Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

CHRONIC MYELOID LEUKEMIA


PEMBIMBING : dr. Ester Silalahi
PENYAJI:
Shanadz Alvikha

100100123

Gita Annisa Raditra

100100135

M. Rivandio A. Simatupang

100100150

Siti Zubaidah Harahap

100100168

Rivhan Fauzan

100100236

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Chronic Myeloid Leukemia.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Ester Silalahi, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 Juli 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3.Tujuan Penelitian............................................................................ 2
1.4.Manfaat penelitian.......................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1.Chronic Myeloid Leukemia............................................................. 3
2.1.1.Definisi Chronic Myeloid Leukemia............................................ 3
2.1.2.Etiologi......................................................................................... 3
2.1.3.Klasifikasi.................................................................................... 4
2.1.4.Patogenesis................................................................................... 6
2.1.5.Gejala dan Keluhan...................................................................... 6
2.1.6.Diagnosis...................................................................................... 8
2.1.7.Penatalaksanaan........................................................................... 10
2.1.8.Komplikasi................................................................................... 15
2.1.9.Prognosis...................................................................................... 17
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 18
BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Chronic Myeloid Leukemia (CML), juga dikenal sebagai leukemia myeloid

kronis merupakan suatu gangguan myeloproliferative ditandai dengan peningkatan


proliferasi garis sel granulocytic, akibatnya pada pemeriksaan darah tepi banyak
didapati granulosit yang belum matang dan sesekali juga dijumpai sel blast. 1
Chronic Myeloid Leukemia ini adalah suatu kanker yang disebabkan oleh
suatu mutasi genetik tertentu. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat kelainan
sitogenetika dikenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph) yang dimulai di dalam
sumsum tulang terdiri dari jaringan lunak di tengah tulang yang membantu dalam
membentuk semua sel darah. CML menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel
yang tidak terkendali pada penderitanya.2
Dari seluruh penderita leukemia, sekitar 20 persennya adalah Chronic
Myeloid Leukemia. CML biasanya diderita oleh orang dewasa. Jarang, penyakit
ini terjadi pada pada anak anak, namun tidak tertutup kemunginan CML juga
terjadi pada anak anak, karena didapati 2-3% leukemia pada anak anak
merupakan CML. Laki laki lebih banyak menderita CML dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 4 : 1.1
Pada penderita CML biasanya tidak terlalu mengeluhkan gejala yang khas,
dan 85% dari seluruh penderitanya termasuk pada fase kronis. Penderita biasanya
hanya mengeluhkan gejala yang ringan seperti cepat lelah, perut terasa penuh
walaupun hanya mengkonsumsi sedikit makanan. Gejala ini seringnya masih
dianggap wajar oleh penderita CML dan mereka enggan untuk memeriksakan
keluhannya tersebut. Diagnosis CML sering ditegakkan tanpa sengaja, biasanya
setelah dilakukan pemeriksaan darah tepi.3

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana temuan klinis, klasifikasi, serta penatalaksanaan chronoic
myeloid leukemia di Ruang Rawat InapTerpadu A-2 RSUP H. Adam Malik
Medan?
1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit chronoic myeloid
leukemia.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus chronoic myeloid leukemia.
3. Untuk

mengetahui

gambaran

klinis,

perjalanan

penyakit,

penatalaksanaan, dan tindakan rehabilitasi pada pasien yang menderita


penyakit chronoic myeloid leukemia.
1.4

Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu
penyakit dalam khususnya mengenai penyakit chronoic myeloid
leukemia.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
penyakit chronoic myeloid leukemia.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Chronic Myeloid Leukemia


2.1.1. Definisi
Chronic Myeloid Leukemia (CML), juga dikenal sebagai leukemia myeloid
kronis merupakan suatu gangguan myeloproliferative ditandai dengan peningkatan
proliferasi sel granulosit pada pemeriksaan darah tepi. Hal ini suatu disebabkan
oleh mutasi genetik tertentu.1
2.1.2. Etiologi
Chronic Myeloid Leukemia (CML) lebih sering terjadi pada orang dewasa,
namun CML juga terjadi pada anak anak dengan prevalensi 2-3% dari seluruh
leukemia yang terjadi pada anak anak. Penyebab CML adalah akibat kelainan
sitogenetika yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph) dimana sel
hematopoetiknya mengalami translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 22.2
Pada kasus lain dilaporkan juga adanya keterkaitan antara paparan radiasi
dengan terjadinya Chronic Myeloid Leukemia pada anak dengan usia 5 tahun yang
terjadi di Jepang saat terjadinya ledakan hebat pada tahun 1940 dan juga terjadi
CML pada anak anak dengan immunosupressed, termasuk dengan anak dengan
infeksi HIV serta immunosupressed pada transplantasi ginjal.2

