Disusun Oleh:
Cendraiin I Minangkabau, S.Ked
2008 52 011
Pembimbing :
dr. Nelly Y Rumpaisum Sp.S
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA - PAPUA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima oleh penguji Laporan Kasus dengan judul Radikulopati
Thorakal Setinggi Medula Spinalis Vertebra Thorakal IX-XII Et Causa Spondilitis
Tuberculosa, sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepanitraan Klinik Madya pada
SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, pada:
Hari
: Rabu
Tanggal
: 11 November 2015
Mengesahkan,
I.
II.
IDENTITAS
NO.DM
: 01 31 35
NAMA
: Ny. Y. D
UMUR
: 42 Tahun
JENIS KELAMIN
: Perempuan
MRS
: 18-09-2015
KRS
: 15-10-2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lemah pada kedua kaki
1.RPS
:
3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan lemah pada kedua kaki. Pasien
mengaku merasakanlemah pada kedua kaki, sehingga pasien tidak mampu untuk berjalan
sendiri dan apabila berjlana harus dibantu oleh orang lain. Awalnya pasien hanya merasakan
kram-kram pada kedua kaki namun pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa, namun 1
minggu kemudian kedua kaki terasa seperti kaku dan 1 minggu kemudian lagi pasien sudah
tidak mampu menggerakkan kedua kaki.
2.RPD
:
- Riwayat trauma pada tulang belakang pada saat pasien masih SMP
- DM (-)
- Hipertensi (-)
- Jantung (-)
- Riw.putus OAT < 1 bulan pada tahun 2013
3.Vital Sign:
TekananDarah
Nadi
Respirasi
Suhu
Kesadaran
4. Pemeriksaan Fisik
: 120/80 mmHg
: 80 x/mnt
: 20 x/mnt
: 36,5oC
: compos mentis (E4V5M6)
Status Interna
Kepala/leher
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pembesaran KGB (-), oral
Thoraks
candidiasis (-)
Paru
: Simetris, retraksi (-), ikut gerak napas, Suara napas
costa/tidak teraba)
Akral hangat, udema(-), ulkus (-)
Abdomen
Ekstremitas
Status Neurologis
Rangsang
Meningeal
Saraf Otak
Motorik
Sensibilitas
Vegetatif
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
5
:
:
:
:
1 2
Normostesia
BAB/BAK (+/+), Makan/Minum (+/+)
BTR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+)
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaefer (-/-)
Hasil
18/09/2015
Hasil
21/09/201
9,6 g/Dl
7,94/mm3
261 103/uL
26,8 %
5
9,1 g/dL
8,16 /mm3
275 103/uL
28,7 %
Nilai Rujukan
12,0 18,0
5.000 10.000/mm3
150-400/uL
35,0 % 54,0 %
LED I
LED II
Parasit Malaria
70
105
-
Negatif
IV.
Hasil
21/09/2015
3,4 mg/dL
25 mg/dL
0,9 mg/dL
24 U/I
13 U/I
236 mg/dl
76 mg/dL
45
176
Nilai Rujukan
3,8 5,1 g/dl
10 50 mg/dl
P: 0,6-1,1 mg/dl, W :0,5- 0,9 mg/dl
P: 8-37 U/I, W :8 31 U/I
P: 6-42 U/I, W :6 32 U/I
<200 mg/dl
<150 mg/dL
Pria : 35-55 Wanita : 45-65
<150
DIAGNOSA KERJA :
Radikulopati Lumbal
VI.
FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal
13/09/2015
Catatan
S : lemah pada kedua kaki
Ketorolac 1amp +
15/09/2015
(E4V5M6)
jam
Tindakan
IVFD RL 500cc +
Keterangan
-
80x/mnt, R : 20x/mnt, SB :
36,5oC
Inj.Mecobalamin 3x1
amp (iv)
Status Interna
Kepala/leher : Conjungtiva
anemis -/-, Sklera ikterik -/-,
Pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-),
ikut gerak nafas, Suara nafas
vesikuler +/+, Rho (-/-), Whe
(-/-), BJ I-II Regular, Murmur
(-), galop (-)
Abdomen: cembung supel, BU
(+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat,
udema (-),ulkus (-)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku
kuduk (-),Lasegue/kernig (-/-),
Brudzinky I,II,III (-/-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat
isokor, OD : 3 mm, reflex
cahaya (+/+), reflex kornea (+/
+), Wajah : simetris
Motorik :
5
Sensibilitas : Normostesia
Vegetatif : Makan/Minum (+/
+), BAB/BAK (+/+)
Refleks Fisiologis : BTR (+/+),
KPR (+/+), APR (+/+)
Refleks Patologis : Babinsky
(-/-), chaddock (-/-), gonda
(p.o)
-
VII.
DIAGNOSA AKHIR :
Radikulopati Thoracal Setinggi Medula Spinalis Vertebra Thoracal X-XII e.c
Spondilitis TB
IX.
RESUME
3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan lemah pada kedua kaki.
Pasien mengaku merasakanlemah pada kedua kaki, sehingga pasien tidak mampu untuk
berjalan sendiri dan apabila berjlana harus dibantu oleh orang lain. Awalnya pasien hanya
merasakan kram-kram pada kedua kaki namun pasien masih dapat beraktivitas seperti
biasa, namun 1 minggu kemudian kedua kaki terasa seperti kaku dan 1 minggu kemudian
lagi pasien sudah tidak mampu menggerakkan kedua kaki. Kesadaran: compos mentis,
TD: 120/80 mmHg, N: 80x/m, R: 20x/m, SB: 36,50C. Kekuatan motorik extremitas
kanan 5/1, extremitas kiri 5/2,
X.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana mendiagnosis Radiculopati Thoracal Setinggi Medula Spinalis
Thoracal X-XII e.c Spondilitis TB ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Radiculopati Thoracal Setinggi
Medula Spinalis Thoracal X-XII e.c Spondilitis TB ?
PEMBAHASAN
A. Radikulopati
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau batang otak
( pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang otak ( sistem saraf perifer ). Lebih sering
penyebab kerusakan pada otak adalah stroke, tumor, truma ( disebabkan jatuh atau pukulan ),
multiple sclerosis ( penyakit yang merusak bungkus pelindung yang menutupi sel saraf ),
serebral palsy ( keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat setelah lahir ),
gangguan metabolik ( gangguan dalam penghambatan kemampuan tubuh untuk
mempertahankannya ).
Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau kecelakaan
mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam atau dengan segera
berdekatan pada tulang belakang termasuk : tumor, herniasi sendi ( juga disebut ruptur
sendi ), spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang atau multiple sklerosis.
Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel sindrom, Gullain Barre
Syndrom, radiasi, toksin atau racun, CIDP, penyakit dimielinisasi.
Tanda dan gejala
Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian saraf yang rusak.
Hemiplegia disebabkan kerusakan otak pada sisi berlawanan dengan paralysis, biasanya dari
stroke. Paraplegia terjadi setelah injuri pada bagian bawah batang otak , dan quadriplegia
terjadi setelah kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu atau lebih tinggi ( saraf
yang mengontrol lengan sejajar tulang belakang ). Diplegia biasanya mengindikasikan
kerusakan otak, lebih sering karena serebral palsy. Monoplegia mungkin disebabkan
pemisahan kerusakan diantara system saraf pusat atau saraf perifer. Kelemahan atau paralysis
hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki dapat mengindikasikan penyakit diemelinisasi.
Gejala berfluktuasi dalam membedakan bagian tubuh mungkin disebabkan multiple sclerosis.
Kejadian paralysis lebih sering disebabkan injuri atau stroke. Penjalaran paralysis
mengindikasikan penyakit degeneratif, penyakit infeski seperti GBS atau CIDP, gangguan
metabolisme . Gejala lain yang sering menyertai paralisis termasuk mati rasa dan perasaan
kesemutan, nyeri, perubahan penglihatan , kesulitan berbicara,atau masalah dengan
keseimbangan. Cedera pada batang otak sering menyebabkan menurunnya fungsi kandung
kemih, BAB dan organ sex. Injuri diatas batang otak dapat menyebabkan kesulitan dalam
bernafas.
Kelainan pada saraf bisa berupa kelainan pada:
1.
Korteks Cerebri: cirinya terjadi gangguan fungsi luhur yaitu gangguan dalam berbahasa,
Capsula Interna: terdapat nervus VII dan XII yang bersifat kontralateral. bila ada
kelainan maka menyebabkan lesi pada otot-otot bicara yang mengakibatkan bicara pelo.
3.
Medulla Spinalis: bila lesi setinggi cervical terjadi kelumpuhan tangan dan kaki, bila
lesi setinggi thorakal terjadi kelumpuhan tungkai, bila lesi setinggi lumbosakral terjadi
kelumpuhan hanya tungkai. Perbedaan lesi pada thorakal dan lumbosakral yaitu pada letak
lesi motoriknya. kalo pada thorakal di upper motorneuron, sedangkan pada lumbosakral di
lower motorneuron.
4.
Batang otak: Lesi berupa kelumpuhan anggota gerak yang bersifat kontralateral (bila
lumpuh pada sebelah kanan maka lesi pada saraf sebelah kiri)
Pemeriksaan
a. Anamnesis dan Inspeksi :
1) Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat
malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam
hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada pasien anak-anak, dapat juga
terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Demam (terkadang
demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu makan akan
terlihat dengan jelas.
2) Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah
disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus terjadi pembesaran dari nodus
limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.
3) Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku.
Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi
panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya
sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku mengelilingi
rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika
menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda
spinalis dan menyebabkan paralisis.
4) Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulan
belakang, skoliosis, bayonet deformity, spondilolistesis, dan dislokasi.
5) Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal.
b. Palpasi :
Sesuai dengan inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat adanya gibbus
pada area tulang yang mengalami infeksi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis. Laju endap darah
meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.
2) Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area
dan
osteoporosis
regional.
Penyempitan
ruang
diskus
Pada pasien ini didapatkan lesi pada medula spinalis setinggi thorakal IX-XII sehingga
terjadi kelumpuhan pada ekstremitas inferior. Pada anamnesis didapatkan pasien
pernah mengkonsumsi OAT namun terputus, pemeriksaan terdapat Gibbus dan pada
pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan Laboratorium: LED meningkat
yaitu LED I : 70 LED II 105, pada hasil roentgen thoracal terdapat destruksi pada
thoracal XII.
PENATALAKSANAAN
Kuman tuberkulosa pada umumnya dapat dibunuh atau dihambat dengan
pemberian obat-obat anti tuberkulosa, misalnya kombinasi INH, ethambutol,
pyrazinamid dan rifampicin. Namun karena vertebra yang terinfeksi mengalami
destruksi dengan pembentukan sekuester dan perkejuan, maka tindakan bedah
menjadi penting untuk dapat mengevakuasi sumber infeksi dan jaringan nekrotik.
Destruksi korpus vertebra dapat menyebabkan kompresi terhadap medulla spinalis
dan menyebabkan defisit neurologik, sehingga memerlukan tindakan bedah. Dasar
penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit,
obat-oabat anti tuberkulosa dan pengeluaran abses.
a. Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.
5) Tirah baring (bed rest)
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips terutama pada keadaan
akut atau fase aktif. Istirahat ditempat tidur dapat berlangsung 3 4 minggu,
sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis, radiologis dan laboratoris.
Nyeri akan berkurang, spasme otot-otot paravertebral menghilang, nafsu
makan pulih dan berat badan meningkat., suhu tubuh normal. Secara
laboratoris, laju endap darah menurun, tes mantoux diameter < 10 mm. Pada
pemeriksaan radiologis tidak dijumpai penambahan destruksi tulang, kavitasi
ataupun sekuester.
b. Anti Tuberkulosa
Obat
anti
rifamipicin (RMP),
tuberkulosa
yang
pyrazinamide
utama
(PZA),
adalah
isoniazid
streptomycin
(SM)
(INH),
dan
ethambutol (EMB).
Di bawah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa
yang primer:
I.
Isoniazid (INH)
Bersifat bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler
Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.
Bekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat.
Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal.
II.
secara
relatif
(bersifat
reversibel
serebrospinal.
Efek samping yang paling sering terjadi : perdarahan pada traktus
gastrointestinal,
cholestatic
jaundice,
trombositopenia
dan
III.
dengan
dose
bila
Pyrazinamide (PZA)
Bekerja secara aktif melawan basil tuberkulosa dalam lingkungan
yang bersifat
asam
dan
paling
efektif
di
intraseluler
(dalam
IV.
V.
central scotoma.
Relatif aman untuk kehamilan
Dipakai secara berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal
Dosis : 15-25 mg/kg/hari
Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal
Efektif dalam lingkungan ekstraseluler yang bersifat basa sehingga