Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN ANAK

ASKEP MORBILI DAN ATRIUM SEPTUM DEFEK


PADA ANAK

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Ade Septi Handayani


Adela Sari
Maftuhati
Novika Analely Harahap
Ratri Arseno

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Dahulu, selama berabad-abad, campak ( rubeola, morbili ), merupakan

penyakit menular masa kanak-kanak yang paling umum. Walaupun campak tidak
umum lagi di Negara yang memberikan vaksin secara luas, tetapi ketimpangan
antara Negara maju dan Negara lain yang kurang perawatan kesehatan untuk bayi
dan anak sangat mencolok. UNICEF memperkirakan lebih dari 1 juta kematian
setahun disebabkan oleh campak dan komplikasinya pada anak di Negara
berkembang di seluruh dunia.
Menurut data SKRT ( 1996 ) insiden campak pada balita sebesar
528/10.000. angka tersebut jauh lebih rendah disbanding tahun 1982 sebelum
program imunisasi campak dimulai, yaitu 8000/10.000 pada anak umur 1-15
tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan insiden
campak. Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung
turun pada ssemua umur. Pada bayi ( < 1 tahun ) dan anak umur 1-4 tahun terjadi
penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relative
landai.
Saat ini programpemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi
yaitu penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap
eliminasi dan akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap
eliminasi, penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya penjamunya
adalah manusia.
Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, manifestasi
klinis dan pemeriksaan penunjang, komplikasi penyakit campak, serta asuhan
keperawatan dari penyakit campak itu sendiri.

1.2.

Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini sebagai berukut:
1. Bagaimana konsep medis Morbili?

2. Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus


morbili?
3. Bagaimana konsep medis Atrium Septum Defek?
4. Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
Atrium Septum Defek?
1.3.

Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini agar mahasiswa memahami dan

mengerti tentang:
1. Konsep medis Morbili.
2. Gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Morbili.
3. Konsep medis Atrium Septum Defek.
4. Gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Atrium
Septum Defek

BAB II
KONSEP MEDIS

A.

MORBILI

1.

Definisi
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan

berbentuk mukolo papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 380c ata
lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah. ( WHO )
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan
tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( ilmu
kesehatan anak 2:624 )
Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
( peradangan selaput ikat mata / konjungtiva ) dan ruam kulit.
2.

Etiologi
Virus campak

adalah

anggota

genus

Morbillivirus

dari

family

paramiksovirus. Penyakit pada anjing, rinderpest ( plak ternak ), dan hewan


pemamah biak peste des petiis adalah morbillovirus lain yang memberikan derajat
keterkaitan imunologi yang jelas dengan campak, memberikesan adanya suatu
jalur evolusi bersama lebih awal dalam hal kemunculannya pada pejamu yang
spesifik ( anjing, ternak, kambing, manusia ).
Virus campak mempunyai RNA untai lurus negative di dalam kapsid
heliks protein yang tertutup oleh membrane luar lemak dan protein. Virionnya
adalah pleomorfik, dengan diameter antara 100-250 nm. Enam protein structural
telah ditemukan dan fungsinya terlibat dalam beberapa sifat khas virus yang
telah diketahui ( table 2-1 ). Virus sangat tidak tahan panas tetapi hidup dalam
jangka waktu lama pada temperature rendah. Virus campak memperbanyak diri
dalam berbagai cara, baik dibiakan sel primer maupun dibarisan yang stabil; sel
yang berasal dari manusia dan monyet paling dapat dipercaya untuk isolasi virus
permulaan tetapi setelah beberapa kali isolasi, virus mudah berbiak dalam biakan
jaringan spesies lain.
Antibodi muncul di dalam serum 12-15 hari setelah infeksi pada manusia
atau hewan percobaan. Antibodi itu menetralisasi kerja virus secara spesifik,
memfiksasi komplemen dengan antigen virus dan menghambat hemaglutinasi dan
hemolisis oleh virus. Tidak terbukti adanya perbedaan antigen yang bermakna
pada strain campak selama 40 tahun ini. Keseragaman ini berkaitan dengan sangat
jarang terjadinya serangan kedua pada penyakit ini.

3.

