Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Motor Neuron Disease (MND) atau penyakit motor neuron adalah suatu
penyakit dengan ditemukan adanya tanda-tanda Upper Motor Neuron (UMN) dan
Lower motor Neuron (LMN) secara bersamaan pada seorang penderita. Motor
neuron penting untuk mengontrol pergerakan dan kekuatan otot. Pada MND
dijumpai adanya degenerasi progresif yang khas dari medulla spinalis, batang otak
dan satu korteks serebri. Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa
disfungsi saraf tepi UMN maupun LMN.
Penyakit-penyakit sistem saraf dengan perjalanan klinis yang memburuk
progresif, inilah yang biasa dikenal sebagai penyakit degeneratif. Dalam penyakit
neurodegeneratif, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit
neuron motorik yang luas, khususnya sel-sel saraf pada medula spinalis dan
bagian otak yang berhubungan dengan medulla spinalis (batang otak) yang paling
umum terjadi, sehingga menyebabkan atrofi muskular, ditandai dengan kelemahan
otot tanpa perubahan pada sensorik, dan dapat memperlemah penderita secara
kronis dan progresif.
Penyakit ALS pertama kali digambarkan oleh Bell (1830) di Perancis, Bell
berpendapat bahwa atrofi progresif ini terjadi sebagai akibat kelainan mielopatik.
ALS diberi nama oleh Charcot (1874). Charcot menggunakan istilah Sclerose
laterale amyotropique (ALS) yang mencakup sindrom klinis berupa atrofi otot
progresif, fasikulasi dan kontraksi spasmodik permanen yang terjadi akibat
denervasi.
Kata amyotropic" berasal dari bahasa Yunani. "a" yang berarti tidak atau
tidak ada. "myo" berarti otot. "tropic" berarti makanan. Bila ketiga kata tersebut
digabungkan artinya "tidak adanya sumber makanan untuk otot" . Kata "lateral"
menunjukkan lokasi atau area pada Medulla Spinalis dimana terdapat sel-sel saraf
yang mengirim impuls dan mengatur gerakan otot-otot yang bersangkutan, dengan
suatu proses degenerasi pada area tersebut yang dapat mengeras (sklerosis).

Kebanyakan orang dengan ALS mengalami kondisi yang dideskripsikan


sebagai sporadik atau tidak diturunkan. Penyebab amyotrophic lateral sclerosis
sporadik secara garis besar belum diketahui tapi kemungkinan melibatkan faktor
genetik dan lingkungan. Kira-kira 10 % dari mereka mengalami bentuk familial
amyotrophic lateral sclerosis yang disebabkan oleh mutasi genetik yang
diturunkan.
Pada referat ini akan lebih dibahas lagi mengenai beberapa hal tentang
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

DEFINISI
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) disebut juga Lou Gehrigs disease,

adalah penyakit degeneratif yang mengenai neuron motorik, berkembang dengan


cepat dan progresif menyerang sel-sel saraf atau neuron yang bertanggung jawab
untuk mengontrol kerja otot-otot.
Amyotrophic merujuk pada atrofi, kelemahan dan fasikulasi otot yang
terjadi pada lower motor neuron (LMN). sclerosis lateral merujuk pada kolum
lateral medulla spinalis yang keras pada palpasi specimen otopsi, dimana terjadi
gliosis yang diikuti oleh degenerasi traktus kortikospinalis.
Pada ALS, Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN)
mengalami degenerasi, sehingga berhenti untuk mengirim impuls ke otot-otot.
Akibatnya, terjadi otot atorfi otot neuronal (amiotrofi) dan hiperrefleksia, masingmasing akibat hilangnya lower motor neuron di kornu anterior medulla spinalis
dan upper motor neuron yang berproyeksi di traktus kortikospinal.
Sklerosis Lateral Amiotropik (ALS) ditandai dengan timbulnya kelemahan
pada otot dan kehilangan koordinasi yang biasanya dimulai dari anggota tubuh
sebelum secara bertahap menyebar ke seluruh tubuh.

B.

EPIDEMIOLOGI
Insidensi ALS adalah 0.4-2.0 : 100.000 populasi. Ada kecenderungan lebih

besar pada laki-laki, dengan rasio 1.5 : 1, dan kondisi ini lebih sering terjadi pada
usia paruh baya dan usia lanjut, dengan gejala puncak terjadi pada usia sekitar 60
tahun. Pada 10 % kasus meningkat sebelum umur 40 tahun dan 10 % yang lain
sesudah 70 tahun.
Sekitar 5-10% pasien mempunyai riwayat keluarga, yang menunjukkan
adanya penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda. Pada
kasus familiar, telah diidentifikasi adanya mutasi gen enzim superoksid dismutase.

Selain itu hal ini lebih sering terjadi pada mereka yang terpapar oleh timah,
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini atau mereka yang telah menjalani
wajib militer. Sayangnya, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit
ini dan prognosisnya sangat buruk, dengan angka kelangsungan hidup pasien ratarata 3 tahun setelah onset dari penyakit ini (meskipun pada pasien yang lebih
muda biasanya bertahan lebih lama).
Mereka yang menderita penyakit ini tanpa kecuali dan sudah pasti akan
kehilangan kemampuan untuk mengurus diri sendiri, memerlukan pengawasan
terus menerus. Komplikasinya antara lain gagal nafas dan ulkus dekubitus. Sekitar
5% sampai 10% bersifat familial, terutama dengan pewarisan dominan-autosomal.

C.

MORTALITAS/MORBIDITAS
Rata-rata durasi penyakit dari onset klinik sampai kematian adalah 3 tahun.

Onset pada umur lebih muda faktor prognostiknya baik. Beberapa varian ALS,
rangkaian penyakitnya lebih luas. Beberapa bentuk familial ALS, rangkaian
perjalanan penyakitnya lebih cepat dari rata-rata, dan beberapa lebih lambat.