2.1.3. Klasifikasi
CML sering dibagi menjadi tiga fase berdasarkan karakteristik klinis dan
hasil laboratorium. CML dimulai dengan fase kronik, dan stelah beberapa tahun
berkembang menjadi fase akselerasi dan kemudian menjadi fase krisis blast.
Krisis blast adalah tingkatan akhir dari CML, dan mirip seperti leukemia akut.
Perkembangan dari fase kronik melalui akselerasi dan krisis blast diperoleh
kromosom abnormal yang baru yaitu kromosom philadelphia. Beberapa pasien
datang pada tahap akselerasi ataupun pada tahapan krisis blast pada saat mereka
didiagnosa.2
1. Fase Kronis
85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat
mereka didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak
mengeluhkan gejala atau hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah dan

perut terasa penuh. Lamanya fase kronik bervariasi dan tergantung


sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan terapi yang
digunakan pada saat itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat,
penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.
2. Fase Akselerasi
Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan
abnormalitas sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa
dimana fase kronik berubah menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi.
Kriteria yang banyak digunakan adalah kriteria yang digunakan di MD
Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO. Kriteria WHO untuk
mendiagnosa CML, yaitu :
10-19% myeloblasts di dalam darah atau pada sum-sum tulang.
>20% basofil di dalam darah atau sum-sum tulang. Trombosit 100.000,
tidak respon terhadap terapi.Evolusi sitogenik dengan adanya abnormal
gen yaitu kromosom philadelphia.
Splenomegali atau jumlah leukosit yang meningkat. Pasien diduga
berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya tanda-tanda yang telah
disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat signifikan karena perubahan dan
perubahan menjadi krisis blast berjarak berdekatan.

3. Krisis Blast
Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti
leukemia akut, dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka waktu
yang pendek. Krisis blast didiagnosa apabila ada tanda-tanda sebagai
berikut pada pasien CML :
>20% myeloblasts atau lymphoblasts di dalam darah atau sum-sum tulang.
Sekelompok besar dari sel blast pada biopsi sum-sum tulang.
Perkembangan dari chloroma.
2.1.5.

Patogenesis

Chronic myeloid leukemia adalah malignansi pertama yang dihubungkan


dengan gen yang abnormal, translokasi kromosom tersebut diketahui sebagai
Philadelphia kromosom yang merupakan translokasi kromosom 9 dan 22. Pada
CML juga ditandai oleh hiperplasia mieloid dengan kenaikan jumlah sel mieloid
yang berdiferensiasi dalam darah dan sum-sum tulang.4
Pada translokasi ini, bagian dari dua kromosom yaitu kromosom 9 dan 22 berubah
tempat. Hasilnya, bagian dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom
22 bergabung dengan gen ABL pada kromosom. Penyatuan abnormal ini
menyebabkan penyatuan protein tyrosine kinase yang meregulasi proliferasi sel,
penurunan sel adherens dan apoptosis. Hal ini karena pada bcr-abl produk
penyatuan gen adalah juga tyrosine kinase.
Penyatuan protein bcr-abl berinteraksi dengan 3beta (c) subunit reseptor.
Transkrip bcr-abl aktif secara terus-menerus dan tidak membutuhkan aktivasi oleh
protein sel yang lainnya. Bcr-abl mengaktivasi kaskade dari protein yang
mengontrol siklus sel, mempercepat pembelahan sel. Kemudian, protein bcr-abl
menghambat perbaikan DNA, menyebabkan instabilitas gen dan menyebabkan sel
dapat berkembang lebih jauh menjadi gen yang abnormal. Tindakan dari protein
bcr-abl adalah penyebab patofisiologi dari chronic myeloid leukemia. Dengan
pemahaman tentang protein bcr-abl dan tindakannya sebagai tyrosine kinase,
targeted therapy dikembangkan yang secara spesifik menghambat aktifitas dari
protein bcr-abl. Inhibitor dari tyrosine kinase dapat menyembuhkan CML, karena
bcr-abl tersebut adalah penyebab dari CML.4
2.1.6.

Gejala dan Keluhan


Umumnya gejala CML , biasanya tidak spesifik, seperti fatigue, malaise dan

penurunan

berat

badan. Abdominal

discomfort,

yang

disebabkan

oleh

splenomegali, biasanya juga dijumpai. Gejala biasanya tidak nyata, dan diagnosis
sering ditegakkan bila pemeriksaan darah dilakukan atas alasan lain. Penderita
mungkin datang dengan splenomegali (yang dapat masif) atau dengan gejala
hipermetabolisme, termasuk kehilangan berat badan, anoreksia, dan keringat

malam. Gejala leukostasis seperti gangguan pengelihatan atau priapismus, jarang


terjadi.3
Pasien sering asimptomatik pada saat pemeriksaan, hanya ditemukan
peningkatan leukosit pada pemerikasaan jumlah leukosit dalam pemeriksaan
darah. Pada keadaan ini CML harus dibedakan dari reaksi leukemoid, yang mana
pada pemeriksaan darah tepi memiliki gambaran yang serupa. Gejala dari CML
adalah malaise, demam, gout atau nyeri sendi, meningkatnya kemungkinan
infeksi, anemia, trombositopenia, mudah lebam, dan didapatnya splenomegali
pada pemerikasaan fisik.5
Tabel. 1. Gambaran Klinis Diagnosis Chronic Myeloid Leukemia
Umum
Fatigue

Jarang
Nyeri tulang

Berat badan turun

Perdarahan

Abdominal discomfort

Demam

Asimtomatik

Berkeringat
Leukositosis
Gout
Spleen Infark

Mayoritas dijumpai splenomegaly, penemuan lain biasanya tidak spesifik.


