Anda di halaman 1dari 27

TORCH

Pembimbing:
dr. Eka Novianty Sutarno

Disusun oleh:
Nikko 07120110041

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 21 SEPTEMBER - 28 NOVEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex (HSV1
HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun
wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada
bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem
saraf pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisma tubuh.

1.2

Pengertian TORCH
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo
Virus (CMV),Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta
kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Penyebab Utama Penyakit TORCH


Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati,
kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab
terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan
oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang
dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing. Biasanya
disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini
bukan virus kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan
ini sudah salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal mana
menurut penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit ini adalah
kotoran kucing. Kemudian melalui hewan lain yang menempel dalam makanan, lalu
masuklah ke dalam tubuh manusia dan menyatu dalam darah.
2.1.1 TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru,
,mata, otak, dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri merupakan penyakit zoonosis yang
tersebar luas di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia
termasuk manusia. Kucing merupakan sumber infeksi bagi manusia.

Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan merupakan salah satu
genus dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii terdpat di dalam sel-sel dari system
retikulo-endotel

dan

juga

di

dalam

sel-sel

parenkim.

Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler
bulat atau lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan
ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron x 4-6 mikron, dengan
inti terletak di ujung yang tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi namun kista
Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika
terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan kekebalan rendah baik
infeksi primer maupun infeksi reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis,
Chorioretinitis, pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam
makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi
pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya
infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkab
Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi intraserebral, hidrosefalus,
mikrosefalus, demam, ikterus, ruam, hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang
beberapa saat setelah lahir.
Kejadian Toxoplasmosis.
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang secara alam dapat menyerang
manusia, ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain.
Kejadian toxoplasmosis
telah dilaporkan dari
beberapa daerah di dunia ini
yang geografiknya sangat
luas. Survei terhadap
kejadian ini memberi
gambaran bahwa
toxoplasmosis pada suatu
daerah bisa sedemikian
hebatnya hingga setiap

hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis.


Survei yang telah diadakan di Amerika Serikat.
Pada manusia penyakit toxoplasmosis ini sering terinfeksi melalui saluran
pencernaan, biasanya melalui perantaraan makanan atau minuman yang terkontaminasi
dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya karena minum susu sapi segar
atau makan daging yang belum sempurna matangnya dari hewan yang terinfeksi dengan
penyakit toxoplasmosis. Penyakit ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu
lebat dan warnanya indah yang biasanya disebut dengan mink, pada kucing ras mink penyakit
toxoplasmosis sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari daging
segar

(mentah)

dan

sisa-sisa

daging

dari

rumah

potong

hewan.

Etiologi Toxoplasmosis.

Toxoplasmosis sendiri ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada tahun 1909 yang
menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara. Selanjutnya setelah diselidiki maka
penyakit yang disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk famili
babesiidae.
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-sel endothelial
pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang
ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ
tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, pam-pam, otak, ginjal, urat daging,
jantung dan urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri menjadi 2, 4 dan
seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai perkembangbiakan dengan jalan schizogoni.
Pada preparat ulas dan sentuh dapat dilihat dibawah mikroskop, bentuk oval agak panjang
dengan kedua Ujung lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika
ditemukan diantara sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron.
Inti selnya terletak dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini
bergerak, tetapi peneliti-peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.

Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endoteleal, sel alat tubuh
viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri 2,4 dan
seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit menyebar melalui
peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan pembekuan. Cepat
mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati jasad inipun
ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam jaringan tubuh atau jaringan-jaringan
tubuh hewan yang diserangnya secara khronis. Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat
bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.

Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis.

Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, clan
Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari
infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat
dan disebut bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi aan paling banyak terdapat dalam otot
rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan
bersamaan dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau
schizogoni dan siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan
clikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam
sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh hospes
perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes
perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada
hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista.
Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di
dalam usus halos kucing tersebut.

Cara Penularan Toxoplasmosis


Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan
melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui
placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada
peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan
toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi
dengan toxoplasma gondii.
Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi
toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak
kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki
bahwa di negara Eropa yang banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging
mentah mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
Patologi dan Gambaran klinik
Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya
memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila
menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit
tenggorokan,kadang-kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis posterior,
supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit
kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium dan
dapat terjadi kejang.
Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat mencapai
berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru-paru, hati, limpa,
sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung.
Gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis pada umumnya sesuai dengan kelainan
patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala-gejala
klinik pada toksoplasmosis congenital dan toksoplasmosis didapat.
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
Angka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. dalam kehamilan ,
skrining rutin tidak dianjurkan.

