Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.
Salah satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat
adalah Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi
psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi
berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan
bermasyarakatyang dapat diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005).
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu
dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa
memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa
seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada
2005 tercatat ada 9.841 pasien. Pada 2006 menjadi 11.675 pasien. Setahun
kemudian, tercatat ada 14.064 pasien. Pada 2008 ada 17.822 pasien.
Sedangkan pada 2009, meningkat lagi menjadi 19.936 pasien.
Salah satu gejala negative dari Skizofrenia sendiri adalah dapat
menyebabkan klien mengalami gangguan fungsi sosial dan Isolasi Sosial:
Menarik Diri . Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan
yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Kasus pasien Gangguan Jiwa
yang mengalami gejala Isolasi Sosial: Menarik Diri sendiri tergolong tinggi
yaitu (72%), Maramis mengatakan bahwa klien yang mengalami Isolasi
Sosial: Menarik Diri sebesar 72% dari keseluruhan jumlah kasus Skizofrenia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari pasien Skizofrenia adalah
Isolasi Sosial: Menarik Diri sebagai akibat kerusakan afektif kognitif klien.
1

Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta


ditemukan 75% pasien dengan kasus isolasi sosial : menarik diri. Sedangkan
di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, selama 3 minggu
ditemukan pasien isolasi sosial : menarik diri sebanyak 15 pasien dari jumlah
pasien 23.
Solusi yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi masalah Isolasi
Sosial: Menarik Diri pada pasien dengan Skizofrenia adalah dengan
menggunakan cara Psikofarmakologi dan Non Farmakologi. Dengan cara
Psikofarmakologi dapat menggunakan Antipsikotik yang juga dikenal sebagai
neuroleptik yang digunakan adalah antagonis Dopamin dan antagonis
Serotonin. Sedangkan untuk mengatasi masalah Isolasi Sosial: Menarik Diri
secara Non Farmakologi adalah dengan menerapkan tindakan Asuhan
Keperawatan yang sesuai dengan Standart Operasional Perawatan dan
menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok jenis Sosialisasi. Kedua solusi diatas
dapat berlangsung baik jika dapat ditunjang dengan keterlibatan dan peran
serta aktif keluarga agar pasien dapat segara sembuh dan dapat kembali hidup
secara produktif dimasyarakat.
Berdasarkan hal - hal di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang gangguan isolasi sosial: menarik diri sebagai tugas Keperawatan
Jiwa yang berjudul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.S dengan gangguan
Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Tn.S dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan adalah :

1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a

Mampu melaksanakan pengkajian mulai dari pengumpulan data,

validasi data, sampai dengan identifikasi data.


Mampu merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta.


Mampu membuat rencana Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta.
Mampu melakukan Strategi Pelaksanan pada pasien dengan gangguan

Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.


Mampu mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta.
Mampu mendokumentasikan Asuhan

Keperawatan

yang

telah

dilakukan pada pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di


Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dapat

menambah

wawasan

dan

pengetahuan

tentang

cara

penanganan atau penatalaksanaan pasien dengan masalah kejiwaan Isolasi


Sosial: Menarik Diri.
2. Manfaat Praktis
a. Rumah Sakit
Mengetahui metode keperawatan yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri

b. Perawat
Mengetahui bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien
dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
c. Penulis
Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
dan bisa membandingkan antara teori dengan kenyataan.
d. Pasien dan Keluarga
1) Memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien
2) Mengurangi tanda dan gejala yang dialami oleh pasien
3) Keluarga lebih mengetahui tanda dan gejala pasien dengan Isolasi
Sosial: Menarik Diri
4) Dapat mengetahui bagaimana cara merawat pasien dengan isolasi
sosial: Menarik Diri

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Teori Isolasi Sosial : Menarik Diri
1. Definisi

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh


individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan
yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi
tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito, 2007).
Isolasi sosial merupakan kesendirian yang dialami individu dan
dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang
negative atau mengancam (Kim, 2006).
2. Penyebab
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal
mencapai keinginan yang ditandai dengan perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito, 2007).
3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi :
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.

b. Stressor biokimia
1) Teori Dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan


meningkatkan dopamine dalam otak.
3) Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin.
4) Viral hipotesis
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kesemasan

yang

tinggi

akan

menyebabkan

menurunnya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas


kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
4. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan

tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain


maupun lingkungan lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting pada masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk (2008) tahap-tahap
perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari :
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhna biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan percaya
yang mendasar hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada
masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi

individu

untuk

mengenal

dan

mempelajari

perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya


hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu

meningkatkan

kemandiriannya

serta

mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya


maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan
orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu

mulai

terpisah

dengan

anak-anaknya,

ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan


ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu

akan

mengalami

berbagai

kehilangan

baik

kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup,


teman maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk


mengembangkan gangguan tingkah laku antara lain :
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka engan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58 %, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
5. Manifestasi Klinis

Menurut Purba, dkk (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosam dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsifungsi mental : faham halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut,

akathsia

sindrom

pasrkinson).