D.

ETIOLOGI
Penyebab ALS masih belum diketahui sampai saat ini. Etiologi penyakit ini

multifaktorial, melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Diduga terdapat


beberapa penyebab, yaitu:

Predisposisi Genetik
10 % pola pewarisan autosomal dominan. Suatu lokus pada kromosom 21

yang merupakan gen pengatur enzim Super Oksida Dismutase (SOD) pengikat
Cu/Zn.
Kematian motor neuron dipercaya muncul dari mutasi superokside dismutase
1 gen (SOD1, yang dipetakan kromosom 21) ini.
Penyakit diturunkan pada 5-10 % kasus yang memicu timbulnya familial ALS
(FALS) dan mutasi pada SOD1 sebesar 15-20 % pada keluarga dengan FALS.
Dua lokus ALS tambahan yaitu pada kromosom 16q12.1-q12.2 dan 20. Mutasi
4

yang paling baru diidentifikasi pada gen pheriperine (12q12-13q) dapat


menyebabkan ALS dengan persentase kecil, yang mendukung data adanya
keterlibatan disorganisasi neurofilament dalam pathogenesis penyakit ini.
Perhatian diarahkan pada peranan vascular endothelial growth faktor (VEGF)
yang penting dalam angiogenesis yang juga terlibat dalam neuroproteksi.
Penurunan level VEGF merupakan predisposisi pada ALS.
SOD1 mutant memiliki efek yang berlebihan dan mengambil fungsi (yaitu,
toksisitas yang tidak berhubungan dengan hilangnya aktifitas naturalnya).
Kerusakan oksidatif, disfungsi mitokondria, kematian sel yang dimediasi oleh
caspase (apoptosis), defek dalam transport aksonal, ekspresi faktor pertumbuhan,
patologi sel glial, dan eksitotoksitas glutamate, semuanya merupakan jalur yang
memediasi kematian sel pada ALS.

Intoksikasi
Glutamat merupakan salah satu messenger kimiawi atau neurotransmitter pada

otak, penderita ALS mempunyai kadar Glutamat yang tinggi dalam serum dan
cairan spinal. Metabolisme neurofilamen abnormal, disfungsi transporter
glutamate, disfungsi mitokondria, dan perubahan respon terhadap growth factor
dapat memainkan peranan penting pada gangguan ini.

Autoimun
Respon autoimun muncul ketika sistem imun tubuh menyerang sel-sel tubuh

sendiri yang normal, hal tersebut dapat dijadikan kemungkian penyebab terjadinya
degenerasi motor neuron pada ALS. Gangguan autoimun yang menyerang
kompleks imun pada glomerulus renal dan membran dasar (basemant),
Interferensi metabolik pada produksi asam nukleat oleh serat syaraf, defisiensi
nutrisional yang berkaitan dengan gangguan pada metabolisme enzim dan virus
yang menyebabkan gangguan metabolik pada neuron motor.

E.

PATOFISIOLOGI
Beberapa multifaktor yang diduga menyebabkan ALS membuat perubahan

patologis di sel-sel kornu anterior Medulla Spinalis dan bagian bawah batang
otak, serta neuron-neuron motorik dari korteks cerebri untuk membentuk traktus
5

kortikospinalis. Neuron yang telah rusak karena proses patologis tersebut,


menyebabkan hilangnya kontrol motorik halus dan atrofi otot. Degenerasi neuronneuron motorik atas (UMN) menyebabkan hilangnya serabut mielin di traktus
kortikospinal, kadang terdapat atrofi girus presentralis. Kerusakan neuron-neuron
ini juga akhirnya menyebabkan atrofi neurogenik otot-otot yang dipersyarafinya.

Gambar 1. Perbedaan sel saraf noemal dengan ALS

Hilangnya jembatan motor neuron ini menjadi latar belakang patofisiologi dan
gambaran klinik penyakit ini. Bila diteliti lebih detail, akibat yang ditimbulkannya
memberikan gambaran khas yang terlihat pada potongan melintang medula
spinalis.
Pada tingkat otot, hilangnya lower motor neuron tertentu mengakibatkan
hilangnya inervasi tertentu mata unit-unit motorik. Pada awal penyakit ini, serat
saraf yang masih utuh mempertahankan hubungan dan inervasi kembali unit-unit
motorik yang konektifitasnya telah hilang dengan akson yang telah mati, sebagai
akibatnya,sejumlah besar motor unit dibentuk.

Gambar 2. Gambaran sel saraf pada ALS

Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron dalam ALS
7

tidak diketahui, tetapi sebagai dengan penyakit neurodegenerative lain,


kemungkinan untuk menjadi interaksi yang kompleks antara berbagai mekanisme
patogenik selular yang mungkin tidak saling eksklusif ini termasuk:
1. Faktor Genetik
ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada
kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya 2% pasien
penderita ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan mutasi ini merupakan hal
penting pada penelitian ALS karena memungkinkan penelitian berbasis molekular
dalam pathogenesis ALS. SOD1, adalah enzim yang memerlukan tembaga,
mengkatalisasi konversi radikals superoksida yang bersifat toksik menjadi
hidrogen peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang
terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan prooksidasi, termasuk peroksidasi,
pembentukan hidroksil radikal, dan nitrasi tirosin. Mutasi pada SOD1 yang
mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida yang
bersifat toksik. Hipotesis penurunan fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata
tidak terbukti karena ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi (di mana
alanin mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 (G93A) menyebabkan penyakit
pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas SOD1. Oleh karena
itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan toksisitas yang mengganggu
fungsi, bukan karena penurunan aktivitas SOD1.
2. Excitotoxicity
Ini adalah istilah untuk cedera neuronal yang disebabkan oleh rangsangan
glutamat berlebihan diinduksi dari reseptor glutamat postsynaptic seperti reseptor
permukaan sel NMDA dan reseptor AMPA. Stimulasi berlebih ini dari reseptor
glutamat diduga mengakibatkan masuknya kalsium ke dalam neuron besar, yang
menyebabkan terbentuknya oksida nitrat meningkat dan dengan demikian
kematian neuronal. Tingkat glutamat dalam CSF yang meningkat pada beberapa
pasien dengan ALS . Elevasi ini telah dikaitkan dengan hilangnya sel transporter
asam amino rangsang glial EAAT2 .
3. Stres Oksidatif
Stres oksidatif telah beberapa lama dikaitkan dengan neuro degeneratif dan