Patologi
Reaksi seluler terutama monositik, hyperplasia limfoid yang tersebar luas

di adenoid, tonsil, timus, limpa, plak peyer, apendiks dan nodus limfatikus sangat
khas, di dalam focus yang sedang aktif ini ditemukan sel besar dengan nucleus
multiple. Sel yang mengandung inklusi juga ditemukan di trakea, bronkus dan
bronkiolus. Dengan dikenainya lapisan mukosa saluran pernapasan ini, maka
epitel yang terkena rontok kedalam saluran bersama dengan makrofag, lender dan
debris sel. Eksudat mononuclear peribronkus meluas keberbagai derajat dengan
pola intertisial dan terlihat makrofag di dinding alveolus.
Jika terjadi ensefalomielitis setelah campak, terjadi serangan dimielinasi
perivaskuler yang menonjol terutama di substantia alba juga dilapisan korteks
lebih dalam. Bedungan perivaskuler sel microglia, limfosit dan sel plasma jelas
terlihat disekitar vena kecil, yang sel endotelnya membengkak.
4.

Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan

berbiak. Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung
virus dari secret nasofaring pasien campak. Di tempat masuk kuman, terjadi
periode pendek perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh
viremia primer singkat bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada
agen untuk menyebar ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri
di jaringan limfoid. Viremia sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan dengan
awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak saat itu ( kira-kira 9 sampai 10
hari setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di
seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus juga
dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.pasien paling mungkin
menularkan pada orang lain dalam periode 5 sampai 6 hari. Dengan mulainya
awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi awal ), perbanyakan virus
berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine, tempat virus
bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya
eksantema adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum yang
ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan
gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa hari

kemudian karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi
melintasi barisan sel epitel traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media,
bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.
Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan
imunisasi campak akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang
dikandungnya. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai bayi ( khususnya yang
berusia dibwah 5 bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang pernah
menderita campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.
WOC
VIRUS

MORBILA
UDARA
24 JAM
ASAM
LAMBUNG

MUAL
MUNTAH
ANOREKSIA
GANG.NUTR

GASTER

REAKSI

VIRUS

INFEKSI

METAB.

HIPERTERMI
DITANDAI:
PANAS,
MALAISE

KERINGAT,
EVAPORASI

KEKURANGAN
VOLUME
CAIRAN

Manifestasi klinis
Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga
stadium, yaitu : Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi
dalam 3 stadium yaitu:
1. Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Panas
Malaise
Batuk
Fotofobia
Konjungtivitis
Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,

timbul bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi
oleh eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili
dalam waktu 2 minggu terakhir.
2.

Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Kadang terlehat bercak koplik
c. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Splenomegali
f. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut Black Measles yaitu morbili yang disertai
pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi).
Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi.
5.

Pemeriksaan Penunjang
a) Serologi

Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk


memastikannya. Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi
complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak
langsung.
b) Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata,
senterum germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti
banyak yang tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan
jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik
sampak. Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c) Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
d) Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e) Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal,
kadar elektrolit darah dan analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap),
bronkopneumonia ( dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah ).
6.

Komplikasi

Otitis Media Akut


Laringitis
Bronkipneumonia
Mastoiditis
Encephalitis
Gastroenteritis
Gangguan Gizi

7.
Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi
pasien yang tidak mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat
replikasi virus campak invitro, tidak terlihat hasil yang nyata pada pemberian
invivo. Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk demam tinggi dan obat
penekan batuk mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian
pengobatan yang lebih spesifik seperti pemberian anti mikroba yang tepat
harus digunakan untuk mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder.

Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang


menimbulkan tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak
yang kurang gizi, WHO menganjurkan supplement vitamin A dosis tinggi di
semua daerah dengan defisiensi vitamin A. supplement vitamin A juga telah
memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan pneumonia dan
laringotrakeobronkitis akibat kerusakan virus campak pada epitel traktus
respiraturius bersilia. Pada bayi usia di bawah 1 tahun diberi vitamin A
sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien lebih tua diberikan 200.000 IU. Dosis
ini diberikan segera setelah diketahui terserang campak. Dosis kedua
diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan vitamin A dimata
dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular.
Selain itu sering menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan
gizinya buruk sehingga mudah sekali mendapatkan komplikasi terutama
bronkopneumonia. Pasien campak dengan bronkopnumonia perlu dirawat di
rumah sakit karena memerlukan perawatan yang yang memadai
( kadang perlu infuse atau oksigen ). Masalah yang perlu diperhatikan ialah
kebutuhan nutrisi, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman nyaman, risiko
terjadinya komplikasi.
a. Kebutuhan Nutrisi
Campak menyebabkan anak menderita malaise dan
anoreksia. Anak sering mengeluh mulut pahit sehingga tidak mau
makan atau minum. Demam yang tinggi menyebabkan pengeluaran
cairan lebih banyak. Keadaan ini jika tidak diperhatikan agar anak
mau makan ataupun minim akan menambah kelemahan tubuhnya
dan memudahkan timbulnya komplikasi.
b. Gangguan suhu tubuh
Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang
disebabkan infeksi virus ini pada akhirnya akan turun dengan
sendirinya setelah campaknya keluar banyak, kecuali bila terjadi
komplikasi demam akan tetap berlangsung lebih lama. Untuk

menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan jika


tinggi sekali diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya
kejang.
c. Gangguan rasa aman nyaman
Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak
enak badan, pusing, mulut terasa pahit dan kadang muntah-muntah.
Biasanya anak juga tidak tahan meluhat sinar karena silau, batuk
bertambah banyak dan akan berlangsung lebih lama dari
campaknya sendiri. Anak kecil akan sangat rewel, pada waktu
malam anak sering minta digendong saja. Jika eksantem telah
keluar anak akan merasa gatal, hal ini juga menambah gangguan
aman dan kenyamanan anak. Untuk mengurangi rasa gatal tubuh
anak dibedaki dengan bedak salisil 1% atau lainnya ( atas resep
dokter ). Selama masih demam tinggi jangan dimandikan tetapi
sering-sering dibedaki saja.
d. Resiko terjadinya komplikasi
Campak sering menyebabkan daya tahan tubuh sangat
menurun. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji tuberculin yang
semula positif berubah menjadi negative. Ini menunjukkan bahwa
antigen antibody pasien sangat kurang kemampuannya untuk
bereaksi terhadap infeksi. Oleh karena itu resiko terjadinya
komplikasi lebih besar terutama jika keadaan umum anak kurang
baik, seperti pada pasien dengan malnutrisi atau dengan penyakit
kronik lainya.
8.
a.

Pencegahan
Imunisasi Pasif
IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah

gambaran klinis dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan
harus segera diberi IG 0,25 ml/kg BB, untuk mencegah campak. Bila telah
berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat diandalkan untuk mencegah
maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang dimodifikasi
globulin memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas
memanjang dan berbagai keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka

tetap sebagai sumber penular potensial pada individu yang berkontak dengan
mereka. Oleh karena sifat kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus
diikuti oleh iminisasi aktif dalam 3 bulan setelah itu. Karena dosis besar
immunoglobulin saat ini sering deberikan untuk pencegahan atau pengobatan
sejumlah gangguan ( misal infeksi HIV, penyakit Kawasaki, trombositopenia
imun, hepatitis B dan profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang
dianjurkan sebelum vaksin virus campak. Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan
bergantung pada produk dan jumlah globulin yang diberikan.
b.

Imunisasi Aktif
Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular

dan tidak ada hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder dan komplikasi
neurologi.
Efek profilaksis vaksin hidup yang diberika mencapai 97%. Vaksin
yang dilemahkan menimbilkan reaksi ringan. Respon demam yang terjadi pada
5 sampai 15% anak memberikan sedikit rasa tidak nyaman, toksisitas atau
ketidakmampuan. Eksantem yang dimodifikasi dengan berbagai bentuk bisa
terjadi setelah serangan demam pada kurang dari 5% pasien yang divaksinasi.
Observaasi terus menerus pada anak yang mendapat vaksin hidup 20 sampai 25
tahun yang lalu memperlihatkan antibody menetap dan efek protektif yang
lebih baik dibandingkan dengan yang menderita campak secara alami.
1) Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu :
a.
Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan
b.

( tipe Edmonston B ).
Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus
campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan
garam aluminium ).

2) Dosis dan cara pemakaian


Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang
dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. untuk vaksin hidup,
pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil
yang baik. Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun
demikian dapat diberikan secra intramuscular. Daya proteksi vaksin

campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indicator


pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus
campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
B. Atrium Septum Defek
1.

Pengertian
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa

lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin. Atrial Septal Defect (ASD)
adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas
(atrium kiri dan atrium kanan).
Kelainan jantung ini mirip seperti Ventrikel Septal Defect (VSD), tetapi
letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini
menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect (ASD) adalah adanya hubungan (lubang) abnormal
pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung
bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium.
Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini
dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen
ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum
sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum
primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat
antar bilik atau pada bantalan endokard.
2.

Macam-macam Defek
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah

sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri
sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan
aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa
penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan
menambal defek dengan sepotong dakron. Berdasarkan lokasi lubang,
diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:

1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin


disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan
Atrium Kanan.