Resiko penularan terhadap janin pada trimester I = 15% ; pada trimester II = 25% dan pada
trimester III = 65%. Namun derajat infeksi terhadap janin paling besar adalah bila infeksi
terjadi pada trimester I.
Trias klasik toksoplasma berupa :
1. Hidrosepalus
2. Kalsifikasi intrakranial
3. Korioretinitis
Trias tersebut jarang terlihat.
Gejala klinik toksoplasmosis congenital.
Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan bias fatal
oleh karena parasi tersebar di berbagai organ-organ terutama pada system susunan sarafnya.
Kelainan yang terjadi sangat jelas terlihat dan yang patognomonik dan indikatif adalah
kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus dan psikomotor. Kalsifikasi
serebral dan korioretinitis merupakan gejala yang paling penting untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis congenital.
Gejala klinik toksoplasmosis di dapat
Pada toksoplasmosis didapat, berbagai kelainan organ dan jaringan dapat terjadi yaitu
pada jaringan serebrospinal yang mengakibatkan ensefalomielopati, hidrosefalus, kalsifikasi
serebral dan korioretinitis, kelainan limfatik berupa limfadenitis disertai dengan demam,
kelainan pada kulit yang berupa ruam kulit makulopapuler yang mirip ruam kulit pada
demam tifus, kelainan pada paru-paru yang berupa pneumonia interstisial, pada jantung
terjadi miokarditid dan terjadi pula pembesaran hati dan limpa. Kelainan-kelainan pada
jaringan serebrospinal umumnya menyerang bayi dan anak-anak sedangkan kelainan limfatik
menyerang anak berumur antara 5-15 tahun.
Diagnosis
Pemeriksaan parasit sangat rumit dan memakan waktu yang lama, yaitu dengan
cara :

1. Biopsi jaringan & pewarnaan HE dan Eosin juga dengan giemsa. Tujuannya untuk
melihat tachizoites (trophozoites) atau cysts (bradyzoites)
2. Kultur : Monocyte cell culture. Setelah 4 hari parasit di kultur maka dilihat dengan
immunofluorescence dengan anti-P30 monoclonal antibodi.
3. Dye-Test (Sabin-Felman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat dibawah dari
4 minggu dan menetap. Sensitivity dan spesitivity tinggi
4. EIA (Enzyme-linked immunoassay). Deteksi IgM antibodi. Spesifik antibodi IgM
meninggi pada bulan ke 4 8 . Masalah yang dijumpai adalah interferensi dari
rheumatoid factor dan specific IgG antibodi
5. IHA : Indirect Hemaglutinasi 4 10 minggu (titer meningkat atau sero konversi)
6. IFA : Indirect Florescent Antibody ( 2 4 bulan) Complement fixation 3 bulan pertama
7. ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay M E I AIgM, IgG dapat mencegah
positif palsu akibat kompetisi dengan antibody IgG specific maternal.
8. Dapat dideteksi dari cairan (CSF) dan ditentukan dengan pemeriksaan metode Direct
Immuno Florescent
Yang paling sering dilakukan adalah :
Pemeriksaan antibodi terhadap Toxoplasma, yaitu IgM, IgG, IgA dan IgG Avidity
IgM, IgG dan IgA adalah Imunoglobulin yang akan meningkat bila terjadi infeksi
IgG Avidity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan antigen

Fungsi pemeriksaan IgG Avidity :


Untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi pada dugaan adanya infeksi primer baru
(IgG (+) dan IgM (+)) pada serum yang sama.
Bila terjadi keragu-raguan :
IgM (-), dan IgG stabil atau IgM (-) dan IgG meningkat bermakna
Hasil yang tinggi : infeksi diperkirakan terjadi > 4 bln sebelumnya.

Hasil yang rendah : infeksi diperkirakan terjadi <4 bln sebelumnya


Interpretasi pemeriksaan Serologi Imunologi :
IgG (+) dan IgM(-)
Pernah terinfeksi sebelumnya (infeksi sudah lama) dan sekarang telah memiliki kekebalan.
Ibu selanjutnya tidak harus diperiksa lagi kecuali bila IgG-nya tinggi.
Kemungkinan dokter akan minta pemeriksaan tambahan IgG Avidity atau bila ada
pertimbangan lain, dokter akan minta diperiksa 1 x lagi (3 mg kemudian) untuk
menyingkirkan adanya infeksi primer.
IgG (+) da IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer yang baru atau infeksinya sudah lampau tapi IgM
nya masih terdeteksi (lambat hilang) = persisten.
Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan IgG Avidity langsung pada serum yang sama untuk
memprediksi kapan infeksinya terjadi, sebelum atau sesudah hamil.

