Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


1.

Menentukan besarnya koefisien perpindahan massa rata-rata dari lapisan


tipis air ke dalam aliran udara, serta mengamati karakteristik perpindahan massa airudara pada suatu dinding kolom yang terbasahi.

2.

Mengamati dan memahami hubungan antara kelembaban udara relative


(HR) dan absolute (H) terhadap laju alir fluida di kolom dinding terbasahi (Wetted
Wall Column).

3.

Mengamati dan memahami laju alir fluida terhadap koefisien perpindahan


massa (kG) dari lapisan tipis air ke dalam aliran udara.

4.

Memahami hubungan antara bilangan Sherwood terhadap koefisien


perpindahan massa (kG) air ke udara dalam WWC.

1.2. Dasar Teori


Operasi perpindahan massa digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
dalam suatu larutan dengan jalan mengkontakkan larutan tersebut dengan larutan lain
yang tak dapat larut. Kecepatan larutan setiap komponen dari suatu fasa ke fasa lain
bergantung

pada

koefisien

perpindahan

massa

serta

gradient

konsentrasi

kesetimbangannya. Perpindahan akan berhenti bila keseimbangan telah tercapai.


Nilai koefisien pindah massa bergantung pada komponen fasa yang ditinjau,
kecepatan aliran kedua fasa serta keadaan sistem itu sendiri. Karakteristik perpindahan
massa pada keadaan laminer akan berbeda dengan perpindahan massa pada keadaan
turbulen. Jika suatu larutan mengandung komponen-komponen dengan konsentrasi yang
merata di semua tempat maka tidak akan terjadi perubahan konsentrasi, tetapi jika
1

konsentrasi tersebut tidak merata maka larutan tersebut secara spontan akan menjadi
merata melalui mekanisme yang disebut difusi. Komponen akan bergerak dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Secara teoritis proses difusi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu:
1.

Mekanisme difusi molekular (molecular diffussion): Proses ini sering terjadi pada
fluida yang tidak mengalir. Hal di sekitar kita melibatkan mekanisme difusi jenis ini,
diantaranya adalah gula pasir yang dimasukkan ke dalam air akan melarut dan
berdifusi ke dalam larutan air, begitu juga dengan kasus pakaian basah yang dijemur
akan menjadi kering secara perlahan akibat adanya difusi dari air ke udara.

2.

Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection) adalah


mekanisme perpindahan yang melibatkan adanya konveksi paksaan untuk
meningkatkan laju perpindahan. Contoh : zat pewarna yang diteteskan ke dalam
segelas air akan berdifusi secara perlahan-lahan melalui mekanisme difusi molekular,
apabila secara mekanik larutan tersebut diaduk maka akan terjadi mekanisme
perpindahan massa konveksi.
Harga koefisien perpindahan massa bergantung kepada komponen fasa yang

ditinjau, kecepatan aliran kedua fasa, waktu kontak antar kedua fasa, serta keadaan
system itu sendiri. Karakteristik perpindahan massa pada keadaan laminar akan berbeda
dengan perpindahan massa pada keadaan turbulen. Meskipun dalam percobaan Wetted
Wall Column ini tidak ditujukan untuk pemisahan komponen, tetapi cukup dapat
digunakan untuk menerangkan mekanisme perpindahan massa serta untuk memahami
karakteristik perpindahan massa secara umum.
1.2.1 Hukum Fick Pertama dan Kedua
Bila ditinjau komponen A bergerak di dalam suatu larutan, maka laju pindah
massa A dalam arah z per-satuan luas (flux A) didefinisikan sebagai berikut:
J A D AB

C A
C A
CD AB
z
z

(1)

Persamaan diatas biasa disebut sebagai Hukum Fick pertama. Hukum Fick
2

Pertama didasarkan adanya pemahaman mengenai gradien konsentrasi antara dua titik
akibat terjadinya difusi molekular (molecular diffusion), yang dapat didefinisikan sebagai
proses perpindahan atau gerakan molekul-molekul secara individual yang terjadi secara
acak. DAB disebut sebagai difusifitas zat A melalui zat B. Jika komponen A dan komponen
B bergerak, maka perpindahan massa harus didefinisikan terhadap suatu posisi yang
tertentu, berkas aliran komponen A disebut NA dan berkas B berharga negatif dan disebut
NB. Sehingga berkas aliran total menjadi:
(2)

N = NA + NB

Persamaan ini menunjukkan gerakan berkas molar komponen A yang merupakan


jumlah resultan berkas molar total (molar total flux) yang memiliki fraksi A sebesar x A =
cA
c

dan pergerakan komponen A yang dihasilkan dari difusi JA. Persamaan 2 dapat ditulis

ulang sebagai berikut :


NA

cA
dx
( N A N B ) cD AB A
c
dz

(3)

Persamaan diatas disebut sebagai hukum Fick kedua. Pada persamaan Hukum
Fick kedua mekanisme perpindahan massa konveksi mulai diperhitungkan karena fluida
mengalami pergerakan sehingga mempengaruhi proses difusi. Untuk gas ideal berlaku :

P
R.T

c Ac PA

c P

, PA x A .P, dan

(4)

maka persamaan (3) dapat diturunkan sebagai berikut :


NA

PA
D dPA
( N A N B ) AB
P
R.T dz

(5)

Pada suatu perpindahan massa WWC, laju perpindahan massa pada lokasi tertentu
dapat dihitung dengan mengintegrasikan persamaan di atas dengan menganggap N A=0
(tidak ada perpindahan massa udara ke air).
3

1.2.2 Perpindahan Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi (WWC)


Proses difusi dalam percobaan ini berlangsung pada daerah antar muka (interface)
antara aliran udara dan aliran air. Aliran air yang menyusuri dinding kolom diusahakan
membentuk lapisan tipis atau film yang kemudian akan kontak dengan aliran udara yang
mengalir di tengan kolom.

Gambar 1.1 Diagram Perpindahan Massa WWC

Perpindahan massa sangat dipengaruhi dengan waktu kontak antara aliran air dan
udara, selain itu banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan aliran air yang
laminer atau turbulen. Pada percobaan ini, divariasikan pula aliran udara dengan merubah
laju alirnya. Hasil perpindahan massa yang terjadi diukur melalui humiditas (kelembaban)
udara yang telah kontak dengan air.
Neraca Massa WWC
Laju

perpindahan

massa

pada

lokasi

tertentu

dapat

dihitung

dengan

mengintegrasikan dan mengatur ulang persamaan 4 dengan menganggap N A = 0 karena


diasumsikan tidak ada perpindahan massa dari udara ke air.
NA

D AB PT
PAi PA1
RT z.PBM

z2

D
N A dz AB
RT
z1

PAi

PA!

dPA
P

1 A
P

(6)

(7)

NA

D AB .P
( PAi PA1 ) k G ( PAi PA1 )
RT ( z1 z i ) PBM

(8)

dengan
(9)

PBM

PBM PBL
PBL
PBi

ln

Persamaan

ln

PAL PAi
P PAL

P PAi

6 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta

perpindahan massa, seperti NA = ky (yAi-yA1) = kG (PAi-PA1) = kc (cAi cA1). Dengan ky, kG, kc
adalah koefisien perpindahan massa lokal dengan satuan yang sesuai. Perpindahan massa
terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar 2 dibawah, maka berkas molar N A
dapat dituliskan sebagai berikut:
NA = ky,av (yAi-yA1)M = kG,av (PAi-PA1)M
ky,av dan kG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata, dengan
( y Ai y A1 ) M

( y AI y AO ) ( y AI y AL )
y y AO

ln Ai
y AI y AL

= beda konsentrasi
logaritmik

Gambar 1.2 Skema Neraca Massa WWC

Neraca massa berdasarkan Gambar 2 adalah :


d (Lx) = d(Gy)
d L = G dy + y dG
dL y dG = G dy
apabila kondisi tunak maka dL= dG, sehingga
dL (1-y) = G dy
G.dy
N A .d A k G .d A ( PAi PAG ) k G .P ( y Ai y )d A
1 y

dL =

G.dy
dA
G P (1 y )( y i y )

G
,
k G .P

diasumsikan

dan yi konstan, maka

k G. P
dy
1
1

ln

G
(1 y i ) (1 y )( y i y ) (1 y i )

y i y A0

y i y AL

1 y AL

1 y AO

(10)

1.2.3 Bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt


Konstanta perpindahan massa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: jenis fluida,
kecepatan fluida, dan geometri. Untuk itu seringkali dalam percobaan faktor-faktor ini
dihubungkan dengan menggunakan bilangan tidak berdimensi (dimensionless number)
sebagai berikut:
Sh = K. Rea.Scb
Sh

k G .PBM .RT .d
P.D AB

(11)

(12)

dengan

.v.d .

(13)

.D AB

(14)

Re =
Sc

Sherwood number merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan


besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi. Besar
kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena perpindahan massa yang terjadi
(dalam hal ini antara air dan udara).
Terkadang bilangan Sherwood merupakan gabungan dari bilangan tak berdimensi
lainnya melalui suatu konstanta tertentu sebagai penghubung yaitu gabungan dari
bilangan Reynold dan bilangan Schmidt. Korelasinya dapat dilihat pada persamaan (12).
Bilangan Sherwood merupakan bilangan yang paling berperan dalam penentuan
karakteristik fluida yang diteliti. Apakah suatu fluida alir bersifat turbulen, transisi atau
7

laminer dapat diketahui dari bilangan Reynold. Sedangkan bilangan Schmidt merupakan
bilangan yang menghubungkan karakteristik fluida yang mengalir dengan kemampuan
berdifusinya. Selain bilangan Sherwood, korelasi lain yang menggambarkan terjadinya
transfer massa dapat digambarkan dalam bilangan Grashoft, Peclet maupun Stanton.
Dalam percobaaan ini bilangan yang dijadikan korelasi transfer massa dalam
Wetted Wall Column adalah bilangan Sherwood. Bilangan Sherwood sendiri merupakan
kombinasi dari bilangan Schmidt dan Reynold dengan kostanta tertentu. Dalam hal ini
ternyata laju alir udara dan air yang rendah memperbesar harga bilangan Sherwood. Ini
menandakan bahwa bilangan Sherwood merefleksikan fenomena transfer massa yang
terjadi, untuk laju alir yang rendah menghasilkan transfer massa yang besar dan
direfleksikan oleh bilangan Sherwood yang besar.
Bilangan Reynold yang terjadi dalam percobaan sangat bervariasi. Mekanisme
transfer massa yang terjadi karena bilangan reynold hanya mengidentifikasikan
karakteristik aliran fluida yang terjadi. Untuk aliran fluida yang cenderung bergolak dan
bergelombang dan diidentifikasikan oleh bilangan reynold > 10000 disebut fenomena
aliran turbulen. Dan untuk Re < 2100 dikatakan fenomena aliran laminer. Untuk nilai
reynold antara 2100 -10000, aliran dikatan bersifat transisi.
Bilangan Schmidt dalam percobaan sangat bergantung pada mekanisme kontak
dan transfer massa yang terjadi juga pada karakteristik aliran fluida. Sehingga untuk laju
alir udara dan laju alir yang rendah bilangan Schmidt cenderung semakin besar. Begitu
pula sebaliknya. Konstanta penghubung dalam bilangan Sherwood (k,a, dan b dilakukan
dengan menentukan bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt secara terpisah untuk
selanjutnya dapat ditentukan konstantanya dengan persamaan least square).
1.2.4 Kelembaban Udara Absolut (H)
Secara alamiah air akan selalu berada dalam kesetimbangan antara fasa cair dan
gasnya. Hal ini akan memudahkan dalam menemukan air sebagai uap air dalam udara
kering atau disebut juga sebagai kelembaban udara absolut, H. Hubungan antara
kelembaban udara dengan suhu disajikan pada grafik psycrometric chart.

Gambar 1.3 Grafik Psikometrik

1.2.5 Teori-teori Perhitungan


Berikut ini adalah kata-kata kunci dalam perhitungan yang dilakukan atau
parameter yang mempengaruhi percobaan:
1.

Kelembaban udara absolut (H), ialah: jumlah massa uap air yang terkandung di
dalam 1 kg udara kering

2.

Kelembaban udara relatif(HR) : presentase kejenuhan campuran udara-uap air


berdasarkan tekanan parsial

3.

Dry bulb temperature (Td) atau suhu bola kering : suhu aliran udara

4.

Wet bulb temperature (TW) atau suhu bola basah : suhu ketika jumlah air
dikontakkan dengan aliran udara pada kondisi abiatik dan tunak tetapi tidak berada
dalam kesetimbangan

5.

Koefisien perpindahan massa (kG) : fluks molar uap air yang berpindah dari air ke
udara untuk setiap 1 Pa udara.
9

Menghitung Humidity Absolut


Akibat adanya transfer massa antara air dan udara melalui mekanisme difusi
setelah dikontakkan berlawanan arah menyebabkan aliran udara mengandung molekul air
yang hanya bisa diukur dalam besaran humidity. Humidity sebagai kandungan air dalam
udara dipandang sebagai besaran pengganti konsentrasi dalam fenomena difusi. Adapun
absolut humidity adalah rasio massa uap dan massa gas, dan dalam Wetted Wall Column
adalah sebagai rasio massa uap air dengan massa udara kering.
Penentuan fraksi mol air dalam udara kering dilakukan dengan membagi humidity
dengan berat molekul air dan udaranya.

Y A1

( H i / M A)
(H i / M A 1 / M B )
(1.16)

dimana A = air, B = udara, dan Hi = kelembaban. Terlihat humidity realtif dari udara
kering adalah nol. Ini terjadi karena pada udara kering tidak mengandung udara kering
sehingga humidity relatifnya adalah 0%.
Humidity absolut udara keluar lebih besar karena dengan dikontakkannya udara
dengan air sebelum udara keluar, otomatis, kandungan air dalam udara setelah
pengontakkan akan lebih besar. Adapun humidity interface memiliki kecenderungan lebih
kecil dari udara keluar, hal ini karena humidity interface sangat dipengaruhi temperatur
udara bula dalam permukaan kontak, sedangkan temperatur bula udara merupakan
temperatur rata-rata dari udara masuk dan udara keluar.
Laju alir udara dan air yang berbeda seharusnya mempengaruhi kelembaban
absolut udara, namun dalam percobaan ini ternyata harga kelembaabn udara relatif sama
untuk setiap laju alir, hal ini dikarenakan temperatur udara masuk dan keluar pada laja alir
yang relatif sama. Laju alir yang rendah memungkinkan terjadinya kontak yang besar
sehingga tentunya transfer massa antara air ke udara menjadi besar yang ditunjukkan oleh
besarnya humidity absolut. Namur meski demikian peran laju alir tetap berpengaruh.
Sehingga humidity absolut akan bernilai optimum pada saat laja alir udara dan air
minimum.

10

Menghitung Tekanan Parsial


Tekanan parsial udara baik udara masuk, udara interface, maupun udara keluar,
dapat dihitung dari kelembaban absolut dari udara tersebut. Dari perhitungan disimpulkan
bahwa tekanan parsial udara masuk cenderung lebih kecil dibanding tekanan parsial udara
keluar. Hal ini menunjukkan kandungan air dalam udara (humidity absolut) sangat
berperan mempengaruhi besarnya tekanan parsia. Saat udara telah berkontak dengan air
dan humidty absolutnya naik maka tekanan parsialnya akan naik sebagai akibat pengaruh
keberadaan air di dalam udara. Jadi adanya air dalam ujdara akan mempengaruhi
besarnya tekanan parsial udara tersebut. Karenanya tekanan parsial seringkali dianggap
sebagai faktor yang dipengaruhi oleh konstituen air di dalam udara. Besarnya laju alir
sangat mempengaruhi tekanan parsial tergantung humidty absolutnya, artinya laju alir
udara dan air yang besar akan memperbesar tekanan parsial dari udara tersebut.
Menghitung Densitas dan Laju Alir Udara Masuk
Densitas udara masuk sangat dipengaruhi oleh suhu udaranya. Hal ini sesuai
dengan analisa Stokes, dimana suhu dan pH sangat mempengaruhi besarnya densitas dari
suatu fluida. Dari percobaan terlihat bahwa suhu udara yang tinggi menyebabkan
besarnya densitas dari udara tersebut. Laju alir udara masuk (baik dalam bentuk laju alir
massa G maupun laju alir volume Q) masing-masing sangat dipengaruhi oleh beda tinggi
manometer (h) dan tentunya densitas udara tersebut. Secara fisiologi h yang besar akan
mengakibatkan besarnya drag force udara yang masuk dan hal tersebut menyebabkan
besarnya tinggi tekanan udara dan secara langsung berpengaruh pada besarnya laju alir
udara masuk. Pengaruh beda tinggi manometer memang jauh lebih berpengaruh
terhaqdap laju alir udara dibandingkan dengan densitas dari udaranya mengingat densitas
udara cenderung konstan karena hanya dipengaruhi oleh suhu udara masuk.
Menghitung Koefisien Perpindahan Massa
Koefisien perpindahan massa menggambarkan terjadinya kontak anntara air dan
udara secara counter current flow diikuti oleh adanya transfer massa antara air dan udara
yang diidentifikasi oleh harga koefisien perpindahan massa. Koefisien perpindahan massa
(k) dapat diidentifikasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi perpindahan massa itu
sendiri. Bila perpindahan massa dipandang sebagai akibat pengaruh tekanan (p), maka
11

koefisen perpindahan massa disimbolkan dengan kG. Bila dipandang sebagai akibat
pengaruh konsentrasi dari fluida yang dikontakkan maka koefisien perpindahan massanya
disimbolkan dengan kc (untuk gas) dan kL (untuk liquid). Bila transfer massa dipengaruhi
oleh fraksi mol konstituen yang berkontakkan maka disimbolkan dengan k y (gas) atau kL
(liquid).
Dalam percobaan ini koefisien perpindahan massa disimbolkan dengan kG karena
transfer massa diakibatkan oleh beda tekanan (p) antara air dan udara. Seharusnya
semakin kecil laju alir air akan memperbesar kontak harga k G. Hal ini terjadi karena pada
laju alir yang kecil akan memperbesar kontak antara air dan udara yang mempermudah
transfer massa antara keduanya sehingga koefisien transfer massanya pun besar.
Secara eksperimental penentuan dan pengukuran harga koefisien transfer massa
dapat dilakukan dengan metode :
a. Transfer massa eksternal, seperti difusi partikel keluar pipa atau silinder.
b. Pengukuran laju dissolution solid pada berbagai laju alir liquid untuk mengukur
koefisien transfer massa liquid dalam aliran turbulen.
c. Wetted Wall Column.
d. Eksperimen yang dibuat dalam peralatan mass transfer aktual, seperti packed column.
Menentukan NA Percobaan dan NA Hitungan
Fluks molar dari A (NA) dapat ditentukan baik dari percobaan maupun dari
perhitungan. Fluks molar A (NA) tersebut menunjukkan berkas aliran dengan fungsi posisi
yang menunjukkan terjadinya fenomena pergerakan aliran A untuk selanjutnya berdifusi
ko konstituen B. Fluks molar yang positif dan negatif menunjukkan berkas aliran dengan
posisi yang saling berlawanan (counter current).

1.3 Peralatan dan Skema Alat


Alat yang digunakan seperti gambar 2.1 namun tidak ada alat heater dan
12

pengontrolnya. Adapun alat-alat lain yang digunakan ialah:

Kompresor : berfungsi untuk mengalirkan udara ke dalam sistem yaitu menuju ke


arah atas melalui sepanjang kolom yang terbasahi

Termometer : berfungsi untuk mencatat temperatur udara masukan, temperature udara


keluaran baik dry maupun wet, temperatur wet didapatkan dengan melapisi pangkal
termometer dengan kapas yang dibasahi air.

Relative Humidity Display : berfungsi sebagai pencatat nilai humidity

Kolom udara : berfungsi sebagai tempat terjadinya proses kontak antara air

dan

udara, dimana dinding bagian dalam kolom akan dialiri air yang dialirkan melalui
selang kecil, kemudian dari bawah akan dialirkan udara ke atas dengan kompresor.

Sumber air : berasal dari lab POT yang dialirkan ke alat melalui selang kecil

Gambar 1.4. Skema peralatan unit WWC

Air masuk

Air masuk
13

Udara
masuk
Gambar 1.5 Skema sederhana aliran udara dan air pada WWC

Gambar 1.6 Skema peralatan unit WWC pada laboratorium DTK

1.4 Prosedur Percobaan


1. Menghidupkan kompresor untuk mengisi persediaan udara pasokan.
2. Mengalirkan udara ke kolom lalu mengatur kecepatan aliran yang sesuai dengan
menggunakan katup jarum. Mencatat temperatur, tekanan udara dalam kolom.
14

3. Mengalirkan air ke dalam kolom sesuai dengan kecepatan yang diinginkan


(laminer, transisi, atau turbulen) dan menjaganya supaya seluruh kolom dapat
terbasahi secara merata.
4. Membiarkan keadaan ini berlangsung sampai keadaan steady tercapai. Kemudian
mencatat temperatur udara masuk, udara keluar, air masuk, air keluar, tekanan
operasi dan kelembaban relatif udara keluar.
5. Mengulangi percobaan dengan mengubah laju alir sebanyak dua kali yaitu untuk
aliran transisi dan turbulen, masing-masing dengan perubahan laju alir udara
sebanyak enam kali. Lalu mencatat senua data yang diperlukan seperti pada poin
empat.

BAB II
DATA PERCOBAAN

2.1 Aliran Laminer


h (mm)
10

Tin dry udara (oC)

Tout dry

Twet udara

Tout air

Humidity out

28,00

udara (oC)
28,00

(oC)
27,00

(oC)
27

67,00

15

20
28,00
30
28,00
40
28,00
50
28,00
dengan laju alir air = 1,1067 ml/s

28,00
27,80
27,20
27,10

27,00
26,80
26,00
26,00

27,1
27
26,5
26,5

69,00
69,00
70,00
71,00

2.2 Aliran Transisi


h

Tin dry udara

Tout dry udara

(mm)
(oC)
10
28,00
20
28,00
30
28,00
40
28,00
50
28,00
dengan laju alir air = 9,438 ml/s

(oC)
28,00
28,00
27,80
27,80
28,00

Twet udara

Tout air

Humidity out

(oC)
26,00
25,60
25,00
25,00
25,00

(oC)
27,2
27
27
27
27

65,00
66,00
65,00
69,00
73,00

2.3 Aliran Turbulen


h

Tin dry udara

Tout dry udara

Twet udara

Tout air

Humidity out

(oC)
27,00
27,80
27,80
27,20
27,00

(oC)
29
28,5
28,5
28
28,5

76,00
79,00
81,00
80,00
81,00

(mm)
(oC)
(oC)
10
28,50
28,50
20
28,50
28,80
30
28,50
28,90
40
27,00
28,30
50
27,00
28,20
dengan laju alir air = 33,2824 ml/s
BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1 Kondisi Pengoperasian


Suhu ruang

: 26 oC

16

fluida pada manometer : 0,766 gram/cm3


Diameter selang air

: 1,5875 cm

Diameter kolom

: 4,7 cm

Massa jenis air

: 1 gram/cm3

Viskositas air

: 0,01 gram/cm.s

3.2. Langkah-Langkah Pengolahan Data

Menghitung bilangan Reynold aliran air


Penghitungan ini bertujuan untuk mengetahui jenis aliran air, apakah laminer, transisi atau
turbulen. Untuk menghitung bilangan Reynold, digunakan rumus:
.v.d

Re =

Menghitung Tbulk dan Tint


Penghitungan ini menggunakan persamaan:

Tbulk =

Tin Tout
2

Tint =

Tbulk Twet
T
ln bulk
Twet

Menghitung kelembaban absolut aliran udara masuk (HA0), kelembaban absolut


aliran udara keluar (HAL) dan kelembaban absolut aliran udara pada suhu interface
(Hint)
Perhitungan ini dilakukan dengan cara:
Pada psychometric chart, Twet dtarik vertikal ke atas sampai bertemu garis
kelembaban 100%. Kemudian dibuat garis yang sejajar dengan garis adiabatic

saturation curve dari titik temu tersebut.


Menarik Tin dry secara vertikal ke atas sampai berpotongan dengan garis sejajar
yang telah dibuat di atas. Kemudian tarik garis horizontal ke kanan untuk melihat
17

kelembaban absolut HA0.


Mengulangi langkah diatas untuk HAL dan Hint menggunakan data Tout dry dan Tint.

Menghitung fraksi mol uap air (YA0, YAL, YAi)


H
MA
y
H
1
MA
MB
Menggunakan persamaan
dimana MA = 18 gr/mol dan MB = 29 gr/mol. Jika yang digunakan adalah HA0 maka
hasilnya adalah yA0. Jika yang digunakan adalah HAL maka hasilnya adalah yAL. Jika yang
digunakan adalah HAi maka hasilnya adalah yAi.
Menghitung tekanan parsial (PA0, PAL, PAi)
Menggunakan persamaan

H .M B .Pt
M A H .M B

dimana Pt merupakan P total. Jika yang digunakan adalah H A0 maka hasilnya adalah PA0.
Jika yang digunakan adalah HAL maka hasilnya adalah PAL. Jika yang digunakan adalah
HAi maka hasilnya adalah PAi.
Menghitung densitas udara ( udara)
Untuk menghitung densitas udara menggunakan persamaan:
P.M B

R.T
Suhu yang digunakan pada perhitungan densitas adalah Tin dry.
Menghitung perbedaan tekanan (P)
Perbedaan tekanan dihitung dengan menggunakan persamaan:
P = f g h
Dengan f merupakan massa jenis fluida pada manometer, yaitu 0.766 gr/cm3
Menghitung laju alir volume udara (Q)
Untuk bagian pengolahan data ini, dapat digunakan grafik yang disediakan pada modul
WWC, yaitu kurva kalibrasi orifice meter dengan beda tinggi manometer (mm) sebagai
sumbu x dan flow rate (L/s) sebagai sumbu y. Data yang diambil berupa beda tinggi
manometer dalam cm, sehingga dengan hanya menkonversi menjadi mm, maka kita akan
mendapatkan nilai Q. Asumsi : grafik tersebut merupakan hasil kalibrasi dari zat A dan
sudah merupakan laju alir udara ketika melalui kolom, bukan laju alir udara ketika
melewati manometer.
Menghitung laju udara (v)
v

Untuk menghitung laju alir udara, maka persamaan yang digunakan:


Menghitung laju alir massa udara (G)
18

Q
A

.Q
MB

Persamaan yang digunakan:


Menghitung koefisien perpindahan massa (kG)
y y A0
G

kG
ln i
(1 y i ).Pt . As y i y AL
Persamaan yang digunakan:
Menghitung difusifitas air ke udara, DAB
Persamaan yang digunakan:

2.334

Tint

D AB 3.64 x10

PCA .PCB 0.5


Pt

TCA.TCB

1 y AL

y
A0

. TCA .TCB

2.5

1
1
.

MA MB

0.5

dimana TCA = temperatur kritis air = 647.35 K


TCB = temperatur kritis udara = 132.45 K
PCA = tekanan kritis air = 218.29 atm
PCB = tekanan kritis udara = 37.2465 atm
Pt = tekanan total (atm)
Menghitung PBM
Persamaan yang digunakan
PBM

PBL PBi
P
ln BL
PBi

dimana PBL = (Pt PAL) dan PBi = (Pt - PAi)


Menghitung harga K, a, b dalam hubungan antara Sh, Re dan Sc, dengan langkah:
Menghitung bilangan Sherwood (Sh)
Menghitung bilangan Sherwood dengan menggunakan persamaan:
k .P .R.Tint .d
Sh G BM
Pt .D AB
Bilangan Sherwood juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Sh K . Re a .Sc b
dimana nilai K, a, dan b merupakan konstanta yang akan dicari dalam pengolahan

data.
Menghitung bilangan Reynold (Re) udara
Persamaan yang digunakan:
19

.v.d

Re =
Menghitung bilangan Schmidt (Sc)

Persamaan yang digunakan:

.D AB
Sc =

dimana : = 0.00018555 gr/cm.s

= 1.1776 gr/Liter
Mencari nilai konstanta a
Untuk nilai K dan Sc yang konstan dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
Jika dimisalkan, K . Scb = P , maka
a
b
S h=K . . Sc
S h=( K . Sc b ) a

S h=P . a
log S h=log P+ a log

Y =C +m X

Persamaan diatas merupakan analogi dari persamaan garis linier, sehingga dapat
dibuat grafik dengan memploting log Sh sebagai sumbu-y dan log Re sebagai sumbux. Gradien dari persamaan garis linier grafik ini merupakan konstanta a.

Mencari nilai konstanta K dan b


Dari langkah sebelumnya telah didapatkan nilai konstanta a, sehingga untuk
menghitung konstanta K dan b dapat dilakukan dengan:
S h=K . R e a . Sc b
Sh
=K . Scb
a

log

Sh
=log K . b log Sc
a

20

Y =C +m X

Persamaan diatas merupakan analogi dari persamaan garis linier, sehingga dapat
dibuat grafik dengan memploting log Sh/Rea sebagai sumbu-y dan log Sc sebagai
sumbu-x. Gradien dari persamaan garis linier grafik ini merupakan konstanta b, serta
intersepnya merupakan konstanta K.

3.3. Pengolahan Data Aliran Laminer


Data Hasil Pengamatan
h (mm)

Tin dry udara (oC)

10
28,00
20
28,00
30
28,00
40
28,00
50
28,00
Dengan laju alir air = 1,1067 ml/s

Tout dry

Twet udara

Tout air

Humidity out

udara (oC)
28,00
28,00
27,80
27,20
27,10

(oC)
27,00
27,00
26,80
26,00
26,00

(oC)
27
27,1
27
26,5
26,5

67,00
69,00
69,00
70,00
71,00

Menghitung bilangan Reynold aliran air

.v.d

Re =

1gr / mL1,1067mL / s 1,5875cm 88,81


0,01gram / cm.s

Re =
Maka alirannya LAMINER

Hasil perhitungan untuk Tbulk , Tint , HAo , HAL , Hint , YAo , YAL , YAi
h

Tbulk

Tint

HAo

HAL

Hint

YAo

YAL

YAi

10
20
30
40
50

28,00
28,00
27,90
27,60
27,55

27,4970
27,4970
27,3463
26,7920
26,7675

0,0216
0,0216
0,0214
0,0200
0,0200

0,0216
0,0216
0,0215
0,0203
0,0203

0,0223
0,0223
0,0217
0,0205
0,0205

0,0336
0,0336
0,0333
0,0312
0,0312

0,0336
0,0336
0,0335
0,0317
0,0317

0,0347
0,0347
0,0338
0,0320
0,0320

21

Hasil perhitungan untuk P , Pt , PAo , PAL , PAi , udara , Q udara , v udara , G , KG


P

Pt

PAo

PAL

PAi

udara

Qudara

vudara

KG

1,1737

1350

68,790

54,63

0
0

(105

7506,8

1,0001

0,034

)
3,9

0,0011

15013,

1,0001

0,034

0,0011

3,9

1,1738

1804

91,924

9
73,02

6
22520,

1,0002

0,033

0,00112

3,8

1,1739

2250

114,650

91,07

0,01

129,936

9
103,2

7
0,04

142,675

3
113,3

4
0,04

4
30027,
2
37534

1,0003
1,0004

0,031
0,031

0,0001

3,2

0,0001

3,2

1,1740

2550

1,1741

2800

Hasil perhitungan untuk DAB , PBM


DAB
84835394,3

PBL
0,998

PBi
1,0000

PBM
0,9994

9
84829108,2

9
0,999

3
1,0001

9
0,9995

83742066,4

0,999

1
1,0001

6
0,9996

5
79827985,1

1
0,999

8
1,0002

5
0,9997

3
79651690,5

3
0,999

6
1,0003

9
0,9998

Hasil perhitungan untuk Sh, Re, Sc


Sh (10-9)
0

Re
2099564,35

Sc (10-12)
1,86344

7
2805847,98

1,86344

2,215

4
3499792,55

1,88749

22

5,819

3966725,44

1,97989

6,398

3
4355942,79

1,98412

2
Dari hasil tersebut dapat dilihat besarnya bilangan Schmidt tidak jauh berbeda, sehingga
dapat dianggap konstan. Sehingga untuk mencari nilai konstanta a, b, dan K dapat
menggunakan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mencari konstanta a
log Sh (sumbu y)
Error
Error
-8,6547
-8,2352
-8,194

log Re (sumbu x)
6,32213
6,44806
6,54404
6,59843
6,63908

Karena terdapat dua nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya tiga titik
yang digunakan untuk menggambarkan grafik log Sh vs log Re.

Log Sh vs Log Re
-7.9
6.52
-8
-8.1
-8.2
Log Sh -8.3
-8.4
-8.5
-8.6
-8.7

6.54

6.56

6.58

6.6

6.62

6.64

6.66

f(x) = 5x - 41.36
R = 0.88

Log Re

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = 5,004x + 41,36
dan konstanta a = slope garis, sehingga konstanta a = 5,004
23

Mencari konstanta K dan b


Dari langkah sebelumnya didapat nilai konstanta a sebesar 5,004, sehingga
S h=K . 5,004 . Sc b
Sh
=K . Sc b
5,004

log

Sh
=log K . b log Sc
5,004

Sh
-42
5,004 (10 )

log

Sh
5,004 (sumbu

log Sc (sumbu x)

y)
Error
Error
-41,40109668
-41,25371356
-41,41594586

0
0
4E-42
5,6E-42
3,8E-42

-11,73
-11,73
-11,724
-11,703
-11,702

Karena terdapat dua nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya tiga titik

yang digunakan untuk menggambarkan grafik

log

Sh
5,004

vs log Sc.

Log Sh/Re^5,004 vs Log Sc


-11.73

-11.72

-11.71

Log Sh/Re^5,004
f(x) = 2.87x - 7.77
R = 0.15
Log Sc

24

-41.15
-11.7
-41.2
-41.25
-41.3
-41.35
-41.4
-41.45

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = 2,867x 7,773,
konstanta b = slope garis, sehingga konstanta b = 2,867 dan konstanta K = intersep,
sehingga konstanta K = -7,773.

3.4. Pengolahan Data Aliran Transisi


Data Hasil Pengamatan
h

Tin dry udara

Tout dry udara

Twet udara

Tout air

Humidity

(oC)
28,00
28,00
27,80
27,80
28,00

(oC)
26,00
25,60
25,00
25,00
25,00

(oC)
27,2
27
27
27
27

out
65,00
66,00
65,00
69,00
73,00

(mm)
(oC)
10
28,00
20
28,00
30
28,00
40
28,00
50
28,00
dengan laju alir air = 9,438 ml/s

Menghitung bilangan Reynold aliran air

.v.d

Re =

1gr / mL 9,438mL / s 1,5875cm


0,01gram / cm.s

757,34

Re =
Maka alirannya TRANSISI

Hasil perhitungan untuk Tbulk , Tint , HAo , HAL , Hint , YAo , YAL , YAi
h
10
20
30
40

Tbulk
28,00

Tint
26,98

HAo
0,020

HAL
0,020

Hint
0,0201

YAo
0,0312

YAL
0,0312

YAi
0,03136

28,00

8
26,78

0
0,019

0
0,019

0,0200

2
0,0310

2
0,0310

8
0,03121

27,90

2
26,42

9
0,019

9
0,019

0,0199

6
0,0307

6
0,0309

6
0,03120

27,90

3
26,42

7
0,019

8
0,019

9
0,0199

6
0,0307

1
0,0309

1
0,03120

25

50

28,00

26,47

0,019

0,019

0,0199

0,0307

0,0307

0,03106

Hasil perhitungan untuk P , Pt , PAo , PAL , PAi , udara , Q udara , v udara , G , KG


P

Pt

PAo

PAL

PAi

udara

(10-

Qudar

vudara

Kg

7506,8

1,0000

0,03

0,00097

3,05

1,1737

1350

68,7898

54,639

15013,

7
1,0001

1
0,03

4
0,00096

7
3,01

3
1,1738

1804

91,9236

73,020

6
22520,

5
1,0002

1
0,03

5
0,00095

3
2,96

2
1,1739

2250

114,649

91,079

0,01

4
30027,

2
1,0003

1
0,03

1
0,00095

8
2,96

0
1,1739

2550

7
129,936

103,23

7
0,02

2
37534

0
1,0003

1
0,03

1
0,00094

8
2,94

9
1,1740

2800

3
142,675

0
113,35

0
0

26

Hasil perhitungan untuk DAB , PBM


DAB
81212999,

PBL
0,9991

PBi
1,00004

PBM
0,99957

7
79770572,

0,99918

4
1,00011

1
0,99965

3
77294163,

3
0,99927

8
1,00019

0,99973

9
77288437,

1
0,99934

3
1,00026

2
0,99980

4
77612088,

5
0,99942

7
1,00034

6
0,99988

Hasil perhitungan untuk Sh, Re, Sc


Sh (10-9)
0

Re
2099564,35

Sc (10-12)
1,94655

7
2805847,98

1,98161

2,412
2,733

4
3499792,55
3966725,44

2,04494
2,04494

3
4355942,79

2,03626

2
Dari hasil tersebut dapat dilihat besarnya bilangan Schmidt tidak jauh berbeda,
sehingga dapat dianggap konstan. Sehingga untuk mencari nilai konstanta a, b, dan K
dapat menggunakan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mencari konstanta a
log Sh (sumbu y)

log Re (sumbu x)

Error
Error

6,32212919
6,44806414
27

-8,617701
-8,563311
Error

6,5440423
6,59843214
6,63908217

Karena terdapat tiga nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya dua titik
yang digunakan untuk menggambarkan grafik log Sh vs log Re.

Log Sh vs Log Re
6.54

Log Sh

6.55

6.56

6.57

6.58

6.59

6.6

6.61

f(x) = 1x - 15.16
R = 1

Log Re

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = x 15,16 dan
konstanta a = slope garis, sehingga konstanta a = 1
Mencari konstanta K dan b
Dari langkah sebelumnya didapat nilai konstanta a sebesar 1, jadi
1

Sh=K . . Sc

Sh
b
=K . Sc
1

log

Sh
=log K . b log Sc
1

28

Sh
1 (10
42

)
0
0
6,89
6,89
0

log

Sh
1 (sumbu

log Sc (sumbu x)

y)
Error
Error
-15,1617432
-15,1617432
Error

-11,7107
-11,703
-11,6893
-11,6893
-11,6912

Karena terdapat tiga nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya dua titik

yang digunakan untuk menggambarkan grafik

log

Sh
1

vs log Sc.

f(x) = 40x + 452.41


R = 0

Log Sh/Re^1 vs Log Sc


-24

-22

-20

-18

-16

Log Sh/Re^1

-14

-15.16
-15.16
-12-15.16
-10
-15.16
-15.16
-15.16
-15.16
-15.16
-15.16
-15.16
-15.16

Log Sc

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = 1,136x 1,904,
konstanta b = slope garis, sehingga konstanta b = 1,136 dan konstanta K = intersep,
sehingga konstanta K = -1,904.

