TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Kepala
2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala merupakan lapisan yang terdiri dari kulit, jaringan ikat,
aponeurosis, jaringan ikat longgar, dan perikranium.12
2.1.2 Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak atau kranium merupakan kumpulan tulang yang
membentuk rangka dari kepala. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian,
yaitu neurocranium (kumpulan tulang pembungkus otak) dan viscerocranium
(kumpulan tulang pembentuk wajah). Fungsi tulang tengkorak di antaranya
adalah sebagai pelindung otak, sebagai rongga bagi alat indera, dan sebagai
pelindung jalan masuk menuju sistem pernapasan dan pencernaan. 12
2.1.2.1 Neurocranium
Neurocranium merupakan kumpulan tulang yang membungkus otak.
Neurocranium terbagi menjadi dua bagian, yaitu calvaria di bagian atas dan basis
kranii pada bagian dasar. Tulang-tulang yang membentuk calvaria sebagian besar
merupakan tulang datar, sedangkan tulang-tulang pada basis kranii mayoritas
berbentuk tidak teratur dengan beberapa bagian datar. 12 Neurocranium pada
orang dewasa dibentuk oleh 8 tulang: 1 buah tulang frontal, 1 pasang tulang
parietal, 1 pasang tulang temporal, 1 buah tulang occipital, 1 buah tulang
sphenoid, dan 1 buah tulang ethmoid.
tulang-tulang di sekitar mulut (rahang atas dan bawah), rongga hidung, dan juga
sebagian besar rongga mata.12
2.2
2.2.1
Cedera Kepala
Definisi
Cedera kepala adalah segala luka atau jejas di kepala yang dapat
Etiologi
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama dari cedera kepala. Sebuah
Klasifikasi
Berbagai macam klasifikasi cedera kepala telah dikemukakan oleh
beberapa ahli bedah saraf di seluruh penjuru dunia. Cedera kepala diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu berdasarkan mekanisme, tingkat keparahan
cedera kepala, patofisiologi, serta morfologinya.
1) Berdasarkan mekanisme:
a. Cedera kepala tertutup
Cedera kepala tertutup terjadi ketika kepala menerima benturan dari
sebuah objek namun tidak merusak tulang tengkorak.24
b. Cedera kepala terbuka
b. Lesi intrakranial
Lesi intrakranial dapat berupa lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi menyeluruh, atau
terjadi secara bersamaan.27
Fokal
Kontusio serebri, merupakan memar pada jaringan otak yang
biasanya disebabkan oleh kontak antara otak dengan sisi dalam
tulang tengkorak.7
Laserasi serebri, merupakan cedera kepala yang ditandai robeknya
lapisan pia-arakhnoid.7
Perdarahan epidural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura
mater dan tulang tengkorak, biasanya berhubungan dengan ruptur
arteri meningea media yang sering timbul akibat fraktur tulang
tengkorak.8,9,10,29
Perdarahan subdural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura
mater dan selaput arakhnoid.7
Perdarahan intraserebral, merupakan perdarahan yang terjadi di
dalam otak.7
Perdarahan intraventikular, merupakan perdarahan di dalam
ventrikel otak.7
Menyeluruh (cedera multifokal/diffuse)
Cedera aksonal menyeluruh, merupakan sebuah kerusakan yang
menyeluruh terhadap substansia alba yang biasanya diakibatkan
oleh proses akselerasi-deselerasi.7
Cedera otak iskemik, merupakan lesi yang disebabkan kurangnya
suplai darah ke otak.7
10
2.3
2.3.1
tengkorak. Terdiri dari fraktur linear atau kompresi. Fraktur linear mungkin terjadi
pada kubah atau basis tengkorak. Fraktur tulang tengkorak bisa terbuka atau
tertutup.
2.3.2
Frekuensi
Fraktur linear sederhana merupakan fraktur yang paling banyak
ditemukan, terutama pada anak anak dibawah umur 5 tahun. Fraktur basilar
terjadi 19-21% dari semua fraktur tulang tengkorak. Fraktur kompresi pada
frontoparietal (75%), temporal (10%), oksipital (5%), dan lainnya (10%).
2.3.3
Etiologi
Umumnya fraktur tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.
2.3.4
Patofisiologi
Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
1. Tabula eksterna
2. Diploe
3. Tabula interna
Luas dari tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal
11
12
peristiwa fraktur tulang tengkorak berawal dari tabula interna yang kemudian
disusul oleh tabula ekterna.