Gangguan

endokrin

(amenotrhe). Metabolik (soundiee). Hematologik, agranulosis,


biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakut darah, epilepsi, kelainan jantung
(Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki

10

efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi,


hidung tersumbat, mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsi, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
4) Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardi, dilatasi ginjal, retensi urine. Kontrainsikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari 3 SP dengan
masing-masing pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukan ke dalam
jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk, 2008).
c. Terapi Kelompok

11

Menurut

(Purba,

2009),

aktivitas

pasien

yang

mengalami

ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedaka


menjadi :
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi :
Bangun tidur, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Waktu mandi yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi, ganti pakaian, makan dan
minum, menjaga kebersihan diri, menjaga keselamatan diri, pergi
tidur.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :
kontak sosial terhadap teman, kontak sosial terhadap petugas,
kontak mata waktu berbicara, bergaul, mematuhi tata tertib, sopan
santun, menjaga kebersihan lingkungan.
7. Psikopatologi
a. Rentang Respon Sosial
Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Solitut

Kesepian

Manipulasi

Otonomi

Menarik Diri

Impulsif

Kebersamaan

Ketergantungan

Narkisme

Saling
Ketergantungan
(Stuart dan Sudeen, 2005)
Keterangan dari rentang respon sosial :
1) Solitut (menyendiri) : solitut atau menyendiri merupakan respon
yang dibutuhkan seseorang untuk merenungi apa yang telah
12

dilakukan

dilingkungan

sosialnya

dan

suatu

cara

untuk

menentukan langkahnya.
2) Otonomi

kemampuan

individu

untuk

menentukan

dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.


3) Kebersamaan (Mutualisme) : perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpesonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependen) : suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
5) Kesepian : kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak
adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6) Menarik

diri

kondisi

dimana

seseorng

tidak

dapat

mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.


7) Ketergantungan (Dependent) : suatu keadaan individu yang tidak
menyendiri, tergantung pada orang lain.
8) Manipulasi : individu berinteraksi dengan diri sendiri atau pada
tujuan bukan beriorientasi pada orang lain/tidak dapat dekat
dengan orang lain.
9) Impulsive : keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat
diandalkan.
10) Narkisme

secara

terus

menerus

berusaha

mendapatkan

penghargaan dan pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.

b. Pohon Masalah
Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi Sosial
13

Defisit
Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
(Keliat, Budiana. 2011)
8. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
9. Intervensi Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan : klien mampu mengontrol halusinasi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi : jenis, isi, waktu, dan frekuensi
halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yang sudah
dilakukan.
3) Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengontrol
halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang
lain, terlibat atau melakukan kegiatan, dan minum obat.
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5) Klien dapat ,inum obat dengan bantuan minimal.
6) Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

Intervensi Keperawatan :
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.

14

2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.


3) Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, respon klien terhadap halusinasi.
4) Ajarkan klien menghardik halusinasi.
5) Anjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
SP 2
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Latih klien mengendalikan halusinasi denhan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah).
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur.
3) Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
5) Anjurkan klien mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi
yang sudah diajarkan.
6) Anjurkan klien memilih salah satu cara mengontrol halusinasi yang
sesuai.

b. Isolasi sosial : menarik diri


Tujuan :

15

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan klien


dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun
berkelompok.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3) Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan sengan orang lain.
5) Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
Psikoterapeutik klien
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
3) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian dalam
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
5) Anjurkan pada pasien untuk memasukan kegiatan berkenalan
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah.
SP 2
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang.
3) Ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik
tertentu.
4) Anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 3
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Beri kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan
dengan 4 orang.

16

3) Berikan reinforcement positif.


SP 4
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat).
3) Anjurkan pada klien untuk bersosialisasi dengan individu atau
kelompok.
4) Anjurkan klien memasukan kegiatan besosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian klien.
5) Berikan reinforcement positif.

