Morbus Hansen
OLEH :
1010311014
Reki Wijaya
1110312129
Meilani
1110312136
PRESEPTOR :
dr. Qaira Anum, Sp.KK, FINSDV
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Morbus Hansen (MH) adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang pertama-tama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosamulut, saluran nafas bagian atas, system retikuloendotelial, mata, otot, tulang,
cuping telinga, dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimpomatis, namun
pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi
cacat, khususnya tangan dan kaki.1,2
Epidemiologi
Kusta terdapat di sekitar 120 negara di seluruh dunia,terutama di daerah tropis dan
subtropis dengan hotspot diAfrika Tengah, sebagian Asia dan Brasil. Tujuan WHO adalah
untuk mengurangi (yaitu kurang dari 1kasus terdaftar per 10000 penduduk) penyakit di
seluruh duniapada tahun 2000 belum terpenuhi, namun kejadian ini perlahan-lahan menurun,
dan kurang dari seperempat juta diagnosa barudibuat setiap tahun.
Etiologi
Disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae ditemukan pertama kali oleh sarjana
Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat gram positif, tidak
bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk batang, dengan ukuran 1-8, lebar 0,20,5 , bias anya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, basil intraseluler obligat yang
terutama dapat berkembang biak dalam sel Schwann saraf, makrofag kulit, dan tidak dapat
dikultur dalam media buatan. Adanya distribusi lesi yang secara klinik predominan pada
kulit, mukosa hidung, dan saraf perifer superficial menunjukkan pertumbuhan basil ini
cenderung menyukai temperature kurang dari 37C. Masa belah diri kuman ini memerlukan
waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21 hari,.Oleh karena itu
masa tunas menjadi lama yaitu rata-rata 2-5 tahun.2
Patogenesis
Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet
pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Bila kuman masuk
kedalam
tubuh
maka
tubuh
akan
bereaksi dengan
mengeluarkan
makrofag
untuk
memfagositnya.
Pada MH tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultifkasi dengan
bebas yang kemudian dapat merusak jaringan.
Pada
Kontak
Infeksi
non infeksi
Subklinis
95%
sembuh
70%
Intermediate (I)
30 %
Determinate
TT
Ti
BT
BB
BL
Li
LL
Gambar 1. patogenesis MH
Klasifikasi 2
Klasifikasi umum :
Klasifikasi Madrid
-
Intermediet
Tuberkuloid
Borderline-dimorphous
Lepromatosa
Klasifikasi Ridley-jopling
-
Tuberkuloid
Boderline tuberkuloid
Mid-borderline
Borderline lepromatous
Lepromatosa
Pausibasilar (PB)
Hanya MH tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi madrid.
Multibasilar (MB)
Termasuk MH tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan
Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe MH dengan BTA
positif.
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
MB
> 5 lesi
Distribusi simetris
Hilangnya sensasi
eritem, nodus)
2. Kerusakan saraf
(menyebabkan hilangnya
jelas
kurang jelas
sensasi/kelemahan otot
saraf
Ada 3 tanda kardinal, jika salah satunya ada, tanda tersebut telah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit MH ini.
1. lesi kulit yang anestesi
2. penebalan saraf perifer
3. ditemukan M.leprae (bakteriologis positif)
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi
menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokan penyakit MH menjadi 5 kelompok
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunologis.
kekeringan
kulit
atau
skuama
tidak
sejelas
tipe tuberkuloid.
Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit
biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit
MH. Merupakan bentuk dimorfik. Lesi dapat berupa makula infiltratif, permukaan
lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT
dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, ataupun
distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat
menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Papul
dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus
tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal
dengan bagian pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pingir luarnya,
dan beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
kerusakan sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat, dan hilangnya rambut
lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada
tempat-tempat penebalan saraf.
5. Tipe Lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,
berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.
Distribusi lesi khas, yakni di wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga,
sedangkan di badan mengenai bagian yang dingin, lengan, punggung tangan, dan
permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut terdapat penebalan kulit
yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar, dan cekung
membentuk facies leonina yang dapat disertai dengan madarosis, iritis, keratitis.
Lebih lanjut dapat terjadi deformitas hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar
limfe, orkitis yang selanjutnya dapat terjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas
menyebabkan gejala stocking and glove anaesthesia. Bila menjadi progresif, muncul
makula dan papula baru sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium
lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang
menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar
dan banyak.
medianus,
auricularis,
magnusserta peroneus.
Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
(mendiagnosa
seseorang
menderita
penyakit
kusta
menimbulkan
berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga ataupun masyarakat disekitarnya). Bila ada
keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan
hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar
kusta. Diagnosa kusta dan klasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
a. Klinis
b. Bakteriologis
c. Immunologis
d. Histopatologis
Namun untuk diagnosis kusta di lapangan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
bakteriologis. Kerokan dengan pisau scalpel dari kulit, selaput lender hidung bawah atau dari
biopsi cuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis padagelas alas dan diwarnai dengan teknis
Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang
khas. Tes-tes serologic bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada
lepra.
Pemeriksaan penunjang:
1.
Pemeriksaan bakterioskopik
Indeks Morfologi
Untuk menentukan persentasi BTA hidup atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid
Guna: Untuk melihat keberhasilan terapi
Untuk melihat resistensi kuman BTA
Untuk melihat infeksiositas penyakit
Indeks Bakteri
UntukmenentukanklasifikasipenyakitLepra,
denganmelihatkepadatan
BTA
BTA -
+1
1 10/ 10 L.P
+2
1 10/ 1 L.P
+3
10 100/ 1 L.P
+4
+5
+6
10
2.
Pemeriksaan histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yi histiosit dimana di
dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk gelembung. Ditemukan
lini tenang (subepidermal clear zone).
3.
Pemeriksaan serologik
Tes ELISA
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Partikel Aglutination)
ML dipstick
Pengobatan5
Paket terapi multiobat (MDT/Multi Drug Therapy)
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada
pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi
bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi
bakteri menjadi kebal. Pada 1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan
klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.Kemudian, Shantaram Yawalkar dan
rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali
kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali
direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan
multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan
atau resistensi bakteri.
11
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang
endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada
Pertemuan Kesehatan Dunia
menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha
untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan
strategi penghapusan kusta.
Kelompok
Kerja
WHO
melaporkan
Kemoterapi
Kusta
pada
1993
dan
merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan
selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang
kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Reaksi Kusta
Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang terjadi
dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag
basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada. Ada dua tipe
reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya:
12
1. Tipe 1
2. Tipe 2
Manifestasi / gambaranklinisreaksikusta:
REAKSI TIPE 1
Organ yang
diserang
Kulit
Saraf
Reaksi ringan
Lesi kulit yang telah ada
dan menjadi eritematosa.
Reaksi berat
Lesi yang telah ada menjadi
eritematosa, timbul lesi baru yang
kadang-kadang disertai panas dan
malaise
Membesar, nyeri, fungsi
terganggu, berlangsung lebih dari
6 minggu.
Lesi kulit yang eritematosa
disertai ulserasi atau edem pada
tangan / kaki. Saraf membesar,
nyeri, dan fungsinya terganggu,
Berlangsung sampai 6 minggu
atau lebih.
REAKSI TIPE 2
Organ yang diserang
Kulit
Mata
Reaksi ringan
Timbul sedikit nodus
yang beberapa
diantaranya terjadi
ulserasi. Disertai demam
ringan dan malaise.
Saraf membesar tetapi
nyeri dan fungsinya
tidak terganggu.
Tidak ada gangguan
Testis
Gejalanya seperti
tersebut diatas.
Saraf
Reaksi berat
Banyak nodus yang nyeri
dan mengalamt ulserasi
disertai demam tinggi dan
malaise.
Saraf membesar, nyeri,
dan fungsinya terganggu.
Nyeri, penumnan visus,
dan merah di sekitar
limbus.
Lunak, nyeri, dan
membesar.
Gejalanya seperti
tersebut diatas disertai
keadaan sakit yang keras
dan nyeri yang sangat.
13
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama
: Tn. A
Umur
: 64 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
Status
: Sudah menikah
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Minangkabau
: 082285106002
KELUHAN UTAMA:
Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2 tahun yang lalu.
Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2 tahun
yang lalu. Keluhan ini diawali dengan kesemutan dan mati rasa pada kedua kaki sejak
3 tahun yang lalu, kemudian diikuti dengan retak-retak pada kaki pasien, hingga
akhirnya muncul tukak pertama kali pada telapak kaki kanan dan kemudian muncul
tukak di telapak kaki kiri pasien.
Kesemutan dan mati rasa mula-mula dirasakan pada tangan kanan sejak 3 tahun yang
lalu, kemudian meluas ke tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri.
Keluarga pasien juga mengeluhkan pasien sering tidak sadar jika sendalnya terlepas
ketika menaiki sepeda motor.
