Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Kepala
2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala merupakan lapisan yang terdiri dari kulit, jaringan ikat,
aponeurosis, jaringan ikat longgar, dan perikranium.12
2.1.2 Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak atau kranium merupakan kumpulan tulang yang
membentuk rangka dari kepala. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian,
yaitu neurocranium (kumpulan tulang pembungkus otak) dan viscerocranium
(kumpulan tulang pembentuk wajah). Fungsi tulang tengkorak di antaranya
adalah sebagai pelindung otak, sebagai rongga bagi alat indera, dan sebagai
pelindung jalan masuk menuju sistem pernapasan dan pencernaan. 12
2.1.2.1 Neurocranium
Neurocranium merupakan kumpulan tulang yang membungkus otak.
Neurocranium terbagi menjadi dua bagian, yaitu calvaria di bagian atas dan basis
kranii pada bagian dasar. Tulang-tulang yang membentuk calvaria sebagian besar
merupakan tulang datar, sedangkan tulang-tulang pada basis kranii mayoritas
berbentuk tidak teratur dengan beberapa bagian datar. 12 Neurocranium pada
orang dewasa dibentuk oleh 8 tulang: 1 buah tulang frontal, 1 pasang tulang
parietal, 1 pasang tulang temporal, 1 buah tulang occipital, 1 buah tulang
sphenoid, dan 1 buah tulang ethmoid.

Gambar 2.1 Anatomi Neurocranium.11


Kedua tulang parietal membentuk atap dan sisi lateral dari tulang
tengkorak. Tulang parietal memiliki kontur permukaan luar yang halus namun
pada permukaan dalamnya terdapat kerutan-kerutan yang memuat pembuluh
darah. Sebuah kerutan sangat besar kira-kira terletak di tengah tulang ini untuk
memuat arteri meningea media. 14
Tulang temporal membentuk sisi lateral dari tulang tengkorak. Tulang
temporal menutupi bagian lateral dari serebrum dan berhubungan dengan
viscerocranium. Pada bagian anterolateral atap tulang tengkorak, tulang temporal
menipis sehingga sangat rentan untuk terjadinya fraktur.14
Basis kranii membentuk lantai dari rongga tulang tengkorak dan
memisahkan otak dari struktur lainnya di wajah. Terdapat 5 tulang yang
membentuk basis kranii, yakni tulang ethmoid, sphenoid, occipital, sepasang
frontal, dan sepasang parietal. Daerah pada basis kranii dibagi menjadi 3, yaitu
anterior, middle, dan posterior cranial fossa.15
2.1.2.2 Viscerocranium
Viscerocranium merupakan kumpulan tulang-tulang yang membentuk
wajah dan membentuk sisi anterior tulang tengkorak. Viscerocranium terdiri dari

tulang-tulang di sekitar mulut (rahang atas dan bawah), rongga hidung, dan juga
sebagian besar rongga mata.12
2.2
2.2.1

Cedera Kepala
Definisi
Cedera kepala adalah segala luka atau jejas di kepala yang dapat

melibatkan tulang tengkorak, SCALP, ataupun struktur lain pada rongga


intrakranial.10,14,21
2.2.2

Etiologi
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama dari cedera kepala. Sebuah

penelitian di India menunjukkan bahwa cedera kepala terjadi akibat kecelakaan


lalu lintas (60%), jatuh (20%-25%), dan kekerasan (10%). Adanya pengaruh
alkohol juga ditemukan pada 15%-20% penderita cedera kepala. 22 Penelitian lain
di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa penyebab cedera kepala antara lain
kecelakaan lalu lintas (tabrakan antar kendaraan, tabrakan antara pejalan kaki dan
kendaraan, kecelakaan sepeda), jatuh, penyerangan, olahraga, dan trauma
tembus.23
2.2.3

Klasifikasi
Berbagai macam klasifikasi cedera kepala telah dikemukakan oleh

beberapa ahli bedah saraf di seluruh penjuru dunia. Cedera kepala diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu berdasarkan mekanisme, tingkat keparahan
cedera kepala, patofisiologi, serta morfologinya.
1) Berdasarkan mekanisme:
a. Cedera kepala tertutup
Cedera kepala tertutup terjadi ketika kepala menerima benturan dari
sebuah objek namun tidak merusak tulang tengkorak.24
b. Cedera kepala terbuka

