Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN


Analisis Karbohidrat
Metode Luff Schoorl

Oleh:
Kelompok 1 Farmasi 4A
Deagita Puspitasari

(31112009)

Muhammad Wafie A

(31112031)

Trisna Nurmalasari

(31112050)

PROGRAM STUDI SI FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

I. Dasar Teori
I.1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen. Contoh; glukosa C6H12O6, sukrosa C12H22O11, sellulosa
(C6H 10O5)n. Karbohidrat berasal dari kata karbon dan hidrat sehingga disebut
hidrat dari karbon. Karbohidrat memiliki rumus umum Cn(H2O)m yang pada
umumnya harga n = harga m. Karbohidrat merupakan kelompok besar
senyawa polihidroksialdehida dan polihidroksiketon atau senyawa-senyawa
yang dapat dihidrolisis menjadi polihidroksialdehida atau polihidroksiketon
(Wahyudi,dkk, 2003:94).
Karbohidrat memiliki rumus struktur dari Fisher dan Haworth. Struktur
Fisher merupakan struktur rantai terbuka sedangkan struktur Haworth
merupakan struktur tertutup (siklik) (Partana,dkk., 2003:178).
Karbohidrat merupakan produk awal dari proses fotosintesis. Karbohidrat
selalu kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Karbohidrat di alam terdapat
dalam jumlah yang besar, terutama dalam tumbuh-tumbuhan, berkisar antara
60-90 % dari bahan padatnya. Pati, rayon serat, kapas, dan bermacam-macam
gula, adalah tergolong senyawaan karbohidrat.
Selain itu sumber karbohidrat sangat mudah dan banyak dijumpai di alam,
terutama dalam serelia, sayuran (kentang dan kacang-kacangan), buah-buahan
susu dan gula murni (sukrosa). Karena komposisi yang demikian, senyawa ini
pernah disangka sebagai hidrat karbon. Tetapi sejak 1880, senyawa tersebut
bukan hidrat dari karbon. Nama lain dari karbohidrat adalah sakarida, berasal
dari bahasa Arab"sakkar" artinya gula. Karbohidrat sederhana mempunyai rasa
manis sehingga dikaitkan dengan gula. Melihat struktur molekulnya,
karbohidrat lebih tepat didefinisikan sebagai suatu polihidroksialdehid atau
polihidroksiketon. Contoh glukosa; adalah suatu polihidroksialdehid karena
mempunyai satu gugus aldehid dan 5 gugus hidroksil (OH).

I.2. Penggolongan Karbohidrat


I.2.1. Monosakarida
Satuan karbohidrat yang paling sederhana dengan rumus CnH2nOn
dimana n = 3 8. Monosakarida sering disebut gula sederhana (simple
sugars) adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk
yang lebih sederhana lagi. Molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom
karbon saja. Monosakarida dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan
atom karbonnya, yaitu triosa, tetrosa, pentosa, dan heksosa atau heptosa.
C3H6O3
C4H8O4
C5H10O4
C6H12O4

: triosa
: tetrosa
: pentose
: heksosa

Monosakarida atau gula sederhana hanya terdiri atas satu unit


polihidroksialdehida atau keton atau hanya terdiri atas satu molekul
sakarida. Kerangka monosakarida adalah rantai karbon berikatan tunggal
yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda terhadap
suatu atom oksigen membentuk gugus karbonil, masing-masing atom
karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil
berada pada ujung rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu
aldosa, dan jika gugus karbonil berada pada posisi lain, monosakarida
tersebut adalah suatu ketosa. Berbagai jenis monosakarida aldosa dan
ketosa. Macam-macam monosakarida:
a. Aldosa: monosakarida yang mengandung gugus aldehid. Contoh:
Gliseraldehid
b. Ketosa: monosakarida yang mengandung gugus keton. Contoh:
Dihidroksiaseton
I.2.2. Disakarida
Disakarida

adalah

karbohidrat

yang

terdiri

dari

satuan

monosakarida. Dua monosakarida dihubungkan dengan ikatan glikosidik


antara C-anomerik dari satu unit monosakarida dengan gugus OH dari
unit monosakarida yang lainnya. Beberapa disakarida yang sering
dijumpai: Maltosa, Selobiosa, Laktosa, Sukrosa.