Hepatomegaly teraba (1-2 cm) tetapi hepatomegali hebat dan limfadenopati
sangat tidak umum, kecuali penyakit itu sudah fase lanjut atau blast krisis. Tanda
leukositosis (e.g. retinal hemoragik, papil edema, priapismus). Biasanya hanya
keliatan jika leukosit sangat tinggi (>30010 9/L). Beberapa laporan menduga
bahwa tanda-tanda CML lebih umum pada anak-anak daripada dewasa, walaupun
dari 40 anak-anak hanya 3 (7,5%) yang mengalami leukositosis. Nodul di kulit
akibat deposit leukemic (chloromas) jarang dijumpai, biasanya dihubungkan
dengan fase lanjut atau blast krisis.3

2.1.7.

Diagnosis Chronic Myeloid Leukemia

Kelainan laboratorium biasanya mula-mula terbatas pada kenaikan hitung


leukosit, yang dapat melebihi 100.000/mm3, dengan semua bentuk sel myeloid
tampak di apus darah. CML sering didapat diagnosanya berdasarkan pemeriksaan
darah, yang mana menunjukkan peningkatan granulosit dari berbagai jenis,
termasuk sel myeloid yang matur. Basofil dan eosinofil biasanya meningkat.
Peningkatan ini dapat menjadi indikasi untuk membedakan CML dari reaksi
leukemoid. Biopsi sum-sum tulang sering dilakukan sebagai evaluasi dari CML. 5
Pada pemeriksaan sum-sum tulang CML ditandai dengan hipercellular di dalam
semua fase. Pada fase kronis terjadi peningkatan terutama hiperplasia dari sel
granulocytic.6
Diagnosa utama dari CML diperoleh dari ditemukannya kromosom
philadelphia. Kromosom abnormal yang khas ini dapat didetekesi dari
pemerikasaan sitogenetik rutin, dengan hibridisasi fluoresen in situ atau dengan
PCR untuk gen bcr-abl yang menyatu.7
Terdapat kontroversi terhadap Ph-negatif CML, atau kasus terhadap
kecurigaan CML dimana kromosom philadelphia tidak dapat dideteksi. Banyak
pasien yang faktanya memiliki kromosom abnormal yang kompleks yang
menutupi translokasi kromosom 9 dan kromosom 22, atau mempunyai bukti dari
translokasi oleh FISH atau oleh RT-PCR sehubungan dengan karyotyping rutin
yang normal.7
Pemeriksaan Penunjang3
1. Darah Tepi
-

Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang kadang


>500 x 109/L

Meningkatnya jumlah basophil dalam darah

Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit


mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling
menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit,
promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.

Anemia mula mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut,


bersifat normokromik normositer.

Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih
sering meningkat.

Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score)


selalu rendah

2. Sumsum Tulang
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan. Gambarannya mirip
dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid,
dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast
kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
3. Sitogenik
Dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat
5. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya
chimeric protein bcr abl pada 99% kasus

6. Kadar asam urat serum meningkat


Tanda Tanda Transformasi akut
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
-

Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi


tidak adekuat

Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil

Blast dalam sumsum tulang >10%.

Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO adalah :

10

Blast 10 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang
berinti

Basofil darah tepi > 20%.

Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan


terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada
terapi.

Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.

Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.

Dipihak lain diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO adalah :
-

Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti

Proliferasi blast ekstrameduler.

Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.

2.1.8.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan leukemia myelogenous kronis (CML) adalah tiga kali lipat dan
telah berubah signifikan dalam 10 tahun terakhir,yakni:8
1.

Hematologi remisi (jumlah sel darah normal lengkap [CBC] dan


pemeriksaan fisik [yaitu, tidak ada organomegali])

2.

Remisi sitogenetik (kembali yang normal kromosom dengan 0%

3.

kromosom Philadelphia - positif [Ph +] sel)


Remisi molekul (negatif polymerase chain reaction [PCR] hasil untuk
mutasi BCR / ABL mRNA), yang merupakan upaya

untuk

menyembuhkan dan memperpanjang hidup pasien.


Allupurinol
Allupurinol 300 mg/hari oral diperlukan untuk menjaga aliran urin yang baik
sebelum diberikan kemoterapi karena akan terdapat banyak lisisi sel. Namun,
karena allupurinol ini dapat menyebabkan reaksi alergi kulit, maka pengobatan ini
dihentikan setelah hitung leukosit darah dan ukuran limpa turun serta setelah selsel yang lisis dapat dikeluarkan.8

11

Rasburicase dan Sodium Bikarbonat


Diberikan untuk membuat kondisi alkali pada urin ketika terjadi hiperurisemia
yang ekstrim. Rasburicase ini merupakan oksidase urat rekombinan yang dapat
mengubah asam urat menjadi allantoin. Rasburicase dapat diberikan secara
intravena dengan dosis 0,2 mg/kg BB ideal.8
Terapi sitoreduksi awal9
1. Tirosin kinase inhibitor

Imatinib mesylate (Gleevec)