3.

Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa

faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD,
faktor faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor prenatal
a) Ibu menderita infeksi rubella
b) Ibu Alkoholisme
c) Umur ibu lebih dari 40 Tahun
d) Ibu menderita IDDM
e) Ibu meminum obat obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b) Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c) Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d) Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal,
pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan
sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini
biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium
kiri ke atrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum
atrium ini tidak diketahui.
4.

Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang

mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain

ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan
ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel
kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan
bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit
vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi
dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Pathway

Manifestasi k

Adapun manifestasi klinis dari Ateri Septal Defect


a) Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
b) Dispnea (kesulitan dalam bernafas)
c) Sesak nafas ketika melaukan aktivitas
d) Jantung berdebar debar (palpitasi)
e) Aritmia
f) Clubbing finger

5.
Komplikasi
Adapun komplikasi dari Aterial Septal Defect
a) Gagal jantung
b) Penyakit pembuluh darah paru
c) Endokarditis

6.

7.

d) Aritmia
e) Clubbing finger
Pemeriksaan diagnostic
a) Rontgen dada
b) Ekokardiografi
c) Doppler berwarna
d) Ekokardiografi trans esophageal
e) Kateterisasi jantung
f) MRI dada
g) Foto thorax
Penatalaksanaan
a) Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10
tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila
terjadi sindrome Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk.
b) Amplazer Septal Ocluder
c) Sadap jantung (bila diperlukan).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
A.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CAMPAK

1.

Pengkajian
A. Indentitas Pasien
Nama ( Inisial )
Umur
Ttl
Jenis Kelamin
Alamat
Status Perkawinan
Agama
Suku
Pendidikan
Tgl MRS
No.RM
Diagnosa

: An.A
: 5 tahun
: 26/07/2010
: Laki-laki
: Jl.Mayor Zen.Lr.Surya Rt.25
: Belum kawin
: Islam
: WNI
: Belum sekolah
: 09/07/2015 , pukul 18:51:09
: 0000116139
: Morbilli

Tanggal Pengkajian
B. Penanggung Jawab
Nama
Jenis Kelamin
Agama
Hubungan dgn Pasien
Pekerjaan
Alamat

: 08/07/2015, pukul 20:15

: Ny.R
: Perempuan
: Islam
: Ibu
: Ibu Rumah Tangga
: Jl. Mayor Zen. Lr. Surya Rt.25

C. Status kesehatan saat ini


1. Keluhan Utama
: Demam Tinggi & Mual muntah
2. Lama Keluhan
: 5 Hari
3. Timbul Keluhan
: Secara Bertahap
4. Upaya yang dilakukan: berobat ke RS
D. Riwayat kesehatan yang lalu
E. Riwayat kesehatan keluarga
F. Pola kebiasaan sehari hari
1. Pemenuhan nutrisi
Makan 3 kali sehari
Tidak habis
Dalam porsi
BB : 14 kg
2. Pola eliminasi
Frekuensi BAB
Keluhan BAB
Karakteristik
Warna feses
Warna urine
3. Pola tidur dan istirahat
Waktu tidur
Lama tidur
Kebiasaan

::-

: 2 x sehari
:: lunak
: coklat
: kuning
: 21.00 WIB
: 8- 10 Jam
: Nonton tv

G. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien lemah dan kesadaran compos mentis
Tanda tanda vital
Suhu
: 38,9 c
Nadi
:110 x/m
Respirasi : 24 x/m
Pemeriksaan struktur organ dan fungsi
Kepala dan rambut: kepala berbentuk bulat, warna rambut
hitam dan bersih, dan kulit sawo matang.

Pengindraan:
Mata : selera ikterik, konjungtiva anemis
Hidung : bentuk hidung normal dan penciuman normal
Telinga : bentuk telinga normal , ketajaman pendengaran

normal.
Pencernaan
:
Mulut : bersih , mukosa lembab
Tenggorokan : tidak ada kesulitan menelan
Abdomen
: normal
Respirasi : bentuk dada normal tidak ada kelainan
Kardiovaskuler : tidak ada nyeri dada
Endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan getah

bening
Genitaurinaria

: bentuk alat kelamin normal, kandung

kemih tidak bermasalah


Persarafan : keadaan compos mentis,
Tingkat kesadaran : - Respon motorik : menurut (6)
- Respon buka mata : spontan (4)
- Rspon bicara
: orientasi(5)
Therapy : inj. Ceftriaxone (drip d5 % 100 cc)
Pct 3 x 1 1/4
Ambroxol 3 x
Salbutamol tab 3 x1/2
Nebulizer Nacl 2cc
IVFD Kaen 1 B gtt x/m ganti RL
H. Pemeriksaan penunjang
No