diketahui bahwa akumulasi reactive oxygen species (ROS) menyebabkan


kematian sel. Seperti mutasi pada enzim superoxide dismutase anti-oksidan 1
(SOD1) gen dapat menyebabkan ALS, ada ketertarikan yang signifikan dalam
mekanisme yang mendasari proses neurodegenerative di ALS. Hipotesis ini
didukung oleh temuan dari perubahan biokimia yang mencerminkan kerusakan
radikal bebas dan metabolisme radikal bebas yang abnormal dalam jaringan
sampel CSF dan pasca mortem pasien ALS .
4. Disfungsi mitokondria
Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia telah dilaporkan pada pasien
ALS. Mitokondria dari pasien ALS menunjukkan tingkat kalsium tinggi dan
penurunan aktivitas rantai pernapasan kompleks I dan IV, yang melibatkan
ketidakmampuan metabolisme energi.
5. Gangguan transportasi aksonal
Akson motor neuron dapat mencapai hingga satu meter panjangnya pada
manusia, dan mengandalkan sistem transportasi intraseluler yang efisien. Sistem
ini terdiri dari sistem transportasi anterograde (lambat dan cepat) dan retrograde,
dan bergantung pada molekul 'motor', kompleks kinesin protein (untuk
anterograde) dan kompleks dynein-dynactin (untuk retrograde). Pada pasien
dengan ALS ditemukan, mutasi pada gen kinesin diketahui menyebabkan penyakit
saraf motorik neurodegenerative pada manusia seperti paraplegia spastik turun
temurun dan penyakit Tipe 2A Charcot-Marie-Tooth. Mutasi di kompleks
dynactin menyebabkan gangguan motor neuron yang lebih rendah dengan
kelumpuhan pita suara pada manusia.
6. Agregasi neurofilamen
Neurofilamen protein bersama-sama dengan Peripherin (suatu protein filamen
intermediet) ditemukan di sebagian besar neuron motorik aksonal inklusi ALS
pasien. Sebuah isoform beracun peripherin (peripherin 61), telah ditemukan
menjadi racun bagi neuron motorik bahkan ketika diekspresikan pada tingkat yang
sederhana dan terdeteksi dalam korda spinalis pasien ALS tetapi tidak kontrol
7. Agregasi protein
Inklusi Intra-sitoplasma adalah ciri dari ALS sporadis dan familial. Namun,
masih belum jelas, apakah pebentukkan agregat langsung menyebabkan toksisitas
9

selular dan memiliki peran kunci dalam patogenesis, jika agregat mungkin terlibat
oleh produk dari proses neurodegenerasi, atau jika pembentukan agregat mungkin
benar-benar menjadi proses yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari
mekanisme pertahanan untuk mengurangi konsentrasi intracellular dari racun
protein
8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-syaraf
Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau disregulasi imun,
ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi dan sel non-syaraf mungkin
memainkan peranan dalam patogenesis ALS. Aktivasi sel mikroglial dan dendritik
adalah patologi terkemuka di ALS manusia dan tikus transgenik SOD1. Non-sel
saraf diaktifkan menghasilkan sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-2, TNFa
dan MCP-1, dan bukti upregulation ditemukan dalam CSF atau spesimen sumsum
tulang belakang pasien ALS atau dalam model in vitro.
9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal
Penurunan tingkat faktor neurotropik (misalnya CTNF, BDNF, GDNF dan
IGF-1) telah diamati dalam pasien ALS pasca-mortem dan di dalam model in
vitro. Pada manusia, tiga mutasi pada gen VEGF yang ditemukan terkait dengan
peningkatan risiko mengembangkan ALS sporadis, meskipun metaanalisis ini oleh
penulis yang sama gagal untuk menunjukkan hubungan antara haplotype VEGF
dan meningkatkan risiko ALS pada manusia. Proses akhir dari kematian sel
neuron dalam ALS diduga mirip jalur kematian Sel terprogram (apoptosis).
Penanda biokimia apoptosis terdeteksi dalam tahap terminal pasien ALS.

F.

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Gejala dan tanda awal dari ALS bervariasi pada setiap orang, hal ini

tergantung dari lokasi pertama terjadinya kerusakan pada penderita ALS, biasanya
dimulai dari tangan, kaki, atau kepala.
Pada pasien dengan ALS khas, gejala-gejala primer yang timbul adalah
kelemahan, yang dimulai pada tangan atau kaki atau dapat bermanifestasi melalui
bicara yang tidak jelas dan disphagia, yang akhirnya berkembang menjadi
kelemahan otot secara progresif dan kelumpuhan yang universal, sampai jika otot10

otot pernafasan menjadi terpengaruh, akhirnya, pasien akan memerlukan


ventilator permanen dukungan untuk bertahan hidup. Namun, ALS tidak
mempengaruhi intelektual dan spiritual penderitanya. Sejak serangan di hanya
motor neuron, indra penglihatan, sentuhan, mendengar, rasa dan bau tidak
terpengaruh. Bagi banyak orang, otot mata dan kandung kemih yang umumnya
tidak terpengaruh.
Kelemahan otot adalah sebuah gejala awal di ALS, tanda yang terjadi di
sekitar 60 persen dari pasien. Gejala awal bervariasi dengan masing-masing
individu, tetapi biasanya termasuk tripping, menjatuhkan benda-benda, kelelahan
abnormal dari lengan dan /atau kaki, meracau ketika berbicara, kram otot dan
berkedut dan / atau tidak terkendali dalam periode tertawa atau menangis.
Bagian dari tubuh yang terkena efek dari gejala ALS tergantung dari otot
pada tubuh yang terkena pada pertama kali. Dalam beberapa kasus, gejalagejalanya pada awalnya menyerang satu atau dua kaki, dan pengalaman kekakuan
pasien ketika berjalan atau berlari atau merasa akan tersandung dan jatuh lebih
sering. Beberapa pasien pada awalnya melihat efek dari penyakit ini pada tangan
atau lengan ketika mereka merasa kesulitan dalam melakukan kegiatan yang
membutuhkan ketrampilan seperti mengancingkan kemeja, menulis, atau memutar
kunci. Beberapa pasien merasa sulit berbicara. Bagaimana pun juga bagian dari
tubuh yang diserang oleh penyakit, kelemahan otot dan atrofi menjalar ke bagian
lain dari tubuh sejalan dengan perkembangan penyakit. Pasien mendapat masalah
lebih banyak dengan pergerakan, menelan (dysphagia), dan dalam berbicara
(dysarthria).
Gejala dan tanda ALS sesuai dengan lokasi kerusakan sebagai berikut:

Disfungsi Upper motor neuron

Kekakuan (spasticity)

Refleks yang berlebihan, termasuk refleks muntah

Refleks tendon yang cepat

Adanya refleks-refleks abnormal : Hoffmanns sign, Babinskis Signs

Hilangnya kemampuan kekuatan otot

Disfungsi Lower motor neuron

Kejang otot (fasikulasi)


11

Penyusutan bagian terbesar otot (atrofi) menyebabkan kelemahan dari


distal ke proksimal

G.

Kaki jatuh / Kesulitan untuk mengangkat bagian depan kaki (foot drop)

Kesulitan bernafas

KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis serangannya ALS diklasifikasikan menjadi 3 jenis :
a) Sporadis
Bentuk paling umum dari ALS di Amerika Serikat - 90 hingga 95 persen
dari semua kasus.
b) Familial
Terjadi lebih dari sekali dalam keluarga keturunan (dominan genetik
warisan) menyumbang jumlah kasus yang sangat kecil di Amerika Serikat
5 sampai 10 persen dari semua kasus
c) Guamanian
Sebuah kejadian yang sangat tinggi dari ALS terpantau di Guam dan
kepercayaan territories pasifik di tahun 1950-an.
Sedangkan klasifikasi lainnya yaitu terdapat empat kategori dari gejala-gejala

tersebut yang menunjukkan daerah susunan saraf pusat yang terpengaruh dan
rusak yaitu:
1. Pseudobulbar palsy
Kerusakan reflek pada traktus kortikobulbari
2. Progreasif bulbar palsy
Merupakan kerusakan dari nucleus saraf-saraf cranial. Ditemukan
kelemahan otot-otot yang mempengaruhi fungsi menelan, mengunyah dan
mimik wajah. Vasikulasi lidah sering ditemukan, pada awal kerusakan
bulbar

dapat

ditemukan

kesulitan

pernafasan

akibat

kelemahan

ekstermitas. Disartia dan exaggeration ekspirasi emosi atau akibat


kerusakan pseudobulbar menunjukkan traktus kertikobulbar juga rusak.
Sistem okulomotoris biasanya rusak dan gerakan mata umumnya normal.
3. Primary Lateral Sclerosis
12

Diakibatkan

hilangnya

neuronal

pada

kortex.

Tanda-tanda

dari

kortikospinalis adalah hiperaktifitas dari reflek-reflek tendon dengan


adanya spastisitas sehingga menyebabkan kesulitan untuk gerakan aktif.
Kelemahan dan spastisitas pada otot-otot tertentu timbul sesuai dengan
tingkat dan progresifitas yang ada di sepanjang tractus cotico spinal. Tidak
ditemukan atropi otot dan vaskulasi. Jenis ALS ini sangat jarang.
4. Progresif spinal muscular atropi
Adalah suatu kondisi dimana hilangnya motor neuron secara progresif di
AHC spinal cord, sering kali diawali pada area cervical. Terdapat
kelemahan yang progresif, berkeringat dan fasikulasi pada otot-otot
intrinsic tangan. Tingkat yang lain dari spinal cord dapat menyebabkan
penyakit yang dengan gejala yang sesuai dengan tingkat yang terkena.
Daerah yang mengalami kelemahan ditemukan tanpa mempengaruhi
tingkat corticospinalis yang lebih tinggi seperti spastisitas.

H.

DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis ALS, pasien harus memiliki tanda dan gejala dari

kerusakan UMN dan LMN yang tidak bisa dihubungkan dengan kasus lain.
Namun, ALS sangat sulit untuk didiagnosis. Hingga saat ini, belum ada satu test
atau prosedur yang mampu mendiagnosis secara pasti ALS. Dalam hal ini
pemeriksaan fisik secara berkala dan serangkaian tes dagnostik sering menjadi
penyingkir dari diagnosis banding ALS.
Contoh dari tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk ALS adalah :

Tes elektrodiagnostik termasuk didalamnya adalah electromyography (EMG)


dan Nerve Conduction Velocty ( NCV)
Electromiography memperlihatkan adanya denervasi pada setidaknya 3
cabang,

menguatkan

temuan

abnormalitas

LMN.

Penggunaan

elektromiography pada sejumlah motor neuron yang masih ada menjadi


pengukuran objektif efikasi terapi obat.

Pemeriksan darah dan urin termasuk kedalamnya pemeriksaan serum protein


elektroposis, hormon thyroid dan parathyroid. Konten protein dalam cairan
13

serebrospinal naik pada sepertiga pasien, namun temuan ini saja tidak dapat
memastikan terjadinya penyakit ALS.

Spinal tap

X-Ray, contohnya MRI ( Magntic Resonance Imaging)


Magnetic resonance spectroscopy untuk melihat jumlah neuron yang masih
bertahan pada korteks motorik, dan stimulasi magnetic dari korteks motorik
untuk menilai konduksi traktus kortikospinal. Sensitifitas dan spesifitas dari
dua pendekatan terlihat sama dan memerlukan perbaikan. Magnetic resonance
imaging dapat memperlihatkan intensitas signal traktus kortikospinal yang
tinggi.

Myelogram dari cervical

Biopsi otot maupun saraf bisa memperlihatkan serat atrofik yang berselang
diantara serat-serat normal

Pemeriksaan neurologi lainnya

Morfologi
Pada pemeriksaan makroskopik, radiks anterior medulla spinalis menipis,
girus prasentral dapat mengalami atrofi, terutama pada kasus berat.
Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan berkurangnya jumlah neuron kornu
anterior di sepanjang medulla spinalis disertai gliosis reaktif dan hilangnya
serat bermielin radiks anterior. Temuan serupa dijumpai pada keterlibatan
nucleus saraf kranialis trigeminus motorik, ambigus dan hipoglossus. Neuronneuron yang tersisa sering mengandung badan Bunina (Bunina bodies) yaitu
badan inklusi sitoplasma yang positif-PAS dan otot rangka yang dipersarafi
oleh lower motor neuron yang mengalami degenerasi memperlihatkan atrofi
neurogenik. Kerusakan upper motor neuron menyebabkan degenerasi myelin
di traktus kortikospinalis sehingga warnanya menjadi pucat, terutama di
segmen bahwa, tetapi dengan pemeriksaa khusus dapat ditelusuri hingga
keseluruh system kortikospinal.

14

ALS
NORMAL

Gambar 3. Gambaran medulla spinalis normal dibandingkan dengan medulla


spinalis penderita ALS

Gambar 4. Ditemukan atrofi dari hasil biopsy jaringan otot penderita ALS

Diagnosis klinik ALS mungkin benar pada lebih dari 95 % kasus. Oleh
karena tidak ada tes spesifik untuk diagnosis, kadang-kadang menyulitkan untuk
memisahkan ALS dari penyakit motor neuron yang lain.
15

Secara ringkasnya kriteria diagnosis penyakit ini sebagai berikut. Menurut


kriteria Airlie House (merupakan revisi kriteria El Escorial), adanya tanda:

Fakta keterlibatan lower motor neuron (LMN) dengan pemeriksaan klinik


atau elektrofisiologi.

Fakta keterlibatan upper motor neuron (UMN) melalui pemeriksaan klinik

Progresifitas gejala motorik diantara daerah-daerah yang terlibat atau area


(4 area: bulbar, servikal, torakal, lumbosakral) lain yang dipengaruhi, yang
diketahui melalui riwayat atau pemeriksaan.

Dan tidak adanya :

Gejala dan tanda non-motorik seperti tanda gangguan sensasi

Kegagalan otonom

Tanda cerebelar atau ekstrapiramidal

Gangguan penglihatan atau pergerakan bola mata

Fakta elektrofisiologi atau neuroimaging memperlihatkan proses lain


yang dapat menjelaskan tanda-tanda klinik

Kriteria Airlie House yang direvisi memungkinkan 4 kategori tertentu dalam


membuat diagnosis, terutama didasarkan pada jumlah area yang dipengaruhi
melalui gejala UMN dan LMN:

Pasti ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN pada
sekurang-kurangnya tiga area berbeda.

Kemungkinan ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN
pada dua atau lebih area berbeda dengan sedikitnya ada beberapa tanda
UMN sampai tanda LMN.

Kemungkinan ALS dengan disokong pemeriksaan laboratorium ALS:


adanya tanda klinik UMN dan LMN pada satu area dengan didukung
pemeriksaan elektrofisiologi dari LMN pada dua atau lebih area, sesudah
menyingkirkan penyebab lain melalui studi neuroimaging, elektrofiologi
dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda klinik UMN pada satu area
dengan fakta elektrofisiologi tanda LMN pada dua atau lebih area sesudah
menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging, elektrofisiologi
dan pemeriksaan laboratorium.

16

Mungkin ALS: adanya tanda klinik LMN dan UMN hanya pada satu area,
sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging,
elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda klinik UMN
pada dua atau lebih area, sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan
studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium;
adanya tanda rostral LMN sampai UMN, tanpa tanda LMN dengan
elektrofisiologi pada area lain, sesudah menyingkirkan penyebab lain
dengan

studi

neuroimaging,

elektrofisiologi

dan

pemeriksaan

laboratorium.

I.

DIAGNOSA BANDING

Penyakit Motor Neuron Lainnya:


a. Primary lateral sclerosis
Hanya tanda upper motor neuron (UMN) yang terlihat.
b. Progressive muscular atrophy (LMN saja)
c. Progressive bulbar palsy
d. Progressive lateral sclerosis (PLS)
e. Progressive muscular atrophy (PMA)

Multifocal motor neuropathy


Didominasi oleh tanda LMN dan dikarakeristik oleh berbagai blockade konduksi
motorik pada tes listrik. Antibody melawan GM ganglioside ditemukan pada 2284 % pasien dengan multifocal motor neuropathy ini. Walaupun multifocal motor
neuropathy adalah neuropathy perifer, beberapa pasien memiliki refleks tendon
aktif pada tungkai dengan otot yang mengalami atrofi dan fasikulasi, suatu pola
yang tidak sesuai dengan diagnosis ALS.

Spinal muscular atrophy (adult form)


Hanya tanda LMN yang terlihat. Pada syndrome LMN, refleks-refleks
tendon dapat menghilang, bila tanda-tanda ini menetap menunjukkan
keterlibatan UMN.

Guillians Bare Syndrom

17

Sindrom Guillian Bare (SGB) atau acute inflammatory demyelinating


polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah sindrom klinik yang ditandai oleh
kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia.

Parkinson Disesase
Kelainan degenerative dari system saraf pusat yang menyebabkan
gangguan pada system motorik dan biasanya penderita mengalami tremor,
kaku dan sulit berjalan, gangguan keseimbangan dan gerak-gerik menjadi
lambat (bradykinesia). Gejala primer tersebut diakibatkan karena
berkurangnya rangsangan pada korteks motorik dari ganglia basalis,
biasanya karena kekuragan Dopamin, yang diproduksi oleh neuron
Dopminergik di tak, sedangkan gejala sekunder biasanya berupa gangguan
pada fungsi luhur dan gangguan bicara.
Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:
- Tumor medulla spinalis
Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan ekstremitas, mati
rasa, dan tanda-tanda lesi UMN.
- Syringomyelia
Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang dikarakteristikkan
dengan adanya kavitas abnormal karena dilatasi dari kanal central pada
korda spinalis. Kavitas ini berasal dari regio midservikal tetapi dapat
memanjang ke atas ke medulla (memproduksi siringobulbia) atau turun
ke regio torakal dan lumbal. Kavitas membesar perlahan selama beberapa
tahun. Sindrom klinik yang dikarakteristikkan bercampur antara
gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan bagian ventral dari central
gray mengarah pada tanda LMN ,kelemahan, atrofi, fasikulasi dari otot
tangan intrinsic, hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda UMN
pada ekstremitas bawah terjadi dengan memanjangnya kavitas ke traktus
kortikospinal . Siringobulbia dapat menyebabkan paralisis pita suara,
diastria, nistagmus, kelemahan lidah dan sindrom horner.
- Cervical spondylosis
Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot- otot ekstremitas

18

superior. Biasanya disertai gangguan sensoris. Meskipun myelopathy


serviks spondilosis yang berat kadang-kadang dapat menyebabkan
kebingungan

dengan MND, terutama

jika ada spastisitas

dan

hyperrefexia di tungkai bawah dalam hubungannya dengan atrofi otot


dan fasikulasi pada tungkai atas, tidak mungkin menyebabkan fasikulasi
luas, dan kelemahan. Kelemahan anggota gerak yang progresif, asimetris,
gabungan tanda-tanda UMN dan LMN pada lengan , paraparesis spastik,
kadang-kadang fasikulasi di lengan.
Infeksi
- Lyme disease
Manifestasi neurologis penyakit Lyme

meliputi meningitis

dan

polyradiculoneuropathy. Tahap kedua dan ketiga penyakit Lyme yang


terkait dengan perubahan neurologis yang dapat menyebabkan neuropati,
motor aksonal rendah. Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri spirochete
(Borrelia burgdorfere). Abnormalitas pada akar saraf terjadi pada stadium
awal maupun akhir dari penyakit. Gejalanya berupa kelemahan,
gangguan sensorik dan hiporefleks pada bagain yang dipengaruhi akar
saraf tersebut.
- Myelopati HIV
Mielopati yang berhubungan dengan infeksi HIV biasanya terlihat pada
stadium kemudian dari penyakit. Hal ini dikaakteristikkan dengan
ganggua berjalan (gait) denga gangguan sensorik, ganggua sfingter dan
reflex yang cepat. Pada mielopati HIV juga terdapat tanda UMN dan
LMN. Neuropati perifer (kerusakan akson) merupakan tanda klinik dari
HIV.
NM Junction
- Myasthenia gravis
Merupakan suatu penyakit autoimun yang didapat dan mengganggu
transmisi neuromuscular pada neuromuscular junction akibat kekurangan
/kerusakan

reseptor Ach.

Keluhan

yang

khas

kelemahan

otot

setelah/sesaat digunakan dan membaik setelah istirahat. Gejala inisisasi


(fokal, otot bulbar, otot ekstremitas, otot mata : diplopia, ptosis.
19

Miastenia gravis juga dapat menyebabkan kelemahan pada otot


pernapasan. Tidak terdapat fasikulasi dan tanda kelemahan UMN.
Endokrin:
- Hipertiroid
Manfetasi neurologi dari hipertiroidisme bervaariasi termasuk perubahan
status mental, kejang, abnormalitas gerak seperti tremor dan korea,
gangguan mata, lemah, atrofi, fasikulasi.disamping itu, pasien dengan
hipertiroidisme pada umumnya memiliki reflex tendon dalam yang
cepat , da beberapa pasien memilik kerusakan dari traktus kortikospinal
dan tanda babinski. Pasien dengan hipertiroidisme dapat berkembang
berkombinasi dengan klemahan dan tanda UMN yang menyerupai ALS.
Tentu saja kebanyakan pasien dengan hipertiroidisme memiliki bukti
toksik goiter, ansietas, dan insomnia yang bias dibedakan dengan ALS.
Hal ini penting untuk dinyatakan, bagaimanapun juga pada pasien tua
dengan hipertiroidismedapat bermanifestasi dengan apatis dan depresi
yang disebut apatis hipertiroidisme.
- Hiperparatiroidisme
Manifestasi neurologi pasien dengan hiperparatiroid pada umumnya
terkait dengan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan kadar
hormone paratiroid da terdiri dari perubahan status mental seperti
lethargi, bingung, dan akhirnya koma.ketika hiperkalemia tidak berat
atau akut namun kelemahan dan kelelahan mungkin muncul sebagai
gejala pada hiperparatiroid primer. Jarang gejala pasien berkembang dari
miopati. Jarang hiperparatiroid dan ALS terjadi bersamaan pada pasien,
kemungkinan itu meningkat jika peningkatan kadar hormon paratiroid
berkontribusi pada perkembangan motor neuron sindrom. Hiperkalsemia
dan peningkatan level paratiroid hormone namun dapat membantu
membedakan antara penyakit endokrin ini dengan ALS.

20

J.

PENATALAKSANAAN
Tak ada terapi yang spesifik bagi penderita ALS, yang ada hanyalah berupa

terapi paliatif. Namun, Food And Drug Administration, atau FDA, telah
menyetujui obat pengobatan untuk ALS disebut Riluzole. Para ilmuwan percaya
bahwa

riluzole

mengurangi

kerusakan

motor

neuron.

Obat

Ini

juga

memperpanjang hidup dengan beberapa bulan, sebagian besar pada pasien yang
mengalami

kesulitan

menelan.

Meskipun

demikian,

Riluzole

tidak

mengembalikan kerusakan yang telah dilakukan untuk motor neuron.


Riluzole adalah suatu antagonis glutamate. Riluzole secara istimewa
memblokade chanel sodium, yang berhubungan dengan kerusakan neuron.
Penurunan infulks ion kalsium dan pencegahan stimulasi reseptor glutamate
secara tidak langsung. Bersama-sama dengan blockade reseptor glutamate secara
langsung, efek dari glutamate neurotransmitter terhadap motor-motor neuron
sangat jelas berkurang. Akan tetapi, kerja riluzole terhadap reseptor glutamat
masih kontroversial, seperti tidak adanya ikatan molekul yang terlihat pada
beberapa reseptor yang diketahui. Selain itu peranannya sebagai antiglutamat
masih dapat ditemukan pada keadaan adanya sodium channel blocker, juga belum
diketahui apakah riluzole bekerja atau tidak pada jalur ini.
Dalam dua penelitian riluzole memperpanjang harapan hidup 3-7 bulan.
Efikasi riluzone didukung oleh teori excitotoxic-glutamat mengenai pathogenesis
ALS.

Tapi

antagonis

asal

amino

rantai

cabang,

lamotrigine,

dan

dextromethorphan, tidak memberikan efek pada percobaan klinik. Mutant SOD1,


gabapentin, seperti riluzole, memperpanjang harapan hidup tapi tidak memiliki
efek signifikan pada onset klinik penyakit. Sebaliknya vitamin E memperlambat
onset dan progresifitas penyakit tapi gagal memperpanjang harapan hidup.
Kesuksesan terapi dihasilkan dari kombinasi pengobatan. Politerapi termasuk
didalamnya penggunaan glutamate antagonists, antioxidant (khususnya yang
memproteksi sistem perbaikan mitokondria), anti-apoptotic agent, growth factor
konvensional dan kurang konvensional seperti immunophillin, agen yang memicu
integritas neurofilamen, dan akhirnya, anti-inflamasi. Dapat juga diberikan
baclofen (lioresal) dan tizanidine (funaflex) untuk memulihkan spasme pada otot

21

juga dapat dianjurkan. Masing-masing dari obat-obat ini bekerja pada aspekaspek yang berbeda pada kaskade terminal yang terjadi pada ALS.
Terapi sehari-hari yang lain adalah nutrisi enteral via endoskopi perkutaneus
yang ditempatkan secara gastrostomy (PEG). Salivasi yang berlebihan dan
penebalan mukous merupakan masalah besar bagi pasien yang menderita ALS.
Peningkatan salivasi dapat ditangani dengan penggunaan suatu transdermal patch
yang mengandung scopolamin, yang dilekatkan dua kali seminggu. Mesin suction
rumah biasanya dibutuhkan bila kelebihan saliva lebih persisten. Penebalan
mukosa merupakan masalah yang jarang dan dapat ditangani dengan penggunana
agent mukolitik seperti mucomyst, pada dosis 1-2 cc dua kali sehari.
Oleh karena dipercaya bahwa setiap orang yang terdiagnosis ALS mengalami
depresi, obat anti depressant seringkali dianjurkan, tapi belum ada percobaan yang
mengevaluasi praktek ini. Pada dua studi yang belibatkan 100 pasien dengan ALS,
depresi klinik ditemukan hanya pada 11 persen pasien.
Perawatan untuk ALS adalah meringankan gejala dan memperbaiki pasien
dari perjalanan gejala penyakit pasien dan kualitas hidup. Untuk memberikan
perawatan secara holistic dari tim perawatan kesehatan profesional, termasuk
dokter, apoteker, therapists, pekerja sosial, dan home care visit. Bekerja dengan
pasien, tim kesehatan individu dapat merancang suatu rencana medis dan terapi
fisik. Mereka juga bisa menyediakan peralatan untuk menjaga pasien seperti
mobile dan nyaman sebagai mungkin. Obat yang tersedia untuk membantu pasien
ALS dengan rasa sakit, depresi, tidur masalah, dan konstipasi.
Pasien ALS yang mengalami kesulitan berbicara dapat berlatih dengan
fisioterapi. Terapi fisik dan peralatan khusus atau perangkat seperti tongkat, kawat
gigi, pejalan kaki, dan kursi roda dapat membantu pasien tetap bergerak. Ketika
pasien tidak bisa lagi mendapat cukup makanan dari makan, sebuah makan lewat
selang NGT dapat dimasukkan ke dalam lambung untuk mengurangi resiko
tersedak.
ALS tidak dapat dicegah dari perburukan penyakitnya, kita hanya mampu
memperlambat proses penyakitnya dengan bantuan obat dan terapi fisik yang
telah disebutkan. Penderita ALS ada yang dapat bertahan sampai 10 tahun sejak
gejala awal muncul.
22

Selain menggunakan pengobatan adapun yang harus diperhatikan dalam


penatalaksanaan dari ALS ini yaitu :
a. Breathing care :
Dari waktu ke waktu, otot-otot pernapasan akan menjadi lemah pada penderita
ALS ini. Sebagai dokter akan mengkaji pernapasan secara teratur dan
menyediakan perangkat atau alat bantu napas. Dalam beberapa kasus, mungkin
dibutuhkan bantuan untuk bernapas melalui ventilasi mekanis. Di Amerika
utara, penggunaan bimodal passive airway pressure (BIPAP), yang secara aktif
menyokong fase inspirasi dari respirasi, dengan cepat menjadi standar
penanganan untuk pasien ALS. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan
dengan penggunaan alat ini diantara periode jangka pendek.
b. Physical theraphy
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang terapis fisik / fisiotherapis
dapat mengatasi rasa sakit, berjalan, mobilitas bracing dan peralatan kebutuhan
anda yang membantu mempertahankan kemudahan dalam melakukan aktivitas.
Beberapa langkah termasuk low-impact latihan untuk menjaga kebugaran,
jantung anda kekuatan otot dan berbagai gerak selama mungkin. Seorang
fisioterapis juga dapat membantu pasien pasien ALS menjadi terbiasa untuk
berjalan menggunakan penjepit, walker atau roda yang membuatnya lebih
mudah bagi anda untuk mendapatkan sekitar. Latihan reguler anda juga dapat
membantu meningkatkan rasa kesejahteraan. Sesuai peregangan dapat
membantu mencegah sakit dan membantu otot-otot yang masih berfungsi
dengan baik
c. Occupational theraphy
Peralatan adaptif dapat membantu pasien ALS untuk terus melakukan kegiatan
sehari-hari seperti berpakaian, perawatan, makan dan mandi. Sebuah terapi
kerja juga bisa membantu anda mengerti bagaimana untuk memodifikasi
rumah pasien ALS untuk memungkinkan aksesibilitas jika anda menjadi
kurang mampu untuk berjalan dengan aman.
d. Speech therapist
Karena ALS mempengaruhi otot-otot untuk berbicara, komunikasi menjadi
masalah sebagai penyakit berkembang. Speech therapist dapat mengajar anda
23

adaptif teknik untuk membuat berbicara menjadi lebih jelas. Speech therapist
juga dapat membantu pasien menjelajahi metode lain komunikasi lain seperti
menggunakan alphabet, papan atau pena dan kertas.
e. Dukungan Nutrisi
Seorang dokter baiknya bekerja sama dengan anggota keluarga pasien untuk
menjamin bahwa makan makanan yang dikonsumsi lebih mudah untuk ditelan
dan memenuhi kebutuhan gizi.
f. Dukungan psikologi dan sosial
Dukungan psikologis sangatlah dibutuhkan dalam membantu pengelolaan baik
dari segi psikis dan lingkungan sosial agar mengerti kondisi pasien ALS.

Gambar 5. Alat bantu penderita ALS

K.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari ALS adalah :

Masalah Pernafasan
ALS melumpuhkan otot yang dipergunakan untuk bernafas. Terdapat
beberapa alat yang dapat membantu klien bernafas dan hanya dipakai pada
malam hari, seperti yang digunakan penderita sleep apnea. Pada taraf
lanjut, beberapa penderita memilih untuk memakai respirator (alat bantu
24

nafas) sepanjang waktu. Penyebab kematian utama penderita ALS adalah


gagal nafas, biasanya 3 sampai 5 tahun dari mulainya gejala awal.

Masalah Nutrisi
Saat otot yang mengatur untuk mengunyah terpengaruh, penderita ALS
dapat menderita kekurangan gizi (malnutrisi) dan kekurangan cairan
(dehidrasi). Pasien juga mempunyai resiko tinggi terjadinya aspirasi
makanan, atau masuknya makanan ke dalam paru-paru, sehingga
menyebabkan radang paru-paru. Untuk meminimalkan resiko ini, dapat
dipasang selang makanan dari mulut sampai ke lambung.

Ulkus dekubitus atau infeksi kulit

Penderita ALS memiliki resiko lebih tinggi terjadinya demensia dan


Alzheimer

L.

PROGNOSIS
Kebanyakan orang dengan ALS meninggal karena kegagalan pernapasan.

Biasanya dalam waktu 3 sampai 5 tahun dari timbulnya gejala. Namun, sekitar 10
persen dari orang-orang dengan ALS bertahan selama 10 tahun atau lebih.

25

BAB III
KESIMPULAN

Sklerosis Lateral Amiotropik (ALS), yang juga dikenal sebagai penyakit


Lou Gehrig, adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan timbulnya
kelemahan pada otot dan kehilangan koordinasi yang biasanya dimulai
dari anggota tubuh sebelum secara bertahap menyebar ke seluruh tubuh.
Kondisi ini terjadi akibat kehilangan sel saraf secara bertahap dan
progresif tanpa sebab yang diketahui.

Tidak ada obat pasti untuk ALS. Namun, Food And Drug Administration,
atau FDA, telah menyetujui pertama obat pengobatan untuk ALS disebut
riluzole.

Komplikasi dari ALS adalah masalah pernafasan, nutrisi dan penderita


ALS memiliki resiko lebih tinggi terjadinya demensia dan Alzheimer.

ALS tidak dapat dicegah dari perburukan penyakitnya, kita hanya mampu
memperlambat proses penyakitnya dengan bantuan obat dan terapi fisik.

26

Anda mungkin juga menyukai