Digunakan sebagai terapi awal pada fase kronik CML. Regimen ini dapat
digunakan setelah atau bersamaan dengan hydroxyurea ketika terdapat
peningkatan jumlah sel darah putih yang bermakna. Selain itu juga dapat
dikombinasikan dengan leukapheresis ketika sindrom hiperleukositik terjadi. Obat
ini merupakan golongan inhibitor tirosin kinase dimana bekerja dengan
menghambat BCR-ABL tirosin kinase yang penting dalam membentuk fungsi
BCR-ABL sehingga sel CML pun dapat dihambat. Obat ini diduga dapat
menghasilkan respon hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang
berada dalam fase kronik dimana dapat terjadi konversi dari Ph positif menjadi
negatif. Oleh karena itu, obat ini dijadikan sebagai obat lini pertama pada CML,
baik digunakan sendiri atau bersamaan dengan interferon atau obat lain.
2. Tirosin kinase inhibitor terbaru
Iinhibitor baru BCR / ABL, dasatinib (Sprycel), nilotinib (Tasigna), dan bosutinib
(Bosulif) adalah inhibitor yang lebih kuat dari BCR / ABL pada imatinib. Selain
itu, mereka menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap semua mutasi resisten
kecuali mutasi BCR / ABL / T315I.
Dasatinib (Sprycel): Untuk fase kronis
Nilotinib (Tasigna): Untuk fase kronis
Bosutinib (Bosulif): Untuk kronis, akselerasi, dan fase krisis blast

12

Ponatinib (Iclusig): Untuk kasus-positif kronis atau fase krisis blast T315I, atau
pada pasien yang tepat di antaranya ada terapi TKI lainnya ditoleransi atau
diindikasikan

3. Myelosupressive
Terapi myelosuppressive dulunya adalah andalan pengobatan untuk mengkonversi
pasien dengan CML dari presentasi awal yang tidak terkontrol satu dengan remisi
hematologi dan normalisasi pemeriksaan dan laboratorium temuan fisik. Namun,
mungkin segera jatuh dari nikmat sebagai agen baru terbukti lebih efektif, dengan
efek samping yang lebih sedikit dan kelangsungan hidup lebih lama.

Hydorxyurea
Merupakan obat kemoterapi yang bersifat efektif dalam mengendalikan
penyakit dan mempertahankan hitung leukosit normal pada fase kronik,
tetapi diberikan seumur hidup pasien. Dosisnya dimulai dengan 1-2 g/hari
dan kemudian diturunkan setiap minggu sampai mencapai dosis rumatan
sebesar 0,5-1,5 g/hari. Obat ini kemudian dihentikan ketika hitung sel
darah putih telah mencapai kurang dari 5000/l (5109/liter).
HU (Hydrea), penghambat sintesis Deoksinukleotida, adalah agen
myelosuppressive yang paling umum digunakan untuk mencapai
hematologi remisi. Jumlah sel darah awal dipantau setiap 2-4 minggu, dan
dosis disesuaikan tergantung pada WBC dan jumlah trombosit.
Kebanyakan pasien mencapai remisi hematologi dalam waktu 1-2 bulan.
Obat ini hanya menyebabkan durasi pendek myelosupresi; dengan
demikian, bahkan jika jumlah pergi lebih rendah daripada yang
dimaksudkan, menghentikan pengobatan atau menurunkan dosis biasanya
mengontrol jumlah darah. Pemeliharaan dengan HU jarang menghasilkan
remisi sitogenetik atau molekul.

Busulfan

13

Busulfan (Myleran) adalah agen alkylating yang secara tradisional telah


digunakan untuk menjaga jumlah WBC di bawah 15.000 sel / uL. Namun,
efek myelosuppressive dapat terjadi jauh kemudian dan bertahan lebih
lama, yang membuat menjaga angka dalam batas normal lebih sulit.
Penggunaan

jangka

hiperpigmentasi,

dan

panjang

dapat

penekanan

menyebabkan

sumsum

fibrosis

paru,

berkepanjangan

yang

berlangsung selama berbulan-bulan.


4. Leukapheresis (suatu prosedur pemisahan sel darah putih dari sampel
darah)
Leukapheresis menggunakan suatu pemisah sel yang dapat menurunkan
WBC menghitung dengan cepat dan aman pada pasien dengan WBC menghitung
lebih dari 300.000 sel / uL, dan dapat mengurangi gejala akut leukostasis,
hiperviskositas, dan infiltrasi jaringan.
Leukapheresis biasanya mengurangi jumlah WBC hanya sementara. Oleh
karena itu, sering dikombinasikan dengan kemoterapi Cytoreductive untuk efek
jangka lebih.
Leukapheresis dapat mengontrol CML namun hanya sementara. Sangat
bermanfaat terutama untuk pasien hiperleukositik dan wanita hamil selama
kehamilan awal dimana kemoterapi tidak diperkenankan berkaitan dengan risiko
tinggi terhadap kesehatan janin.
5. Anagrelide
Digunakan untuk menurunkan jumlah trombosit pasien.

6. Interferon-
Di masa lalu, interferon alfa adalah terapi pilihan untuk sebagian besar pasien
dengan CML yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau
yang tidak memiliki donor sumsum tulang yang cocok. Dengan munculnya

14

inhibitor tirosin kinase, interferon alfa tidak lagi dianggap terapi lini pertama
untuk CML. Ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat baru untuk
pengobatan kasus refrakter.
Saat ini masih merupakan obat terpilih pada CML dimana banyak digunakan
ketika jumlah leukosit meningkat. Obat ini bekerja dengan mempertahankan
jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4109/l). Dosis yang digunakan adalah 3-9
megaunit dan diberikan tiga sampai tujuh kali setiap minggu secara injeksi
subkutan.
7.