Analisa

Hasil

Nilai normal

Satuan

Hemoglobin

12,5 g/dl

P = 12 16
L = 14 18

Gr/dl

Leukosit

4000 uL

4000-10.000

Mm3

Trombosit

211.000 uL

150 450 ( Ribu

I. Analisa data
no Tanggal
1

Symptom

08/07/2014 Ds

etiologi
os Proses inflamasi

mengeluh panas
Do : suhu tubuh

Problem
Hypertermi

38,9 c
Mukosa

mulut

kering,

kulit

Suhu tubuh
meningkat

terasa panas.

Gangguan rasa
nyaman
2

09/07/2014 Ds

os Mual muntah

mengatakan
mual

Anoreksia

muntah

dan tidak nafsu

Nutrisi
kurang

dari

kebutuhan
Nutrisi Kurang

tubuh

dari kebutuhan

makan.
Do :
Lemas,

tubuh

Konjungtiva
pucat
Mukosa

mulut

kering.
3

10/07/2014 Ds

os Peningkatan

mengeluh haus, suhu tubuh

volume

lemas

cairan

dan

Kurangnya

muntah.
volume cairan
Do
:demam,
tubuh
kulit
kering,
suhu 39.7 cc.

J. Prioritas Masalah
1) Kekurangan volume cairan
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3) Hypertermi

Kekurangan

2.

Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh
b) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah sehingga anoreksia.
c) Hypertemi berhubungan dengan proses inflamasi

3.
Diagnosa
Keperawatan
1.Kekurangan

Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil

Intervensi

Tujuan: setelah dilakukan

1.
2.

volume cairan tindakan selama 2x24 jam


berhubungan

Gangguan volume cairan

dengan

tubuh dapat teratasi

peningkatan
suhu tubuh

Observasi tanda-tanda
dehidrasi

cairan

peningkatan suhu tubuh


3. Mengidentifikasi
berhubungan dengan

normal.

normal

pasien
2. Mengidentifikasi

dehidrasi yang

kembali

2) TTV dalam batas

1. Memantau kondisi

kemungkinan
3.

tubuh

Kaji KU dan kondisi pasien


Observasi tanda-tanda vital
( S,N,RR )

Kriteria hasil:
1) Volume

Rasional

peningkatan suhu yang


4.

Balance cairan (input dan

5.

out put cairan)


Beri pasien dan anjurkan
keluarga pasien untuk

6.

memberi minum banyak


Anjurkan keluarga pasien

dapat meyebabkan
kekurangan cairan.
4. Mengidentifikasi
kehilangan cairan.
5. Membantu mengatasi
kehilangan cairan.

untuk mengganti pakaian


pasien yang basah oleh

infeksi kuman.

keringat.

3.

Hipert

Tujuan: setelah dilakukan

a) Mandiri:

emi

tindakan selama 2x24 jam 1. Pantau hidrasi (misal :

berhubung

Adanya keseimbangan

turgor

an dengan

diantara produksi

membran mukosa).

adanya

panas, peningkatan

2. Pantau tekanan darah, nadi

proses

panas dan kehilangan

dan pernapasan

inflamasi.

panas pada tubuh

Pantau suhu minimal setiap

kulit,

6. Menghindari dari

kelembapan

1. Mengidentifikasi
terjadinya hipertermi
2. Mengidentifikasi
terjadinya proses
inflamasi

pasien.

dua jam, sesuai kebutuhan

Kriteria hasil:
1)

Suhu
pasien

tubuh
dalam

batas normal
2) Suhu kulit pasien
dalam
yang

rentang
diharapkan

1. Pengambilan tindakan

b) Edukasi :

dan penanganan segera

1. Ajarkan pasien/keluarga

berhubungan dengan

dalam mengukur suhu tubuh


untuh

mencegah

dan

secara

dini

mengenali
hipertermia.

hipertermia

1. Mengatasi peningkatan
suhu, demam yang

dalam waktu 24
jam.

c) Kolaborasi:

semakin tinggi.

1. Berikan obat antipiretik,


sesuai dengan kebutuhan.

