PENDAHULUAN
Menikah, hamil serta menjadi seorang ibu adalah impian bagi setiap wanita yang
ada didunia. Hidup seorang ibu akan menjadi sempurna bila dalam
perkawinannya wanita tersebut mendapatkan kesempatan untuk hamil dan
kemudian menjadi seorang ibu. Persalinan adalah hal-hal yang sangat dinantinantikan oleh seorang ibu hamil serta keluarganya. Suatu persalinan normal serta
kesejahteraan bayi amat diinginkan oleh seorang ibu hamil.
Masa dimulainya persalinan, merupakan masa yang tegang ditandai oleh
adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong fetus
keluar melalui jalan lahir. Selama proses ini, ibu akan memerlukan banyak tenaga.
Kontraksi miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan bagi
ibu. Kontraksi ini didahului oleh timbulnya gaya dorong yang melahirkan bayi.
Sebelum timbulnya gaya dorong ini, kontraksi yang menyakitkan akan timbul,
meskipun begitu uterus harus disiapkan untuk kelahiran. Selama 36-38 minggu
kehamilan miometrium tidak akan berespon, setelah periode memanjang ini, fase
transisional diperlukan selama masa respon miometrium ditunda dan serviks
menalami penipisan dan perlunakan. Oleh karena itu, ada keadaan fungsional
multipel dari uterus yang diimplementasikan selama masa kehamilan dan nifas.
Hal ini dikategorikan sebagai fase uterus selama melahirkan.
Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat
dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi ini timbul dengan
intensitas yang rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman yang
terbatas di abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir
kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk persalinan, kontraksi
ini bertambah sering hal ini sering terjadi pada multipara dan kadang disebut
persalinan palsu. Namun, pada beberapa ibu kontraksi kuat dari uterus yang
menimbulkan dilatasi serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus timbul
secara mendadak tanpa peringatan.
Tiga faktor penting yang berperan pada dan selama persalinan yaitu
kekuatan kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan, kondisi jalan lahir, dan janin
itu sendiri. Sebab-sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori
yang kompleks. Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara lain
faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus,
pengaruh saraf, dan faktor nutrisi dimana faktor-faktor ini dapat menyebabkan
partus dimulai. Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai
persalinan normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan, tahapan,
mekanisme, pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan pimpinan
persalinan sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemberian informasi yang
benar pada pasien, keluarganya maupun masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau
partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa
memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya
berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1.
Kehamilan yang aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai 42
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Sedangkan prematur adalah usia
kehamilan 28 sampai 36 minggu. Dan post matur melebihi 42 minggu usia
kehamilan. Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan
berat janin antara 500-1000 gram. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil
konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan berat
janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36
minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2
minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.1,2,3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas
jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi
yang tinggi. Dimana akan menghasilkan suatu keadaan menipisnya dan
membukanya serviks uterus. Pada persalinan yang normal, terdapat juga
hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi pada jaringan ikat serviks,
yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua peristiwa
tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput ketuban.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang
mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula
kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin
didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari
dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya
1 jam, dalam kala ini diamati apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau
tidak.1,3
2.3.1 Kala I
Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu
darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau
mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang
berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika
serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2
fase.
Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus
adalah pada perlunakan serviks serta penipisan (effacement). Kriteria minimal
Friedman untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam
untuk nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3
Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yakni:
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih
dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri
eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit
terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran
serviks terjadi dalam saat yang bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap atau telah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir
lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap.1
2.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Wanita merasa pula
tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai
menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan
tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar
panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan
dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum.
Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengekuarkan badan, dan anggota
bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara
rata-rata 30 menit. 1,2,3
2.3.3 Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta
disertai dengan pengeluaran darah.1,3
2.3.4 Kala IV
Kala IV adalah kala dimana memantau ibu pasca melahirkan selama 1-2 jam
untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak.1,3 Pada saat kala
ini juga dilakukan pemantauan vital sign untuk mengetahui keadaan umum ibu.
2.4 Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan,
23% di kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang.
Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh
kolon sigmoid dan rektum.1,3
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam
uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala
relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa,
sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di
ruangan yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang
lebih sempit. Ini dikenal sebagai teori akomodasi.1,3
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah
kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan
mengedan, keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His
yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot
menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks
yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan meudah tertarik hingga
menjadi tipis dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang
simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitud 40-60 mmHg
yang berlangsung selama 60-90 detik dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit,
dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu
kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior
menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan
dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman
adalah keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus
anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala engan
asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas
dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting
apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,3
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan
sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya
terhadap kepala yang akan menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di
dalam rongga panggul menurut hokum Koppel. Dengan fleksi kepala janin
memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter
suboksipitobregmatikus
(9,5cm)
dan
dengan
sirkumferensia
berulang-ulang, kepala yang mengadakan rotasi, disebut juga putaran paksi dalam.
Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis.