BAB III
TINJAUAN KASUS

17

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada Tn. S di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Dengan ini
penulis mengkaji Tn. S pada hari Selasa, 30 Juni 2015 dan dikelola selama
empat hari.
1. Identitas Diri Klien
Pada data biografi didapatkan nama adalah Tn. S berumur 35 tahun
berjenis kelamin laki-laki dan alamatnya di Wonogiri. Pasien belum
menikah, beragama Islam, asli orang Jawa. Pendidikan terakhir pasien
adalah SMP. Pekerjaannya yaitu buruh. Yang bertanggung jawab atas
pasien yaitu Tn. N alamatnya di Wonogori, beliau merupakan ayah
kandung klien. Sumber informasi didapatkan dari pasien.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit Sekarang
Pasien mengatakan sebelumnya dirumah berkelahi dengan temannya
karena masalah pribadi, kemudian dirumah klien mengatakan suka
mengamuk, jika mengamuk klien suka banting-banting barang yang
disekitarnya. Pada tanggal 7 Juni 2015 klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta oleh ayah dan kakak laki-laki kandungnya. Pada saat
pengkajian klien mengatakan sudah tidak ingin marah lagi, pasien suka
menyendiri.
3. Faktor Predisposisi
Pasien mengatakan sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta pada tahun 2014, ibu pasien meninggal 3 tahun yang
lalu, kakak klien meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh
temannya.
4. Faktor presipitasi

18

Pasien mengatakan pada saat dirumah sering mengamuk, ketika


mengamuk klien membanting barang yang ada disekitarnya, klien
mengatakan malas untuk minum obat, klien mengakui bahwa obat tersebut
tidak diminum melainkan diletakkan tas. Alasan klien tidak mau minum
obat karena tidak ada dukungan dan pengawasan dari keluarganya.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu Baik,
tingkat kesadaran Compos Metis, hasil pengukuran tanda-tanda vital
didapatkan TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36 oC,
BB : 55 kg, TB : 160 cm, tidak ada keluhan fisik, dan tidak ada riwayat
pengobatan fisik.
6. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
Klien lahir dari seorang ibu dan ayahnya, memiliki saudara
kandung 7. Saudara pertama dan kedua laki-laki, ketiga, keempat dan
kelima perempuan, keenam laki-laki dan sudah meninggal, pasien
merupakan anak ke 7.
Sejak kecil klien diasuh oleh kedua orang tuanya. Jika ada masalah
klien selalu menceritakan pada ibunya, namun sejak ibunya meninggal
klien lebih suka memendam masalahnya sendiri.
b. Konsep Diri
1) Citra Diri
Klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya serta semua anggota
tubuhnya karena berfungsi dengan baik.
2) Identitas Diri
Klien berjenis kelamin laki-laki, berusia 35 tahun, dan belum
menikah. Pasien puas dengan jenis kelaminnya.
3) Peran Diri

19

Klien berperan sebagai anak ke 7 (anak ragil). Klien bekerja


sebagai buruh dan klien tidak puas dengan pekerjaannya, namun
klien tidak bisa berbuat apa-apa.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh, mendapatkan kehidupan
yang lebih baik dan diterima oleh masyarakat.
5) Harga Diri
Klien mengatakan malu, minder dan merasa bersalah ketika ia
tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya.
c. Hubungan Sosial
Klien mengatakan dirumah dekat dengan ibunya, namun semenjak
ibunya meninggal klien lebih suka menyendiri. Dirumah sakit klien
mengatakan lebih nyaman sendiri, klien tampak jarang kumpul dengan
teman-temannya. Dari hasil observasi perilaku klien lebih suka duduk
diatas tempat tidur sendiri, daripada kumpul dengan teman-temannya.
d. Spiritual dan Religi
Klien mengatakan baragama islam, namun klien jarang sholat 5 waktu.
7. Status Mental
Penampilan fisik, klien berpenampilan rapi, bersih, rambut rapi,
menggunakan pakaian yang telah ditentukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Pembicaraan, klien berbicara seperlunya, bicara lambat dan
singkat. Alam perasaan, sedih, rasa bersalah, rasa tidak berguna, putus
asa, murung, suka menyendiri. Afek klien tumpul, interaksi selama
wawancara kontak mata klien tidak ada, kooperatif, klien menceritakan
perasaannya.
Persepsi, klien tidak mengalami ilusi maupun halusinasi. Proses pikir
klien sirkumtansial, isi pikir klien memiliki ide bunuh diri, rasa bersalah
yang berlebihan, klien mengatakan sering diejek oleh masyarakat. Tingkat
kesadaran klien baik dan konsentrasi berhitung klien baik. Memory, klien
mampu mengingat dengan baik, klien mampu mengingat kapan pertama
kali disini walau hanya tahunnya, dan tau siapa yang membawa kesini.