Keluhan kesemutan dan mati rasa ini diawali dengan munculnya bercak-bercak putih
14
yang semakin lama semakin meluas sejak 4 tahun yang lalu. Bercak-bercak putih
tersebut awalnya muncul di bagian punggung lalu semakin lama semakin meluas
hingga ke pinggang kiri dan kanan, dada, leher, lengan atas kanan, dan lengan atas
kiri.
-
Riwayat kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan mata kering tidak ada.
Riwayat kontak dengan penderita bercak-bercak putih mati rasa ada, yaitu dengan
tetangga pasien.
Riwayat kontak dengan penderita jari kaki dan tangan bengkok/buntung ada, yaitu
dengan tetangga pasien.
Riwayat kontak dengan orang yang minum obat paket ada, yaitu dengan tetangga
pasien.
Riwayat demam yang disertai bentol-bentol merah yang nyeri di kulit tidak ada.
Penurunan berat badan ada, tetapi pasien tidak tahu berapa kg penurunannya.
Pasien lahir dan tinggal di Nenan selama 18 tahun dan pindah ke Pekanbaru selama 1
tahun, kemudian pindah ke Maek pada tahun 1970 dan tinggal di Maek hingga
sekarang.
RIWAYAT PENGOBATAN:
-
Pasien menaburkan isi kapsul warna hijau dan putih untuk pengobatan tukak pada
telapak kakinya. Kapsul tersebut dibelinya sendiri, dan pasien telah menggunakannya
selama 2 tahun, rutin 1x sehari, dan masih digunakan hingga sekarang. Akan tetapi,
tukak pada telapak kaki pasien tidak kunjung sembuh.
Pasien juga mengoleskan propolis pada tukak di telapak kakinya tersebut. Pasien
mengoleskannya 2x sehari, dan sudah menggunakannya selama 3 bulan, akan tetapi,
tukak pada telapak kaki pasien tidak kunjung sembuh.
Pasien tidak pernah menderita bercak-bercak putih yang disertai hilang rasa
15
sebelumnya.
-
Riwayat DM disangkal.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita bercak-bercak putih yang disertai hilang
rasa.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita kelainan berupa pemendekan, kaku,
bengkok, ataupun buntung pada jari-jari tangan dan kaki.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita luka/ulkus yang tidak sembuh-sembuh.
Pasien lahir di Nenan, dan pindah ke Pekanbaru pada usia 18 tahun. Setelah 1 tahun
tinggal di Pekanbaru, pasien pindah ke Maek, dan menetap di Maek sampai sekarang.
Pasien sudah menikah, memiliki 1 orang istri, 4 orang anak (1 laki-laki dan 3
perempuan), serta 6 orang cucu (3 laki-laki dan 3 perempuan).
Pasien adalah seorang petani gambir di Maek, dan sudah berhenti bekerja sejak 2
tahun yang lalu.
Istri pasien bekerja sebagai petani dan peternak ayam dengan penghasilan Rp
500.000 per bulan.
16
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA:
Keadaan Umum
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Status gizi
: BB
= 55 kg
TB
= 160 cm
BMI
= 21,48 kg/m2
Kesan = normoweight
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Tekanan darah
Suhu
Rambut
Mata
Hidung
Pemeriksaan thorak
Pemeriksaan abdomen
Ekstremitas
STATUS DERMATOLOGIKUS:
-
Lokasi
: dada, lengan atas kanan, lengan atas kiri, leher samping kiri, leher
samping kanan, leher belakang, punggung, pinggang kiri, pinggang
kanan, kaki kiri, dan kaki kanan.
Distribusi
: terlokalisir
Bentuk
Susunan
: tidak khas
Batas
Ukuran
Efloresensi
:
17
a. Makula hipopigmentasi pada dada, lengan atas kanan, lengan atas kiri,
leher samping kiri, leher samping kanan, leher belakang, punggung,
pinggang kiri, pinggang kanan, punggung kaki kiri, dan pergelangan kaki
kiri.
b. Ulkus berukuran 3 cm x 2,5 cm, bentuk tidak khas, tepi tidak rata, dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, pada sisi medial telapak kaki kanan.
c. Ulkus berukuran 0,5 cm x 1 cm, bentuk lonjong, tepi rata, dinding tidak
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, pada telapak ibu jari kaki kiri.
d. Ulkus berukuran 2 cm x 1 cm, bentuk tidak khas, tepi tidak rata, dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak terdapat
tanda-tanda radang, di antara ibu jari kaki kiri dan telunjuk kaki kiri.
e. Likenifikasi pada punggung kaki kiri.
-
Jumlah lesi
:>5
18
Foto Pasien
19
20
21
Pemeriksaan Sensibilitas:
Rasa raba
Rasa nyeri
Rasa suhu
Kanan
Kiri
N. aurikularis
magnus
tidak nyeri
N. Ulnaris
terdapat
tidak nyeri
pembesaran
nyeri
N. peroneus komunis
pembesaran
dan
nyeri
N. tibialis posterior
dan terdapat
tidak nyeri
tidak nyeri
Kanan
Kiri
M. Orbicularis oculi
Kuat
Kuat
M. Abductor digiti
Lemah
Lemah
M. Interoseus dorsalis
Kuat
Kuat
M. Abductor policis
Kuat
Kuat
Lemah
Lemah
minimi
brevis
M. Tibialis anterior
22
Pemeriksaan kecacatan:
Kontraktur
Mutilasi
: tidak ada
Atrofi otot
: tidak ada
Xerosis kutis
: tidak ada
Absorbsi
: tidak ada
Ulkus trofik
Madarosis
Lagoftalmus
: tidak ada
Claw hand
: tidak ada
Wrist drop
: tidak ada
Dropped foot
: tidak ada
Facies leonina
: tidak ada
Status Venereologikus
Kelainan selaput
Kelainan kuku
Lokasi
Efloresensi
Kelainan rambut
RESUME:
-
Tukak yang tidak sembuh-sembuh pada telapak kaki kanan dan kiri sejak 2
tahun yang lalu. Keluhan ini diawali dengan kesemutan dan mati rasa pada
kedua kaki sejak 3 tahun yang lalu, kemudian diikuti dengan retak-retak
pada kaki pasien, hingga akhirnya muncul tukak pertama kali pada telapak
kaki kanan dan kemudian muncul tukak di telapak kaki kiri pasien.
Kesemutan dan mati rasa mula-mula dirasakan pada tangan kanan sejak 3
tahun yang lalu, kemudian meluas ke tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri.
23
sadar jika
Keluhan kesemutan dan mati rasa ini diawali dengan munculnya bercakbercak putih yang semakin lama semakin meluas sejak 4 tahun yang lalu.
Bercak-bercak putih tersebut awalnya muncul di bagian punggung lalu
semakin lama semakin meluas hingga ke pinggang kiri dan kanan, dada,
leher, lengan atas kanan, dan lengan atas kiri.
Riwayat kontak dengan penderita bercak-bercak putih mati rasa ada, yaitu
dengan tetangga pasien.
Riwayat kontak dengan orang yang minum obat paket ada, yaitu dengan
tetangga pasien.
tahu berapa kg
penurunannya.
-
Pasien menaburkan isi kapsul warna hijau dan putih untuk pengobatan
tukak pada telapak kakinya. Kapsul tersebut dibelinya sendiri, dan pasien
telah menggunakannya selama 2 tahun, rutin 1x sehari, dan masih
digunakan hingga sekarang. Akan tetapi, tukak pada telapak kaki pasien
tidak kunjung sembuh.
Pasien sudah menikah, memiliki 1 orang istri, 4 orang anak (1 laki-laki dan
3 perempuan), serta 6 orang cucu (3 laki-laki dan 3 perempuan).
24
Pasien adalah seorang petani gambir di Maek, dan sudah berhenti bekerja
sejak 2 tahun yang lalu.
Istri pasien bekerja sebagai petani dan peternak ayam dengan penghasilan
Rp 500.000 per bulan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada dada, lengan atas kanan,
lengan atas kiri, leher samping kiri, leher samping kanan, leher belakang,
punggung,
pinggang
kiri,
dan
pinggang
kanan
dengan
distribusi
terlokalisir, bentuk khas dan tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas
dan tidak tegas, ukuran lentikular sampai plakat, dan efloresensi berupa
makula hipopigmentasi. Jumlah > 5.
-
Ditemukan ulkus berukuran 3 cm x 2,5 cm, bentuk tidak khas, tepi tidak
rata, dinding bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya
tidak terdapat tanda-tanda radang, pada sisi medial telapak kaki kanan.
Ditemukan ulkus berukuran 2 cm x 1 cm, bentuk tidak khas tepi tidak rata,
dinding bergaung, dasar jaringan granulasi, jaringan di sekitarnya tidak
terdapat tanda-tanda radang, di antara ibu jari kaki kiri dan telunjuk kaki
kiri.
Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada n. ulnaris kiri dan kanan.
25
Ditemukan kontraktur pada sendi pergelangan kaki kanan dan kiri, serta
ulkus trofik.
DIAGNOSIS KERJA:
Morbus Hansen tipe LL + kecacatan derajat 1
DIAGNOSIS BANDING:
Morbus Hansen tipe BL + kecacatan derajat 1
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN RUTIN:
Pemeriksaan BTA:
Pewarnaan Ziehl Neelsen: dari cuping telinga dextra (-), dari cuping telinga
sinistra (-)
Hasil: 0 BTA dalam 100 lapangan pandang
Kesan: BTA (-)
26
PEMERIKSAAN ANJURAN:
Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan serologik
Lepromin test
DIAGNOSIS:
Morbus Hansen tipe LL + kecacatan derajat I
TERAPI
Umum:
Memberitahu pada pasien jika terdapat efek samping obat seperti nyeri
perut, mual muntah, berat badan yang menurun drastis dalam waktu
singkat segera kembali ke Puskesmas untuk mendapat penanganan
selanjutnya.
27
Khusus:
Paket MH tipe MB warna merah selama 12 18 bulan
hari 1
hari 2-28
: Klofazimin 50 mg/hari
Dapson 100 mg/hari
PROGNOSIS:
Quo Ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam
: dubia ad bonam
Quo Ad Kosmetikum
: dubia ad malam
Quo Ad Functionam
: dubia ad malam
28
Resep
R/ MDT MB No. I
S.i.m.m
Pro
: Tn. A
Umur
: 64 Tahun
Alamat
: Maek, Payakumbuh
29
BAB III
DISKUSI
30
di telapak kaki kanan dan kirinya, yang merupakan deformitas sekunder yang
terjadi akibat deformitas primer (terutama kerusakan saraf).
Diagnosis banding yang mungkin adalah morbus Hansen tipe BL, dimana
lesinya juga dapat berupa makula, jumlahnya sukar dihitung, hampir simetris,
dengan anesthesia tidak jelas.
Berdasarkan pemeriksaan BTA didapatkan hasil negatif, padahal menurut
teori, hasil pemeriksaan BTA pada morbus Hansen tipe LL yaitu ditemukan
banyak kuman (terdapat globus). Hal ini mungkin dikarenakan pengambilan
sampel yang salah dan sampel tidak langsung diperiksa.
Untuk penatalaksaan pada pasien ini meliputi penjelasan mengenai penyakit
(penyebab, penularan dan komplikasi), pengobatan pada pasien dan keluarga,
serta kontrol rutin tiap bulan ke Puskesmas, berobat teratur sampai dinyatakan
sembuh, dan mengistirahatkan kaki yang memiliki tukak. Untuk mencegah
terjadinya luka baru, dijelaskan pada pasien bahwa daerah yang mati rasa
merupakan tempat risiko terjadinya luka, dan luka merupakan tempat masuknya
kuman sehingga hindari luka dengan cara selalu memakai alas kaki saat berdiri
dan berjalan, jangan berjalan terlalu lama, dan bila ingin berpergian jauh
dianjurkan untuk memakai kendaraan, serta berhati - hati terhadap api, air panas,
dan benda-benda panas lainnya. Menjelaskan pada pasien bahwa penggunaan
rifampisin menyebabkan warna buang air kecil berwarna merah sehingga pasien
tidak perlu khawatir, memberitahu pada pasien jika terdapat efek samping obat
segera kembali ke dokter untuk
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih A, dkk. 2007. Kusta dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: FKUI. Hal 73-88
2. Wolff, Klaus.Richard Allen Johnson.Arturo P. Saavedra. 2013. Leprosy
dalam Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology
Seventh Edition. . New York: Mc Graw Hill. Hal 569-574.
3. James, William D. Timothy G. Berger. Dirk M Elston. Isaac M Neuhaus.
2011. Hansens disease dalam Andrews Diseases ofthe SkinClinical
Dermatology. Philadelphia : Elsevier.
4. Delphine J. Lee, Thomas H. Rea, &Robert L. Modlin. 2012. Leprosy
dalam FitzpatricksDermatology inGeneral MedicineEighth Edition. New
York: Mc Graw Hill. Hal 2253-2263
5. Siregar Prof Dr RS, SpKK. 2002. Kusta (Lepra) dalam Atlas Berwarna
Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal 154-163
32