Pendapat ini didukung oleh beberapa hal antara lain:
1. Fraktur pada tabula interna biasanya lebih luas darapada fraktur pada tabula
ekterna di atasnya.
2. Sering ditemukan adanya fraktur tabula interna walaupun tabula eksterna masih
utuh.
3. Kemungkinan hal ini juga didukung oleh pengamatan banyak kasus epidural
hematoma akibat laserasi arteri meningia media, walapun pada pemeriksaan
awal dengan radiologi dan gambaran intaoperatif tidak tampak adanya fraktur
tabula eksterna tetapi terdapat garis fraktur pada tabula interna.
Akibat dari fraktur tulang tengkorak bisa jadi kronik karena kerusakan
axonal intrakranial. Kepala terutama sangat peka pada akselerasi dan deselerasi
dan daya rotasional. Cairan serebrospinalis dan meningeal di sekeliling otak
memberikan sebagian proteksi terhadap cedera axonal otak pada fraktur tulang
tengkorak. Fascia dan otot pada kulit kepala memberikan bantalan tambahan pada
otak.
2.3.5
Klasifikasi
Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan :
13
14
15
Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar
Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan
kesadaran
5) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.
Nilai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
16
bersambung dengan otak besar dan pada ujung kaudal bersambung dengan
medulla spinalis, sangat mudah teregang saat otak tergeser. Peregangan batang
otak menurut porosnya dapat menimbulkan blokade reversibel pada reticular
formation. Selama blokade itu berlangsung, tidak ada input aferen yang
dihantarkan
sehingga
mengakibatkan
penurunan
kesadaran.10
Kehilangan
kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit. 29
Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10
ipsilateral.
Ketiga gejala tersebut dikenal dengan sebutan gejala klasik. Jika tanda
maupun gejala ini tidak ditangani dengan baik maka penderita dapat mengalami
kekakuan deserebrasi, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.28
Penderita dengan perdarahan epidural sering datang dengan keluhan
seperti nyeri kepala, muntah, kejang, dan gejala defisit neurologis fokal (motoris
maupun sensoris).9 Berdasarkan pemeriksaan fisik, penderita juga dapat
mengalami manifestasi klinis lain berupa respon trias Cushing (hipertensi,
17
18
6)
7)
8)
9)
Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar
Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan
kesadaran
10) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.
Nilai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
19
sehingga
mengakibatkan
penurunan
kesadaran.10
Kehilangan
kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit. 29
Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10
Menurut Liau dkk., sebanyak 30-60% penderita perdarahan epidural
mengalami gangguan kesadaran pada saat masuk rumah sakit. Cheung dalam
penelitiannya menambahkan bahwa 70% penderita perdarahan epidural datang ke
rumah sakit dengan GCS 14-15, 10% dengan GCS 9-13, dan 20% dengan GCS 38.31 Selain itu, sekitar 60% penderita perdarahan epidural tidak mengalami
kehilangan kesadaran awal, 20% tidak disertai lucid interval, dan sekitar 20-50%
penderita mengalami lucid interval.8,28
Lucid interval adalah perbaikan sementara derajat kesadaran penderita
yang mengalami pingsan saat awal benturan lalu diikuti perburukan kembali. 8
Lucid interval merupakan gejala klasik dari perdarahan epidural.8,28 Seiring
bertambahnya waktu, volume darah di ruang epidural terus membesar dan dapat
memberikan efek kompresi pada struktur intrakranial di sekitarnya, termasuk
struktur yang berperan menjaga kesadaran.10 Hal tersebut menyebabkan
perburukan kembali derajat kesadaran penderita pada lucid interval. Lucid
interval sendiri dapat muncul pada penderita perdarahan subdural sehingga klinisi
harus cermat dalam mempertimbangkan gejala tersebut.28
2.3.5.2 Gangguan Neurologis
Perdarahan epidural menyebabkan terbentuknya massa perdarahan di
ruang potensial antara dura mater dan tulang tengkorak. Massa ini seiring
berjalannya waktu akan terus membesar dan mengakibatkan efek kompresi pada
20
struktur di sekitarnya.29,32 Jika menekan struktur saraf maka akan timbul gejala
berupa gangguan neurologis yang biasanya berupa gangguan neurologis fokal.