4.
No.

Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa

Implementasi

Evaluasi

Keperawatan
Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

dengan

peningkatan

suhu tubuh

1. Melihat KU klien
2. Mengobservasi
3. Mengobservasi tanda-tanda dehidrasi: misalnya

S=

banyaknya keringat
4. mengobservasi tetesan infus dan lokasi

anaknya masih pan

penusukan jarum infus


5. memantau balance cairan (input dan out put
cairan)
6. menganjurkan pasien dan keluarga pasien untuk
memberi minum banyak
7. menganjurkan keluarga pasien untuk mengganti
pakaian pasien yang basah oleh keringat.

Ibu

pasie

megatakan

bahw

tinggi

O = suhu anak 38,9o

A = masalah belu
teratasi
P

intervensi,

lanjutka

lakuka

kompres pada anak

2.

Nutrisi kurang dari 1. Mengkaji


kebutuhan

riwayat

nutrisi,

termasuk

tubuh

makanan yang disukai.


2.
mengobservasi dan catat masukan makanan
berhubungan dengan
mual

muntah

sehingga anoreksia.

pasien.
3. Melakukan penimbangan berat badan tiap
hari
4. Memberikan

makanan

sedikit

dari

frekuensi sering dan atau makan diantara


waktu makan.
5. Melakukan observasi dan catat kejadian
mual atau muntah, dan gejala lain yang
berhubungan.

ibu

pasi

mengatakan
anaknya

bahw

masih

mu

dan muntah, tidak m


makan

O = muntah, mual d
makan tidak habis

A = masalah belu
teratasi

P = lanjutkan interven

sebelumnya, bila per


berikan suplemen

3.

Hipertemi

a) Mandiri:

berhubungan

1.

dengan

Memantau

S
hidrasi

(misal

turgor

kulit,

adanya kelembapan membran mukosa).

proses inflamasi.

2. memantau tekanan darah, nadi dan pernapasan


3. mematau suhu setiap dua jam.
b) Edukasi :
1. mengajarkan pasien/keluarga dalam mengukur
suhu tubuh untuh mencegah dan mengenali secara
dini hipertermia.
c) Kolaborasi:
1. membererikan obat antipiretik, sesuai dengan
kebutuhan: misalnya paracetamol.

ibu

pasi

mengatakan

bahw

pasien sudah berkura


panasnya
O

36,8o

suhu

membran
lembab,

muko
turgor

ku

membaik.
A = masalah teratasi

P = lanjutkan interven
mandiri keperawatan.

B.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Atrium Septum Defek(ASD)


1. Pengkajian
a) Riwayat kesehatan
Bukti penambahan BB yang buruk, makan buruk, intoleransi
aktivitas, postur tubuh tidak umum, atau infeksi saluran pernapasan yang
sering. Observasi anak terhadap manifestasi ASD Pada Bayi.
1) Dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis,
mengejan
2) Keletihan
3) Pertumbuhan

dan

perkembangan

buruk

(gagal

tumbuh)

Sebagian anak menderita KJB dapat tumbuh dan berkembang


secara normal. Pada kasus yang spesifik seperti VSD, ASD dan
TF, pertumbuhan fisik anak terganggu, terutama berat badannya.
Anak kelihatan kurus dan mudah sakit, terutama karena
mengalami

infeksi

saluran pernapasan.

Sedangkan

untuk

perkembangannya yang sering mengalami gangguan adalah aspek


motoriknya.
4) Pola Aktivitas
Anak-anak yang
melaksanakan

aktivitas

menderita TF
sehari-hari

sering tidak

secara

dapat

normal. Apabila

melakukan aktivitas yang membutuhkan banyak energi, seperti


berlari, bergerak, berjalan-jalan cukup jauh, makan/minum yang
tergesa-gesa, menangis atau tiba-tiba jongkok (squating), anak
dapat mengalami serangan sianosis. Hal ini dimaksudkan untuk
memperlancar aliran darah ke otak. Kadang-kadang tampak pasif
dan lemah, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan aktivitas
sehari-hari dan perlu dibantu.
b) Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail
terhadap jantung.

a. Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada


b. Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
Abnormal.
c. Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang
melalui katup pulmonalis
d. Tanda-tanda gagal jantung
e. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat
peningkatan

aliran

darah

yang

mengalir

melalui

katup

trikuspidalis
c) Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
d) Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
a. Inspeksi
1) Status nutrisiGagal tumbuh atau penambahan berat badan
yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
2) Warna Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit
jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan
anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
3) Deformitas dada Pembesaran jantung terkadang mengubah
konfigurasi dada.
4) Pulsasi tidak umum Terkadang terjadi pulsasi yang dapat
dilihat.
5) Ekskursi pernapasan Pernapasan mudah atau sulit (mis;
takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
6) Jari tabuh Berhubungan dengan beberapa type penyakit
jantung kongenital.
7) Perilaku Memilih posisi lutut dada atau berjongkok
merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
b. Palpasi dan perkusi
1) Dada Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung
dan karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan
pemeriksa saat mampalpasi)
2) Abdomen Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin
terlihat.
3) Nadi perifer Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo
(kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
c. Auskultasi
1) Jantung Mendeteksi adanya murmur jantung.

2) Frekwensi dan irama jantung Menunjukkan deviasi bunyi


dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek
jantung.
3) Paru-paru Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
4) Tekanan darah Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi
jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan
bawah) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
mis;

ekg,

radiografi,

ekokardiografi,

fluoroskopi,

ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah,


haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi
jantung.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek
struktur
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport
oksigen
c) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidak
adekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
d) Resiko tinngi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah
e) Resiko tinggi cedera (komplikasi )berhubungan dengan kondisi jantung
dan terapi
f) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit jantung (ASD)

3.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan/ Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1.

Resiko

tinggi

Setelah

dilakukan

penurunan curah

tindakan keperawatan

jantung

2x24 jam, penurunan

berhubungan

curah jantung dapat

dengan

teratasi.
Kriteria hasil:
1. Frekuensi

defek

struktur

jantung,

1. Beri digoksin sesuai


program

1. Membantu
mengendalikan ritme

2. Beri obat penurun


afterload

sesuai

program

jantung

dan

gagal

jantung kongestif.
2. Membantu
meningkatan

curah

jantung
tekanan

darah, dan perfusi

3. Beri diuretik sesuai


3. Membantu laju urin

program

yang

perifer berada pada


batas

dapat

berhubungan dengan

normal

mempelancar

sesuai usia
2. Keluaran

urine

sirkulasi

adekuat (antara 0,5

jantung.

kerja

2 ml/kg BB,
tergantung

pada

usia)

2.

Intoleransi

Tujuan: klien

aktivitas

periode

1. Membantu istirahat

mempertahankan

istirahat yang sering

jantung, agar tidak

berhubungan

tingkat energi yang

dan

bekerja

dengan

adekuat tanpa stress

tanpa gangguan

gangguan sistem

tambahan
Kriteria hasil:
1. Anak menentukan

transport
oksigen

dan

1. Berikan

melakukan

aktivitas

yang

sesuai

dengan

kemampuan
2. Anak mendapatkan
waktu
atau
tepat

istirahat
tidur

yang

periode

tidur

berkontraksi

2. Anjurkan prmainan
dan aktivitas tenang
3. Bantu anak memilih
aktivitas yang sesuai
dengan

usia,

kondisi,

dan

kemampuan.

atau

berlebihan.
2. Mengerakkan tubuh
tanpa memberatkan
kerja jantung.
3. Aktivitas
yang
sesuai kemampuan
anak

dapat

mempengaruhi
kerja

jantung

sehingga

kerja

jantung tidak diluar


batas

kemampuan

4. Hindari

suhu

lingkungan

yang

ekstrem

jantung.
4.

Suhu yan ekstrem


dapat menyebabkan
hipertermia

atau

hipotermia
sehingga
meningkatkan
kebutuhan oksigen.
3.

Perubahan

Tujuan:

pertumbuhan

dilakukan

dan

keperawatan selama ...

seimbang

perkembangan

pasien

dapat

mencapai

berhubungan

mengikuti

kurva

pertumbuhan

dengan ketidak

pertumbuhan

berat

adekuatan

badan

oksigen

dan

nutrien

pada

setelah
tindakan

dan

tinggi

melakuakan
usia
3.
Anak

yang
untuk
yang

badan;
pada

nutrisi

yang seimbang dapt


mempengarhu
tumbuh

adekuat
2. Pantau tinggi dan

untuk

yang adekuat
Anak
aktivitas

nutrisi

1. Pemenuhan

kembang

anak
2. Mengidentifikasi
tumbuh

kembang

anak

grafik pertumbuhan

pertumbuhan
2.

tinggi

gambarkan

mencapai

sosial.

diet

berat

badan
Kriteria hasil:
1.
Anak

jaringan; isolasi

1. Beri

menentukan

kecenderungan
pertumbuhan
3. Dapat memberikan

3. Mengatasi anemia

suplemen zat besi

sesuai
tidak

mengalami
isolasi sosial

untuk

mengatasi

anemia,
4. Tekankan
anak

bahwa

mempunyai

kebutuhan
sama
sosialisasi

yang
terhadap
seperti

anak yang lain.