Jenis-jenis disakarida:
Selubiosa -D-Glukosa + -D-Glukosa
Maltosa

-D-Glukosa + -D-Glukosa

Sukrosa -D-Glukosa + -D-Fruktosa


Laktosa -D-Glukosa + -D-Galaktosa
I.2.3. Polisakarida
Polisakarida dalah senyawa yang molekul-molekulnya mengandung
banyak satuan monosakarida yang disatukan oleh ikatan glukosida. Pada
hidrolisis polisalarida akan menghasilkan monosakarida. Macam-macam
polisakarida:
a. Selulosa
Selulosa merupakan komponen struktural utama dari tumbuhan dan
tidak dapat dicerna oleh manusia. Molekul selulosa merupakan rantairantai atau mikrofibil, dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang
terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali, yang terikat satu sama
lain oleh ikatan hidrogen. Suatu molekul tunggal selulosa merupakan
polimer lurus dari 1,4- D-glukosa. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40%
dalam-air, hanya menghasilkan D-glukosa.
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari molekul-molekul
-D-glukosa dan mempunyai massa molekul relatif yang sangat tinggi,
tersusun dari 2.000-3.000 glukosa. Rumus molekul selulosa adalah
(C6H10O5)n.

Selulosa

terdapat

dalam

tumbuhan

sebagai

bahan

pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan.


Sifat fisik selulosa adalah zat yang padat, kuat, berwarna putih,
dan tidak larut dalam alkohol dan eter. Kayu terdiri dari 50% selulosa,
daun kering mengandung 10-20% selulosa, sedangkan kapas mengandung
90% selulosa. Selulosa digunakan dalam industri pulp, kertas, dan krayon.
Selulosa tidak dapat dihidrolisis oleh sistem pencernaan manusia.
Oleh karena itu, selulosa tidak dapat digunakan sebagai makanan. Namun,

selulosa yang terdapat sebagai serat-serat tumbuhan, sayur, dan buahbuahan berguna untuk memperlancar pencernaan makanan.
b. Kitin
Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk
menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, krustase, dan
hewan-hewan lain sejenis). Kitin tergolong polisakarida linear yang
tersusun dari N-asetilglukosamin pada rantai beta dan memiliki monomer
berupa molekul glukosa dengan cabang yang mengandung nitrogen. Pada
hidrolisis kitin menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Kitin murni
mirip dengan kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan garam
kalsium karbonat. Kitin membentuk serat mirip selulosa yang tidak dapat
dicerna oleh vertebrata.
Kitin merupakan polimer yang paling melimpah di laut. Sedangkan
pada kelimpahan di muka bumi, kitin menempati posisi kedua setelah
selulosa. Hal ini karena kitin dapat ditemukan di berbagai organisme
eukariotik termasuk serangga, moluska, krustase, fungi, alga, dan protista.
c. Pati
Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman
terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, ubi akar, padi dan gandum.
Pati bila dipanaskan dalam air akan membentuk larutan koloidal. Dalam
pati terdapat dua bagian, bagian yang larut dalam air disebut amilosa (1020%), yang bila ditambah iodium akan memberikan warna biru. Bagian
yang lain yaitu tak larut dalam air, disebut amilopektin (89-90%), dengan
iodium memberikan warna ungu hingga merah. Kedua bagian tersebut
mempunyai rumus empiris C6H10O5. Amilosa maupun amilopektin bila
dihidrolisis menunjukan sifat-sifat karbonil, dan tersusun atas satuansatuan maltose.
Bila pati yang terdapat dalam sel dihidolisis oleh enzim maka pati
akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil disebut dekstrin. Dekstrin
biasanya digunakan untuk membuat lem, pasta, dan kanji tekstil.

Hidrolisis lengkap amilosa menghasilkan D-glukosa, hidrolisis


parsial menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Amilosa
adalah polimer linear dari -D-glukosa yang dihubungkan secara-1,4.
Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa karena
mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Rantai utama
amilopektin mengandung 1,4--D-glukosa, dan bercabang sehingga
terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan
pada titik percabangan ialah ikatan 1,6--D-glikosida.
d. Glikogen
Glikogen adalah polisakarida yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan glukosa dalam sistem hewan (terutama dalam hati dan otot).
Dari segi struktur, glikogen mirip amilopektin. Glikogen mengandung
rantai glukosa yang terikat 1,4- dengan percabangan-percabangan (1,6-).
Beda antara glikogen dan amilopektin ialah bahwa glikogen lebih
bercabang daripada amilopektin.
Glikogen pada tubuh manusia terdapat dalam hati dan otot dengan
rumus molekul (C6H10O5)n. Hati berfungsi sebagai tempat pembentukan
glikogen dari glukosa. Apabila kadar glukosa dalam darah bertambah,
sebagian diubah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa dalam darah
normal kembali. Sebaliknya apabila kadar glukosa darah menurun,
glikogen dalam hati diuraikan menjadi glukosa kembali, sehingga kadar
glukosa darah normal kembali. Ketika permintaan gula dalam tubuh
meningkat maka glikogen akan dihidrolisis oleh sel. Namun, cadangan
energi ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam jangka
lama.Misalnya pada manusia, glikogen simpanan akan terkuras habis
dalam waktu satu hari kecuali bila dipulihkan dengan mengkonsumsi
makanan. Glikogen yang ada di otot digunakan sebagai sumber energi.
Glikogen dapat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan dan struktur
glikogen serupa dengan struktur amilopektin yaitu merupakan rantai
glukosa yang mempunyai cabang.
e. Heparin

Heparin merupakan mukopolisakarida yang terdapat dalam


jaringan hewan menyusui, tersusun dari asam D-glukoronat-2-sulfat dan
D-glukosamina-2,6-disulfat dan berfungsi sebagai antikoagulan darah.
I.2.4. Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer dengan derajat polimerasasi 2 sampai
10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari
dua molekul disebut disakarida, bila tiga molekul disebut triosa, bila
sukrosa terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari
molekul glukosa dan galaktosa. Ikatan antara dua molekul monosakarida
disebut ikatan glikosidik. Ikatan ini terbentuk antara gugus hidroksil dari
atom C nomor satu yang juga disebut karbon anomerik dengan gugus
hidroksil dan atom C pada molekul gula yang lain.
Ikatan glikosidik biasanya terjadi antara atom C no. 1 dengan atom
C no. 4 dengan melepaskan 1 mol air. Ada tidaknya sifat pereduksi dari
suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH)
bebas yang reaktif.
Oligosakarida dapat diperoleh dari hasil hidrolisis polisakarida
dengan bantuan enzim tertentu atau hidrolisis dengan asam. Pati dapat
dihidrolisisi dengan enzim amilase menghasilkan maltosa, maltotriosa, dan
isomaltosa. Bila pati dihidrolisis dengan enzim transglukosidase akan
dihasilkan suatu oligosakarida dengan derajat polimerisasi yang lebih
besar. Senyawa ini disebut dekstrin yang sangat larut dalam air dan dapat
mengikat zat-zat hidrofobik sehingga dipergunakan sebagai food additive
untuk memperbaiki tekstur bahan makanan.

I.3. Metode Luff Schoorl


Metode

Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji

adanya gugus aldehid (-CHO). Komponen utama reagent Luff adalah CuO.

Uji ini dilakukan dengan menambahkan reagen luff pada sampel, kemudian
dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan
merah.
Reaksi yang terjadi adalah:

Pada reaksi tersebut terjadi reduksi CuO menjadi Cu 2O. Cu2O ini
kemudian membentuk endapan merah bata. Salah satu manfaat praktis uji luff
adalah mengetahui adanya gula pereduksi atau aldosa (contohnya sukrosa),
yang memiliki gugus aldehid (Anonim 2009). Pada metode Luff Schoorl
terdapat dua cara pengukuran yaitu Penentuan Cu tereduksi dengan I 2 dan
Menggunakan prosedur Lae-Eynon
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi
Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga
dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3.
Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri
karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan
kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I 2)
bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida
berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan
I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Hartati dan
Titik 2003). I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar
Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut
dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator
amilum, maka penambahan amilum harus sebelum titik ekuivalen (TBKKP
2008).
II. Alat dan Bahan
II.1.
Alat
a. Refluks
b. Erlenmeyer

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
II.2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Corong
Buret
Pipet volum 10 mL
Ball pipet
Pipet tetes
Gelas ukur
Spirtus
Kaki 3 + Kassa
Baki
Bahan
Sampel IF Fruitamin
H2SO4
HCl
KI
Na2S2O3
Luff Schoorl
Pb Asetat
NaOH
CH3COOH
Es batu

III.Prosedur

Sampel di pipet
sebanyak 100
mL

Tambahkan asam
asetat hingga pH
sedikit asam lalu
saring

Filtrat dipipet 10 mL,


tambahkan pereaksi
Luff Schoorl sebanyak
25 mL dan panaskan
hingga terbentuk
warna merah bata

Titrasi kembali dengan


Na2S2O3 hingga warna
biru hilang

Lakukan perhitungan
untuk mencari kadar
glukosa dalam sampel
tersebut

Kemudian
ditambahkan Pb asetat
5%, lalu saring

Filtrat ditambahkan
HCl 3% hingga pH 2.
Kemudian di refluks
(proses hidrolisis) dan
disaring

Tambahkan NaOH
30% sampai pH
netral (pH7)

Filtrat yang didapat di


ad dengan aquadest
hingga 100 mL

Campuran tersebut
didinginkan
dengan air es

Tambahkan
indikator amiylum
sebanyak 3 tetes
(biru)

Tambahkan KI
sebanyak 1 g dan
H2SO4 5N sebanyak
20 mL

Titrasi dengan
Na2S2O3hingga
terbentuk warna
kuning jerami

IV. Hasil Pengamatan dan Perhitungan


IV.1.
Pembakuan Na2S2O3
K2Cr2O7 (mg)
62
62
62
Rata-rata

N Na2S2O3 =

V Na2S2O3 (mL)
13,9
13,8
13,9
13,8

mg K 2Cr 2O 7
BE K 2 Cr 2 O 7 x V Na 2 S 2 O 3
=

62 mg
49 x 13,8 mL

= 0,0912 N
IV.2.

Titrasi Blanko
V Luff Schoorl (mL)
25
25
25
Rata-rata

IV.3.

Titrasi Sampel
V Sampel (mL)
10
10
10
Rata-rata

Kadar sampel:
N I2

V Na2 S 2O 3 x N Na2 S 2O 3
V sampel

( 22,3 mL12,53 mL ) x 0,0 912 N


10

= 0,089 N
mg analit

V Na2S2O3 (mL)
12,4
12,6
12,6
12,53 mL

= V x BE x N

V Na2S2O3 (mL)
22,3
22,4
22,2
22,3

= 100 x 180 x 0,089 N


= 1602 mg

mg glukosa

BM sukrosa
BM glukosa

342
180

x 1602 mg

= 3043,8 mg
= 3,0438 g
Kadar gukosa:
% Kadar =

bobot analit
bobot sampel
3,0438 g
100 mL

= 3,04 %

x 100%

x 100%

x mg sukrosa

V. Pembahasan
Dilakukan penetapan kadar karbohidrat menggunakan metode Luff
Schoorl. Dimana pada metode ini digunakan untuk menetapkan kadar karbohidrat
dengan bobot molekul kecil. Sampel yang digunakan yaitu minuman dengan
kadar gula tinggi. Karbohidrat yang terkandung dalam sampel yaitu sukrosa.
Sukrosa yang termasuk kedalam disakarida perlu di hidrolisis terlebih dahulu agar
dapat ditetapkan kadarnya. Karena sukrosa masih mengandung dua gugus
monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa yang dihubungkan dengan ikatan
glikosida.
Komposisi sampel perlu diperhatikan karena adanya matriks dapat
mengganggu proses titrasi sehingga hasil yang didapatkan tidak akurat. Maka dari
itu perlu dilakukan proses isolasi untuk memisahkan karbohidrat dari matriks
yang lain. Terutama jika di dalam sampel mengandung vitamin C, maka vitamin C
tersebut perlu dihilangkan karena vitamin C bersifat reduktor dan dapat terhitung
sebagai kadar gula. Pada vitamin C memiliki strukur yang mirip dengan glukosa
dimana pada vitamin C juga terdapat gugus-gugus hidroksil yang dapat
teroksidasi. Sebelum dihidrolisis, ditambahkan CaCO3 untuk menghilangkan
vitamin C.
Pada proses preparasi sampel, sampel sebanyak 100 mL ditambahkan PbAsetat 5 % yang merupakan zat pengklarifikasi yang berguna untuk
mengendapkan koloid, asam organik, asam amino, protein dan polifenol. Hal ini
dilakukan agar komponen-komponen lain yang bukan karbohidrat tidak ikut
bereaksi sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Selain itu ditambahkan juga
Na-pospat 5 % yang berguna untuk mengendapkan kelebihan Pb-Asetat 5 %.
Kemudian sampel ditambahkan HCl hingga pH 2. Penambahan HCl
bertujuan untuk menghidrolisis sukrosa yang terdapat dalam sampel menjadi
monomer-monomer penyusunnya yaitu glukosa dan fruktosa. Proses hidrolisis
dilakukan karena polimer karbohidrat seperti sukrosa sulit untuk bereaksi
sehingga perlu di hidrolisis untuk memutuskan ikatan antara glukosa dengan