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah
simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan
gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan
kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan
mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi
luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. 1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu
baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih
dahulu baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya. 1,3
Bila mekanisme partus yang fisiologik ini dipahami dengan sungguhsungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi
secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu
dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat
dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting
diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptika.
Umumnya bila telah lahir lengkap bayi akan segera menarik napas dan menangis.
Resusitasi dengan jalan membersihkan dan mengisap lendir pada jalan napas
harus segera dikerjakan. 1,3
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala II
atau kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian
ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II
kurang cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir,
his mempunyai amplitud yang kira-kira sama tingginya hanya frekuensinya yang
berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta
dnegan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini
dapat dimulai dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut
Mathews-Duncan, atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan
menurut Schultze, Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit.
Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3
2.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO
Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk: 5
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua
persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu
penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan
klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan
penyulit.
bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta
membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan
jiwa mereka.
2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu
pada pembukaan serviks:
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
denyut jantung janin: setiap jam
frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap jam
nadi: setiap jam
pembukaan serviks: setiap 4 jam
penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
10
2.
11
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang
tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
2.5.3. Mencatat Temuan pada Partograf
A. Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan
persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: jam atau pukul pada partograf)
dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya
selaput ketuban.
B. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin
(DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin)
1. Denyut jantung janin
-
Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka yang menunjukkan DJJ.
12
mekonium
: selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
: selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak
mengalir lagi (kering)
13
20 detik
2040 detik
40 detik
14
Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda titik () pada kolom waktu
yang sesuai.
Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan
(lebih sering jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf
pada kolom waktu yang sesuai:
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan
mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur
tubuh pada kotak yang sesuai.
15
Data atau Informasi Umum Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat
persalinan, alamat tempat persalinan, catatan dan alasan merujuk, tempat
rujukan dan pendamping pada saat merujuk.
Kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali
pusat terkendali, rangsangan pada fundus, kelengkapan plasenta saat
dilahirkan, retensio plasenta yang > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah
perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
Bayi baru lahir Informasi yang perlu diperoleh dari bagian bayi baru lahir
adalah berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi fundus,
kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada Kala IV
ini sangat penting, terutama untuk menilai deteksi dini risiko atau kesiapan
penolong mengantisipasi komplikasi perdarahan pascapersalinan. Pemantauan
kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah melahirkan,
dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya.
16
ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang primigravida aterm umumnya
kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu,
sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I,
apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta
ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalanjalan disekitar kamar bersalin. Tetapi, pada umumnya wanita tersebut lebih suka
berbaring karena sakit ketika muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat
punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran
paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul,
sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah,
mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan,
dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah wanita tersebut
harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala
hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, di samping dapat
dilakuakn pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan
pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci
apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap
pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan
rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi
untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai vagina
(terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan pembukaan serviks,
kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan
adanya penyakit seperti Bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya, ketuban,
presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besarnya
kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang
baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala.
Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat
menimbulkan
infeksi
endogen
(dari
dalam)
bila
pemeriksaan
kurang
17
18
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai
meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus
pada awalnya berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak
dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak,
dapat menyebabkan ruptura perinei, terutama pada primigravida. Perineum
ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah
menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala
janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai
hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan
maksud agar gerkana defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura
perinea dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (Sims
position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi,
bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinea,
maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan
episiotomi, antara lain episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah,
episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus
sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana sering menimbulkan
perdarahan.
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan
banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan
hampir tidak berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan
ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum
ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya,
agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan
robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat menurut Ritgen, yaitu bila
perineum meregang dan menipis, tahan kiri menahan dan menekan bagian
belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung
jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin
19
dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin
dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali pusat
mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar
dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher,
kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah
kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah letak punggung
janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula dilahirkan bahu
depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin.
Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak
dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat
menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala
janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua
bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin,
trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha
melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil.
Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas,
berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah
janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas dan menangis
keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk
sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan
atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari
umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm
dari umbilikus. Bial ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada
bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara
kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung
tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus
diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali
pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung
kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh
dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti
dapat menimbulkan perdarahan postpartum.
20
21
pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari
dinding uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak
turun ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah
mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila
plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik
dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan
ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita
bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara
memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus
hanya dapat digunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat
mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk,
perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap
atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah
pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti
adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus
uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk
memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang
baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan
sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion,
dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka
episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa,
menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan
dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan
22
bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta
yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini
merupakan tanda awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan
turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya
mendorong uterus keatas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa
plasenta telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir
dan biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus
memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk
mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk
mendorong plasenta.
Manajemen aktif kala III.6
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif
kala III meliputi:
Penanganan: 6
23
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi
kuat (2-3 menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang
terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke
uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia
merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas
dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi
langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada
serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
2.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi. Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum.
Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila
perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari
penyebabnya.
Tujuh
pokok
penting
yang
harus
diperhatikan
sebelum
24
25