Cedera kepala terbuka terjadi ketika kepala menerima benturan sebuah


objek yang merusak tulang tengkorak dan masuk ke struktur di
dalamnya.24
2) Berdasarkan tingkat keparahan cedera kepala (menurut Glasgow Coma
Scale)4:
a. Ringan (GCS 14-15)
b. Sedang (GCS 9-13)
c. Berat (GCS < 8)
3) Berdasarkan patofisiologi:
a. Cedera kepala primer
Cedera kepala primer adalah cedera pada kepala yang diakibatkan efek
langsung dari trauma.21 Terdapat dua mekanisme mengenai cedera kepala
primer ini, yaitu adanya kontak langsung berupa hantaman objek pada
tempat cedera dan juga proses akselerasi-deselerasi.25
b. Cedera kepala sekunder
Cedera kepala sekunder adalah kerusakan yang terjadi akibat komplikasi
dari cedera primer. Hipotensi, hipoksia, infeksi dan lesi intrakranial
(perdarahan dan bengkak otak) yang menghasilkan tekanan tinggi
intrakranial dan herniasi otak merupakan penyebab utama cedera
sekunder.23
4) Berdasarkan morfologi:
a. Fraktur tulang tengkorak
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvaria dan basis kranii.
Fraktur yang terjadi dapat berupa garis linier atau depresi. Fraktur tulang
tengkorak juga dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak
memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur terbuka yang memerlukan
perlakuan spesifik untuk memperbaiki kerusakan tulang.26

b. Lesi intrakranial
Lesi intrakranial dapat berupa lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi menyeluruh, atau
terjadi secara bersamaan.27

Fokal
Kontusio serebri, merupakan memar pada jaringan otak yang
biasanya disebabkan oleh kontak antara otak dengan sisi dalam
tulang tengkorak.7
Laserasi serebri, merupakan cedera kepala yang ditandai robeknya
lapisan pia-arakhnoid.7
Perdarahan epidural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura
mater dan tulang tengkorak, biasanya berhubungan dengan ruptur
arteri meningea media yang sering timbul akibat fraktur tulang
tengkorak.8,9,10,29
Perdarahan subdural, adalah perdarahan yang terjadi di antara dura
mater dan selaput arakhnoid.7
Perdarahan intraserebral, merupakan perdarahan yang terjadi di
dalam otak.7
Perdarahan intraventikular, merupakan perdarahan di dalam

ventrikel otak.7
Menyeluruh (cedera multifokal/diffuse)
Cedera aksonal menyeluruh, merupakan sebuah kerusakan yang
menyeluruh terhadap substansia alba yang biasanya diakibatkan
oleh proses akselerasi-deselerasi.7
Cedera otak iskemik, merupakan lesi yang disebabkan kurangnya
suplai darah ke otak.7

10

Cedera vaskular, merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan


pembuluh darah otak. Walaupun termasuk tipe cedera menyeluruh,
jenis cedera ini lebih mirip dengan cedera fokal.7
Pembengkakan, merupakan lesi yang sering ditemukan paska
cedera kepala yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial.6

2.3
2.3.1

Fraktur Tulang Tengkorak


Definisi
Fraktur tulang tengkorak merupakan fraktur yang terjadi pada tulang

tengkorak. Terdiri dari fraktur linear atau kompresi. Fraktur linear mungkin terjadi
pada kubah atau basis tengkorak. Fraktur tulang tengkorak bisa terbuka atau
tertutup.
2.3.2

Frekuensi
Fraktur linear sederhana merupakan fraktur yang paling banyak

ditemukan, terutama pada anak anak dibawah umur 5 tahun. Fraktur basilar
terjadi 19-21% dari semua fraktur tulang tengkorak. Fraktur kompresi pada
frontoparietal (75%), temporal (10%), oksipital (5%), dan lainnya (10%).
2.3.3

Etiologi
Umumnya fraktur tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.

2.3.4

Patofisiologi
Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

1. Tabula eksterna
2. Diploe
3. Tabula interna
Luas dari tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal

11

1. Besarnya energi yang membentur kepala (energi kinetik objek)


2. Arah benturan
3. Bentuk tiga dimensi (geometris) objek yang membentur
4. Lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi.
Deskripsi fraktur dapat ditentukan oleh tiga hal yaitu :
1. Besarnya energi benturan
2. Perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah bentura, semakin besar
nilai perbandingan ini akan cenderung menyebabkan fraktur depresi.
3. Lokasi dan keadaaan fisik tulang tengkorak.
Tulang tengkorak sangat rentan pada trauma luar. Berbagai tekanan yang
diperlukan untuk menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan ini bergantung pada
beberapa faktor: kecepatan, daya dan berat alat yang berdampak pada tulang, arah
sasaran pada tulang, kulit kepala dan tulang tengkorak dan juga bagian tulang
tengkorak yang diserang.
Ketebalan dan elastisitas jaringan tulang menentukan kemampuan tulang
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan proses perubahan bentuk (deformasi)
saat benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur, dengan pertambahan usia maka
elastisitas jaringan tulang akan berkurang. Pada saat benturan terjadi peristiwa
penekanan pada tabula eksterna di tempat benturan dan peristiwa peregangan pada
tabula ekterna. Peristiwa peregangan tabula interna ini tidak hanya terbatas pada
daerah kontak, tetapi meliputi seluruh tengkorak. Jika peregangan ini melebihi
kemampuan deformasi tulang tengkorak, maka terjadilah fraktur. Oleh sebab itu,

12

peristiwa fraktur tulang tengkorak berawal dari tabula interna yang kemudian
disusul oleh tabula ekterna.
Pendapat ini didukung oleh beberapa hal antara lain:
1. Fraktur pada tabula interna biasanya lebih luas darapada fraktur pada tabula
ekterna di atasnya.
2. Sering ditemukan adanya fraktur tabula interna walaupun tabula eksterna masih
utuh.
3. Kemungkinan hal ini juga didukung oleh pengamatan banyak kasus epidural
hematoma akibat laserasi arteri meningia media, walapun pada pemeriksaan
awal dengan radiologi dan gambaran intaoperatif tidak tampak adanya fraktur
tabula eksterna tetapi terdapat garis fraktur pada tabula interna.
Akibat dari fraktur tulang tengkorak bisa jadi kronik karena kerusakan
axonal intrakranial. Kepala terutama sangat peka pada akselerasi dan deselerasi
dan daya rotasional. Cairan serebrospinalis dan meningeal di sekeliling otak
memberikan sebagian proteksi terhadap cedera axonal otak pada fraktur tulang
tengkorak. Fascia dan otot pada kulit kepala memberikan bantalan tambahan pada
otak.

2.3.5

Klasifikasi
Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan :

1. Lokasi anatomis, dibedakan atas :


a. Konveksitas (kubah tengkorak)
b. Basis cranii (dasar tengkorak)

13

2. Keadaaan luka, dibedakan atas :


a. Terbuka
b. Tertutup
3. Gambaran fraktur, dibedakan atas :
a. Linier
b. Diastase
c. Comminuted
d. Depressed
Lokasi Anatomis, dibedakan atas :
a)
Konveksitas (kubah tengkorak)
Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk
konveksitas (kubah) tengkorak seperti os.Frontalis, os. Temporalis, os. Parietalis,
dan os. Occipitalis.
b)
Basis cranii (dasar tengkorak)
Merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar
tengkorak. Dasar tengkorak terbagi atas tiga bagian yaitu :
(1) fossa Anterior
(2) fosa Media
(3) fosa Posterior
fraktur pada masing-masing fosa akan memberikan manifestasi yang berbeda.

14

Gambar 3. Basis Cranii


2.4 Penurunan Kesadaran
Turunnya derajat kesadaran dan lamanya gangguan kesadaran merupakan
salah satu petunjuk yang penting dalam menilai kondisi penderita cedera kepala.
Berbagai macam kriteria dan istilah banyak digunakan dalam penilaian derajat
kesadaran. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Glasgow Coma Scale
(GCS).8,10,19,28 Metode ini disusun oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974. 10
GCS menilai derajat kesadaran secara objektif dari 3 aspek, yaitu respon
membuka mata, kemampuan verbal, dan respon motorik. Derajat kesadaran
berdasarkan GCS (tabel 2.1) membantu klasifikasi cedera kepala menjadi ringan
atau tidak ada gangguan (GCS > 14), sedang (GCS 9-13), dan berat (GCS 3-8).25,27
GCS juga berperan dalam menilai dan memantau derajat kesadaran penderita
cedera kepala.

15

Menurut Guardjian dan Webster, terdapat 5 pola derajat kesadaran akibat


cedera kepala10, yaitu:
1)
2)
3)
4)

Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar
Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan

kesadaran
5) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale27


Glasgow Coma Scale

Nilai

Respon membuka mata (E)


Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4
3
2
1

Respon verbal (V)


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

5
4
3
2
1

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

6
5
4
3
2
1

Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

Penderita cedera kepala dapat mengalami kehilangan kesadaran atau tidak


sama sekali saat trauma. Pada penderita yang tidak sadar, benturan mengakibatkan
otak bergeser dari tempat asalnya. Batang otak, yang pada ujung rostral

16

bersambung dengan otak besar dan pada ujung kaudal bersambung dengan
medulla spinalis, sangat mudah teregang saat otak tergeser. Peregangan batang
otak menurut porosnya dapat menimbulkan blokade reversibel pada reticular
formation. Selama blokade itu berlangsung, tidak ada input aferen yang
dihantarkan

sehingga

mengakibatkan

penurunan

kesadaran.10

Kehilangan

kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit. 29
Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10

Gambaran klinis perdarahan epidural sangat bervariasi, dapat bersifat


umum maupun lokal bergantung pada lokasi dan besarnya massa perdarahan.10,11
Secara umum, sekitar 10-27% penderita memiliki tanda dan gejala klinis
berikut28:
1)
2)
3)

Kehilangan kesadaran post-traumatik yang singkat,


Lucid Interval selama beberapa jam,
Penurunan kesadaran, hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil

ipsilateral.
Ketiga gejala tersebut dikenal dengan sebutan gejala klasik. Jika tanda
maupun gejala ini tidak ditangani dengan baik maka penderita dapat mengalami
kekakuan deserebrasi, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian.28
Penderita dengan perdarahan epidural sering datang dengan keluhan
seperti nyeri kepala, muntah, kejang, dan gejala defisit neurologis fokal (motoris
maupun sensoris).9 Berdasarkan pemeriksaan fisik, penderita juga dapat
mengalami manifestasi klinis lain berupa respon trias Cushing (hipertensi,

17

bradikardia, bradipnea); penurunan tingkat kesadaran; kontusi, laserasi, atau


fraktur tulang di daerah cedera; hemotimpani; ketidakstabilan dari kolumna
vertebralis; cedera nervus fasialis; dilatasi pupil, baik ipsilateral maupun
kontralateral; kelemahan (hemiparesis kontralateral akibat kompresi cerebral
peduncle); dan gangguan neurologis fokal lainnya.8,9,19,28
Gambaran klinis yang terdapat pada perdarahan epidural merupakan akibat
dari proses yang terjadi saat trauma, seperti benturan kepala, luka atau jejas pada
tengkorak, dan kerusakan otak fokal.10 Kompresi massa perdarahan terhadap
struktur di sekitarnya dan juga peningkatan tekanan intrakranial dapat
berkontribusi lebih jauh terhadap munculnya gambaran klinis pada penderita.11
2.3.5.1 Gangguan Kesadaran
Turunnya derajat kesadaran dan lamanya gangguan kesadaran merupakan
salah satu petunjuk yang penting dalam menilai kondisi penderita perdarahan
epidural. Berbagai macam kriteria dan istilah banyak digunakan dalam penilaian
derajat kesadaran. Salah satu yang paling sering digunakan adalah Glasgow Coma
Scale (GCS).8,10,19,28 Metode ini disusun oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974.10 GCS menilai derajat kesadaran secara objektif dari 3 aspek, yaitu respon
membuka mata, kemampuan verbal, dan respon motorik. Derajat kesadaran
berdasarkan GCS (tabel 2.1) membantu klasifikasi cedera kepala menjadi ringan
atau tidak ada gangguan (GCS > 14), sedang (GCS 9-13), dan berat (GCS 3-8).25,27
GCS juga berperan dalam menilai dan memantau derajat kesadaran penderita
cedera kepala.
Menurut Guardjian dan Webster, terdapat 5 pola derajat kesadaran akibat
cedera kepala10, yaitu:

18

6)
7)
8)
9)

Tidak ada pingsan dan tetap sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula sadar, kemudian tidak sadar sampai saat pemberian tindakan
Mula-mula tidak sadar, kemudian terdapat perbaikan dan relatif sadar
Mula-mula tidak sadar, diikuti lucid interval, kemudian terjadi penurunan

kesadaran
10) Tidak pernah sadar sejak awal kejadian.

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale27


Glasgow Coma Scale

Nilai

Respon membuka mata (E)


Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4
3
2
1

Respon verbal (V)


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

5
4
3
2
1

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

6
5
4
3
2
1

Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

Penderita cedera kepala dapat mengalami kehilangan kesadaran atau tidak


sama sekali saat trauma. Pada penderita yang tidak sadar, benturan mengakibatkan
otak bergeser dari tempat asalnya. Batang otak, yang pada ujung rostral
bersambung dengan otak besar dan pada ujung kaudal bersambung dengan
medulla spinalis, sangat mudah teregang saat otak tergeser. Peregangan batang

19

otak menurut porosnya dapat menimbulkan blokade reversibel pada reticular


formation. Selama blokade itu berlangsung, tidak ada input aferen yang
dihantarkan

sehingga

mengakibatkan

penurunan

kesadaran.10

Kehilangan

kesadaran akibat efek awal benturan ini biasanya terjadi tidak lebih dari 5 menit. 29
Hilangnya blokade tersebut tersebut akan disusul dengan pulihnya kesadaran.10
Menurut Liau dkk., sebanyak 30-60% penderita perdarahan epidural
mengalami gangguan kesadaran pada saat masuk rumah sakit. Cheung dalam
penelitiannya menambahkan bahwa 70% penderita perdarahan epidural datang ke
rumah sakit dengan GCS 14-15, 10% dengan GCS 9-13, dan 20% dengan GCS 38.31 Selain itu, sekitar 60% penderita perdarahan epidural tidak mengalami
kehilangan kesadaran awal, 20% tidak disertai lucid interval, dan sekitar 20-50%
penderita mengalami lucid interval.8,28
Lucid interval adalah perbaikan sementara derajat kesadaran penderita
yang mengalami pingsan saat awal benturan lalu diikuti perburukan kembali. 8
Lucid interval merupakan gejala klasik dari perdarahan epidural.8,28 Seiring
bertambahnya waktu, volume darah di ruang epidural terus membesar dan dapat
memberikan efek kompresi pada struktur intrakranial di sekitarnya, termasuk
struktur yang berperan menjaga kesadaran.10 Hal tersebut menyebabkan
perburukan kembali derajat kesadaran penderita pada lucid interval. Lucid
interval sendiri dapat muncul pada penderita perdarahan subdural sehingga klinisi
harus cermat dalam mempertimbangkan gejala tersebut.28
2.3.5.2 Gangguan Neurologis
Perdarahan epidural menyebabkan terbentuknya massa perdarahan di
ruang potensial antara dura mater dan tulang tengkorak. Massa ini seiring
berjalannya waktu akan terus membesar dan mengakibatkan efek kompresi pada

20

struktur di sekitarnya.29,32 Jika menekan struktur saraf maka akan timbul gejala
berupa gangguan neurologis yang biasanya berupa gangguan neurologis fokal.
2.3.5.2.1 Dilatasi Pupil
Perdarahan epidural di daerah temporal akan mendesak unkus dan girus
hipokampus ke arah garis tengah dan kolong tepi bebas tentorium. 29,32 Akibat
proses desakan tersebut, salah satu gejala yang muncul adalah dilatasi pupil.
Dilatasi pupil menunjukkan adanya penekanan terhadap nervus okulomotorius. 10,32
Sekitar 60% penderita perdarahan epidural mengalami dilatasi pupil yang 85% di
antaranya adalah ipsilateral.28 Dilatasi pupil ipsilateral menandakan adanya
penekanan nervus okulomotorius pada sisi yang sama dengan massa perdarahan.33
2.3.5.2.2 Gangguan Motorik, Sensoris dan Refleks Patologis
Gangguan motorik yang sering muncul pada penderita perdarahan epidural
adalah hemiparesis. Perdarahan epidural di daerah temporal menyebabkan
herniasi unkus sehingga menekan cerebral peduncle pada sisi yang sama dengan
lesi.29,32 Pada cerebral peduncle terdapat jaras corticospinal yang berfungsi
menghantarkan impuls motorik dari otak ke organ efektor. Jaras ini menyilang di
pyramidal decussation pada medulla oblongata menuju sisi kontralateral.
Penekanan pada cerebral peduncle menyebabkan jaras ini tertekan sehingga
manifestasi yang muncul adalah hemiparesis kontralateral.10,32,33
Hemiparesis ipsilateral juga dapat muncul pada penderita perdarahan
epidural. Mekanisme yang terjadi adalah batang otak ikut tergeser ke arah
kontralateral sehingga cerebral peduncle di sisi tersebut tertekan (Kernohans
Crus Syndrome).28 Hemiparesis kontralateral terjadi pada 60-70% kasus
hemiparesis sedangkan hemiparesis ipsilateral terjadi pada 4-5% kasus.10
Refleks pathologis dan gangguan sensoris juga dapat muncul pada
penderita perdarahan epidural. Gangguan sensoris yang muncul dapat berupa