IgG (-) dan IgM (-)


Belum pernah terinfeksi. Bila wanita tsersebut sedang hamil perlu diperiksa pada
trimester berikutnya, sampai dengan trimester ke-III, bila hasilnya tetap negatif baru katakan
terbebas dari TORCH.
IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi. Kemungkinan merupakan awal dari infeksi. Harus diperiksa kembali
3 minggu kemudian apakah IgG berubah menjadi positif/tidak.
Bila tidak, berarti IgM tidak spesifik, artinya ibu tersebut tidak terinfeksi.
Infeksi Primer :
1. Terjadi serokonversi IgG dari negatif ke positif atau terjadi peningkatan titer IgG
yang bermakna (> 2 x) pada pemeriksaan serial selang waktu 3 minggu
2. IgM positif dan/atau IgA positif
3. IgG Avidity rendah
Infeksi Kongenital :
1. IgM positif dan/atau IgA positif
2. Adanya IgG yang menetap pada tahun pertama setelah kelahiran (pemeriksaan serial).

Infeksi yg terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yg terjadi
pada saat ibu hamil yg berbahaya, khususnya pada Trimester pertama.

Yang perlu melakukan Pemeriksaan Toksoplasma

Wanita yang akan hamil (idealnya) wanita yang baru/sedang hamil (bila hasil

sebelumnya negatif atau belum diketahui, minimal diperiksa setiap Trimester>


Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil
Penderita yang diduga terinfeksi

Diagnosis untuk Toxoplasmosis sendiri dibagi menjadi 2 yaitu :


Diagnosis Klinik
Toksoplasmosis hendaknya wajib dicurigai bila didapatkan klasifikasi serebral pada
ventikulogram dan korioretinitis ditemukan pada pemeriksaan mata. Apalagi jika didapatkan
kelainan-kelainan yang berupa hidrosefalus, mikrosefalus, mikroptalmus, pneumonitis,
miokarditid, adenopati, hepatomegali atau splenomegali.
Diagnosis Spesifik
Diagnosis spesifik ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan laboratorium untuk
menemukan Toxoplasma gondii yang berasal dari hasil biopsy aau pengambilan cairan dari
organ dan jaringan penderita. Inokulasi hewan-hewan percobaan (tikus, mamot atau hamster)
dengan hasil biopsy organ dan jaringan dapat meningkatkan hasil pemeriksaan.
Diagnosa pasti infeksi terhadap janin adalah dengan menemukan IgM dalam darah talipusat
Hasil biakan plasenta pada pasien dengan infeksi toksoplasma menunjukkan angka positif
sebesar 90%.
Pencegahan Toxoplasmosis
Tindakan yang perlu dilakukan dalam mencegah penyakit toxoplasmosis adalah sebagai
berikut :
1. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi atau yang
sudah dimasak pada suhu 150F (66C),sedangkan pada daging yang dibekukan
mengurangi infektivitas parasit tetapi tidak membunuh parasit.
2. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunya antibodi terhadap toxoplasma gondi,
dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak membersihkan tempat
sampah. Pakailah sarung tangan karet dan cucilah tangan selallu setelah bekerja dan
sebelum makan.
3. Apabila memelihara kucing, maka sebaiknya kucing diberikan makanan kering,
makanan kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik dan jangan biarkan
membru makanan sendiri.

4. Cucilah tangan baik-bai sebelum makan dan sesudah menjamah dagin mentah atau
setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.
5. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran ditempat
bermain anak-anak
Pengobatan Toxoplasmosis
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan
trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus pamino asam benzoat dan siklus asam foist. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah
25-50 mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari
selama sebulan.
Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka
dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. Trimetoprimn juga
temyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi
antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih kalah
efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek
sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang
dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa
peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2-3
gram sehari selama seminggu atau 3 minggu kemudian disusul 2 minggu tanpa obat.
Demikian berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan
gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.