20

8. Kebutuhan Persiapan Pulang


Makan/minum klien tidak pernah makan nasi, hanya makan sayur dan
lauk, klien mengatakan tidak suka dengan nasi, klien makan menggunakan
sendok, klien selalu membersihkan alat makan dan klien minum air putih.
BAB dan BAK klien di toilet, membersihkan wc, membersihkan diri dan
merapihkan pakaian. Klien mandi 2x sehari, menyikat gigi, cuci rambut
secara mandiri. Klien mampu memilih dan mengenakan pakaian dengan
baik, klien ganti baju 1x sehari, klien menggunakan alas kaki.
Istirahat dan tidur, klien mengatakan tidur malam jam 21.00 wib,
bangun jam 05.00 wib, siang hari kadang-kadang tidur, tidak ada persiapan
sebelum tidur, klien melakukan aktivitas setelah bangun tidur seperti
merapihkan tempat tidur. Penggunaan obat, klien minum obat 2x sehari
pagi dan malam, diberikan per oral.
Kegiatan di dalam rumah, klien lebih suka berdiam diri di kamar,
kadang menyapu lantai. Kegiatan di luar rumah, klien mengatakan kerja
sebagai tukang parkir, menjadi anggota karang taruna dan suka bermain
voli.
9. Mekanisme Koping
Dari hasil pengkajian didapatkan mekanisme koping klien yang adaptif
selama dirumah yaitu bekerja, menceritakan masalah dengan ibunya, dan
olahraga. Sedangkan mekanisme koping yang maladaptif selama dirumah
didapatkan data yaitu melamun, menyendiri, marah-marah, ngamuk,
merusak barang disekitarnya, dan pergi dari masalah.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Pasien mengatakan jarang atau tidak pernah keluar rumah, dan
bertemu dengan tetangganya karena masyarakat selalu mengejek pasien
dan pasien mengatakan sudah sering mendengar ejekan masyarakat.
11. Aspek medik
Diagnosa medis yaitu F 20.3, terapi medik yang diberikan yaitu
Risperidone 2 x 2 mg dan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg.

21

B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


1. Analisa Data
No Tanggal
1
Selasa,
DS :
30 Juni
2015

Data

- Klien mengatakan sejak SD kelas

Masalah
Isolasi Sosial :
Menarik Diri

3 lebih nyaman menyendiri.


- Klien mengatakan jika ada
masalah selalu diam.
- Klien mengatakan tidak
mempunyai banyak teman.
DO :
- Klien tampak menyendiri
- Frekuensi suara lambat dan pelan.
- Bicara sedikit dan singkat
- Menjawab pertanyaan seadanya
saja
- Tidak ada kontak mata
- Tampak tidak mau bergabung

Selasa,

dengan teman-temannya.
DS :

Gangguan

30 Juni

- Klien mengatakan hidupnya tidak

konsep diri :

2015

berguna.

Harga Diri

- Klien mengatakan merasa


bersalah tidak bisa melakukan
apa-apa untuk ibunya.
- Klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh
diri sebanyak 3x.
DO :
- Klien tampak sedih
- Murung

22

Rendah

- Mengungkapkan malu atau


minder untuk bergabung
dengan teman-temannya.
- Klien lebih suka menyendiri
- Aktivitas klien hanya duduk
diatas tempat tidur dan
melamun.
2. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Akibat
(Core Problem)

Isolasi Sosial
Sejak SD kelas 3 lebih nyaman untuk menyendiri

Penyebab

Sering diejek oleh masyarakat


Merasa bersalah ketika tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya
3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial : Menarik Diri
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
C. Intervensi Keperawatan
No
1

Dx. Kep
Isolasi sosial :

Tujuan
Setelah

Intervensi
dilakukan Psikoterapeutik klien

menarik diri

tindakan keperawatan SP 1
selama 4x pertemuan 1) Bina hubungan saling
diharapkan

klien

percaya.

dapat

berinteraksi 2) Identifikasi

dengan

orang

lain

isolasi sosial.

baik secara individu 3) Diskusikan


maupun berkelompok

klien

dengan kriteria hasil :

keuntungan

1) Klien

kerugian

dapat
23

penyebab
bersama
tentang
dan
dalam

membina
hubungan

berinteraksi dan tidak


saling

percaya.

berinteraksi

dengan

orang lain.