Transplantasi sel induk

Transplantasi yang bersifat alogen banyak digunakan untuk mengobati CML.


Transplantasi ini dapat dilakukan pada saudara kandung dengan 30% saja yang
dapat mentolerir prosedur ini. Setelah ditransplantasikan ketahanan hidup pasien
mencapai 50-70% dalam 5 tahun. Hasil akan lebih baik dilakukan pada fase
kronik dibandingkan dengan fase akut.

8.

Kemoterapi

15

Obat kemoterapi biasanya dikombinasikan dengan perawatan lain untuk leukemia


myelogenous kronis. Seringkali, pengobatan kemoterapi untuk leukemia
myelogenous kronis diberikan sebagai tablet Anda ambil melalui mulut. Efek
samping obat kemoterapi tergantung pada obat apa yang dipilih.
Obat yang digunakan untuk pasien dengan fase kronis leukemia myelogenous
kronis (CML) bertujuan menunda serangan fase akselerasi atau blastic. Ini secara
tradisional termasuk agen myelosuppressive untuk mencapai hematologi remisi,
namun obat-berturut-turut lebih efektif, interferon alfa kemudian dan terapi
dengan inhibitor tyrosine kinase imatinib mesylate seperti yang ditargetkan, telah
mendapatkan lebih penting. Kemoterapi dapat digunakan, terutama dalam
persiapan untuk sumsum tulang atau transplantasi sel induk hematopoietik.10
2.1.9.

Komplikasi3

1. Lelah
Ketika terjadi peningkatan jumlah sel darah putih, maka sel darah merah akan
terganggu dan dapat menyebabkan anemia. Anemia dapat menyebabkan
tubuh lelah dan lemas. Sementara itu, pengobatan CML juga dapat
menurunkan jumlah sel darah merah yang mana dapat memperparah anemia.
2. Perdarahan berat
Trombositopenia dapat menyebabkan mudah berdarah dan lebam. Perdarahan
bisa merupakan perdarahan hidung, gusi, maupun pada kulit (petechiae).
3. Nyeri
CML dapat menyebabkan nyeri sendi karena sumsum tulang berkembang
ketika terdapat peningkatan sel darah putih.
4. Splenomegali
Sel darah berlebih yang diproduksi pada CML banyak disimpan dalam limpa.
Hal ini menyebabkan limpa membesar dan bengkak. Adanya perbesaran

16

limpa ini juga dapat menimbulkan rasa penuh pada perut setelah makan atau
menyebabkan nyeri pada sisi kiri di bawah tulang rusuk.
5. Stroke atau pembekuan berlebihan
Pada beberapa orang yang menderita CML terdapat juga kelebihan produksi
platelet. Tanpa adanya pengobatan, trombositosis ini dapat menyebabkan
pembekuan darah berlebihan dan menyebabkan stroke.
6. Infeksi
Meskipun terdapat sel darah putih dalam jumlah yang tinggi, namun fungsi
mereka dalam pertahanan tubuh menurum sehingga imunitas tubuh menurun
dan rentan terkena infeksi. Selain itu, obat-obatan CML juga dapat
menurunkan jumlah sel darah putih (neutropenia) sehingga memudahkan pula
infeksi terjadi.
7. Kematian
Terutama jika tidak diobati secara adekuat, dapat menimbulkan kematian.
7.1.5. Prognosis
Ketahanan hidup rata-rata pasien dengan CML adalah 5-6 tahun, sementara
20% pasien masih dapat hidup hingga lebih dari 10 tahun. Respons yang sangat
baik akan terlihat setelah pemberian kemoterapi. Kematian sebagian besar terjadi
karena transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang mengikuti.10
Dalam

memperhitungkan

prognosis

pasien

dapat

menggunakan hazard

ratioseperti di bawah ini:


exp 0.0116 (age 43) + 0 .0345 (spleen size [cm below costal margin] 7.5 cm)
+ 0.188 [(platelet count/700)2 - 0.563] + 0.0887 (% blasts in blood 2.1)
Tipe skor yang digunakan adalah Sokal Skore dimana dapat dikategorikan seperti
di bawah ini:3

17

Risiko rendah (skor <0,8) rata-rata harapan hidup 5-6 tahun

Risiko menengah (skor 0,8-1,2) rata-rata harapan hidup 3-4 tahun

Risiko tinggi (skor > 1,2) rata-rata harapan hidup 2 tahun

18

BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESE PRIBADI
Nama

: Mugiman

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status perkawinan

: Belum menikah

Pekerjaan

: Pelayan Restoran

Suku

: Batak

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Tebing Tinggi

ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama

: Benjolan di perut kiri atas

Telaah

: - Hal ini dialami oleh os sejak 3 bulan yg lalu,yg semakin


lama semakin membesar dan disertai rasa nyeri. Nyeri
tekan jga dijumpai. Os merasa perutnya menyesak.
Riwayat mual dan muntah disangkal. Riwayat terpapar
zat kimia (+) jenis pestisida
- Os juga mengeluhkan muka pucat yang dialami sejak 1
bulan ini,mudah lelah dijumpai. Riwayat perdarahan
seperti gusi berdarah, mimisan, muntah darah dan BAB
berwarna hitam disangkal.Riwayat transfusi darah 1
minggu yg lalu sebanyak 2 kantong.
- Demam dijumpai dalam 2 bulan ini yg bersifat naik
turun, menggigil tidak dijumpai. Riwayat pemakaian
obat penurun panas disangkal.
- Riwayat mata kuning tidak dijumpai, BAK deperti teh
pekat tidak dijumpai.