fruktosa. Pemilihan HCl pada saat hidrolisis karena hidrolisis yang digunakan
hanya hidrolisis parsial untuk memutuskan ikatan antara fruktosa dan glukosa.
Setelah ditambahkan HCl, campuran sampel dan HCl dipanaskan dengan
menggunakan refluk sederhana selama 1 jam. Hal ini dilakukan supaya jumlah
komponen tidak berkurang karena air dan asam dalam sampel tidak menguap (di
refluks).
Setelah dipanaskan, sampel dinetralkan dengan larutan NaOH 30%.
Setelah larutan netral, kemudian ditambahkan CH 3COOH atau asam lemah,
penambahan asam asetat ini dimaksudkan agar larutan dalam suasana sedikit
asam.
Dalam pengujian karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan
harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan
menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi
reaksi oksidasi ion iodida menjadi I2
O2 + 4I + 4H+ 2I2 + 2H2O
Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan
menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi
resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
I2 + H2O HOI + I + H+
4HOI + S2O32- + H2O 2SO42- + 4I + 6H+
Sampel yang sudah dihidrolisis kemudian ditambahkan dengan reagen luff
schoorl. Reagen ini terdiri campuran CuSO4, asam sitrat dan Na2CO3. CuSO4 akan
diaktifasi oleh asam sitrat menjadi bentuk Cu3+ lalu akan bereaksi dengan
Na2CO3 menjadi CuO, dimana CuO ini merupakan oksidator yang akan
mengoksidasi glukosa. Sampel yang telah ditambahkan reagen luff schrool
kemudian di panskan selama 10 menit terhitung setelah mendidih. Pemanasan ini
dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi reduksi dari monosakariada
pada gula terhadap CuO menjadi Cu2O. Larutan luff schrool akan bereaksi
dengan sampel yang mengandung gula pereduksi.
R COH + CuO Cu2O+ R COOH

Di dalam pemanasan ditambahkan batu didih hal ini dimaksudkan untuk


meratakan pemanasan sehingga mencegah terjadinya letupan (bumping). Proses
pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan
mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan
sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak
terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada
kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan
mendidih dalam waktu 3 menit. Setelah dipanaskan lalu campuran tersebut
kemudian didinginkan dalam bak yang berisi es. Agar pendinginan berlangsung
cepat, maka pendinginan dengan es perlu dilakukan.
Setelah campuran dingin pipet sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan 1
gram KI dan H2SO4 5N. Penambahan KI dan H2SO4 ini akan menimbulkan reaksi
antara CuO menjadi CuSO4 dengan H2SO4. Penambahan H2SO4 juga bertujuan
untuk mengasamkan larutan karena pada suasana basa, tio sebagai larutan standar
akan tereduksi secara parsial menjadi sulfat . CuSO4 yang telah tersebut akan
bereaksi dengan KI. Dimana CuSO4 yang bersifat oksidator akan mengoksidasi KI
menjadi I2. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan
menjadi coklat.
Cu2+ tidak langsung dititrasi oleh Na2S2O3 karena adanya perbedaan
potensial oksidasi-reduksi nya sangat besar sehingga Cu2+ tidak akan tereduksi
oleh adanya Na2S2O3. Sehingga perlu ditambahkan KI yang akan membentuk I2
yang akan dititrasi oleh Na2S2O3.
Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan menggunakan larutan tio
sulfat (Na2S2O3) 0,1 N. titrasi cepat dilakukan untuk menghindari penguapan I 2
yang sudah terbentuk. Larutan dititrasi hingga terbentuk warna kuning jerami.
Warna kuning jerami ini merupakan tanda bahwa larutan yang di titrasi sudah
mendekati titik ekivalen, sehingga bisa ditambahkan indikator amilum.
Penambahan indikator dilakukan menjelang titik akhir tititrasi karena apabila
dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat membungkus iod dan
mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat tajam. Setelah

ditambahkan indikator amilum maka warna larutan menjadi biru, karena terbentuk
kompleks antara amilum dengan I2.
Sampel kemudian dititrasi kembali hingga warna biru menghilang dan
berubah menjadi putih susu. Warna biru menghilang karena kompleks Iod-amilum
yang terbentuk akan tereduksi kembali menjadi I -, dimana I- tidak memberikan
warna. Berikut merupakan tahapan reaksi yang terjadi selama proses titrasi
berlangsung :
R COH + CuO CuO2 + R COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4
2CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI
Setelah dilakukan titrasi, didapatkan volume rata-rata Na2S2O3 sebanyak 22,3 mL.
kadar glukosa dari sampel yaitu 3,04 mL.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari analisis karbohidrat dengan
metode Luff Schoorl, dapat disimpulkan bahwa dari sampel If Frutamin memiliki
kadar karbohidrat (glukosa) sebesar 3,04 %

DAFTAR PUSTAKA
Fressenden, R. J. and Joan, S. F. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Pratana, C. F. dkk. 2003. Kimia Dasar 2: Common Textbook. Malang: UM Press.
Wahjudi, dkk. 2003. Kimia Organik II. Malang: UM Press.

Anda mungkin juga menyukai