2) Dapat

4) Ajarkan

klien

cara

menyebutkan

berkenalan dengan satu

penyebab

orang.

isolasi

sosial.

5) Anjurkan pada pasien

3) Dapat

untuk

memasukan

menyebutkan

kegiatan

keuntungan

dengan

berhubungan

dalam jadwal kegiatan

dengan orang lain.

harian dirumah.

4) Dapat

berkenalan
orang

lain

SP 2

menyebutkan
kerugian

1) Evaluasi
tidak

berhubungan
sengan orang lain.

dari

pelaksanaan

jadwal

kegiatan

harian klien.
2) Beri kesempatan pada

5) Terlibat

dalam

klien

aktivitas

sehari-

cara berkenalan dengan

hari

mempraktekan

dua orang.
3) Ajarkan

klien

berbincang-bincang
dengan

dua

orang

tentang topik tertentu.


4) Anjuran

pada

klien

untuk

memasukan

kegiatan

berbincang-

bincang dengan orang


lain

dalam

jadwal

kegiatan harian klien.


SP 3

24

1) Evaluasi
dari

pelaksanaan

jadwal

kegiatan

harian klien.
2) Beri kesemapatan pada
klien

mempraktekan

cara berkenalan dengan


4 orang.
3) Berikan reinforcement
positif.
SP 4
1) Evaluasi
dari

pelaksanaan

jadwal

kegiatan

harian klien.
2) Jelaskan tentang obat
yang diberikan (jenis,
dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat).
3) Anjurkan pada klien
untuk

bersosialisasi

dengan individu atau


kelompok.
4) Anjurkan

klien

memasukan

kegiatan

besosialisasi

dalam

jadwal kegiatan harian


klien.
5) Berikan reinforcement
positif.

25

D. Implementasi dan Evaluasi


Dx. Kep
Isolasi

Tanggal Implementasi
Selasa, 1. Membina hubungan

sosial :

30 Juni

saling percaya dengan - Klien mengatakan

menarik

2015

menggunakan

sejak SD kelas 3

komunikasi terapeutik.

lebih nyaman

diri

Evaluasi
S:

2. Mengajarkan SP 1

menyendiri.

a. Mengidentifikasi
penyebab

isolasi

sosial.

- Klien mengatakan
jika ada masalah
selalu diam.

b. Mendiskusikan
bersama

- Klien mengatakan

klien

tidak

tentang keuntungan

mempunyai

dan kerugian dalam

banyak teman.

berinteraksi
tidak

dan O :

berinteraksi - Klien tampak

dengan orang lain.

menyendiri

c. Mengajarkan klien - Frekuensi suara


cara

berkenalan

dengan satu orang.

lambat dan
pelan.

d. Memasukan dalam - Bicara sedikit dan


jadwal

latihan

harian.

singkat
- Menjawab
pertanyaan
seadanya saja
A:
SP 1 belum
tercapai. Pasien
masih diam belum

26

Paraf

mampu berkenalan
dengan temantemannya.
P:
Perawat :
- Ulangi SP 1
- Edukasi cara
berkenalan
dengan 1 orang.
Klien :
- Motivasi klien
untuk
berkenalan
dengan 1 orang.
Rabu,

1. Membina hubungan

S:

1 Juli

saling percaya dengan - Klien mengatakan

2015

menggunakan

dari kelas 3 SD

komunikasi terapeutik.

lebih nyaman

2. Mengajarkan SP 1

menyendiri.

a. Mengidentifikasi
penyebab

isolasi

sosial.

- Pasien
mengatakan
perasaannya

b. Mendiskusikan
bersama

lebih baik

klien

tentang keuntungan

setelah
berkenalan.

dan kerugian dalam O :


berinteraksi
tidak

dan - Pasien tampak

berinteraksi

dengan orang lain.

berkenalan
dengan 1 orang
- Pasien tampak

c. Mengajarkan klien

27

lebih tenang.

cara

berkenalan A :

dengan satu orang.