Menurut Lab. Immunologi FKUI sebaiknya dikombinasi pengobatan


antimikroba/parasit dan immunoterapi dan anti viral (pada Torch) :
1.

Isoprinosin (immunotherapy) 4x500 mg/hr 2hr/mgg

2.

Spiramisin (antitoksoplasma/anti parasit); 3x500 mg/hr selama 10 hari

3.

Acyclovir (anti viral) 3x200 mg/hr selama 10 hari

4.

Obat2 diatas diulangi setiap mgg (1) & setiap bulan (2&3) sampai
partus

Regimen Lain (Norwegia)

Primary maternal infection in pregnancy :


Trimester 1

: Spiramycin 9MIU (3 gr)/day continuously

Trimester 2, 3 : Spiramycin 9MIU (3 gr) /day continuously


or P+S+F (3 weeks),
then Spiramycin (3-6 weeks)
Evidence of fetal infection
(positive prenatal diagnosis) :
P+S+F (3 weeks), then Spiramycin (3-6 weeks)
Repeated courses until delivery
Or Fansidar : 2 tablets weekly until delivery
Doses : - Pyrimethamine (Daraprim) 50 mg first day, therafter 25 mg daily
- Sulfonamides : 1-2 g daily
- Folinic acid (Leucovorin / not folin acid) 5-15 mg x weekly
- Spiramycin (Rovamycin) : 3 gr (9 MIU) / day

2.1.2

RUBELLA

RUBELLA dalam KEHAMILAN


INFEKSI VIRUS PADA MASA PERINATAL:
Imunitas selama kehamilan :
o Kehamilan : penurunan fungsi kekebalan yang bersifat cell mediated
o Infeksi virus pada wanita hamil akan memperlihatkan gejala yang lebih berat
dibanding tidak hamil ( infeksi poliomyelitis, cacar air / chicken pox )
o Sistem kekebalan yang masih belum matang pada janin akan menyebabkan
janin atau neonatus lebih rentan terhadap komplikasi yang diakibatkan infeksi
virus
Gejalanya :

Biasanya terjadi demam ringan, sakit kepala, rasa lelah dan perasaan tidak karuan,

sakit tenggorokan, batuk


30-50% tidak bergejala
Ruam akan timbul sekitar 16-18 hari setelah terpapar
Pada orang dewasa kadang2 disertai sakit pada persendian

Risiko Transmisi Infeksi dan Kecacatan pada Janin

Terapi antivirus
o Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan
o Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus
varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil
o Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan
o Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama
kehamilan : Amantadine dan Ribavirin
o

Pencegahan aktif dan pasif


o Vaksin dengan virus hidup tidak boleh digunakan selama kehamilan termasuk
polio oral, MMR (measles mumps rubella), varicella

o Vaksin dengan virus mati seperti influenza, hepatitis A dan B boleh digunakan
selama kehamilan
o Imunoglobulin dapat digunakan selama kehamilan
Vaksinasi :

Bayi pada usia 1 tahun

Anak-anak remaja usia 11-12 tahun

Wanita usia subur yang seronegatif


* sebelum hamil (jika mungkin)
* setelah melahirkan

Para pekerja Healthcare

Batas waktu Vaksinasi


Dewasa

: bertahan > 8 thn (bila titer tinggi)

Anak-anak

: 25% akan kehilangan antibodinya 5 th kemudian

Oleh sebab itu perlu diperiksa kembali IgG Rubella pada saat merencanakan akan hamil (3-6
bulan sebelumnya)
Rubella ( German Measles ) disebabkan oleh infeksi single stranded RNA togavirus yang
ditularkan via pernafasan dengan kejadian tertinggi antara bulan Maret sampai Mei, melalui
vaksinasi yang intensif angka kejadian semakin menurun.
Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2 3 minggu
DIAGNOSIS :
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi.
IgM

IgM akan cepat memberi respon setelah muncul 2 -3 hari keluar ruam dan
kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 8 minggu ini merupakan kadar

puncak.
Dapat dideteksi pada 3 - 8 minggu.

Menetap hingga 6 - 12 bulan

IgG

Terdeteksi 5 - 10 hari setelah ruam (bisa lebih awal)


Kadar puncak dicapai sekitar 15 - 30 hari
Menurun perlahan sampai beberapa tahun hingga mencapai titer rendah dan
konstan

Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari hemagglutinationinhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu
atau setelah adanya IgM
Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase akut.
Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan
mendukung diagnosa infeksi Rubella.
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN :
10 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak
dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala
penyakit.
Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang
terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.
Infeksi fetal :
1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal
2. Abortus spontan
3. Sindroma Rubella kongenital
Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella kongenital
sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama ), resiko sindroma rubella
kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III

SINDROMA RUBELLA KONGENITAL :


Intra uterine growth retardation simetrik
Gangguan pendengaran
Kelainan jantung :PDA (Patent Ductus Arteriosus) dan
hiplasia arteri pulmonalis

Gangguan Mata :
Katarak
Retinopati
Mikroptalmia
Hepatosplenomegali
Gangguan sistem saraf pusat :
Mikrosepalus
Panensepalus
Kalsifikasi otak
Retardasi psikomotor
Hepatitis
Trombositopenik purpura
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG .
Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak
lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh
vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik.
Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI
Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan gamma
globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap
janin.
Yang Perlu melakukan Pemeriksaan Rubella:

Wanita sebelum hamil (idealnya)Pada kehamilan dini dan pada usia


kehamilan menjelang 20 mgg (bagi yang seronegatif)
Neonatus yang ibunya terinfeksi primerpada saat hamil

Penderita yang diduga terinfeksi


Setelah vaksinasi

2.1.3 CYTOMEGALOVIRUS
CYTOMEGALOVIRUS dalam KEHAMILAN

Cytomegalovirus CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus
Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l
tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ;
transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan
pervaginam.
Cara penularannya Respiratory droplets, kontak dengan sumber infeksi (saliva, urin,
sekresi serviks dan vagina, sperma, ASI, airmata), melalui transfusi dan transplantasi organ
Secara vertikal dari ibu ke janin :

prenatal (plasenta)
perinatal (pada saat kelahiran)
postnatal (ASI, kontak langsung)

30 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita
hamil 50 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi
menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan
bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis
dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan
dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
DIAGNOSIS
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain.
Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 6 bulan
pasca infeksi dan bertahan sampai 1 2 tahun kemudian.
IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :

1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi
yang tepat
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
Yang perlu dilakukan Pemeriksaan :

Donor darah atau organ


Resipien organ transplantasi
Wanita sebelum hamil (idealnya), bila negatif, periksa pada kehamilan dini,

selanjutnya pada kehamilan lanjut .


Neonatus yang ibunya terinfeksi

DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN


CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 2.5 % bayi lahir
hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan
infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar
40 50%.
10 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
1. Hidrop non imune
2. PJT simetrik
3. Korioretinitis
4. Mikrosepali
5. Kalsifikasi serebral
6. Hepatosplenomegali
7. hidrosepalus

80 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala:
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
CNV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin
sebesar 0.15% 1%
Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan.
Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf
pusat
2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion

2.1.4

HERPES SIMPLEX

HERPES GENITALIS dalam KEHAMILAN

Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex HSV tipe 1 dan 2

antibodi HSV 2 ditemukan pada 7.6% darah donor, namun hanya 50% yang
menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa banyak infeksi
herpes yang bersifat subklinis

Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita muda

Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan diikuti
dengan penyembuhan secara spontan

HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer kedalam ganglion dorsal
dan tetap tinggal dalam fase istirahat.(masa laten), reaktivasi akan menyebabkan
timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi penularan.

GEJALA dan TANDA


Infeksi Primer :

Merupakan paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat menyebabkan lesi
vulva dan disuria namun kadang kadang juga tanpa gejala. Seringkali di diagnosa
sebagai infeksi traktus urinarius atau candidiasis

Pada pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat. Kadang
disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal

Infeksi non-primer, episode pertama herpes genitalis


Terjadi pada penderita dengan riwayat lesi oro-labial HSV-1 yang kemudian mendapatkan
infeksi genital-HSV 2.
Terdapat perlindungan silang dari infeksi oro-labial sehingga gejala yang ditimbulkan oleh
HSV 2 lebih ringan dibandingkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi HSV 1
Infeksi non primer ini biasanya lebih asimptomatik dibandingkan infeksi primer.
Herpes Rekuren

Episode ulangan dapat asimptomatik (subklinis). Gejala yang timbul biasanya ebih
ringan dibandingkan infeksi pertama. Seringkali didahului oleh rasa gatal, pedih atau
ngilu di area yang akan timbul erupsi

Pada pemeriksaan dijumpai satu atau dua ulcus yang meliputi area kecil

90% penderita infeksi HSV 2 dan 60% pada infeksi HSV 1 akan mengalami
kekambuhan dalam tahun pertama. Rata rata kekambuhan 2 kali pertahun , namun
beberapa penderita memperlihatkan gejala ulangan yang lebih sering

DIAGNOSIS
Metode diagnosa utama adalah kultur virus pada ulkus
TERAPI dan PENATALAKSANAAN
Herpes primer dan episode infeksi pertama kali

Obat antivirus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak dapat
mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang

Regimen :
o Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari ( untuk ibu hamil dan menyusui)
o Famcyclovir 3 dd 250 mg selama 5 hari
o Valciclovir 2 dd 500 mg selama 5 hari

Analgesik

Pemeriksaan PMS lain

Penjelasan akan kemungkinan berulangnya penyakit

Herpes Genital Rekuren

Rekurensi bersifat self limiting dengan terapi suportif

Rekurensi dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin saat erupsi
belum muncul

Dosis :
o Acyclovir 5 dd 200 mg selama 5 hari
o Famciclovir 2 dd 125 mg selama 5 hari
o Valaciclovir 1 dd 500 mg selama 5 hari

KOMPLIKASI

Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan , khususnya bila terjadi pada
trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan lahir.

Herpes Genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2 3 kali lipat

Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang

Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau neuropatia otonomik

Infeksi jarang menyebar keseluruh tubuh hingga life threatening

Keadaan ini sering terjadi pada ganguan kekebalan dan masa kehamilan.

Yang perlu dilakukan Pemeriksaan :

Penderita yang diduga terinfeksi


Wanita sebelum hamil bila (-) periksa pada kehamilan dini
bila (-), periksa pasangannya
bila (-), pasangan (+) dgn riwayat
Herpes Genital, periksa (istri) menjelang akhir kehamilan
Neonatus yang ibunya terinfeksi

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo
Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta
kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran,
cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan.
3.2

Saran

Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan
cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih
dan makan makanan yang dimasak dengan matang.

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetricians and Gynecologists. Perinatal viral and parasitic


infections. Technical Bulltein no 177.Washington DC . ACOG 1993
2. Couvreur J, Desmonts G, Thulliez P. Prophylaxis of congenital toxoplasmosis.
Effects of spiramycin on placental infection. J Antimicrob Chemother. 1988;(Suppl
B):193200. [PubMed]
3. C Giannoulis, B Zournatzi, A Giomisi, E Diza, and I Tzafettas Toxoplasmosis
during pregnancy: a case report and review of the literature.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2504397 Retrived
September 2009
4. Gilbert R, Gras I; European Multicentre Study on Congenital Toxoplasmosis. Effect
of timing and type of treatment on the risk of mother to child transmission of
Toxoplasma gondii. BJOG 2003;110:112-20.
5. Thiebaut R, Leproust S, Chene G, Gilbert R. Effectiveness of prenatal treatment
for congenital toxoplasmosis: a meta-analysis of individual patient's data. Lancet.
2007;369:115122. [PubMed]
6. Wallon M, Liou C, Garner P, Peyron F. Congenital toxoplasmosis: systematic
review of evidence of efficacy of treatment in pregnancy. BMJ. 1999;318:15111514.
[PubMed]
7. American College of Obstetrician and Gynecologist : Rubella in Pregnancy.
Technical Bulletin no 171. Washington DC , ACOG 1992
8. Dontigny L, Arsenault My, Martel MJ : Rubella in Pregnancy. SOGC Clinical
Practice Guideline ,No 203, February 2008.
http://www.sogc.org/guidelines/documents/guiJOGC203CPG0802.pdf retrieved on
September 2009
9. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Genital Herpes Fact Sheet.
Updated 1/4/08.
10. Gardella, C., and Brown, Z.A. Serologic Testing for Herpes Simplex Virus.
Contemporary Ob/Gyn, October 2007, pages 54-58.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Management of
Herpes in Pregnancy. ACOG Practice Bulletin, number 82, June 2007.
12. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines 2006. Morbidity and Mortality Weekly Report, volume 55, RR11, August 4, 2006.
13. Brown, Z.A., et al. Genital Herpes Complicating Pregnancy. Obstetrics and
Gynecology, volume 106, number 4, October 2005, pages 845-856.
14. Kimberlin, D.W., et al. Natural History of Neonatal Herpes Simplex Virus Infections
in the Acyclovir Era. Pediatrics, volume 108, number 2, August 2001.

Anda mungkin juga menyukai