2.3.5.2.1 Dilatasi Pupil
Perdarahan epidural di daerah temporal akan mendesak unkus dan girus
hipokampus ke arah garis tengah dan kolong tepi bebas tentorium. 29,32 Akibat
proses desakan tersebut, salah satu gejala yang muncul adalah dilatasi pupil.
Dilatasi pupil menunjukkan adanya penekanan terhadap nervus okulomotorius. 10,32
Sekitar 60% penderita perdarahan epidural mengalami dilatasi pupil yang 85% di
antaranya adalah ipsilateral.28 Dilatasi pupil ipsilateral menandakan adanya
penekanan nervus okulomotorius pada sisi yang sama dengan massa perdarahan.33
2.3.5.2.2 Gangguan Motorik, Sensoris dan Refleks Patologis
Gangguan motorik yang sering muncul pada penderita perdarahan epidural
adalah hemiparesis. Perdarahan epidural di daerah temporal menyebabkan
herniasi unkus sehingga menekan cerebral peduncle pada sisi yang sama dengan
lesi.29,32 Pada cerebral peduncle terdapat jaras corticospinal yang berfungsi
menghantarkan impuls motorik dari otak ke organ efektor. Jaras ini menyilang di
pyramidal decussation pada medulla oblongata menuju sisi kontralateral.
Penekanan pada cerebral peduncle menyebabkan jaras ini tertekan sehingga
manifestasi yang muncul adalah hemiparesis kontralateral.10,32,33
Hemiparesis ipsilateral juga dapat muncul pada penderita perdarahan
epidural. Mekanisme yang terjadi adalah batang otak ikut tergeser ke arah
kontralateral sehingga cerebral peduncle di sisi tersebut tertekan (Kernohans
Crus Syndrome).28 Hemiparesis kontralateral terjadi pada 60-70% kasus
hemiparesis sedangkan hemiparesis ipsilateral terjadi pada 4-5% kasus.10
Refleks pathologis dan gangguan sensoris juga dapat muncul pada
penderita perdarahan epidural. Gangguan sensoris yang muncul dapat berupa
21
berkurangnya
respon
terhadap
stimulus
sensori
yang
biasanya
berupa
hypesthesia.7
2.3.5.3 Fraktur Tulang Tengkorak
Adanya fraktur tidak selalu menjamin terjadinya perdarahan epidural.
Menurut Ullman, fraktur tulang tengkorak terjadi pada 90% penderita perdarahan
epidural.8 Bagian kepala yang mengalami fraktur biasanya terletak pada sisi
kepala yang sama dengan lokasi perdarahan.14
Fraktur pada perdarahan epidural paling sering terjadi di daerah
temporoparietal.8 Benturan yang terjadi pada tulang temporal dan parietal
menyebabkan fraktur dan robeknya arteri meningea media yang berjalan di bawah
tulang tersebut.12 Hal lain yang berkontribusi adalah adanya penipisan tulang
temporal pada bagian anterolateral calvaria. Pada lapisan ini squamosa tulang
sangat tipis sehingga sangat rentan untuk terjadi fraktur.14 Jika dilihat dari
jenisnya, fraktur yang paling sering terjadi berjenis fraktur linier.14
2.3.6
Gambaran Radiologis
Foto polos kepala (x-ray tulang tengkorak) dapat memperlihatkan fraktur
tulang tengkorak meskipun CT scan saat ini telah menggantikan penggunaan foto
polos tersebut. Pada pemeriksaan foto polos tulang tengkorak, 90% penderita
mengalami fraktur.8 Pada foto polos tersebut biasanya ditemukan gambaran garis
fraktur, terutama yang menyilang terhadap arteri meningea media pada foto
lateral. Gambaran foto polos beserta gambaran klinis yang tampak dapat
digunakan untuk menentukan adanya perdarahan epidural, terutama jika
pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan.10
Pada pemeriksaan CT scan, lokasi perdarahan, volume perdarahan, serta
potensi cedara intrakranial lainnya dapat terlihat. Gambaran umum CT scan pada
22
84% kasus perdarahan epidural adalah berupa daerah hiperdens yang berbentuk
bikonveks atau lentikuler. Pada 11% penderita, gambaran berbentuk konveks pada
sisi lateral tengkorak dan lurus pada daerah otak. Gambaran berbentuk crescent
terdapat pada 5% penderita. Perdarahan epidural juga terkadang memberikan
gambaran yang isodens dengan otak sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan CT
scan, kecuali menggunakan kontras intra vena.28
Berdasarkan lokasi, perdarahan epidural sering terjadi di daerah temporal.