SP 1 tercapai,

d. Memasukan dalam pasien mampu


jadwal

latihan berkenalan dengan

harian.

orang lain (1
orang)
P:
Perawat :
- Evaluasi SP 1
- Ajarkan SP 2
Klien :
- Motivasi klien
untuk
berkenalan

Kamis, 1. Mengajarkan SP 2
2 Juli
2015

S:

a. Mengevaluasi
pelaksanaan
jadwal

- Klien mengatakan
dari

kegiatan

harian klien.

mempunyai
teman.

b. Memberi
kesempatan

sudah

- Klien mengatakan
pada

walaupun sudah

klien

punya teman

mempraktekan cara

masih suka

berkenalan dengan

menyendiri.

dua orang.

O:

c. Mengajarkan klien - Pasien tampak


berbincang-bincang

bergabung

dengan dua orang

dengan 1 atau 2

tentang

orang.

tertentu.
d. Menganjurkan

28

topik

- Pasien tampak
masih suka

pada klien untuk

menyendiri.

memasukan dalam A :
jadwal

kegiatan SP 2 belum

harian.

tercapai. Klien
mampu berkenalan
dengan 2 orang
namun klien masih
suka menyendiri.
P:
Perawat :
- Evaluasi SP 1
- Ulangi SP 2
Klien :
- Motivasi klien
untuk
berkenalan
dengan orang
lain.

Jumat,
3 Juli
2015

1. Mengajarkan SP 2

S:

a. Mengevaluasi
pelaksanaan
jadwal

Klien
dari

kegiatan

harian klien.

sudah
berkenalan

b. Memberi
kesempatan

mengatakan

dengan 2 orang
pada

namun tidak

klien

menceritakan

mempraktekan cara

tentang topik

berkenalan dengan

tertentu.

dua orang.

O:

c. Mengajarkan klien - Pasien tampak


berbincang-bincang

29

lebih senang.

dengan dua orang - Pasien tampak


tentang

topik

gabung dengan

tertentu.

teman-temannya

Menganjurkan pada A :
klien untuk

SP 2 tercapai.

memasukan dalam

Pasien mampu

jadwal kegiatan

berkenalan dengan

harian.

2 orang
P:
Perawat :
- Evaluasi SP 1, 2
- Ajarkan SP 3
Klien :
- Motivasi klien
untuk
bersosialisasi.

BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini penulis membahas tentang laporan kasus yang telah di uraikan pada
bab sebelumnya yaitu tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan
Isolasi Sosial : Menarik Diri di uang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Dalam hal ini penulis membahas tentang sejauh mana kesenjangan
antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yaitu dengan melalui tahapan proses
keperawatan. Tahapan proses keperawatan ini terdiri dari pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, penyususnan rencana keperawatan, implementasi serta

30

evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan ini dilakukan selama tiga hari yaitu
dari tanggal 30 Juni - 3 Juli 2015.
A. Pengkajian
Pasien masuk pada tanggal 7 Juni 2015 dan dilakukan pengkajian pada
tanggal 30 Juni 2015. Data pengkajian diperoleh dari pasien, dilakukan
dengan wawancara dan mengobservasi secara langsung keadaan pasien.
Penulis memulai pengkajian dengan menggali faktor predisposisi yang
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa pada Tn. S.
Berdasarkan keterangan pasien, Pasien sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta, ibu pasien meninggal 3 tahun yang lalu, kakak klien
meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh temannya.
Faktor presipitasi berdasarkan catatan keperawatan, Pasien mengatakan
kambuh karena putus obat, semenjak ibu meninggal klien merasa hidupnya
tidak berarti lagi, klien dirumah hanya dengan ayahnya, dan klien lebih suka
menyendiri. Faktor ini sesuai dengan pendapat Stuart (2007, hlm. 280) bahwa
faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa
kehidupan yang menimbulkan stres. Hal ini yang menyebabkan klien menarik
diri dari lingkungan.
Berdasarkan pengkajian terhadap status mental, penulis mendapatkan data
isolasi sosial seperti afek tumpul, pembicaraan dengan nada yang pelan dan
lambat, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien tampak lesu,
malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan
waktunya ditempat tidur. Hal ini sesuai dengan pengkajian teoritis menurut
Keliat (2010, hlm. 93) bahwa pengkajian status mental pada pasien isolasi
sosial akan didapatkan data bahwa, pasien mengatakan malas bergaul
dengan orang lain, pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat
dan meminta untuk sendirian, pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan
orang lain, pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain,
pasien merasa tidak aman dengan orang lain, pasien mengatakan tidak bisa

31

melangsungkan hidup, pasien mengatakan merasa bosan dan lambat


menghabiskan waktu.
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang telah diperoleh dari pengkajian, kemudian dilakukan proses
analisa dan pengelompokkan data berdasarkan respon pasien terhadap masalah
tersebut. Akhirnya penulis merumuskan dua diagnosa keperawatan pada Tn. S,
antara lain : menarik diri : isolasi sosial, harga diri rendah. Kedua diagnosa
tersebut disusun membentuk pohon masalah yang terdiri penyebab, core
problem dan akibat, sebagaimana landasan teori menurut (Keliat, Budiana.
2011).
Penulis menyusun pohon masalah disesuaikan dengan diagnosa yang
muncul pada pasien. Diagnosa isolasi sosial menjadi core problem pada
masalah Tn. S, karena data yang didapat sangatlah aktual. Pasien tampak
sering menyendiri dari teman-temannya, pasien tampak tidak berinteraksi
dengan orang lain, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien banyak
diam, pasien tidak mau mengikuti kegiatan, pasien tampak lesu, afek tumpul
serta, pasien malas beraktivitas.
Penulis mengangkat diagnosa harga diri rendah sebagai diagnosa
penyebab karena didapatkan data bahwa Klien mengatakan hidupnya tidak
berguna, Klien mengungkapkan rasa bersalah, dan klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 3x.
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan rencana keperawatan pada Tn. S telah sesuai dengan rencana
perawatan teoritis menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99), namun tetap
disesuaikan kembali dengan kondisi pasien. Sehingga tujuan dan kriteria hasil
diharapkan dapat tercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan
yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas diagnosa, tujuan, sampai
kriteria hasil yang akan diharapkan. Merencanaan satu diagnosa dalam
perencanaan yaitu isolasi sosial, sedangkan diagnosa lainnya tidak dilakukan
rencana maupun tindakan keperawatan karena ketika dilakukan pengkajian

32

tanda dan gejala yang menguatkan ditegakkannya diagnosa tersebut tidak


muncul.
Diagnosa

Keperawatan

Isolasi

Sosial

Menarik

Diri,

Penulis

merencanakan untuk dilakukan tindakan keperawatan dengan strategi


pelaksanaan 1-4. Dari SP 1 yaitu bina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab isolasi sosial, diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan
kerugian dalam berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, ajarkan
klien cara berkenalan dengan satu orang, anjurkan pada pasien untuk
memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah. SP 2 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian
klien, beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua
orang, ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik
tertentu, anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 3 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien, beri
kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 4 orang,
berikan reinforcement positif. Dan SP 4 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian klien, jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis,
waktu, manfaat, dan efek samping obat), anjurkan pada klien untuk
bersosialisasi dengan individu atau kelompok, anjurkan klien memasukan
kegiatan besosialisasi dalam jadwal kegiatan harian klien, dan berikan
reinforcement positif.
D. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan implementasi keperawatan mulai dari tanggal 30 Juni
sampai dengan 3 Juli 2015. Secara umum semua implementasi yang dilakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.
Penulis melaksanakan implementasi keperawatan menggunakan tahapan
strategi pelaksanaan. Tahapan ini digunakan agar mempermudah
perawat dalam memberikan terapi secara sistematis dan tetap memperhatikan
kebutuhan pasien. Untuk mengatasi masalah isolasi sosial : menarik diri,
pada hari pertama dan kedua tanggal 30 juni 1 juli 2015, penulis

33

melakukan tindakan keperawatan SP 1 yaitu : membina hubungan saling


percaya, membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, membantu
pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara
mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman, membantu pasien
mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, mengajarkan pasien
untuk berkenalan dengan 1 orang, memasukan dalam jadwal latihan pasien.
Pada hari ketiga dan keempat tanggal 2 3 Juli 2015, penulis melakukan
tindakan keperawatan SP 2 yaitu : mengevaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian klien, member kesempatan pada klien mempraktekkan cara
berkenalan dengan 2 orang, mengajarkan klien berbincang-bincang dengan
dua orang tentang topik tertentu, menganjurkan pada klien untuk memasukan
dalam jadwal kegiatan harian.
E. Evaluasi
Diagnosa keperawatan : isolasi sosial : menarik diri untuk hari ke-4 pada
tanggal 3 Juli 2015 dilakukan tindakan keperawatan SP 2. Dan pada SP 2 dapat
teratasi dibuktikan dengan penilaian penulis terhadap perkembangan pasien
selama tiga hari yaitu pasien mampu mempraktikan cara berkenalan dengan
perawat, pasien mampu berkenalan dengan 1 orang, pasien mampu berkenalan
dengan 2 orang. Dari ketiga cara diatas, sebagian besar pasien dapat
mempraktekkannya secara mandiri tanpa harus diingatkan.
Penulis menyadari bahwa proses keperawatan tidak dapat berakhir dalam
satu periode, melainkan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tindakan
yang berkelanjutan. Perkembangan yang ditunjukan oleh Tn. S masih perlu
dilakukan observasi lebih lanjut, karena evaluasi yang diharapkan belum
tercapai sepenuhnya, maka diperlukan adanya modifikasi secara khusus dalam
menyusun rencana keperawatan agar tujuan dan kriteria hasil yang telah
disusun dapat tercapai.

34

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
isolasi sosial : menarik diri, maka bab ini penulis akan menyimpulkan dan
memberikan saran alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya
penyelesaian masalah apa pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
isolasi sosial, penulis menyimpulkan:

35

1. Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu


dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Isolasi sosial adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapkan
untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan
tersebut (Carpenito, 2007).
2. Pengkajian pada Tn. S dilakukan melalui wawancara, dan mengobservasi
secara langsung keadaan pasien.
3. Analisa data penulis peroleh dari hasil wawancara antara penulis dengan
pasien.
4. Diagnosa keperawatan yang ditemukan dan dirumuskan pada Tn. S adalah
isolasi sosial : menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri rendah.
5. Perencanaan keperawatan kepada Tn.S dilakukan oleh penulis

sesuai

dengan kondisi pasien, mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang ingin
dicapai dan berpedoman pada buku.
6. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan berdasarkan
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
7. Evaluasi yang dicapai oleh penulis dalam melakukan tindakan
keperawatan pada tanggal 30 Juni-3 Juli 2015 dengan hasil masalah isolasi
sosial : menarik diri tercapai hingga SP 2.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran
sebagai pertimbangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan, ksususnya
pada pasien dengan isolasi sosial.
1. Saran untuk perawat dan teman sejawat
a. Untuk pasien isolasi sosial mereka membutuhkan sentuhan, atau
perhatian sebaiknya lakukan asuhan keperawatan dengan sebaikbaiknya.
b. Berikan pendidikan kesehatan untuk pasien dengan gangguan isolasi
sosial mengenai gangguan jiwa.

36

c. Berikan motivasi dan support pada pasien dengan gangguan isolasi


sosial.
d. Berikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik, bina
hubungan saling percaaya terlebih dahulu sehingga pasien khususnya
pasien isolasi sosial mau mengungkapkan perasaannya.
e. Ajak pasien untuk mengikuti kegiatan sosialisasi, atau ikut sertakan
pasien dalam terapi aktivitas kelompok.
2. Saran untuk pasien
a. Jika ada masalah apapun itu jangan memendamnya sendiri, ceritakan
pada orang terdekat dan mencari solusinya bersama

untuk

memecahkan masalah
b. Sadarilah penyakit yang dideritanya, jangan pernah putus obat.
c. Jangan pernah malu ataupun minder dengan penyakit yang diderita
ataupun masalah yang kalian hadapi.
3.

Saran untuk keluarga dan masyarakat


a. Keluarga dan masyarakat hendaknya dapat mengenal gangguan jiwa
bukan sebagai suatu penyakit yang sangat meresahkan masyarakat.
b. Khususnya kepada keluarga agar memberikan dukungan bagi proses
penyembuhan pasien, baik berupa materil maupun berupa support
dalam hal kecil seperti kunjungan terhadap keluarganya yang ada
dirumah sakit khusus.
c. Masyarakat hendaknya jangan mengucilkan ataupun menghina pasien
gangguan jiwa khususnya isolasi sosial, karena sesungguhnya mereka
membutuhkan masyarakat sekitar untuk mensupport pasien.
d. Keluarga sebaiknya melakukan pendekatan sesering mungkin, dan
berikan

motivasi

pada

pasien

mengungkapkan perasaannya.

37

isolasi

sosial

untuk

dapat

Anda mungkin juga menyukai