Anda di halaman 1dari 17

AMDAL INDUSTRI KERTAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan yang pesat di Kabupaten Pelalawan memberikan pula dampak negatif
berupa meningkatnya tekanan terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena pembangunan yang
kurang

memperhatikan

daya

dukung

dan

daya tampung lingkungan setempat, yang pada

akhirnya meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup tersebut menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah
yang harus menanggung biaya pemulihannya.
Apabila hal ini dibiarkan terus menerus akan berakibat pada masalah-masalah yang
semakin kompleks dan sulit penanganannya. Oleh karenanya pembangunan yang harus
dilakukan

adalah pembangunan

yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan

yang

memadukan lingkungan hidup dengan sumber daya alam, untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan yang menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul dari suatu
kegiatan maka dilakukan penyusunan kajian kelayakan lingkungan berupa AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL & UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Kedua instrumen lingkungan ini disatu sisi merupakan kajian
kelayakan lingkungan bagi kegiatan yang akan memulai usaha tetapi disisi lain juga merupakan
syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin memulai usaha. Sehingga melalui dokumen
ini dapat diketahui dampak yang akan timbul dari suatu kegiatan kemudian bagaimana dampakdampak tersebut dikelola baik dampak negatif maupun dampak positif.
Pada kenyataannya studi kelayakan yang dilakukan oleh para pengusaha baik dalam bentuk
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup tidak selalu mendapatkan hasil yang optimal.

Gagasan : Penguatan AMDAL sebagai Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, hasil


yang tidak optimal tersebut pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
1. AMDAL dan implementasinya oleh pemrakarsa dipandang sebagai beban.
2. Tidak ada insentif dan disinsentif bagi pemrakarsa yang :
a. Menyusun dan tidak menyusun AMDAL
b. Menyusun AMDAL secara benar dan baik dengan yang asal jadi
c. Mengimplementasikan hasil AMDAL dengan tidak berniat melaksanakan.
3.
AMDAL lebih
dipandang
sebagai
instrumen
perijinan
daripada
instrumen pencegahan dampak lingkungan
4. Lemahnya penegakan hukum.
a. Kegiatan/usaha yang tidak menyusun AMDAL
b. Kegiatan/usaha
yang
melakukan
penyusunan

AMDAL

sebagai

pada

saat

konstruksi atau kegiatan usaha telah berjalan.


c. Kegiatan/usaha yang tidak mengimplementasikan hasil AMDAL
5. Belum ada integrasi antara AMDAL, Ijin lokasi dan Ijin operasi.
Berdasarkan hasil evaluasi dan restropeksi terhadap 5 dokumen Amdal dari beberapa
proyek di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Hadi (1995), ditemukan bahwa :
1. Tidak teridentifikasinya kegiatan yang menimbulkan dampak.
2. Kurang cermatnya mengidentifikasi dampak melalui suatu proses di
lapangan.
3. Dampak yang tidak teridentifikasi tidak ada upaya pengelolaan lingkungan.
4. Belum
semua
dokumen
memperkirakan
dampak
dengan

pendekatan-

pendekatan yang umum dipakai yakni pendekatan formal, matematis maupun


analogi.
Penyusunan
dapat

diterapkan

tersebut

sebagai

lingkungan

belum

pemrakarsa

yang

yang

tercantum

kajian
di

AMDAL

Kabupaten

dasar

Tangerang,

kebijakan

berdaya
tidak

maupun

guna

namun

perusahaan

sebagaimana

melaksanakan

dalam

UKL&UPL

dokumen

demikian
dalam

yang

pengelolaan
lingkungan

hingga

ini

dokumen

pelaksanaan

diharapkan.
dan

saat

sehingga

masih

lingkungan
pengelolaan

Masih

pemantauan

telah

ada

yang

sebagaimana
saja

terjadi

pencemaran.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan kajian yang komprehensif untuk
mengungkap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada beberapa industri di
Kabupaten

Tangerang

dengan

mengevaluasi

pelaksanaan

kewajiban

pengelolaan

dan

pemantauan lingkungan sesuai dengan yang tercantum dalam kajian lingkungan baik AMDAL atau
UKL & UPL.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran diatas, peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan yang
ada

di

Kabupaten

Tangerang

berupa

pertanyaan

penelitian,

yaitu :
1. Apakah

rencana

pengelolaan

dan

pemantauan

lingkungan

telah

diimplementasikan oleh Industri?


2. Bagaimana keterlibatan masyarakat sekitar industri dalam pelaksanaan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan?
3. Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.

Mengevaluasi sejauh mana rencana pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam dokumen
AMDAL atau UKL & UPL diimplementasi oleh industri yang ada di Kabupaten Tangerang.

2.

Mengidentifikasi keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan


lingkungan

3.

Mengajukan usulan pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh


Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya.

D. Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban Sementara dalam penelitian, di dalam penulisan ini penulis
mengajukan hipotesa sebagai berikut Terdapat dampak negatif dari limbah pabrik terhadap
lingkungan sehingga perlu adanya AMDAL

4. BAB II
5. TINJAUAN PUSTAKA
6.
7.
A. Dampak Industri Terhadap Lingkungan
8.

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input)

menjadi keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang
diinginkan beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga dapat dijual atau
dipergunakan

kembali

dan

yang

tidak

bernilai ekonomis yang akan menjadi beban

lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan komponen
ekosistem alam.
9.

Lingkungan, yang merupakan wadah penerima akan menyerap bahan limbah

tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan lingkungan untuk memulihkan


diri sendiri karena interaksi pengaruh luar, disebut daya tampung lingkungan. Daya tampung
lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
10.

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan

satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan
biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan kualitas
lingkungan. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas

bila

lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang
ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan
pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
11.
dengan

Menurut Hukum Termodinamika II produksi dan konsumsi selalu diikuti


kenaikan

manifestasi

kenaikan

entropi.
entropi.

Terjadinya
Industri

limbah

tidak

dapat

dan

pencemaran

menghindari

hukum

merupakan
ini.

Limbah

terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat
pula

dikatakan
tingkat

semakin

limbah

yang

tinggi

tingkat

terbentuk.

produksi
Kota

dan

dengan

konsumsi
tingkat

semakin

hidup

yang

tinggi
tinggi

menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.

12.
kontribusi

Pertumbuhan industri pada negara-negara berkembang justru memberikan


terhadap

perusakan

lingkungan.

World

Resource

Institute

menyebutkan

pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai


5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
13.

Permasalahan lain yang terjadi di negara berkembang adalah belum

adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian

pencemaran.

Laporan

terakhir

menyebutkan

dalam

Laporan

Komisi

WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan
mencakup

pula

kebutuhan-kebutuhan

dampak

memperkirakan efek

lingkungan
dari

ijin

sehingga

penggunaan

untuk
menjadi

bahan

industri
sulit

kimia

yang

bagi

dan

baru

jarang

pemerintah

proses

dari

untuk
industri

tersebut.
14.

Perlu

dilakukan

penetapan

kualitas

lingkungan

untuk

mengendalikan

pencemaran mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memberikan
andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu bangsa berbalik menjadi sumber
bencana
15.
B. Konsep Industri Berwawasan Lingkungan
16.

Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya.

Pembangunan industri di Indonesia lebih menitik beratkan pada aspek pertumbuhan


ekonomi telah menjadikan pertumbuhan di sektor lain tidak seimbang. Aspek sosialbudaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah
disadari bahwa pembangunan berkelanjutan adalah

suatu keharusan.

Menurut

World

Comission on Environment and Development (1987), Pembangunan berkelanjutan adalah


pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
17.

Gagasan Pembangunan berkelanjutan atau

pembangunan

berwawasan

lingkungan

secara

dikenal

bertahap

juga

mulai

dengan

dimasukkan

kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya
ketentuan

Undang-Undang

Nomor

Pengelolaan

Lingkungan

Pokok

Undang-Undang

Nomor

Peraturan

Pemerintah

Peraturan

Pemerintah

23

Tahun

Nomor

29

1997

Tahun
yang

tentang

Tahun

1986

1982

tentang

selanjutnya
Pengelolaan

yang

direvisi

direvisi

dengan

Lingkungan

kemudian

Nomor 51 Tahun 1993 dan

Ketentuan-

direvisi

dan

dengan

kembali

dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan.
A. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
18. Lingkungan

hidup

merupakan

hal

pokok

yang

harus

diperhitungkan

dalam

setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait

dengan

lingkungan.

Fungsi

lingkungan

bagi

manusia,

pertama

adalah

sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi


kebutuhannya.
memenuhi

kebutuhan

lingkungan.
sehingga

Selain

hidup,

Karenanya
kegiatan

fungsi

perlu

manusia

lingkungan
manusia
dilakukan
berupa

juga

yang

sifatnya

mempunyai

pengelolaan
pembangunan

tereksploitasi

ketergantungan

lingkungan
dapat

untuk

untuk

terhadap
mengatur

berlangsung

secara

berkelanjutan.
19. Pembangunan berkelanjutan bermula dari buku yang diterbitkan oleh WCED (1987),
yang berarti memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahakan keberlanjutan bagi generasi
yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan tiga hal yaitu ekonomi,
lingkungan dan sosial, dengan berfokus pada tiga dimensi ini diharapkan dapat mengurangi
atau bahkan menghentikan kerusakan lingkungan yang telah terjadi selama ini.
20. 1. Peraturan Perundangan Mengenai AMDAL/UKL&UPL
21.

Pembangunan yang berlangsung saat ini baik langsung maupun tidak

langsung akan memberikan tekanan terhadap lingkungan yang beresiko mencemari


dan merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan dilakukan tidak hanya secara fisik tetapi
juga dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di
sekitarnya.
22.

Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan

kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya

peraturan

perundangan

mengenai

pengelolaan

lingkungan

hidup

yaitu :
23.

1.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,

yang berisi :
24. a Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk melestarikan
dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang
guna

menunjang

terlaksananya

pembangunan

berkelanjutan

serta

dengan

memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat serta perkembangan lingkungan global.


25. b Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam

pengelolaan

lingkungan hidup dan setiap orang berhak dan berkewajiban untuk berperan serta
dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta

mencegah

dan

menanggulangi pencemaran dan

perusakan lingkungan hidup.


26. 2

Peraturan

Pemerintah

Nomor

27 Tahun

1999 tentang Analisi Mengenai Dampak

Lingkungan, menyebutkan bahwa :


27. a.

Pasal 1, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak

besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
28. b.

Pasal 3 ayat 4, Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup
dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan.

29. 3. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang AMDAL ini telah dituangkan dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup maupun Kepala Bapedal, yaitu :
30. a.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001


tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan.

31.

b.

Keputusan Kepala Bapedal Nomor : Kep.056 Tahun

1994

tentang

Pedoman Ukuran Dampak Penting.


32.

2. Peraturan Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada Sektor Industri


33.

Industri yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) tercantum dalam Keputusan


Nomor 17

tahun 2001,

kegiatan

menimbulkan pencemaran air,

udara,

Menteri
bidang
tanah,

Negara

Lingkungan

perindustrian

pada

gangguan

kebisingan,

Hidup
umumnya

bau,

dan

getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini

berpengaruh

terhadap

sistem

hidrologi

sekitar.

Berbagai

potensi

pencemaran,

gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial.

Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk

mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar
berikut,

tetapi

menggunakan areal

yang luas tetap wajib dilengkapi dengan

AMDAL (nomor 15), terdiri dari :


34. 1. Industri Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
35. 2.

Industri pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak

termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
36. 3. Industri petrokimia hulu
37. 4. Industri pembuatan besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
38. 5. Industri pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
39. 6.

Industri pembuatan tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu

konsentrat).

40. 7. Industri pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)


41. 8. Kawasan industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
42. 9. Industri galangan kapal dengan sistem graving dock
43. 10. Industri pesawat terbang
44. 11. Industri senjata, amunisi dan bahan peledak
45. 12. Industri baterai kering (yang menggunakan merkuri/Hg).
46. 13. Industri baterai basah (akumulator listrik).

47. BAB III


48. PEMBAHASAN
49.
50.
A. Prosedur dan Proses Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
51.

Penyusunan AMDAL/UKL&UPL melalui prosedur dan proses yang telah

ditentukan dalam Peraturan Pemerintan Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan dan keputusan

Menteri

Negara

Lingkungan Hidup serta peraturan

lainnya.
52.

Heer & Hagerty

(1977)

mendefinisikan

AMDAL sebagai

penaksiran

dengan mengemukakan nilai-nilai kuantitaif pada beberapa parameter tertentu yang penting
dimana hal tersebut menunjukkan kualitas lingkungan sebelum, selama dan setelah adanya
aktivitas.
53.

Battele Institute

(1978)

mengemukakan

pengertian

AMDAL

sebagai

penaksiran atas semua faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh sosial yang terjadi sebagai
akibat dari aktivitas suatu proyek.
54. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Pasal 1 menyatakan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
55. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai maka sejak awal perencanaan sudah harus memperkirakan perubahan
kondisi lingkungan, baik yang positif maupun negatif, dengan demikian dapat dipersiapkan
langkah-langkah pengelolaannya. Cara untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut melalui studi
AMDAL.
AMDAL

bertujuan

untuk

mengkaji

kemungkinan-kemungkinan

perubahan kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya akibat
adanya suatu kegiatan pembangunan.
56.

57.
B. Prosedur Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
58.

Kajian kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan/usaha yang akan mulai

melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui dampak yang akan timbul

dan

bagaimana cara pengelolaannya. Proyek di sini bukan hanya pembangunan fisik saja
tetapi mulai dari perencanaan, pembangunan fisik sampai proyek tersebut berjalan bahkan
sampai proyek tersebut berhenti masa operasinya. Jadi lebih ditekankan pada aktivitas manusia di
dalamnya.
59.
perijinan

Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan


yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan bersama-

sama dengan kajian kelayakan teknis dan ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan
tersebut dapat sama-sama memberikan masukan untuk dapat menghasilkan keputusan yang
optimal bagi kelangsungan proyek, terutama dalam menekan dampak negatif yang biasanya
dilakukan dengan pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.
60.

Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dengan proses

penapisan untuk menentukan studi yang akan dilakukan menurut jenis proyeknya, wajib
menyusun AMDAL atau UKL & UPL. Proses penapisan ini mengacu pada Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan
Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau
kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar maka wajib menyusun Upaya Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL).

1.

3.

2.

61.
62.
63. Gambar :
64. Prosedur AMDAL
65.
66.
67.
68.
69.
70.

instansi

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan kepada


yang

bertanggung

jawab

mengendalikan

dampak

lingkungan

untuk

mendapat persetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini menjadi dasar penyusunan


ANDAL dan RKL& RPL yang kemudian dipresentasikan di Komisi AMDAL. Hasil
penilaian Komisi berupa tiga kemungkinan yaitu pertama tidak lengkap sehingga
harus diperbaiki, kedua ditolak karena tidak teknologi untuk pengelolaan lingkungannya
dan ketiga disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.

71.

Sedangkan kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting

diwajibkan menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL),
prosedur penyusunannya yaitu pemrakarsa melakukan studi kelayakan lingkungan
sesuai dengan format yang berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan kepada
instansi

yang

bertanggung

jawab

mengendalikan

dampak lingkungan untuk

mendapatkan persetujuan.
72.

Proses penyusunan dokumen UKL & UPL lebih sederhana dibandingkan

dengan penyusunan AMDAL, karena kegiatan yang wajib menyusun UKL & UPL
adalah kegiatan yang telah diketahui dampak potensial yang harus dikelolanya
dan telah jelas pula cara pengelolaannya.

73. BAB IV
74. PENUTUP
75.
76.
A. Kesimpulan
77. Hasil pengkajian terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pada sektor industri dapat disimpulkan bahwa :
1.

Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh industri masih pada
tahap pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh industri belum mengarah pada kesadaran
untuk kelestarian lingkungan.

2.

Pelaku

usaha

industri

masih

menganggap

bahwa

kewajiban

untuk

mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan masih merupakan


beban yang memberatkan dari segi biaya, dan industri belum merasakan keuntungan
secara langsung dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan.
3.

Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri masih sebatas meredam protes
atau mencegah terjadinya gejolak oleh masyarakat di sekitar lokasi industri, belum
mencakup pengelolaan lingkungan secara utuh.

4.

Keterlibatan

dan

kepedulian

masyarakat

di

sekitar

industri

terhadap

pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan industri relatif


masih

rendah,

masyarakat masih beranggapan bahwa industri yang memberikan

banyak bantuan dan menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan industri yang
telah peduli terhadap lingkungan. Masyarakat tidak mempermasalahkan apakah industri
tersebut

mencemari lingkungan

atau tidak. Sebagian masyarakat yang berkeinginan

terlibat dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidak mempunyai akses untuk
dapat terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
5.

Pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait dibidang lingkungan di kabupaten

Pelalawan masih bersifat pasif dan reaktif, yaitu hanya menunggu pelaporan dari pihak
industri dan akan terjun ke lapangan apabila terjadi kasus.
6.

Mekanisme koordinasi antar instansi masih belum jelas sehingga masing-masing


instansi belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.

7.

Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang spesifik
sesuai dengan karakteristik wilayah kabupaten Tangerang.

8.

Pemberian penghargaan dan sanksi baik bagi industri yang telah melakukan
pemantauan dan pengelolaan lingkungan maupun yang tidak melaksanakan belum
dilaksanakan, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi industri yang telah melaksanakan.

78.
79. B Saran
1. Koordinasi dan keterpaduan dalam menetapkan kebijakan antar instansi yang
membidangi masalah industri dan lingkungan perlu ditingkatkan sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman oleh pelaku industri untuk mewujudkan industri yang
berwawasan lingkungan.
2. Mengikutsertakan aparat pada dinas/instansi dalam pendidikan dan pelatihan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup sehingga semua aparat yang bertugas mempunyai persepsi
yang sama mengenai pengelolaan lingkungan.
3. Perlu adanya kajian mengenai daya tampung lingkungan yang dapat menjadi dasar
kebijakan dalam penyusunan peraturan daerah.
4. Untuk meningkatkan kesadaran pelaku industri di bidang lingkungan maka pemberian
penghargaan bagi industri yang telah melaksanakan dan mematuhi aturan dan
pemberian sanksi bagi industri yang melanggar aturan di bidang lingkungan perlu
diintensifkan.
5. Sosialisasi oleh Dinas Lingkungan Hidup tentang kewajiban pengelolaan dan

pemantauan lingkungan yang dilakukan industri dan keterbukaan informasi oleh


industri

bersangkutan

kepada

kelurahan

dengan

setempat

memberikan
sehingga

dokumen

dapat

pengelolaan lingkungan

meningkatkan kepedulian

dan

partisipasi masyarakat di sekitar lokasi industri untuk mewujudkan industri yang


berwawasan lingkungan.
80.
81.
82.

83. DAFTAR PUSTAKA


84.
85.
86.

Adiwibowo, Suryo, Manajemen Lingkungan, Bahan Kuliah pada Pelatihan DosenDosen Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Se Jawa-Bali Dalam Bidang AMDAL, 2000.

87.

Adiwibowo, Suryo, Gagasan

Penguatan

AMDAL

sebagai Instrumen

Pengelolaan Lingkungan Hidup, dipresentasikan pada pertemuan PPLH se-Jawa, di Yogyakarta,


2004.
88.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,


Yogyakarta, 2002.

89.

Djajadiningrat,

Surna

T,

Melia

Famiola,

Kawasan

Industri

Berwawasan

Lingkungan (Eco Industrial Park), Rekayasa Sains, Bandung, 2004.


90.

Djajadiningrat, Surna T,
Development, Jakarta, 2005.

91.

Sustainable

Future, Indonesia Center for Sustainable

Anda mungkin juga menyukai