21

berkurangnya

respon

terhadap

stimulus

sensori

yang

biasanya

berupa

hypesthesia.7
2.3.5.3 Fraktur Tulang Tengkorak
Adanya fraktur tidak selalu menjamin terjadinya perdarahan epidural.
Menurut Ullman, fraktur tulang tengkorak terjadi pada 90% penderita perdarahan
epidural.8 Bagian kepala yang mengalami fraktur biasanya terletak pada sisi
kepala yang sama dengan lokasi perdarahan.14
Fraktur pada perdarahan epidural paling sering terjadi di daerah
temporoparietal.8 Benturan yang terjadi pada tulang temporal dan parietal
menyebabkan fraktur dan robeknya arteri meningea media yang berjalan di bawah
tulang tersebut.12 Hal lain yang berkontribusi adalah adanya penipisan tulang
temporal pada bagian anterolateral calvaria. Pada lapisan ini squamosa tulang
sangat tipis sehingga sangat rentan untuk terjadi fraktur.14 Jika dilihat dari
jenisnya, fraktur yang paling sering terjadi berjenis fraktur linier.14
2.3.6

Gambaran Radiologis
Foto polos kepala (x-ray tulang tengkorak) dapat memperlihatkan fraktur

tulang tengkorak meskipun CT scan saat ini telah menggantikan penggunaan foto
polos tersebut. Pada pemeriksaan foto polos tulang tengkorak, 90% penderita
mengalami fraktur.8 Pada foto polos tersebut biasanya ditemukan gambaran garis
fraktur, terutama yang menyilang terhadap arteri meningea media pada foto
lateral. Gambaran foto polos beserta gambaran klinis yang tampak dapat
digunakan untuk menentukan adanya perdarahan epidural, terutama jika
pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan.10
Pada pemeriksaan CT scan, lokasi perdarahan, volume perdarahan, serta
potensi cedara intrakranial lainnya dapat terlihat. Gambaran umum CT scan pada

22

84% kasus perdarahan epidural adalah berupa daerah hiperdens yang berbentuk
bikonveks atau lentikuler. Pada 11% penderita, gambaran berbentuk konveks pada
sisi lateral tengkorak dan lurus pada daerah otak. Gambaran berbentuk crescent
terdapat pada 5% penderita. Perdarahan epidural juga terkadang memberikan
gambaran yang isodens dengan otak sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan CT
scan, kecuali menggunakan kontras intra vena.28
Berdasarkan lokasi, perdarahan epidural sering terjadi di daerah temporal.
Babu dkk., dalam penelitiannya terhadap 300 orang penderita perdarahan epidural
di India, mendapatkan hasil bahwa perdarahan epidural paling sering terjadi di
daerah temporal (128 orang), lalu selanjutnya daerah frontal (101 orang),
temporoparietal (61 orang), posterior fossa (6 orang), dan occipital (4 orang).9
Perdarahan epidural juga dapat terjadi secara bilateral yang terjadi pada 2-10%
kasus perdarahan epidural pada orang dewasa.19
2.3.7

Diagnosis
Penegakkan diagnosis perdarahan epidural sangat sulit jika bergantung

pada gambaran klinis saja dan tidak dilakukan pemeriksaan radiologis.


