Anda di halaman 1dari 24

1.

PERANCANGAN PIT DAN PUSHBACK

1.1 PENGANTAR
1. Pembahasan akan ditekankan pada perancangan geometri yang dapat
ditambang dengan masukan dari geometri pit yang dihasilkan oleh
program floating cone.
2. Dinding-dinding lereng dari tambang (pit walls) harus diperhalus, dan
jalan masuk ke tambang harus diperhitungkan dalam perancangan.
3. Dalam bab ini kita akan membahas pula sudut lereng dan jalan angkut.
4. Perancangan pentahapan tambang (mining phases / pushbacks) akan
dibahas pula

1.2 SUDUT LERENG


1. Geometri Jenjang
a. Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang
tunggal,

dan

lebar

dari

jenjang

penangkap

(catch

bench).

Rancangan geoteknik jenjang biasanya dinyatakan dalam bentuk


parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.
b. Tinggi jenjang : Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu
pula mencapai pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi
atau faktor lain mengharuskan ketinggian jenjang tertentu, alat muat
yang akan digunakan harus disesuaikan pula ukurannya.
c. Sudut lereng jenjang : Penggalian oleh alat gali mekanis seperti
loader atau shovel di permuka jenjang pada umumnya akan

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 1

menghasilkan sudut lereng antara 60-65 derajat. Sudut lereng yang


lebih curam biasanya memerlukan peledakan pre-splitting.
d. Lebar jenjang penangkap : Ditentukan oleh pertimbangan keamanan.
Tujuannya adalah menangkap batu-batuan yang jatuh.

Perlu

bulldozer kecil atau grader untuk membersihkan catch bench ini


secara berkala.
e. Di beberapa tambang terkadang digunakan konfigurasi multi-jenjang
(double / triple bench), pada umumnya untuk jenjang yang tingginya
5-8 meter. Dalam hal ini jenjang penangkap dibuat setiap dua atau
tiga jenjang. Tujuannya adalah untuk menerjalkan sudut lereng
keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih lebar
dibandingkan untuk jenjang tunggal.
f.

Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasa dilakukan


dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) yang diinginkan
menggunakan bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk
menggali sampai mangkuknya mencapai lokasi bendera tersebut.
Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman.

2. Sudut Lereng Inter-ramp vs. Overall


a. Sudut lereng antar-jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng
gabungan beberapa jenjang di antara dua jalan angkut. Inilah yang
dihasilkan oleh ahli-ahli geoteknik sewaktu mereka menetapkan
sudut lereng jenjang tunggal (face angle) dan lebar jenjang
penangkap (catch bench).
b. Sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut yang
sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan memperhitungkan
jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall.

3. Penggambaran Dengan Metoda Garis Tengah (Centerline Drawings)


a. Ada beberapa cara menggambarkan lokasi jenjang dalam peta
tambang.

Satu

alternatif

adalah

dengan

menggambar

garis

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 2

ketinggian kaki (toe) dan puncak jenjang (crest) menggunakan dua


jenis garis, misalnya tipis / tebal, putus-putus / penuh atau dua warna
yang berbeda. Gambar peta yang dihasilkan cenderung lebih rumit.
b. Alternatif yang lebih sederhana adalah menggunakan ketinggian titik
tengah jenjang (bench centerlines) untuk mewakili suatu jenjang.
Dengan

demikian

hanya

diperlukan

satu

menggambarkan suatu jenjang di peta.

garis

saja

untuk

Letak kontur ini tepat di

tengah-tengah, antara lokasi toe dan crest.


c. Di luar pit, garis-garis kontur ditandai dengan elevasi sebenarnya. Di
dalam pit, jenjang digambarkan pada lokasi titik tengahnya (midbench) tetapi ditandai dengan elevasi kaki jenjang (bench toe). Pada
kenyataannya, label ini mengacu kepada dataran (misalnya elevasi
catch bench) di antara dua centerlines.
d. Garis kontur titik tengah (bench centerlines) ini memotong jalan
angkut di tengah-tengah antara dua jenjang (separo jalan antar
jenjang).

2.3 JALAN ANGKUT


1. Letak Jalan Keluar Tambang
a. Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana
letak jalan-jalan keluar dari tambang. Biasanya kita ingin akses yang
baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan
peremuk bijih (crusher).
b. Topografi merupakan faktor yang penting. Akan sulit sekali bagi truk
untuk keluar dari pit ke medan yang curam.
2. Lebar Jalan
a. Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk.
b. Lebar jalan seperti di atas memungkinkan lalu lintas dua arah,
ruangan untuk truk yang akan menyusul, juga cukup untuk selokan
Perencanaan Berdasarkan Waktu - 3

penyaliran dan tanggul pengaman. Untuk truk tambang yang paling


besar saat ini (240 ton) lebar jalan biasanya 30 - 35 meter.

Gambar 1. Typical design haul-load width for two-way


traffic 77.11-t (85-st) trucks

Tabel 1. Minimum Road Design Widths for Various Size Rear Dump
Truck
Truck
size *
35 ton
85 ton
120 ton
170 ton

Approx
width, m
3.7
5.4
5.9
6.4

4x
width, m
14.8
21.6
23.6
25.6

Design width
m
ft
15
50
23
75
25
85
30
100

3. Kemiringan jalan
a. Jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan
8% atau 10%.
b. Untuk tambang-tambang yang besar, kemiringan jalan 8% paling
umum.

Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam

pembuatannya, serta memudahkan dalam pengaturan masuk ke


jenjang tanpa menjadi terlalu terjal di beberapa tempat.

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 4

c. Untuk jalan-jalan angkut yang panjang, kemiringan 10% adalah


kemiringan maksimum yang masih praktis. Tambang-tambang kecil
banyak yang dirancang dengan kemiringan jalan 10%.
4. Rancangan Spiral vs. Switchback
a. Pada umumnya switchback ingin dihindari sebisa mungkin, karena
cenderung melambatkan lalu lintas. Juga ban akan lebih cepat aus
dan perawatan ban akan lebih besar. Faktor lain adalah keamanan.
b. Tetapi jika ada sisi tambang yang jauh lebih rendah dari dinding
lainnya di sekeliling pit, switchback di sisi ini sering lebih murah
daripada membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit.
c. Jika switchback harus dipakai, buatlah cukup panjang sehingga di
bagian sebelah dalam dari tikungan kemiringannya tidak terlalu terjal.
5. Pertimbangan Keamanan
a. Di lokasi jalan tambang dapat dibuat belokan tanjakan darurat
(runaway ramps) untuk menghentikan truk yang tak terkontrol, bila
geometri pit memungkinkan. Melakukan pengupasan ekstra yang
besar hanya untuk membuat fasilitas ini tidak umum dilakukan.
b. Tanggul pemisah di tengah jalan dapat dibuat di beberapa tempat
untuk tujuan ini. Straddle berm semacam ini cukup murah biayanya.

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 5

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 6

6. Dampak Penggalian Untuk Membuat Jalan


a. Baik di batuan bijih atau waste, material yang di atasnya menjadi
jalan tambang (atau yang harus digali untuk membuat jalan),
volumenya luar biasa besarnya. Dampak ekonomik dari pembuatan
jalan tambang cukup berarti.
b. Sering ada kecenderungan untuk membuat studi kelayakan awal
dengan tahap-tahap penambangan tanpa memperhitungkan jumlah
material untuk membuat jalan angkut.

Kesalahan yang diperoleh

biasanya cukup besar. Dampak jalan angkut pada tahap-tahap awal


penambangan (yaitu tahap-tahap yang menghasilkan uang untuk
mengembalikan

modal)

biasanya

jauh

lebih

besar

daripada

dampaknya pada rancangan akhir penambangan.


Perencanaan Berdasarkan Waktu - 7

1.4 TAHAPAN TAMBANG (MINING PHASES / PUSHBACKS)


1. Definisi, Filosofi, Metodologi
a. Pushbacks
geometries)

adalah
yang

bentuk-bentuk
menunjukkan

penambangan

bagaimana

suatu

(minable
pit

akan

ditambang, dari titik masuk awal hingga ke bentuk akhir pit. Namanama lain adalah phases, slices, stages.
b. Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi seluruh
volume yang ada dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang
lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani.
c. Dengan demikian, problem perancangan tambang 3-dimensi yang
amat kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu
dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan
penambangan tiap-tiap pushback merupakan pertimbangan penting.
d. Pushbacks ini biasanya dirancang mengikuti urutan penambangan
dengan algoritma floating cone untuk berbagai skenario harga
komoditas. Bentuk pushbacks ini tidak akan persis sama dengan
geometri yang dihasilkan floating cone karena kendala operasi
seperti lebar pushback minimum dll.
e. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja, dan menyediakan ruang
kerja yang cukup untuk operasi peralatan yang efisien.
2. Kriteria Perancangan
a. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja baik.
Untuk truk dan shovel besar yang ada sekarang, lebar pushback
minimum adalah 100 - 130 meter. Untuk loader dan truk berukuran
sedang 60 meter sudah cukup lebar. Jumlah shovel yang
diperkirakan akan bekerja bersama-sama pada sebuah pushback
juga mempengaruhi lebar minimum ini.

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 8

b. Tak kurang pentingnya untuk memperlihatkan paling tidak satu jalan


angkut untuk setiap pushback, untuk memperhitungkan jumlah
material yang terlibat dan memungkinkan akses ke luar.

Jalan

angkut ini harus menunjukkan pula akses ke seluruh permuka kerja.


c. Perlu diperhatikan bahwa penambahan jalan pada suatu pushback
akan mengurangi lebar daerah kerja (sebanyak lebar jalan) di bawah
lokasi jalan tersebut. Jika beberapa jalan atau switchback akan
dimasukkan ke suatu pushback, lebar awal di sebelah atas harus
ditambah untuk memberi ruangan ekstra.
d. Perlu diperhatikan pula bahwa tambang kita tidak akan pernah sama
bentuknya dengan rancangan tahap-tahap penambangan (phase
design). Ini karena dalam kenyataannya, beberapa pushback akan
aktif pada waktu yang sama (dikerjakan secara bersamaan).
e. Suatu patokan pengukur jarak (template untuk lebar jalan, panjang
segmen jalan antar jenjang, jarak centerlines) yang sederhana amat
berguna untuk perancangan secara manual.
3. Penampilan Rancangan Pushback Dalam Laporan
a. Peta penampang horisontal tampak atas (plan / level map)
memperlihatkan bentuk pit pada akhir tiap tahap.

Bila mungkin

tandai setiap perubahan.


b. Peta penampang horisontal yang menunjukkan batas seluruh
pushback pada satu atau dua elevasi jenjang.
c. Peta penampang vertikal tampak samping (cross-section) yang
menunjukkan geometri seluruh pushback sering berguna pula.
Suatu tabel yang memberikan jumlah ton bijih, kadarnya, jumlah material
total dan nisbah pengupasan untuk setiap pushback. Tabulasi jumlah
dan kadar material per jenjang untuk tiap pushback diperlukan untuk
penjadwalan produksi.

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 9

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 10

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 11

Perencanaan Berdasarkan Waktu - 12

2. PENJADWALAN PRODUKSI

2.1 PENDAHULUAN
1. Suatu penjadwalan produksi tambang menyatakan, dalam periode waktu
(misalnya tahun), ton bijih, kadar , dan pemindahan material total yang
akan dihasilkan oleh tambang tersebut.
2. Sasarannya adalah menghasilkan suatu jadwal untuk mencapai
beberapa sasaran / kriteria ekonomik seperti memaksimumkan Net
Present Value (NPV) atau Rate of Return (ROR). Kriteria lain misalnya
menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah mungkin, dll.
3. Fokus kita adalah perencanaan jangka panjang. Kita akan menghasilkan
suatu jadwal produksi dan kemudian menentukan kebutuhan peralatan
untuk mengoperasikan jadwal tersebut. Pada penjadwalan jangka
pendek fokusnya mungkin berbeda; dengan kendala jumlah peralatan,
kita menentukan jadwal yang terbaik.
4. Selama proses penjadwalan, evaluasi beberapa alternatif sering
dlakukan:
a. Berbagai tingkat produksi bijih.
b. Berbagai jadwal pengupasan tanah penutup.
c. Berbagai strategi kadar batas (cutoff grade).
5. Data masukan dasar adalah pernyataan tonase dari tahap-tahap
penambangan, yaitu tabulasi ton dan kadar per jenjang dari material
yang akan ditambang untuk tiap tahap.
2.2 ASUMSI AWAL YANG DIPERLUKAN UNTUK MENGEMBANGKAN
SUATU JADWAL

1. Tingkat produksi bijih untuk tiap periode waktu


a. Dapat ditentukan dengan studi perbandingan tingkat produksi.
b. Tingkat produksi dapat berubah / meningkat dengan waktu.
2. Cutoff grade untuk tiap periode waktu
Beberapa jadwal sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cutoff grade
yang berbeda.
3. Dua butir di atas hingga tingkat tertentu akan mempengaruhi jadwal
pengupasan tanah / material penutup.

2.3 PENGAMATAN TERHADAP TABULASI TON / KADAR MATERIAL


UNTUK TIAP TAHAP
1. Jenjang-jenjang di bagian atas biasanya terdiri dari material penutup
(waste) yang harus dikupas.
2. Jenjang-jenjang yang lebih ke bawah umumnya terdiri dari bijih. Inilah
sumber bijih yang diandalkan untuk menjaga kelangsungan pabrik
pengolahan.
3. Pada elevasi jenjang berapakah akan terjadi peralihan dari material
penutup (waste) ke sumber bijih yang dapat diandalkan?
4. Satu kriteria dalah nisbah kupas. Pada elevasi jenjang berapakah nisbah
kupas jenjang akan lebih rendah dari nisbah kupas rata-rata?

2.4 KEBUTUHAN PENGUPASAN PRA-PRODUKSI


1. Berapa banyak material penutup yang harus dikupas selama masa praproduksi?

2. Jumlah minimum adalah material penutup yang harus dipindahkan dari


tahap penambangan (pushback) pertama sehingga pushback ini akan
menjadi sumber bijih yang andal ketika produksi tahun pertama dimulai.
3. Proses penjadwalan produksi ini dapat mengindikasikan jumlah material
yang lebih besar daripada yang didiskusikan pada butir 2. Karena itu
mungkin perlu dilakukan pengupasan pada pushback kedua, dan
seterusnya.
4. Material bijih yang ditambang selama pra-produksi biasanya di tumpuk di
dekat crusher dan menjadi bagian dari bijih untuk tahun pertama.

2.5 PENENTUAN / PERKIRAAN JADWAL PENGUPASAN MATERIAL


PENUTUP (WASTE)
1. Jadwalkan bijih dari tahap-tahap penambangan (pushback) sesuai
urutannya.
a. Mulai dengan tahap 1. Lakukan penambangan jenjang per jenjang
hingga sasaran produksi bijih untuk tahun itu tercapai. Hitung
persentase jenjang terakhir yang harus ditambang untuk mencapai
sasaran ini.
b. Tabulasikan waste (atau material total) yang digali bersama bijih.
c. Lanjutkan untuk jenjang-jenjang dan tahap-tahap penambangan
hingga semua bijih habis ditambang.
2. Tabulasikan waste (atau material total) berdasarkan tahun.
3. Puncak pemindahan waste berhubungan dengan pengupasan awal (prestripping) yang dibutuhkan pada setiap tahap. Yang diinginkan adalah
meratakan jadwal produksi waste dengan cara memindahkan material ini
jauh-jauh hari sebelumnya. Jadi kita mulai pengupasan jauh sebelum
bijih di pushback itu diperlukan.

a. Untuk tiap periode waktu, kumulatif waste dibagi dengan jumlah


tahun. Hasilnya memberikan tingkat produksi waste rata-rata yang
diperlukan untuk memperoleh bijih.
b. Hitung nilai kumulatif waste maksimum dibagi dengan jumlah tahun.
Hasilnya adalah tingkat produksi waste per tahun untuk penjadwalan
yang baik dan rata.
c;

Pertama kali kita membuat jadwal untuk mengatasi puncak tertinggi,


lalu mulai lagi dari nol untuk mengatasi puncak-puncak berikutnya.

2.6 MENYEIMBANGKAN JADWAL


1. Sekarang kita telah mempunyai tingkat produksi bijih dan tingkat
pemindahan / pergerakan material total untuk setiap periode waktu.
2. Langkah berikutnya adalah menambang dari pushback sumber bijih
utama dan dari pushback yang harus dikupas pada suatu periode waktu
untuk mencapai sasaran produksi.
a. Persoalannya, akan ada sejumlah waste di dalam material bijih dan
sebaliknya, sejumlah bijih dalam material waste.
b. Harus membuat jadwal yang seimbang sehingga jumlah bijih dari
semua sumber memenuhi sasaran, dan jumlah material total dari
semua sumber mencapai sasaran pula.
i.

Metode coba-coba (trial and error).

ii.

Menggunakan persamaan serentak (simultaneous equations)

3. Setelah bijih dan waste (atau material total) dari tiap pushback ditentukan
untuk suatu periode waktu, kadar untuk tahun itu dapat ditentukan
sebagai rata-rata tertimbang (berbobot) ton untuk bijih yang ditambang.

2.7 KOMENTAR LAIN-LAIN

1. Kebutuhan bijih tahun pertama harus dikurangi sehingga jumlah bijih


yang ditimbun selama pra-produksi dan yang ditambang selama tahun
pertama sama dengan sasaran pabrik tahun pertama.
2. Untuk pabrik yang besar, sasaran produksi tahun pertama biasanya
dikurangi, misalnya membuat jadwal produksi untuk 75% dari kapasitas.
3. Kesalahan numerik sulit dihindari.

Lakukan pengecekan sebanyak

mungkin, antara lain :


a. Bila suatu tahap / pushback selesai, pastikan bahwa material total
yang ditargetkan setiap tahun dari pushback tersebut sama dengan
jumlah bijih dan waste untuk pushback yang bersangkutan.
b. Buat satu tabel untuk setiap tahun yang memperlihatkan jumlah
material untuk setiap pushback.
4. Selama

proses

penjadwalan

mungkin

terdapat

kendala-kendala

penambangan lain yang belum diperhitungkan, misalnya:


a. Total ton yang dapat ditambang dari pushback selama satu tahun.
b. Jumlah jenjang yang dapat ditambang dari satu pushback selama
tahun itu.

2.8 PETA-PETA TAMBANG


1. Setelah proses penjadwalan dilakukan, gambaran konseptual tentang
bentuk tambang pada akhir setiap tahun akan mudah dibuat.
2. Kita tahu jenjang-jenjang mana yang ditambang dari tiap tahap pada
setiap tahun dan kita mempunyai rancangan untuk tiap tahap.
3. Penggambaran peta amat penting agar kita dapat mengetahui apakah
jadwal yang telah dibuat dapat dilaksanakan.
a. Cek jalan masuk ke daerah yang diperlukan.
b. Pastikan bahwa suatu jumlah material yang amat besar tidak harus
keluar melalui satu jalan angkut.

2.10

STRATEGI KADAR BATAS (CUTOFF GRADE STRATEGY)

1. Untuk tambang-tambang yang mempunyai batas keuntungan yang


cukup memadai, jadwal yang terbaik (dalam artian memaksimumkan
NPV atau ROI) akan dimulai pada kadar batas yang agak lebih tinggi dari
break even cutoff grade selama tahun-tahun awal, kemudian menurun ke
internal cutoff grade menjelang akhir umur tambang (lihat Kenneth F.
Lane, The Economic Definition of Ore, 1991).
2. Tambang-tambang dengan umur yang pendek dan keuntungan marginal
dapat mulai pada internal cutoff grade dan tetap pada kadar batas ini
sepanjang umur tambang.
3. Dengan sebuah program komputer yang secara cepat dapat mengevaluasi jadwal, strategi kadar batas yang terbaik dapat ditentukan
dengan metode coba-coba (trial and error).
4. Pedoman lain adalah mencoba mempertahankan penghasilan pada
tingkat kurang lebih dua kali biaya operasi untuk empat atau lima tahun
pertama dari umur tambang. Hal ini akan menghasilkan pengembalian
modal yang cepat.

3. TEMPAT PENIMBUNAN

3.1 PENDAHULUAN
Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump dan
stockpile.

1. Suatu waste dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang
terbuka dapat membuang material kadar rendah dan / atau material
bukan bijih yang harus digali dari pit untuk memperoleh bijih / material
kadar tinggi.
2. Stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan
pada saat yang akan datang.
a. Bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang.
b. Tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk
reklamasi.
3. Rancangan waste dump sangat penting untuk perhitungan keekonomian.
Lokasi dan bentuk dari waste dump dan stockpile akan berpengaruh
terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, demikian pula biaya operasi
dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan.
4. Daerah yang diperlukan untuk waste dump pada umumnya luasnya

3 kali dari daerah penambangan (pit).


a. Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang

30

45 % dibandingkan dengan material in situ.


b. Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit.
c. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman
dari pit.
5. Berdasarkan alasan politik, banyak perusahaan menjauhi nama waste
dumps. Istilah yang disukai adalah waste rock storage area, rock piles,
dan lain-lain.

3.2 JENIS DUMP


1. Valley Fill / Crest Dumps
a. Dapat diterapkan di daerah yang mempunyai topografi curam.
Dumps dibangun pada lereng.

b. Elevasi puncak (dump crest) ditetapkan pada awal pembuatan dump.


Truk membawa muatannya ke elevasi ini dan membuang muatannya
ke lembah di bawahnya. Elevasi crest ini dipertahankan sepanjang
umur tambang.
c. Dump dibangun pada angle of repose.
d. Membangun suatu dump ke arah atas (dalam beberapa lift) pada
daerah yang topografinya curam biayanya mahal. Dumping akan
mulai pada kaki (toe) dari dump final yang berarti pengangkutan truk
yang panjang pada awal proyek.
e. Diperlukan usaha yang cukup besar untuk pemadatan yang
memenuhi persyaratan reklamasi.
2. Terraced Dump / Timbunan yang dibangun ke atas (dalam lift)
a. Dapat diterapkan jika topografi tidak begitu curam pada lokasi
timbunan.
b. Timbunan dibangun dari bawah ke atas. Tiap lift biasanya 2040
meter tingginya.
c. Ada untung ruginya dari segi ekonomi antara jarak horisontal untuk
perluasan lift terhadap kapan memulai suatu lift baru.
d. Lift-lift berikutnya terletak lebih ke belakang sehingga sudut lereng
keseluruhan (overall slope angle) mendekati yang dibutuhkan untuk
reklamasi.
3.3 PEMILIHAN LOKASI
1. Tergantung pada beberapa faktor
a. Lokasi dan ukuran pit sebagai fungsi waktu.
b. Topografi.
c. Volume waste rock sebagai fungsi waktu dan sumber.
d. Batas KP / CoW.
e. Jalur penirisan yang ada.
f.

Persyaratan reklamasi.

g. Kondisi pondasi.

h. Peralatan penanganan material.


2. Selama rancangan detail dapat dipertimbangkan beberapa lokasi yang
berbeda untuk perbandingan faktor ekonomik.

3.4 PARAMETER RANCANGAN


1. Angle of Repose
a. Batuan kering run of mine umumnya mempunyai angle of repose
antara 34 37 derajat.
b. Sudut ini dipengaruhi oleh tinggi dump, ketidak teraturan bongkah
batuan, kecepatan dumping.
c. Dapat dibuat pengukuran pada sudut lereng (bongkah-bongkah
alami (talus) yang ada di daerah tersebut.
2. Faktor pengembangan (swell factor)
a. Pada batuan keras, faktor pengembangan pada umumnya antara 30
dan 45%. Satu meter kubik in situ akan mengembang menjadi 1.3 1.45 meter kubik material lepas (loose).
b. Pengukuran bobot isi loose dapat dilakukan.
c. Dengan waktu, material dapat dikompakkan 5 15%. Material yang
dibuang dengan truk akan menjadi lebih kompak daripada material
yang dibuang oleh ban berjalan (belt conveyor stackes)
3. Tinggi lift / jarak setback
a. Hanya berlaku untuk dump yang dibangun ke atas (dengan lift).
b. Tinggi lift umumnya adalah 15 40 meter.
c. Rancangan

jarak

setback

sedemikian

rupa

sehingga

sudut

kemiringan keseluruhan rata-rata (average overall slope angle)


adalah 2H : 1V (27 derajat) sampai 2.5H : 1V (22 derajat) untuk
memudahkan reklamasi.
4. Jarak dari pit limit

a. Jarak minimum adalah ruangan yang cukup untuk suatu jalan antara
pit limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat dump
harus diperhitungkan.
b. Jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kestabilan lereng pit.
5. Makalah Bohnet / Kunze (Surface Mining Bab 5.6) merekomendasikan
sedikit tanjakan ke arah dump crest dengan alasan penirisan dan
keamanan.
a. Limpasan air hujan menjauhi crest.
b. Truk harus menggunakan tenaga mesin untuk menuju ke crest dan
bukan meluncur bebas. Juga akan mengurangi resiko alat

kendaraan yang diparkir meluncur jatuh dari puncak waste dump


(crest).
3.5 PERHITUNGAN VOLUME

1. Penampang horisontal
a. Ukur luas daerah pada kaki (toe) dan puncak (crest) dari setiap lift.
Rata-ranya adalah luas lift.
b. Tinggi lift memberikan dimensi ke tiga dan volume untuk lift.
c. Jumlahkan volume untuk tiap lift untuk memperoleh volume total
dump.
2. Penampang vertikal
a. Buat beberapa penampang melintang dengan jarak yang sama
melalui dump.
b. Ukur luas tiap penampang.
c. Luas ini dianggap sama hingga separo jalan ke penampang
berikutnya pada kedua sisi untuk memperoleh dimensi ke tiga dan
volume untuk setiap penampang.
d. Jumlahkan volume tiap-tiap penampang untuk memperoleh volume
total dump.

3. Rancangan dump adalah dengan cara coba-coba (trial and error).


a. Gambar rancangan dump secara coba-coba dan hitung volumenya.
Bandingkan dengan volume dump yang diperlukan.
b. Sesuaikan rancangan dan ukur kembali sampai volume yang
diinginkan dicapai. Umumnya 2 3 kali dicoba sudah cukup. Perbedaan
antara ukuran yang diperlukan dan rancangan sampai 5% umumnya
dapat diterima.

3.6 REKLAMASI

1. Untuk memenuhi syarat lingkungan pada umumnya dump akan


dirancang dengan kemiringan 2H : 1V atau 2.5H : 1V.
a. Stabilitas jangka panjang.
b. Memudahkan penanaman kembali (revegetasi).
2. Mungkin harus ditimbun dengan topsoil atau overburden.
3. Mungkin harus memelihara saluran air dan kolam pengendapan
sedimen.
4. Harus memantau air dari dump (masalah air asam tambang, dll.).

2.7 KOMENTAR LAIN


1. Biasanya satu track dozer ditugasi pada waste dump yang aktif.
a. Menjaga dump tetap bersih dan memelihara kemiringan.
b. Sering truk menimbun dekat dengan crest dan dozer mendorong
material melalui crest.
c. Membebaskan truk dan peralatan lain yang terperangkap.

2. Dump yang besar memerlukan perhitungan rekayasa geoteknik yang


cukup.
a. Penentuan kestabilan pondasi.
b. Kecepatan maksimum dari kemajuan dump.
c. Pengaruh air. Bagaimana membuang material ke jalur penirisan.
d. Masalah gempa bumi pada daerah seismik yang aktif.
3. Jika rencana tambang mengijinkan, penimbunan kembali ke daerah yang
sudah habis ditambang banyak memberi keuntungan (dilakukan
misalnya di Gn. Muro).
a. Umumnya pengangkutan jarak pendek.
b. Mengurangi dampak visual dari aktivitas tambang.
4. Menjadwalkan penempatan material pada dump sesuai penjadwalan
produksi umum dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai