). Maka dari itu, demi pertimbangan standar zat gizi pemanasan
dianjurkan tidak lebih dari 85 C ( Suharto,1991 ).
Keseimbangan tekanan uap diatas suatu bahan pangan ditentukan tidak
saja oleh suhu, akan tetapi juga oleh kandungan air bahan pangan tersebut. Cara
air tersebut terikat oleh bahan pangan dan oleh adanya kandungan yang larut di
dalam air. Di bawah pengaruh tekanan uap tertentu, bahan pangan mempunyai
kandungan uap air dalam keadaan keseimbangan dengan keadaan sekelilingnya
dan keseimbangan ini disebut keseimbangan kadar auai air bahan pangan tersebut.
Laju pengeringan akan menurun apabila kandungan uap air akan menurun, dengan
air yang tertinggal akan terikat bertambah kuat apabila jumlahnya berkurang
(Earle, R L. 1969.)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering, yaitu suhu, kecepatan
volumetric aliran udara pengering dan kelembaban udara.
2. Faktor yang barhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan, yaitu
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.
(Tjahjadi, C., 2011).
Maka dari itu proses pengeringan disebut sebagai metode pengawetan yang
tertua di dunia, karena pengeringan selain bertujuan untuk mengawetkan bahan
pangan juga untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan yang memiliki kadar
air yang cukup tinggi. Sehingga proses pengeringan sangatlah penting dilakukan
dalam proses pengolahan bahan pangan dan hasil pertanian lainnya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum pengeringan kali ini sebagai berikut :
1. Waktu yang digunakan untuk pengeringan dengan cabinet drying non
blanching selama 480 menit sedangkan cabinet drying dengan blanching
selama 360 menit. Akan tetapi untuk pengeringan alami ( sun drying ),
waktu yang diperoleh hampir sama dan tidak terlamapau jauh seperti
cabinet drying, pada nanas non blanching juga butuh 480 menit,
sedangkan pada nanas blanching 420 menit. Waktu pengeringan bahan
yang telah di blanching relatif lebih cepat di banding bahan yang di
keringkan secara non blanching terlebih dahulu, dikarenakan selama
proses steam blanching bahan telah mengalami pengurangan kadar air.
2. Kadar air pada metode Blanching saat laju pengeringan constan (Sun
Drying = 8,5%. Cabinet Drying =23,29) pengeringan menurun (Sun
Drying = 5%. Cabinet Drying =10,5%) Sedangkan kadar air pada
metode nonblanching saat laju pengeringan constan (Sun Drying =
1,125%. Cabinet Drying = 28,155%) pengeringan menurun (Sun Drying
= 60,15%. Cabinet Drying =0,32%)
3.

Nanas Blanching
30

kadar air

20

Cabinet
Blanching

10

Sun Blanching

0
0 20 40 60
waktu (jam)

Nanas Nonblanching
100
kadar air

Cabinet
nonblanching

50
0
0

Sun
nonblanching
50 100

waktu (jam)

4. Perubahan sifat sensoris yang dihasilkan berupa warna, aroma, rasa, dan
tekstur. Pada nanas blanching yang di keringkan dengan sun drying,
warna yang di hasilkan coklat, aroma agak harum seperti nanas, agak
enak, tekstur yang dihasilkan agak keras tetapi tidak renyah. Nanas
blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di
hasilkan coklat kekuningan, agak aroma harum seperti nanas, rasa enak ,
sedikit pahit dan tekstur yang di hasilkan agak keras.
keras. Pada nanas non blanching yang di keringkan dengan sun drying,
warna yang di hasilkan coklat kekuningan, aroma harum nanas, rasa agak
enak, tekstur yang dihasilkan agak keras. Nanas nonblanching yang di
keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan lebih coklat
dibanding sun drying, aroma harum nanas, rasa agak enak, dan tekstur
yang di hasilkan sedikit keras.
5. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa warna buah nenas yang
sebelum dikeringkan diblanching terlebih dahulu baik sun drying
maupun cabinet drying berwarna cokelat, sedangkan pada nanas
nonblanching pada sun drying berwarna cokelat kekuningan dan pada
cabinet drying berwarna cokelat. (Padahal blanching tidak menyebabkan
terjadinya reaksi karamelisasi dan reaksi mailard, nanas yang dilakukan
blanching permukaannya masih tetap halus, sedangkan nanas yang tidak
dilakukan blanching permukaannya menjadi kasar, sedangkan rasa dan
flavornya tidak banyak berubah hanya rasa dan flavornya bekurang).
Namun karena kesalahan saat blanching terjadi maka nanas blanching
tersebut baik dari sun drying maupun cabinet drying berwarna cokelat
dan kasar.

B. Saran
1. Blanching harus dilakukan dengan tepat, karena apabila tidak tepat maka
akan terjadi kerusakan yang terlalu dini sebelum dikeringkan, seperti
jaringan bahan pangan akan rusak karena penggunaan panas yang tidak
tepat dan tidak menginaktifkan enzim yang menyebabkan bercampurnya
enzim dengan substrat dan apabila terjadi over blanching maka akan
terjadi kerusakan pada pigmen warna dan bentuk fisik bahan pangan
tersebut, karena panas terlalu tinggi sehingga jaringan pada bahan akan
rusak parah.
2. Hati-hati pada bahan yang akan ditimbang khususnya pada saat
pemindahan bahan dari desikator ke timbangan elektrik, karena jika
jaraknya terlalu jauh sangat dimungkinkan bahan yang sudah kering
tersebut dapat menyerap air kembali dari udara sehingga hasilnya tidak
akurat lagi.
3. Penambahan kipas angin pada laboratorium agar praktikan dan asisten
praktikum tidak kegerahan dan nyaman selama proses praktikum
berlangsung

DAFTAR PUSTAKA

Desroiser, Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press : Jakarta


Earle, R.L.1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya :
Bogor
Hardjosentono, M. 1983. Mesin-Mesin Pertanian. CV. Vasa Guna, Jakarta.
Pantastico, B. ER. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan oleh Kamariyani, Ir.
Prof. 1989. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sathu, Suyanti. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Bineka Cipta : Jakarta
Susanto, Tri. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu.
Surabaya.
Sularso. 1997. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta
Taib, Gunarif,dkk. 1988. Operasi pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.
Jakarta: Penerbit Melton Putra
Tim penyusun. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan Hasil
Pertanian. Fakultas Pertanian, UNSOED.
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Wirakartakusumah, A. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. IPB.
Bogor

Terimakasih kunjungannya, selamat berproses, selamat belajar


tidak semua dari laporan ini benar, sudah pasti banyak kesalahan dan
kekurangan.
Fika Puspita / fikapuspita.blogspot.com / fika_puspita

Lampiran
Nanas Blanching

bahan (nanas) setelah dikupas dan dicuci

bahan (nanas) diiris tipis

bahan diblanching

setelah di blanching

bahan akan dijemur (sun drying) setelah


diblanching

blanching sun drying (constant) 2 jam pertama

blanching sun drying (constant) 2 jam kedua

berat cawan+berat bahan nanas (constant drying)

bahan dimasukkan ke cabinet setelah diblanching

blanching cabinet drying (constant) 2 jam ketiga

berat cawan

blanching cabinet drying (constant) 2 jam pertama

Nanas Non Blanching

bahan (nanas) setelah dikupas dan dicuci

bahan (nanas) diiris tipis

setelah di iris

sun drying bahan + cawan 2 jam pertama

sun drying bahan + cawan 2 jam kedua

sun drying bahan + cawan 2 jam ketiga

sun drying bahan + cawan 2 jam keempat

Cabinet drying berat bahan + cawan 2 jam kedua

Cabinet drying berat bahan + cawan 2 jam ketiga

Cabinet drying berat bahan + cawan 2 jam keempat

Anda mungkin juga menyukai