Pemeriksaan radiologis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan foto otot polos
ataupun CT scan. Foto otot polos hanya berfungsi sebagai pemeriksaan penunjang
semata sedangkan penegakkan diagnosis dilakukan dengan melihat hasil
pemeriksaan CT scan.9,10,17,26
2.3.8

Diagnosis Banding
Menurut Denny-Brown, yang termasuk diagnosis banding dari perdarahan

epidural adalah kelainan post-traumatik yang terdiri dari lucid interval diikuti
oleh bradikardia, serta adanya periode singkat dari kegelisahan dan muntah,
namun tidak disertai hipertensi intrakranial atau bukti adanya massa perdarahan.28

23

2.3.9

Penatalaksanaan
Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita perdarahan epidural,

yaitu operatif dan konservatif. Beberapa faktor penting dalam menentukan apakah
penderita dikelola dengan tindakan operatif maupun konservatif adalah status
neurologis penderita, gambaran radiologis, dan adanya cedera ekstrakranial.
Penatalaksanaan konservatif dilakukan jika hasil pemeriksaan CT scan
menunjukkan adanya perdarahan epidural subakut atau kronik dengan ketebalan
massa perdarahan kurang dari 1 cm dan juga jika tidak ada tanda-tanda herniasi.
Pada 50% kasus perdarahan epidural terdapat pembesaran ukuran massa
perdarahan di antara hari ke-5 dan hari ke-16 dan beberapa pasien membutuhkan
prosedur craniotomy yang segera ketika tanda-tanda herniasi muncul.28
Indikasi tindakan operatif pada penderita perdarahan epidural adalah
adanya perdarahan epidural yang simtomatik, perdarahan epidural yang
asimtomatik namun memiliki ketebalan lebih dari 1 cm, dan penderita anak-anak.
Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mengeluarkan massa perdarahan
sehingga menurunkan tekanan intrakranial dan menghilangkan efek fokal massa,
menghentikan perdarahan, dan mencegah

terkumpulnya

kembali

massa

perdarahan.28
Ada beberapa jenis prosedur tindakan operatif untuk cedera kepala 14,
yaitu:
1)
2)
3)
4)

Evakuasi massa perdarahan


Elevasi fraktur tulang yang terdepressi
Debridemen otak
Lobektomi frontal atau temporal pada penderita dengan edema otak dan tidak
sembuh.

2.3.10 Prognosis

24

Secara umum perdarahan epidural memiliki prognosis yang baik jika


ditangani dengan segera.19 Meskipun tujuan utama dari penatalaksanaan
perdarahan epidural adalah untuk mencapai 0% kematian dan 100% keluaran
yang baik, namun tingkat mortalitas masih berkisar antara 9,4 - 33%, dengan ratarata 10%.6
2.4

Kerangka Pemikiran
Perdarahan epidural merupakan jenis perdarahan intrakranial yang sering

terjadi pada penderita cedera kepala dan memiliki prognosis baik jika diagnosis
dan penatalaksanaannya dilakukan dengan segera. Semua gejala maupun tanda
klasik maupun klinis yang terlihat akan sangat berguna dalam diagnosis,
meskipun diagnosis pasti hanya bisa dilakukan dengan pemeriksaan CT scan.
Gambaran klasik tersebut dapat dipakai untuk menentukan adanya perdarahan
epidural jika pemeriksaan CT scan belum bisa dilakukan
Gambaran klasik perdarahan epidural bervariasi pada setiap individu dan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lokasi perdarahan dan besarnya
massa perdarahan. Gambaran klasik dan keseluruhan gambaran klinis yang
terdapat pada penderita perdarahan epidural merupakan hasil dari proses yang
terjadi saat trauma, seperti adanya riwayat benturan kepala, luka atau jejas pada
tengkorak, dan kerusakan otak fokal. Adanya kompresi massa perdarahan
terhadap struktur otak dan juga peningkatan tekanan intrakranial dapat
berkontribusi lebih jauh terhadap munculnya gambaran klinis perdarahan
epidural.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil suatu pemikiran bahwa
gambaran klasik pada penderita perdarahan epidural bervariasi dan tergantung
pada beberapa faktor. Gambaran klasik tersebut dapat menunjang pemeriksaan CT

25

scan dalam diagnosis dan membuat penatalaksanaan penderita perdarahan


epidural semakin cepat sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan prognosis
yang baik. Gambaran klasik yang dimaksud antara lain penurunan kesadaran,
lucid interval, dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral.

Perdarahan Epidural

Variasi Gambaran Klasik


1. Derajat kesadaran
2. Lucid interval
3. Hemiparesis kontralateral
4. Dilatasi pupil ipsilateral

Diagnosis
(Penunjang CT scan)

Faktor-faktor:
1. Lokasi perdarahan
2. Besar massa
perdarahan
3. Mekanisme trauma
4. Kompresi massa
5. Tekanan tinggi
intrakranial

Prognosis baik jika


dilakukan segera

Penatalaksanaan

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai