Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEPERAWATAN

PENGUKURAN GLUKOSA DALAM URIN

Kelompok II
Muhammad Sujana

I1B109012

Borneo Yudha Pratama

I1B109009

Valentino Benny K.

I1B109026

Noorhidayah

I1B109202

Mutia Rahmah

I1B109207

Ira Paulina

I1B109214

Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran


Universitas Lambung Mangkurat
BANJARBARU
Maret, 2010

JUDUL PRAKTIKUM
Pengukuran Glukosa Dalam Urin
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum kali ini antara lain :
1. Mengetahui reaksi okidasi reduksi dalam urin
2. Mengetahui ada tidaknya glukosa dalam urin
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Tabung reaksi
2. Penjepit tabung reaksi
3. Lampu spiritus
4. Pipet ukur
B. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Reagen Benedict
2. Sampel urin
C. Cara Praktikum
Ambil tabung reaksi dan isilah dengan 2-3 ml reagen Benedict, kemudian
tambahkan kurang lebih 1 ml urin (sekitar 20 tetes). Panaskan di atas api sampai
mendidih, maksimum 1 menit. Amati hasilnya!
Sebagai catatan bahwa karena reaksi ini hanya berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi, maka tidak spesifik untuk glukosa. Reaksi akan positif bila dalam urin
terdapat pereduktor baik glukosa maupun pereduktor yang lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Praktikum
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabung
Keadaan
1
Urin normal + reagen Benedict
2
Urin yang mengandung glukosa + reagen Benedict
Tabel 1. Hasil Pengukuran Glukosa Dalam Urin

Hasil
+
++

B. Pembahasan
Urin adalah cairan eksresi utama yang dikeluarkan lewat perantaraan
ginjal. Sebagian besar produk sisa tersebut dibuang melalui urin yang
mengandung senyawa-senyawa oraganik maupun anorganik. Komposisi urin
sangat bervariasi dan terutama tergantung pada sifat alami diet yang dilakukan
oleh berbagai individu. Komposisi urine normal mengandung senyawa yang
dinamakan dengan komponen normal. Dalam keadaan patologis, senyawasenyawa lain dapat dijumpai dalam urin (komponen abnormal). Perubahan yang
besar dapat tejadi pada komponen normal urin (komponen abnormal) [1].
Senyawa-senyawa anorganik yang terdapat dalam urin antara lain natrium,
kalium, karbonat, klorida (klorin), fosfat, sulfat, flourida, nitrat, silikat, hydrogen
peroksida, amoniak. Natrium dan kalium selalu terdapat dalam urin terutama
sebagai klorida, bikarbonat, sulfat dan fosfat. Banyaknya kalium yang dieksresi
per hari pada orang dewasa adalah sekitar 3,2 g K2O dan natrium sekitar 5,2 g
Na2O [1].
Karbonat pada umumnya terdapat hanya dalam jumlah sedikit pada urin
manusia. Reaksi alkali dalam urin disebabkan oleh eksresi alkali karbonat dalam
jumlah besar. Sampel urin pada waktu itu kalau dikeluarkan akan ada dalam
keadaan keruh. Klorida (klorin) adalah anion utama dalam urin dan umumnya
diperkirakan dalam bentuk NaCl (dengan asumsi bahwa semua klorin sebagai
NaCl) walaupun terdapat juga klorida dari kalium, ammonium, dan magnesium.
Banyaknya klorida yang dieksresi setiap hari sekitar 12 g NaCl atau sekitar 7 g
klorin [1].
Flourida, nitrat, silikat, dan hidrogen peroksida juga ditemukan dalam urin
normal. Nitrat diperoleh melalui perantaraan air dan makanan. Eksresi rata-rata
dari nitrat sekitar 0,5 g/hari dan paling banyaki dijumpai pada individu yang diet
sayur atau diet daging. Hidrogen peroksida juga dijumpai dalam urin, tapi tidak
memiliki arti fisiologis. Amoniak merupakan senyawa nitrogen terpenting dari
hasil metabolisme protein selain dari urea. Amoniak dieksresi rata-rata sekitar 0,7

g/hari. Urin normal mengandung amoniak sebagai klorida, sulfat, dan fosfat dari
amoniak. Selain senyawa-senyawa anorganik, urin juga mengandung senyawasenyawa organik yang terdiri dari urea, asam urat (2-6-8 Tioksifurin), kreatin dan
kreatinin, asam hipurat, basa purin, dan pigmen urin [1].
Pada manusia, sebagian besar nitrogen diekskresi dalam bentuk urea.
Ekskresi total urea sekitar 30 g/hari. Ekskresi urea menurun pada keadaan
tertentu, misalnya kelaparan, diet rendah protein, kelainan hepar, diabetes yang
disertai dengan asidosis. Asam urat (2-6-8 Tioksifurin) merupakan komponen
penting urin, dimana nitrogen diekskresikan. Ekskresi total asam urat pada
keadaan normal sekitar 0,7 g/hari. Senyawa ini tidak larut dalam air, sehingga
diekskresikan sebagai urat [1].
Basa purin diekskresi dalam asam urat. Basa purin yang ditemukan dalam
urin adalah adenine, karnin, epiguanin, guanine, santin, hiposantin, heterosantin,
dan metilsantin. Ekskresi basa purin per hari sangat sedikit sekitar 10-60 mg/hari.
Pigmen urin yang terpenting dalam urin normal adalah urokrom, urobilin,
uroeritrin, koproporfirin, dan urorosein. Di antara semuanya itu, urokrom
merupakan pigmen terpenting dalam urin normal [1].
Karbohidrat merupakan makanan pokok bagi makhluk hidup sebab terdiri
dari 50-60% makanan total. Disamping sebagai sumber utama energi untuk
aktivitas fisiologis, karbohidrat juga berperan sebagai penyusun senyawa yang
nantinya berperan sebagai komponen dari sel maupun jaringan tubuh.
Karbohidrat adalah senyawaan polihidroksialdehid atau polihidrok-siketon dan
senyawaan-senyawaan yang jika dihidrolisis akan menghasilkan polihidroksi
tersebut [2]. Glukosa dalam makanan diserap dalam jumlah besar ke dalam darah
serta dikonversikan di hati dan semua jenis karbohidrat lainnya dapat dibentuk di
dalam tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang ada dalam makanan akhirnya akan
membentuk glukosa [3]. Karbohidrat dalam makanan yang dicerna secara aktif
mengandung residu glukosa, galaktosa dan fruktosa yang dilepas di dalam
intestinum. Unsur-unsur ini lalu diangkut ke dalam hepar lewat vena porta hati
[4].
Metabolisme karbohidrat di atur oleh mekanisme regulasi yang kompleks
yang diatur oleh hormon, metabolit, dan koenzim. Yang termasuk hasil kerja yang

terpenting dari sel-sel hati adalah menyimpan kelebihan glukosa dalam bentuk
glikogen dan bila dibutuhkan kembali membebaskan glukosa dari glikogen. Bila
persediaan glikogen habis terpakai, maka hati siap menyediakan glukosa melalui
sintesis baru (glukoneogenesis). Selain itu, seperti halnya jaringan lainnya, hati
dapat menghancurkan glukosa melalui glikolisis. Fungsi-fungsi tersebut satu sama
lain harus selaras. Karena itu dapat dipastikan bahwa ada dua jenis enzim yang
berbeda untuk langkah penting dari kedua reaksi, masing-masing enzim
mengkatalisis hanya reaksi anabolik atau katabolik dan diatur secara berbeda [4].
Hormon-hormon yang turut serta dalam metabolisme karbohidrat antara
lain adalah peptida insulin dan glukagon, glukokortikoid kortisol dan katekolamin
adrenalin. Insulin melalui induksi merangsang sintesis baru dari glikogen sintase,
dan juga beberapa enzim glikolisis. Insulin sekaligus juga menekan sintesis enzim
kunci dari glukoneogenesis. Glukagon yang merupakan antagonis insulin,
mempunyai pengaruh yang berlawanan. Hormon ini mengin-duksi enzim
glukoneogenesis dan merepresi piruvat kinase suatu enzim kunci glikolisis.
Pengaruh lainnya dari glukagon didasarkan atas interkonversi enzim. Hal ini
diperantai oleh cara kedua cAMP. Dengan cara ini misalnya sintesis glikogen
dihambat, sebaliknya pemecahan glikogen diaktifkan. Adrenalin juga bekerja
sangat menyerupai. Hambatan piruvat kinase oleh glukagon juga berdasarkan
interkonversi [4].
Glukosa pada jaringan tertentu memilki kadar minimal seperti pada otak
dan eritrosit. Metabolisme glukosa memegang peranan penting dan berpengaruh
terhadap metabolisme-metabolisme senyawa lain, untuk mengetahui keadaan
metabolisme glukosa dalam tubuh dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar
glukosa dalam urin [2].
Pada keadaan kadar glukosa tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan
hiperglikemia sedangkan pada keadaan kadar glukosa yang rendah dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Salah satu kepentingan pemeriksaan glukosa dalam
urin adalah pada penyakit Diabetes Mellitus. Jika dalam darah banyak terdapat
glukosa yang mencerminkan bahwa metabolisme gula dalam tubuh terganggu,

maka kemungkinan besar urin juga akan mengandung glukosa atau gula lainnya
[5].
Sekresi hormon insulin dirangsang oleh keadaan hipoglikemia. Pada saat
mencapai hepar (lewat pembuluh vena porta), hormon glukagon menyebabkan
glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim fosforilase. Sebagian besar glukagon
endogen (dan insulin) dibersihkan dari dalam darah oleh hepar. Berbeda dengan
epinefrin, glukagon tidak mempunyai pengaruh terhadap enzim fosforilase otot.
Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis dari asam amino dan laktat. Baik
glikogenolisis maupun glukoneo-genesis di dalam hepar turut menimbulkan efek
hiperglikemia glukagon, yang kerjanya berlawanan dengan kerja insulin [4].
Konsentrasi tinggi metabolit ATP dan sitrat menghambat glikolisis melalui
ikatan pada fosfofruktokinase. Selain itu, ATP menghambat piruvat kinase. Semua
metabolit ini terbentuk melalui pemecahan glukosa (hambatan produk akhir).
Asetil ko-A, suatu zat penghambat piruvat kinase, juga bekerja serupa.
Sebaliknya, AMP yang merupakan suatu sinyal untuk kekurangan ATP, akan
mengaktifkan pemecahan glikogen dan juga akan menghambat glukoneogenesis
[4].
Konsentrasi glukosa darah sistemik yang normal adalah 4,55,5
mmol/liter. Dalam keadaan setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat, kadar tersebut dapat naik hingga 6,5-7,2 mmol/liter. Selama puasa
(nuchter), kadar glukosa darah akan turun di sekitar 3,3-3,9 mmol/liter. Proses
mempertahankan kadar glukosa yang stabil daram darah yang stabil dalam darah
merupakan salah satu homeostasis yang diatur paling halus dan juga menjadi
salah satu mekanisme di dalam hepar [4].
Bila orang yang puasa mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat (terutama glukosa), maka kadar gula darah meningkat karena glukosa
diabsorpsi di usus halus. Pada orang normal setelah makan, kadar glukosa darah
vena tidak lebih dari 8,5 mmol/L dan kadar glukosa kapiler (menunjukkan
glukosa darah arteri) seharusnya tidak mengalami peningkatan lebih dari 10
mmol/L [6].
Jika kadar glukosa darah naik hingga mencapai kadar yang relatif tinggi,
ginjal juga melakukan pengaturan. Glukosa yang memang disaring oleh

glomerolus secara terus menerus, namun kemudian akan dikembalikan seluruhnya


ke dalam darah melalui sintesis reabsorpsi tubulus ginjal. Penyerapan kembali
glukosa melawan gradien konsentrasinya berhubungan dengan pengadaan ATP di
dalam sel-sel tubulus. Kapasitas sistem tubulus untuk menyerap kembali glukosa
terbatas hingga sekitar 350 mg/menit [7].
Urin erat kaitannya dengan ginjal yang diperoleh dari proses hasil
metabolisme di dalam tubuh. Urin perlu diidentifikasi secara kimiawi guna
mengetahui apakah ada kandungan glukosa didalamnya dan secara klinis dapat
bermanfaat untuk mengetahui adanya suatu penyakit akibat penimbunan gula
dalam urin (glukosuria). Ginjal melakukan berbagai fungsi metabolik dan
ekskretorik. Selain membersihkan tubuh dari zat-zat sampah bernetrogen dan hasil
metabolisme lain, ginjal dengan cermat melaksanakan homeostatis cairan [8].
Glukosa dapat dibuang melalui urine jika kadarnya terlalu tinggi dalam
tubuh. Pada urin normal, kadar glukosanya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Peningkatan kadar glukosa urin terkait langsung dengan kadar glukosa dalam
darah [9].
Penyerapan

kembali

glukosa

melawan

gradien

konsentrasinya

berhubungan dengan pengadaan ATP di dalam sel-sel tubulus. Kapasitas sistem


tubulus untuk menyerap kembali glukosa terbatas hingga sekitar 350 mg/menit.
Kalau kadar glukosa darah naik, filtrat glomerulus dapat mengandung glukosa
lebih banyak daripada jumlah glukosa yang bisa diserap kembali. Kelebihan ini
akan dikeluarkan bersama urin sehingga menimbulkan gejala glikosuria. Pada
orang-orang normal, glikosuria terjadi kalau konsentrasi glukosa dalam darah
vena melampaui 9,5 10,0 mmol/L. Keadaan ini dinamakan ambang ginjal (renal
threshold) untuk glukosa. Konsentrasi glukosa dalam urin tidak hanya
memperlihatkan konsentrasi gula darah, tetapi juga rata-rata volume urin yang di
keluarkan tiap waktu [4].
Pada penderita diabetes mellitus biasanya dikarenakan kelenjar pankreas
atau kelenjar ludah perut tidak mampu atau tidak cukup memproduksi hormon
insulin yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran karbohidrat sebagai
bahan bakar tubuh kurang sempurna, hal ini mampu mengakibatkan peninggian

kadar glukosa (gula) dalam darah. Karena kadar glukosa dalam darah lebih dari
normal, maka akan dibuang melalui urin. Salah satu jenis ciri dari diabetes
mellitus adalah poliuri, yaitu volume urin yang besar dalam periode tertentu. Ada
juga poligipsi, yaitu individu tersebut sering mengalami haus walaupun sudah
minum banyak. Yang terakhir polipagi, yaitu individu tersebut mengalami lapar
terus-menerus [9].
Walaupun perawatan ringan gestational diabetes mellitus tidak secara
signifikan mengurangi frekuensi hasil gabungan lahir mati atau kematian perinatal
dan bayi komplikasi, hal itu mengurangi risiko janin berlebih, bahu dystocia,
kelahiran caesar, dan gangguan hipertensi [10]. Saat ini aktivitas fisik dan obesitas
tidak sepenuhnya menjadi resiko tinggi diabetes tipe 2 [11]. Diet rendah karbohidrat

telah digunakan untuk mengatasi kelebihan berat badan dan merupakan


metabolisme yang mempunyai konsekuensi [12].

PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa simpulan
sebagai berikut:
1. Reaksi oksidasi reduksi dalam urin ditandai dengan perubahan warna pada
urin normal.
2. Apabila urin tersebut mengandung glukosa, perubahan warnanya lebih khas
yaitu menunjukkan warna merah bata atau memiliki endapan berwarna merah
bata akibat Cu2+ direduksi menjadi Cu+.
3. Glukosa merupakan aldehida yang bersifat sebagai reduktor.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini antara lain:
1. Praktikan harus hati-hati dalam melakukan percobaan.

2. Praktikan harus mengetahui materi dan metode yang digunakan dalam


praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Modul Praktikum Biokimia Keperawatan Edisi Ketiga. Bagian
Biokimia Kedokteran. Banjarbaru: FK UNLAM, 2010.
2. Anonymous. Buku Ajar Biokimia Kedokteran II. Bagian Biokimia
Kedokteran. Banjarbaru: FK UNLAM, 2006.
3. Suwandi M, et al. Kimia Organik. Bagian Kimia Jurusan Ilmu Alam Dasar
Kedokteran. Jakarta: FK UI, 1989.
4. Murray RK, et al. Biokimia Harper Edisi Kedua Lima. Jakarta: EGC, 2003.
5. Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara
Klinis. Jakarta: FK UI, 1992.
6. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik. Jakarta: EGC, 1990.
7. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 1997.

8. Price, S.A. & Wilson L.M . Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC, 1995.
9. Montgomery, Conway, dan Spector. Biokimia: Beorientasi pada Kasus Klinik.
Jakarta: Binarupa Aksara, 1993.
10. Mark B L, Spong C Y, Thom E, Carpenter M W, Ramin S M, Casey B, et al. A
Multicenter Randomized Trial of Treatment for Mild Gestational Diabetes. N
Engl J Med 2009;361 : 1339-1348.
11. Wang Zhiqiang and Wendy E Hoy. Albuminuria as a Marker Of The Risk of
Developing Type 2 Diabetes in Non-Diabetic Aboriginal Australians.
International Journal of Epidemiology 2006;35 : 1331-1335.

.
12. Krauss RM, Blanche P J, Rawlings R S, Fernstrom H S, Williams P T.
Separate Effects of Reduced Carbohydrate Intake and Weight Loss on
Atherogenic Dyslipidemia. Am J Clin Nutr 2006; 83: 1025-31.

Banjarbaru, 17 Maret 2010


Ketua Kelompok

Dosen Praktikum

Muhammad Sujana
NIM. I1B109012

dr. Edyson, M. Kes


NIP. 19700615 199702 1 001

Anda mungkin juga menyukai