19

- Riwayat keringat malam dijumpai, os juga mengatakan


tidak tahan dengan udara yg panas.
- Nyeri sendi dan tulang tidak dirasakan oleh os.
- Os juga mengatakan nafsu makannya menurun dan
BBnya berkurang sebanyak 10kg dalam 2 bulan ini
RPT

: Anemia

RPO

: Transfusi 2 kantong darah

ANAMNESE ORGAN
Jantung
Saluran Pernapasan
Saluran Pencernaan

Saluran urogenital

Sendi dan tulang


Endokrin

Syaraf Pusat
Darah dan P.darah
Sirkulasi perifer

Sesak napas

:-

Edema

: -

Angina Pektoris

:-

Palpitasi

: -

Batuk Batuk

:-

Asma, Bronkitis: -

Dahak

:-

Nafsu makan

: menurun

Penurunan BB : 10kg

Keluhan menelan

:-

Keluhan defekasi: -

Keluhan perut

: benjolan dan nyeri

Sakit BAK

:-

BAK tersendat: -

Mengandung batu

:-

Warna urin

Haid

:-

Sakit pinggang

:-

Keluhan sendi

:-

Haus/polidipsi

:-

Gugup

Poliuri

:-

Perubahan suara: -

Polifagia

:-

Sakit kepala

:-

Hoyong

:-

Pucat

:+

Perdarahan

: -

Petechie

:-

Purpura

: -

Claudiocatio int

:-

: jernih

Keterbatasan gerak: : -

20

ANAMNESE FAMILI
STATUS PRAESENS
Keadaan umum

Keadaan Gizi

Sensorium

: CM

Tekanan darah

RBW = BB

110

70

mmHg

x 100 %

TB 100
RBW = 76,9 %

Nadi

80

x/I,

regular, t/v cukup


Pernapasan

: 20 x/i

Temperatur

: 37 x/i

IMT = 18,3 kg/mm2


( TB = 165 cm, BB = 50 kg)

Keadaan Penyakit
Pancaran wajah

: Lemah

Sikap paksa

:-

Refleks fisiologis

:+

Refleks patologis

:-

Anemia (+) Ikterus (-) Dispnoe (-) Sianose (-) Udem (-) Purpura (-)
Turgor kulit

: baik

21

KEPALA
Mata

: konjungtiva palpebra pucat (+) ikterus (-) pupil, isokor/unisokor,


ukuran 3mm, Refleks cahaya direk (+), indirek (+), kesan anemis

Telinga

Hidung

Mulut

: lidah, gigi geligi, tonsil/faring

dbn

LEHER
Struma membesar/tidak membesar, tingkat (-) nodular/multinodular/diffuse (-),
pembesaran kelenjar limpa (-), lokasi (-) jumlah (-) konsistensi (-) mobilitas (-)
nyeri tekan (-)
Posisi trakea medial, TVJ R-2 cm H20
Kaku kuduk (-), lain lain (-)
TORAK DEPAN
Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Bentuk

: Simetris

Pergerakan

: tidak ada ketinggalan bernapas

Nyeri tekan

:-

Fremitus suara

: SF ki=ka, kesan normal

Iktus

: cordis (+) normal

Paru
Batas paru hati

: ICR V-VI

Peranjakan

: 1 cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICS III sinistra

Batas kiri jantung

: 1 cm LMCS

22

Batas kanan jantung: LSD


Auskultasi

Paru
Suara Pernapasan

: vesikuler

Suara tambahan

Jantung
M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>A1, desah sistolis (-), tingkat
(-)
Desah diastolis (-), lain-lain (-) HR : 80x/menit, regular

TORAK BELAKANG
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

: SF ki=ka, kesan normal

Perkusi

: sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: SP vesikuler
ST -

ABDOMEN
Inspeksi

Bentuk

: asimetris membesar

Gerakan lambung/usus

: (-)

Vena kolateral

: (-)

Kaput medusa
Palpasi

Dinding Abdomen

: (-)
: soepel, herpar dan renal

tidak teraba, spleen teraba konsistensi padat, nyeri tekan (+)

23

HATI
Pembesaran

:-

Permukaan

:-

Pinggir

:-

Nyeri tekan

:-

LIMPA
Pembesaran

: (+) schuffner (8), haeket (4)


Konsistensi padat, nyeri
tekan (+)

GINJAL

Perkusi

Auskultasi

Ballotement

: (-)

UTERUS/OVARIUM

: (-)

TUMOR

: (-)

Pekak hati

: (+)

Pekak beralih

: (-)

Peristaltik usus

: normal

Lain-lain

: (-)

PINGGANG
Nyeri ketok sudut kostovertebra (-)