Babu dkk., dalam penelitiannya terhadap 300 orang penderita perdarahan epidural
di India, mendapatkan hasil bahwa perdarahan epidural paling sering terjadi di
daerah temporal (128 orang), lalu selanjutnya daerah frontal (101 orang),
temporoparietal (61 orang), posterior fossa (6 orang), dan occipital (4 orang).9
Perdarahan epidural juga dapat terjadi secara bilateral yang terjadi pada 2-10%
kasus perdarahan epidural pada orang dewasa.19
2.3.7
Diagnosis
Penegakkan diagnosis perdarahan epidural sangat sulit jika bergantung
Diagnosis Banding
Menurut Denny-Brown, yang termasuk diagnosis banding dari perdarahan
epidural adalah kelainan post-traumatik yang terdiri dari lucid interval diikuti
oleh bradikardia, serta adanya periode singkat dari kegelisahan dan muntah,
namun tidak disertai hipertensi intrakranial atau bukti adanya massa perdarahan.28
23
2.3.9
Penatalaksanaan
Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita perdarahan epidural,
yaitu operatif dan konservatif. Beberapa faktor penting dalam menentukan apakah
penderita dikelola dengan tindakan operatif maupun konservatif adalah status
neurologis penderita, gambaran radiologis, dan adanya cedera ekstrakranial.
Penatalaksanaan konservatif dilakukan jika hasil pemeriksaan CT scan
menunjukkan adanya perdarahan epidural subakut atau kronik dengan ketebalan
massa perdarahan kurang dari 1 cm dan juga jika tidak ada tanda-tanda herniasi.
Pada 50% kasus perdarahan epidural terdapat pembesaran ukuran massa
perdarahan di antara hari ke-5 dan hari ke-16 dan beberapa pasien membutuhkan
prosedur craniotomy yang segera ketika tanda-tanda herniasi muncul.28
Indikasi tindakan operatif pada penderita perdarahan epidural adalah
adanya perdarahan epidural yang simtomatik, perdarahan epidural yang
asimtomatik namun memiliki ketebalan lebih dari 1 cm, dan penderita anak-anak.
Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mengeluarkan massa perdarahan
sehingga menurunkan tekanan intrakranial dan menghilangkan efek fokal massa,
menghentikan perdarahan, dan mencegah
terkumpulnya
kembali
massa
perdarahan.28
Ada beberapa jenis prosedur tindakan operatif untuk cedera kepala 14,
yaitu:
1)
2)
3)
4)
2.3.10 Prognosis
24
Kerangka Pemikiran
Perdarahan epidural merupakan jenis perdarahan intrakranial yang sering
terjadi pada penderita cedera kepala dan memiliki prognosis baik jika diagnosis
dan penatalaksanaannya dilakukan dengan segera. Semua gejala maupun tanda
klasik maupun klinis yang terlihat akan sangat berguna dalam diagnosis,
meskipun diagnosis pasti hanya bisa dilakukan dengan pemeriksaan CT scan.
Gambaran klasik tersebut dapat dipakai untuk menentukan adanya perdarahan
epidural jika pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan
Gambaran klasik perdarahan epidural bervariasi pada setiap individu dan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lokasi perdarahan dan besarnya
massa perdarahan. Gambaran klasik dan keseluruhan gambaran klinis yang
terdapat pada penderita perdarahan epidural merupakan hasil dari proses yang
terjadi saat trauma, seperti adanya riwayat benturan kepala, luka atau jejas pada
tengkorak, dan kerusakan otak fokal. Adanya kompresi massa perdarahan
terhadap struktur otak dan juga peningkatan tekanan intrakranial dapat
berkontribusi lebih jauh terhadap munculnya gambaran klinis perdarahan
epidural.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil suatu pemikiran bahwa
gambaran klasik pada penderita perdarahan epidural bervariasi dan tergantung
pada beberapa faktor. Gambaran klasik tersebut dapat menunjang pemeriksaan CT
25
Perdarahan Epidural
Diagnosis
(Penunjang CT scan)
Faktor-faktor:
1. Lokasi perdarahan
2. Besar massa
perdarahan
3. Mekanisme trauma
4. Kompresi massa
5. Tekanan tinggi
intrakranial
Penatalaksanaan