3.4. Pengolahan Data aliran Turbulen


Data Hasil Pengamatan

29

Tin dry udara

Tout dry udara

Twet udara

Tout air

Humidity out

(oC)
27,00
27,80
27,80
27,20
27,00

(oC)
29
28,5
28,5
28
28,5

76,00
79,00
81,00
80,00
81,00

(mm)
(oC)
(oC)
10
28,50
28,50
20
28,50
28,80
30
28,50
28,90
40
27,00
28,30
50
27,00
28,20
dengan laju alir air = 33,2824 ml/s
Menghitung bilangan Reynold aliran air

.v.d

Re =

1gr / mL 33,2824mL / s 1,5875cm


0,01gram / cm.s

2670,74

Re =
Maka alirannya TURBULEN

Hasil perhitungan untuk Tbulk , Tint , HAo , HAL , Hint , YAo , YAL , YAi

Tbulk

Tint

HAo

HAL

Hint

YAo

YAL

YAi

h
10

28,5

27,743

0,022

0,022

0,022

0,03498

0,03498

0,03513

20

0
28,6

2
28,222

5
0,024

5
0,025

6
0,024

2
0,03797

2
0,03871

2
0,03767

30

5
28,7

9
28,247

5
0,024

0
0,024

3
0,024

3
0,03797

8
0,03842

5
0,03752

40

0
27,6

6
27,424

5
0,024

8
0,023

2
0,022

3
0,03767

0
0,03573

6
0,03543

50

5
27,6

4
27,298

3
0,024

0
0,023

8
0,023

5
0,03722

2
0,03648

2
0,03573

Hasil perhitungan untuk P , Pt , PAo , PAL , PAi , udara , Q udara , v udara , G , KG


P
7506,8

Pt
1,0000

PAo
0,035

PAL

PAi

udara

Qudara

vudara

Kg

0,0012

(10-5)
4,299

1,17

1350

68,789

54,549

30

15013,

7
1,0001

0
0,038

2
0,0014

6
22520,

3
1,0002

0
0,038

7
0,0014

4
30027,

2
1,0002

0
0,037

6
0,0013

2
37534

9
1,0003

7
0,037

5
0,0013

5,540

2
1,17

5,476

2
1,17

4,771

2
1,17

4,854

8
1,17

1804

91,924

2550

0
129,93

103,57

0,0294
0,0970

2800

6
142,67

4
113,73

0,0367

PBL
0,99885

PBi
1,00003

PBM
0,99944

5
90148214,

0,99867

1
1,00009

1
0,99938

9
90326098,

8
0,99876

3
1,00016

5
0,99946

3
84294891,

3
0,99895

8
1,00024

5
0,99959

4
83391231,

0,99901

9
1,00032

9
0,99966

Hasil perhitungan untuk Sh, Re, Sc


Sh (10-9)
0

Re
2096084,

Sc (10-12)
1,82809

-5,27

2
2801197,

1,7564

-3,63

1
3493991,

1,75281

1,249

5
3979941,

1,86874

31

90,928

0,0426
-

114,65

2250

Hasil perhitungan untuk DAB , PBM


DAB
86619408,

72,899

4,748

4370455,

1,88885

3
Dari hasil tersebut dapat dilihat besarnya bilangan Schmidt tidak jauh berbeda, sehingga
dapat dianggap konstan. Sehingga untuk mencari nilai konstanta a, b, dan K dapat
menggunakan langkah-langkah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Mencari konstanta a
log Sh (sumbu y)
Error
Error
Error
-7,903534844
-8,323524339

log Re (sumbu x)
6,321409
6,447344
6,543322
6,599877
6,640527

Karena terdapat tiga nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya dua titik
yang digunakan untuk menggambarkan grafik log Sh vs log Re.

Log Sh vs Log Re
-7.6
6.6
-7.7

6.6

6.61 6.61 6.62 6.62 6.63 6.63 6.64 6.64 6.65

-7.8
-7.9
Log Sh

-8
-8.1

f(x) = - 10.33x + 60.29


R = 1

-8.2
-8.3
-8.4
Log Re

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = -10,33 + 60,28
Dan konstanta a = slope garis, sehingga konstanta a = -10,33

32

Mencari konstanta K dan b


Dari langkah sebelumnya didapat nilai konstanta a sebesar -10,33, jadi
Sh=K . 10,33 . Sc b
Sh
10,33

log

=K . Sc b

Sh
10,33

=log K . b log Sc

Sh
10,33

-60

(10 )

0
-210,36
-14,2161
1,87582
1,8755

log

Sh
10,33

(sumbu

y)
Error
Error
Error
60,2731911
60,2731163

log Sc (sumbu x)

-11,738
-11,7554
-11,7563
-11,7285
-11,7238

Karena terdapat tiga nilai yang tidak dapat didefinisikan (Error), maka hanya dua titik

yang digunakan untuk menggambarkan grafik

33

log

Sh
R e10,33

vs log Sc.

Log Sh/Re^-10,33 vs Log Sc


60.27
f(x) = - 0.02x + 60.08
R = 1

60.27
60.27
60.27

Log Sh/Re^-10,33

60.27
60.27
60.27
60.27
-11.73 -11.73 -11.73 -11.73 -11.73 -11.72 -11.72
Log Sc

Dari grafik di atas dapat diketahui persamaan garis liniernya adalah y = - 0,016x + 60,08,
konstanta b = slope garis, sehingga konstanta b = - 0,016 dan konstanta K = intersep,
sehingga konstanta K = 60,08,

BAB IV
ANALISIS

4.1. Analisis Percobaan


Pada percobaan WWC ini tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan besarnya
koefisien perpindahan massa rata-rata dari lapisan tipis air ke dalam aliran udara dan
mengamati karakteristik perpindahan massa air-udara pada suatu dinding kolom yang
terbasahi. mengontakkan air dan udara yang saling tidak larut. Pengontakkan dua larutan
yang tidak dapat larut merupakan dasar dalam operasi perpindahan massa. Dalam hal ini,
perpindahan massa berdasarkan sifat pengontakkan larutannya diklasifikasikan menjadi
dua.
1. Operasi perpindahan massa dengan pengontakkan zat-zat secara langsung. Operasi ini
dilakukan jika ingin menghasilkan pemisahan dua fasa dan larutan fasa tunggal
34

dengan adanya penambahan atau perpindahan panas. Contoh operasi ini meliputi
distilasi fraksional, kristalisasi fraksional, dan ekstraksi fraksional.
2. Operasi perpindahan massa dengan pengontakkan zat-zat secara tidak langsung.
Operasi jenis ini memerlukan zat-zat lain yang harus ditambahkan sehingga
pemisahan zatnya dapat lebih sempurna dan dihasilkan produk hasil pemisahan yang
lebih murni. Contoh operasi ini adalah absorpsi gas, stripping adsorpsi, drying,
leaching, dan liquid extraction.
Percobaan diawali dengan mengukur kelembaban (humidity) udara kering dengan
cara mengalirkan udara melalui kolom. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelembaban
udara yang mengalir pada kolom. Setelah mengukur kelembaban udara kering, air
dialirkan melalui kolom, dimana dilakukan variasi. Air yang dialirkan melalui kolom
diatur agar bersifat laminar, yang ditentukan dengan mengukur laju aliran keluar air dan
=

kemudian dihitung Reynold numbernya.

VD

Laju alir air dihitung dengan mengukur volume air yang keluar kolom dalam
selang waktu tertentu, dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch. Jenis aliran diatur
menjadi laminar untuk melihat pengaruhnya terhadap perpindahan massa. Berdasarkan
literatur, pada aliran laminar, perpindahan massa hanya terjadi pada interface antara air
dan udara secara molekular (difusifitas). Selain memvariasikan laju alir air, tekanan udara
juga turut divariasikan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruhnya terhadap proses
perpindahan massa. Pengaturan tekanan dilakukan dengan mengatur ketinggian cairan di
dalam manometer. Berdasarkan literatur yang ada, semakin tinggi h maka semakin besar
laju alir udara yang masuk ke dalam kolom. Semakin besarnya laju alir akan menurunkan
waktu kontak dan kelembaban udara sehingga suhu keluaran menjadi lebih besar.
Saat udara dan air saling berkontak di dalam kolom, molekul-molekul air berdifusi
ke dalam udara sehingga mengakibatkan kandungan air dalam udara meningkat. Saat dua
buah zat saling berkontak di dalam kolom, sistem akan berusaha mencapai kesetimbangan
dengan pergerakan difusi antara molekul yang berkontakkan. Selain itu, ketidakmerataan
konsentrasi dua larutan mengakibatkan pemerataan konsentrasi melalui pergerakan
molekul konponen dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah yang dikenal sebagai
difusi molekular.
35

Pada percobaan ini, variabel yang diamati adalah suhu udara masuk (T in dry), suhu
udara keluar (Tout dry), Twet, dan kelembaban udara. Tin dry merupakan suhu udara kering
sebelum berinteraksi dengan air (sebelum masuk kolom) sedangkan Tout

dry

merupakan

suhu udara setelah berinteraksi dengan air (keluaran kolom). Twet merupakan suhu yang
dianggap sebagai referensi dimana pada Twet, kelembaban relatifnya diasumsikan bernilai
100%. Proses perpindahan massa yang terjadi diamati dari perubahan kelembaban
udaranya.

4.2. Analisis Data dan Grafik


4.2.1 Analisis Untuk Aliran Air Laminar
Hubungan Laju Alir Udara terhadap Tin dry, Tout dry dan Twet
Percobaan dimulai dengan menentukan laju alir untuk aliran laminar. Laju alir air
dihitung dengan mengukur volume air yang keluar kolom dalam waktu tertentu. Suhu
udara masuk ( T

in dry

) dan suhu udara keluar ( T

) diukur dengan termometer raksa.

out dry

Pada aliran keluar juga diukur T wet yang termometernya dengan ujung kapas dibasahi. T
in dry

merupakan suhu udara kering sebelum berinteraksi dengan air, T

suhu udara kering setelah berinteraksi dengan air dan T

wet

out dry

merupakan

merupakan suhu yang

dianggap mewakili keadaan dengan kelembaban relatif 100%. Pada data percobaan bisa
dilihat T out dry > T wet > T in dry, seperti yang terlihat pada grafik- grafik di bawah ini.
Dari hasil percobaan yang ditunjukkan dengan grafik 4.1, dapat disimpulkan
bahwa untuk setiap h tertentu, maka Tin dry > Tout dry > Twet. Nilai h merupakan parameter
yang menunjukkan laju alir udara yang masuk ke dalam kolom. Harga h itu sendiri
adalah nilai beda tekanan pada orifice antara kompresor dan kolom, dimana semakin
tinggi nilai h maka semakin banyak pula udara yang mengalir ke dalam kolom.

36

28.5
28
27.5
27
Temperatur

26.5
T wet
26

T out dry

T ini dry

25.5
25
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000
Laju alir udara

Gambar 4.1. Hubungan Laju Alir Udara dengan Temperatur pada aliran laminar

Hasil dari grafik di atas sesuai dengan teori, yaitu untuk setiap h tertentu, maka
Tin dry > Tout dry > Twet. Hal ini terjadi karena pada sesaat sebelum udara masuk (belum ada
kontak dengan air) kandungan air dalam udara masih sangat sedikit, dengan besar
kelembabannya sama dengan kelembaban udara lingkungan (yang mengakibatkan suhu
udara masukkan kolom sama dengan suhu udara lingkungan). Setelah udara masukkan
melewati kolom (kontak dengan air), menyebabkan kandungan air pada udara keluaran
kolom lebih banyak daripada pada udara saat masuk ke dalam kolom. Hal ini dikarenakan
telah terjadinya kontak antara udara dengan air di dalam kolom, yang menyebabkan suhu
udara air keluaran kolom memiliki suhu yang lebih rendah karena adanya perpindahan
kalor dari aliran udara kepada aliran air. Sedangkan untuk Twet, adalah temperatur yang
menunjukkan asumsi keadaan pada saat humidity 100%, yang berarti kadar air yang di
udara mencapai titik jenuhnya. Asumsi tersebut berarti kandungan air di udara lebih
banyak, maka semakin banyak kalor yang berpindah dari udara ke air, sehingga terjadi
kesetimbangan yang lebih kecil daripada ke air, sehingga terjadi kesetimbangan yang
lebih kecil daripada Tin dry dan Tout dry.
Hubungan Laju Alir Udara (Q) dengan Difusifitas (DA)
Hubungan laju alir udara dengan difusifitas dapat dilihat dari 2 sisi yaitu dari jenis
aliran airnya (laminar) dan kecepatan udaranya. Pada grafik 4.2 dapat terlihat bahwa,
37

semakin besar laju alir udaranya maka konstanta difusifitasnya semakin kecil. Hal ini
karena dengan meningkatnya kecepatan udara maka waktu kontak antara udara dengan
air semakin cepat sehingga menyebabkan semakin sedikitnya air yang akan berdifusi ke
udara (laju difusi kecil) yang ditunjukan dengan penurunan nilai konstanta difusifitasnya
86000000
85000000
84000000
83000000
82000000
difusifitas (DA) 81000000
80000000
79000000
78000000
77000000
1000

1500

2000

2500

3000

laju alir udara (Q)

Gambar 4.2 . Hubungan Laju Alir Udara dengan Difusifitas

Hubungan Laju Alir Udara terhadap Koefisien Perpindahan Massa (kG)


0.06
0.05
0.04
koefisien perpindahan massa

0.03
0.02
0.01
0
1000 1500 2000 2500 3000
laju alir udara

Gambar 4.3 . Hubungan Laju Alir Udara dengan Koefisien Pindah Massa

Meningkatnya kecepatan aliran udara menyebabkan waktu kontak antara udara


38

dengan air di dalam kolom menjadi lebih singkat sehingga interaksi antara air-udara di
dalam kolom pun menjadi lebih singkat. Akibatnya proses kesetimbangan sulit untuk
tercapai dan perpindahan massa air dari fasa cair ke gas menjadi semakin sedikit.
Keadaan tersebut ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai KG. Akan tetapi, grafik
di atas tidak sesuai dengan analisis tersebut yang nanti akan dijelaskan faktor
penyebabnya pada analisis kesalahan.
Hubungan Bilangan Reynold (RE) terhadap Bilangan Schmidt (Sc)
Hubungan bilangan Sherwood dengan bilangan Reynold dan Schmidt adalah
sebagai berikut:
Sh = k Rea Scb
Dengan k, a, dan b adalah suatu konstanta. Semakin besar laju alir udara maka alirannya
semakin turbulen sehingga nilai bilangan Reynoldnya semakin besar. Sedangkan bilangan
Schmidt menunjukkan hubungan karakteristik fluida dengan kemampuannya berdifusi.
Ketika aliran udara semakin cepat maka waktu kontak antara air dan udara semakin
sedikit, sehingga kemampuan berdifusi air ke udara semakin kecil. Akibatnya, nilai
bilangan Schmidt semakin besar sesuai dengan rumus berikut:
Sc

.D AB

Log Sh vs Log Re
-7.9
6.52
-8

6.54

6.56

6.58

6.6

-8.1
-8.2
Log Sh -8.3

f(x) = 5x - 41.36
R = 0.88

-8.4
-8.5
-8.6
-8.7
Log Re

39

6.62

6.64

6.66

Gambar 4.5 . Kurva Bilangan Reynold vs Bilangan Schmidt pada aliran laminer

Dengan kata lain, bilangan Schmidt berbanding terbalik dengan koefisien


difusifitas. Hal ini juga dapat dilihat dari hubungan antara bilangan Schmidt dengan
bilangan Reynold (udara) pada grafik yang telah tersedia pada pengolahan data. Dari
grafik tersebut dapat dibuktikan bahwa semakin besar laju alir udara maka bilangan
Schmidtnya juga cenderung untuk mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya
bilangan Reynold dan Schmidt maka bilangan Sherwoodnya juga akan semakin
meningkat. Sehingga dapat diketahui dengan meningkatnya laju alir udara, bilangan
Sherwoodnya juga akan cenderung semakin meningkat.
4.2.2 Analisis Untuk Aliran Air Transisi
Pada percobaan kedua ini, pengolahan data yang dilakukan untuk melihat
hubungan antara bilangan Schmidt, bilangan Reynold dan bilangan Sherwood. Bilangan
Schmidt merupakan bilangan tidak berdimensi yang dapat menyatakan karakteristik dari
suatu aliran. Dari persamaan Schmidt, terlihat bahwa bilangan Schmidt berbanding
terbalik dengan difusivitas. Jadi, semakin besar difusi massa yang terjadi, maka bilangan
Schmidt-nya semakin kecil. Hal ini sejalan dengan hasil percobaan dimana bilangan
Schmidt semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya difusivitas.
Bilangan Reynold merupakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya
viskositas dan biasa dijadikan parameter jenis aliran yang terjadi. Bilangan Reynold hasil
kalkulasi menunjukkan kecenderungan menaik seiring dengan bertambahnya ketinggian
minyak, identik dengan bertambahnya laju alir udara.

40

Log Sh vs Log Re
-8.52
6.54
-8.54

6.55

6.56

6.57

6.58

6.59

6.6

6.61

-8.56
Log Sh -8.58

f(x) = 1x - 15.16
R = 1

-8.6
-8.62
-8.64
Log Re

Gambar 4.6. Kurva Bilangan Reynold vs Bilangan Schmidt pada aliran transisi

Pada grafik hasil pengolahan data dapat terlihat bahwa saat Sc (Bilangan Schmidt)
konstan, Sh (bilangan Sherwood) akan semakin besar seiring dengan kenaikan Re
(bilangan Reynold). Dari hasil pengolahan data dapat terlihat bahwa secara umum data
data yang diambil belum cukup akurat karena nilai regresi pada awalnya masih jauh dari
1. Pada persamaan Sherwood dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan antara koefisien
transfer massa dengan nilai difusivitas dari air ke udara. Jadi, dapat dimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan angka Sherwood adalah suatu angka yang menunjukkan besarnya
perpindahan massa yang terjadi. Jika nilai dari koefisien perpindahan massa k G besar,
menunjukkan bahwa perpindahan massa yang terjadi pada sistem juga besar. Nilai kG
yang besar akan menyebabkan bilangan Sh yang besar. Jadi, angka Sh yang besar
menunjukkan lebih banyak massa yang berpindah antar sistem (dalam percobaan ini yaitu
dari air ke udara).
4.2.3 Analisis Untuk Aliran Air Turbulen
Pada percobaan ini, laju alir air diatur pada keadaan turbulen dengan yang
bertujuan untuk mengetahui efek aliran turbulen terhadap perpindahan massa. Penentuan
sifat turbulen dari laju alir air adalah dengan cara trial error debit air yang digunakan lalui
menghitung besarnya bilangan reynold dari laju aliran keluaran sehingga dapat diketahui
Re telah memenuhi atau belum. Laju alir air dihitung dengan mengukur volume air yang
keluar kolom selama waktu 10 detik. Untuk aliran yang semakin deras atau semakin
turbulen, maka nilai Reynold akan semakin besar. Untuk bilangan Schmidt, bilangan ini
41

menunjukkan hubungan karakteristik fluida dengan kemampuan berdifusi. Saat alirannya


turbulen, maka kemampuan untuk berdifusi semakin kecil karena laju alirnya membesar
dan waktu yang dibutuhkan makin singkat, akibatnya bilangan Schmidt semakin kecil.
Suhu udara pada saat masuk (Tin

) dan keluar (Tout

dry

) kolom diukur dengan

dry

menggunakan termometer dengan fluida yang digunakan tidak diketahui jenisnya namun
diketahui densitasnya sebesar 0.766 gr/cm3. Pada aliran keluaran juga terdapat
termometer yang ujungnya berkapas basah sehingga Twet dapat diukur. Tin dry merupakan
suhu udara kering sebelum berinteraksi dengan air (sebelum masuk kolom), sedangkan
Tout

dry

merupakan suhu udara setelah berinteraksi dengan air (keluaran kolom). Twet

merupakan suhu referensi dimana pada suhu Twet ini, kelembaban relatifnya diasumsikan
bernilai 100%. Pada data percobaan 1, 2 dan 3, terlihat bahwa untuk setiap h tertentu,
maka Tin dry > Tout dry > Twet. Hal ini disebabkan udara setelah kontak dengan air (Tout dry)
lebih kecil dari temperatur udara masuk sebelum kontak dengan air (Tin dry). Sedangkan
Twet yaitu suhu yang diukur pada saat humidity 100% akan memiliki nilai yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan Tin

dry

dan Tout

. Suhu masuk udara (Tin

dry

) mengalami

dry

penurunan dan tidak konstan, hal ini dimungkinkan karena adanya kebocoran pada laju
alir masuk.
Berdasarkan literatur yang ada, semakin tinggi h, menunjukkan semakin besar
laju alir udara yang masuk ke dalam kolom. Semakin besarnya laju alir akan menurunkan
waktu kontak dan kelembaban udara sehingga suhu keluaran menjadi lebih besar. Namun
dari data yang didapat hal ini tidak terjadi, kemungkinan hal ini disebabkan karena sistem
WWC yang digunakan merupakan sistem sederhana dalam skala kecil. Oleh karena itu,
perubahan yang terjadi dalam percobaan ini tidak terlalu signifikan.
Pada awal percobaan praktikan melakukan pengambilan data kelembaban
(humidity) awal yang menunjukkan besarnya humidity pada udara kering yang digunakan
selama percobaan sehingga diperoleh humiditynya sebesar 67%. Kemudian kompressor
dinyalakan dan udara dialirkan melalui kolom namun tidak ada aliran air (aliran air
dimatikan). Pengambilan data humidity dilakukan setelah beberapa saat mesin dinyalakan
dengan tujuan agar udara yang awalnya ada di dalam kolom WWC dengan kelembaban
tertentu keluar sehingga humidity yang terukur benar-benar merupakan humidity udara
kering yang ada di dalam kompressor. Humidity yang diperoleh adalah sebesar 67%,
42

artinya udara kering yang digunakan mengandung jumlah uap air sebanyak 67% dari
jumlah uap air maksimum yang bisa terdapat di udara pada suhu yang sama.
Dari pengukuran dengan menggunakan termometer, diperoleh suhu air sebesar 27
o

C. Suhu air diasumsikan konstan selama percobaan berlangsung sehingga viskositas air

dianggap tidak berubah selama percobaan. Perubahan viskositas air akan berpengaruh
pada sifat turbulen air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah viskositas sehingga aliran

NRe
air makin turbulen hal ini sesuai dengan persamaan

.v.d

dimana merupakan

viskositas air.

4.3 Analisis Kesalahan


Pada praktikum Wetted Wall Column ini, terdapat kesalahan-kesalahan yang
mempengaruhi hasil akhir yang didapat, diantaranya :
Interval waktu (jarak) antar pengambilan data yang singkat dan tidak menunggu
sistem (aliran) mencapai keadaan steady state, sehingga data yang diamati setelah
diolah, akan menunjukkan penyimpangan jika dibandingkan dengan teoritisnya.
Udara dari kompresor tidak dipastikan apakah kelembabannya sama dan juga
udaranya terkadang tersendat dan tidak konstan.
Kesalahan sebagian besar terletak pada kesalahan atau ketidakakuratan dari paralaks
praktikan mulai dari pembacaan suhu, volume air dalam penentuan jenis aliran dan
kelembaban. Ketidakakuratan dalam pembacaan ini menyebabkan adanya error
factor pada hasil pengamatan.
Kesalahan pembacaan laju alir udara masuk yang menggunakan manometer, karena
pada prakteknya tinggi kedua permukaan cairan pada manometer tidak konstan
melainkan terus berubah (dengan h atau P yang makin mengecil)

43

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini yaitu


1. Koefisien perpindahan massa rata-rata dari lapisan tipis air ke dalam aliran udara
dapat dihitung dari data Humiditas, T

, T

in dry

, T

out dry

wet

dengan menggunakan

psychometric chart dan bilangan tak berdimensi yang mengkarakteristik fenomena ini
seperti Bilangan Sherwood, Schmidt, dan Reynold.
2. Untuk setiap jenis aliran T in dry > T out dry > T wet dan juga berarti humidity wet >
humidity out > humidity in
3. Semakin tinggi laju alir udara makan konstanta difusivitas akan semakin kecil.
4. Semakin meningkat sifat turbulensi air, semakin besar perpindahan massa yang terjadi
dari air ke udara karena terjadinya arus eddy.
5. Bilangan Sherwood, Schmidt, dan Reynold saling berhubungan satu sama lain dan
ditunjukkan melalui persamaan

44

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik II. Depok: Laboratorium
Proses dan Operasi Teknik II TGP FTUI.
Holman, J. P. 1984. Perpindahan Kalor, terj. E. Jasfi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill

45

Anda mungkin juga menyukai