24

INGUINAL

: (-)

GENITALIA LUAR

: (-)

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR


Perineum

Spincter ani

Lumen

Mukosa

tidak dilakukan

Sarung tangan : feses/lender/darah

ANGGOTA GERAK ATAS

ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas sendi

: (-)

Udem

:--

Lokasi

: (-)

a. femoralis

:++

Jari tabuh

: (-)

a. tibia pos

:++

Tremor ujung kaki

: (-)

a. dorsalis ped : + +

Telapak tangan sembab : (-)

Refleks KPR

:++

Sianosis

: (-)

Refleks APR

:++

Eritema Palmaris

: (-)

Refleks Fisiologis : + +

Tremor ekstremitas

: (-)

Refleks Patologis : - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah

Kemih

Tinja

Hb : 9,1 g%

Warna : kuning jernih

Tidak dilakukan

25

Eritrosit: 3,51 x 106/mm3

Reduksi : -

Lekosit : 370.870 /mm3

Protein : -

Trombosit: 697.000

Bilirubin: -

MCV : 83,8 fL

Urobilinogen : +

MCH: 27,6 pg

Sedimen

MCHC: 33g%

Eritrosit : 1/lbp

Hitung Jenis :

Lekosit : 1/lbp

Neutrofil : 45%

Silinder : -

Limfoit : 3%

Epitel : -

Monosit : 1%
Eosinofil : 1%
Basofil : 0
Metamyelosit : 13%
Band : 17%
Myelosit : 16%
Blast : 4%

RESUME
ANAMNESE

K.U.

: Massa abdomen region hipokondrium sinistra

Telaah : Hal ini dialami os sejak 3 bulan yang lalu, nyeri(+). Nyeri
tekan (+), nausea vomiting (-), riwayat terpapar zat kimia( pestisida)

26

(+), muka anemis (+). Fatigue (+), ginggiva bleeding (-), epistaksis
(-), hematemesis melena (-), transfusi darah (+) 2 bag satu minggu
yang lalu, febris (+) naik turun, menggigil (-), riwayat penggunaan
antipiretik (-), BAK normal. BAB normal. Anorexia (+), BB menurun
10kg dalam 2 bulan.
STATUS
PRAESENS

PEMERIKSAAN

Keadaan Umum

: normal

Keadaan penyakit : ringan


Keadaan gizi

: kurang

Mata

: conjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), sclera

FISIK

ikterik (-)
Leher

: TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran


KGB (-)

Toraks

: Inspeksi = Simetris fusiformis, tidak ada


pernafasan yang tertinggal
Palpasi = SF ki=ka, kesan normal
Perkusi = sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi = SP = vesikuler
ST: -

Abdomen

: Inspeksi = asimetris membesar


Palpasi = soepel, hepar dan renal tidak teraba,
spleen teraba Schufner (8) Haeket (4), konsistensi
padat, nyeri tekan (+).
Perkusi = pekak beralih (-)
Auskultasi = normoperistaltik

27

Ekstremitas
LABORATORIUM
RUTIN

: Edema kedua tungkai (-/-)

Darah Hb : 9,1 g% Lekosit : 363.500mm3 Trombosit 697.000


Kemih warna urin: kuning jernih reduksi (-), protein (-),
bilirubin (-), uronbilinogen (+)

DIAGNOSA
BANDING

DIAGNOSA

1.
2.
3.
4.
5.

Splenomegaly ec CML
Splenomegaly ec AML
Splenomegaly ec CLL
Splenomegaly ec HL
Splenomegaly ec NHL

Splenomegaly ec CML

SEMENTARA
PENATALAKSAAN

Aktivitas

: Tirah baring

Diet

: Diet M II

Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0,9% 20gtt/I makro, IVFD


Aminofluid 1 fls/hari
Medikamentosa :
-

Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam iv


Inj. Ketorolac 30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine 50mg / 12 jam iv

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjut


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Darah lengkap
Morfologi darah tepi
Anemia Profile
BMP
Foto thorax
USG Abdomen
CT-Scan
Konsul HOM

RENCANA AWAL

28

No. RM

Nama Penderita : Mugiman


Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana
No
Masalah
Diagnosa
1. Anemia, -Darah lengkap
Leukosit
osis,
Trombosi
tosis
essensial,
Splenom
egali

-Morfologi

darah tepi
-Urinalisa
-Anemia Profile
-BMP
-Foto Abdomen
-USG Abdomen
-CT Scan
abdomen
-Konsul HOM

Rencana

Rencana

Rencana

Terapi

Monitoring
-Mengatasi

Edukasi
Menjelaskan kepada

simptomatik

pasien dan keluarga

dan

pasien mengenai

menegakkan

penyakit yg diderita

diagnosa

pasien mulai dari

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl 0,9%

20gtt/i (makro)
IVFD Aminofluid
1 fl/hari

Inj. Ceftriaxone

definisi, etiologi,

1g/12 jam iv
Inj. Ketorocal

penatalaksanaan dan

30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine

prognosisnya nya.

50mg / 12 jam
iv
S

P
Terapi

Tanggal
Muka
16/7/2014

pucat
(+),
benjolan
pada
perut
(+),
nyeri
perut(+)

Sens : Compos
Mentis
TD : 110/70
mmHg
Pols : 70 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,70C
PD sama seperti
sebelumnya
VAS 4

- CML

Diagnostik

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl

- Anemia

0,9% 20gtt/i

darah tepi

(makro)
IVFD

- LFT lengkap

Aminofluid 1
fl/hari
Inj. Ceftriaxone
1g/12 jam iv
Inj. Ketorolac
30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine

profile
-morfologi

- Urinalisis
- Feses rutin
- USG
abdomen
- Konsul
HOM

29

50mg / 12 jam
iv

17/07/14

Muka
pucat
(+),
benjolan
pada
perut
(+),
nyeri
perut (+)

Sens : Compos
Mentis
TD : 110/70
mmHg
Pols : 74 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,70C
PD sama
dengan
sebelumnya
Hb: 9,7
Wbc: 370.00
Tromboit:
697000.
Morfologi
Leukosit
immature sel
(+). Platelet big
trombosit
Eritrosit
normokrom
normositer
Blast: 4
Myeloid: 16
Metamyeloid:
13
Band: 17
VAS 4

- CML

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl
0,9% 20gtt/i
(makro)
IVFD
Aminofluid 1
fl/hari

Inj. Ceftriaxone
1g/12 jam iv
Inj. Ketorolac
30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine
50mg / 12 jam
iv

USG
abdomen,
Urinalisis,
Feses rutin,
LFT lengkap,
konsul HOM

30

18/07/14

Muka
pucat
(+),
benjolan
pada
perut
(+),
nyeri

Sens : Compos
Mentis
TD : 120/70
mmHg
Pols : 76 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,30C
PD sama
dengan
sebelumnya
VAS 4

- CML

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl

-BMP
-USG
Abdomen

0,9% 20gtt/i

(makro)
IVFD
Aminofluid 1

fl/hari
Inj. Ceftriaxone

perut (+)

1g/12 jam iv

Inj. Ketorolac
30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine
50mg / 12 jam
iv
19/06/14

Muka
pucat
(+),
benjolan
pada
perut
(+),
nyeri
perut (+)

Sens : Compos
Mentis
TD : 120/70
mmHg
Pols : 76 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,30C
PD sama
dengan
sebelumnya
VAS 4

- CML

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl
0,9% 20gtt/i
(mikro)
IVFD
Aminofluid 1
fl/hari

Inj. Ceftriaxone
1g/12 jam iv
Inj. Ketorolac
30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine
50mg / 12 jam
iv

- Menunggu
hasil BMP

31

20/07/14

Muka
pucat
(+),
benjolan
pada
perut
(+),
nyeri
perut (+)

Sens : Compos
Mentis
TD : 110/70
mmHg
Pols : 88 x/i
RR : 24x/i
T : 36,90C
PD sama
dengan
sebelumnya
Hasil BMP:
Selularitas
sumsum tulang
adalah relative
meninggi, selsel didominasi
oleh myeloid
dimana
dijumpai sel-sel
neutrophil
batang,
myelosit, dan
metamyelosit,
tidak dijumpai
peningkatan
dari blast,
megakaryosit
sulit dijupai.
Kesimpulan:
Chronic
Myeoloid
Leukemia

- CML

Tirah baring
Diet M II
IVFD NaCl
0,9% 20gtt/i

(mikro)
IVFD
Aminofluid 1

fl/hari
Inj. Ceftriaxone
1g/12 jam iv

Inj. Ketorolac
30mg / 8 jam iv
Inj Ranitidine
50mg / 12 jam
iv

32

BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Mugiman, 21 tahun didiagnosa Chronic Myeloid
Leukemia fase kronik, melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan BMP dan morfologi darah tepi.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Adam,

2013.

Chronic

myelogenous

leukemia

(CML).

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001596/. Accessed: 20 Juli

2014.
2. Besa E C, Khrishnan K, 2014. Chronic myelogenous leukemia.
http://emedicine.medscape.com/article/199425-overview#aw2aab6b2b4aa .

Accessed: 20 Juli 2014.


3. National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology: Chronic Myelogenous Leukemia. Version 4.2013.
Available at:
http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/cml.pdf. Accessed:
20 Juli 2014.
4. Heslop, Helen E. Leukemia myeloid kronik. In Nelson ilmu kesehatan
anak, editor: Nelson, Waldo E.ed 15 vol 3. Jakarta: EGC;2005 p: 17761777
5. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology; 4th
Edition. London; Elsevier Academic Press; 2006; 401-411

34

6. Roberts, Irene A.G. Chronic myeloid leukemia. In Pediatric hematology,


editor: Arceci, Robert J. 3rd edition. London: Blackwell publishing; 2006
p: 384-399
7. Chronic Myeloid Leukemia available from:
http://www.eMedicine.com/hematology/stem cells and disorders.Chronic
Myelogenous Leukemia/ Accessed on July, 18 2014
8. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. Essential Haemotology. 5th ed.
Massachusetts: Blackwell; 2006. p.167-73.
9. Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO.
Williams Hematology. 7th ed. McGraw-Hill [e-book].
10. Mayor Clinic Staff. Chronic Myelogenous Leukimia: complications.
Diunduh dari http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronicmyelogenous-leukemia/basics/treatment/con-20031517

Anda mungkin juga menyukai