5. Izinkan anak menata

4. Pemahaman
diri
orang

akan

sendiri

dan

disekitarnya

dapat menumbuhkan
sosialisasinya
5. Upaya

mengekplorasi
dirinya

dan

ruanganya

sendiri

membantu

anak

dan batasan aktivitas

percaya

karena anak akan

berkreatifitas.

beristirahat

diri

bila

lelah.

4.
No.

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa

Implementasi

Evaluasi

Keperawatan
1.

Resiko

tinggi

penurunan
curah

jantung

Kolaborasi:
1. Memberikan digoksin
2. Memberikan obat penurun afterload
3. Memberikan diuretik

berhubungan
dengan

S=

klien

menang

dan mengatakan sak


pada dadanya

O = tampak mering

defek

nyeri berat.

struktur

A = masalah belu
teratasi
P

lanjutka

intervensi

dan

bi

perlu

konsulta

kepada dokter
2.

Intoleransi

1. Memberikan periode istirahat yang sering

S=

aktivitas

dan periode tidur tanpa gangguan


2. menganjurkan permainan dan aktivitas

mengatakan

berhubungan
dengan

ibu

pasi

bahw

anaknya jika beraktifit


dan

bermain

mas

gangguan
sistem transport

tenang
3. membantu anak memilih aktivitas yang
sesuai

oksigen

dengan

usia,

kondisi,

dan

kemampuan.
4. menghindari suhu lingkungan yang ekstrem
karena

hipertermia

atau

hipotermia

meningkatkan kebutuhan oksigen

lemah

O= keadaan dan kond


pasien

lemah,

lemah
A=

masalah

belu

teratasi

P= lanjutkan interven
keperawatan

3.

Perubahan

1. Memberi diet tinggi nutrisi yang seimbang

S=

pertumbuhan

untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat


2. memanntau tinggi dan berat badan;

pasien takut dan tid

dan
perkembangan
berhubungan
dengan ketidak
adekuatan
oksigen
nutrien

menentukan kecenderungan pertumbuhan


3. Memberikan suplemen zat besi
4. Memberitahukan bahwa anak mempunyai
kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi

dan
pada

jaringan; isolasi
sosial.

gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk

seperti anak yang lain.


5. mengizinkan anak menata

ruanganya

ibu

mengatak

terbiasa

deng

keadaannya
O=

tampak

taku

cemas, dan menutup d


A=

masalah

belu

teratasi

sendiri dan batasan aktivitas karena anak

P= lanjutkan interven

akan beristirahat bila lelah.

dan lakukan modifika

lingkungan sekitar ana

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan

berbentuk makulo popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 380c
atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek dan mata merah.
Keluhan yang umum muncul adalah kelerahan yang timbul pada bagian
belakang telinga, dahi, dan menjalar keseluruh tubuh. Selain itu, timbul gejala
seperti flu disetai mata berair dan kemerahan ( konjungtivitis ). Setalah 3-4 hari
kemerahan mulai menghilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak
bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh kulit akan tampak seperti
bersisik.
Pengobatan pada anak dengan campak dapat dilakukan secara simtomatik
yaitu antipeiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki
keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi
ayng timbul.Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan menberikan
imunisasi campak pada balita usia 9 bulan ke atas ( imunisasi aktif ).
Jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga yang terdiri dari
otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena jika dilihat dari
bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya
dipengaruhi oleh susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa
lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin. Atrial Septal Defect (ASD)
adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas
(atrium kiri dan atrium kanan).

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Mediaction. Yogyakarta.
Anonim. 2013. Asuhan Keperawatan pada Anak Morbili. http://www.scribd.

com/doc /22319650/asuhan-keperawatan-anak-morbili. Diakses tanggal 24


Oktober 2015
Ester, Monica(ed.). 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Windawati, Valerina. 2012. Asuhan Keperawatan Atrium Septal Defect.
https://www.academia.edu/10969164/Askep_ASD_Atrium_Septa_
Defect_ pada_anak. Diakses tanggal 28 Oktober 2015.
Yuritarahmi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Anak Campak. https://yuritarahmi.wordpress.com/2012/12/03/asuhan-keperawatan-pada-anakcampak/.
Diakses tanggal 24 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai