Guna memenuhi target Rencana Strategis PU serta peningkatan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan permukiman, diperlukan kompetensi para pelaku pembangunan bidang
Penyehatan Lingkungan Permukiman, khususnya bidang drainase di Indonesia. Berbagai upaya
strategis termasuk fasilitasi penguatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam bidang
drainase terus dilakukan, antara lain melalui diseminasi keteknikan yang dilaksanakan secara
berjenjang untuk tingkat provinsi dan dilanjutkan ke seluruh kabupaten/kota dengan tujuan
untuk penyamaan persepsi, pemahaman dan pengetahuan bidang drainase secara lebih baik,
sesuai dengan pola pengelolaan drainase perkotaan yang mengacu pada peraturan dan
kebijakan yang terkait, seperti UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Materi diseminasi keteknikan bidang drainase ini terbagi menjadi Buku I dan Buku II. Buku II
meliputi :
Ruang Lingkup Operasi dan Pemeliharaan Drainase Perkotaan
Pemrograman dan Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan
Pedoman Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan
Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan
Monitoring dan Evaluasi
Kinerja Sistem Drainase
Tinjauan Lapangan
Studi Kasus
Penyusunan materi diseminasi keteknikan drainase merupakan rangkuman materi dari berbagai
sumber yang telah ada, dan dilakukan atas kerjasama Direktorat Pengembangan PLP dengan
Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
ITB, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS, Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Arsitektur
Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, serta Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah I Bekasi dan Balai
Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah II Surabaya.
Semoga materi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan berbagai kegiatan
penanganan dan pengelolaan drainase perkotaan di Indonesia.
Maret, 2013
Direktur Pengembangan PLP,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Lampiran 1A : Draft Peraturan Menteri tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan ................................................................ 849 872
Lampiran 1B : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) 873 908
Lampiran 1C : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNPSPALP) .......................................................................................................................... 909 950
LAMPIRAN 2
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ............................................. 951 1000
LAMPIRAN 3
Analisis Hidrologi ....................................................................................................... 1001 1080
LAMPIRAN 4
Analisis Hidraulika ...................................................................................................... 1081 1096
LAMPIRAN 5
Analisis Struktur.......................................................................................................... 1097 1108
LAMPIRAN 6
Analisis Ekonomi ........................................................................................................ 1109 1112
ii
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 14
RUANG LINGKUP OPERASI DAN
PEMELIHARAAN DRAINASE
PERKOTAAN
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ii
RUANG LINGKUP OPERASI DAN PEMELIHARAAN ...................................................... 643
1
2.1
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
3.2
3.2.1
3.2.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
DAFTAR TABEL
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
Gambar 2.8.
Gambar 2.9.
Gambar 2.10.
Gambar 2.11.
Gambar 2.12.
Gambar 2.13.
Gambar 2.14.
Gambar 2.15.
Gambar 2.16.
Gambar 2.17.
Gambar 2.18.
Gambar 2.19.
Gambar 2.20.
Gambar 2.21.
Gambar 2.22.
Gambar 2.23.
Gambar 2.24.
Gambar 2.25.
Gambar 2.26.
Gambar 2.27.
ii
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Gambar 3.4.
Gambar 3.5.
Gambar 3.6.
Gambar 3.7
iii
halaman kosong
iv
PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade, Operasi dan Pemeliharaan (O&P) untuk proyek sumber daya air
khususnya proyek drainase tidak mendapatkan perhatian yang serius. Situasi ini muncul bukan
karena ketidaktahuan akan kebutuhan O&P tetapi lebih karena kesulitan mendapatkan sumber
dana yang cukup. Kesulitan memperoleh biaya yang cukup untuk membiayai kegiatan O&P
tersebut dan bahkan jika biayanya tersedia belum ada jaminan bahwa biaya tersebut dipakai
untuk O&P jika kegiatan-kegiatan yang sifatnya mendesak muncul bersamaan.
Beberapa tahun terakhir pemerintah Indonesia mulai memperhatikan untuk mencari jalan keluar
mengenai permasalahan O&P. Beberapa proyek mulai memasukan komponen biaya O&P yang
memadahi. Rencana persiapan O&P, susunan institusi O&P dan lain lain sudah mulai
dipersiapkan. Juga mulai diperkenalkannya partisipasi aktif para penerima manfaat dalam
kegiatan O&P.
Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (O&P) merupakan dua kegiatan yang berbeda, namun tidak
dapat saling dipisahkan, karena saling pengaruh mempengaruhi satu dan lainnya. Dalam
terminologi rekayasa pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai seni untuk menjaga peralatan,
bangunan, dan fasilitas lain yang terkait, pada kondisi yang kondusif untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang diharapkan. Pengoperasian sistem drainase memerlukan tidak
hanya operasi fisik dari berbagai komponen, tetapi operasinya dalam kondisi darurat dan
permintaan (on-call).
2.1
Operasi adalah kegiatan untuk menjalankan dan memfungsikan prasarana dan sarana drainase
perkotaan sesuai dengan maksud dan tujuannya.
643
2.2
Pengoperasian sistem drainase tidak hanya operasi fisik dari berbagai komponen, tetapi operasinya dalam
kondisi darurat dan permintaan (on-call), sehingga diperlukan standard operasinal proceure (SOP) yang
handal. Komponen sistem drainase yang memelukan SOP adalah:
1) Pintu Air
Pintu air adalah pintu/bangunan pelengkap yang berfungsi untuk mengatur debit, dan dapat
dipasang diantaranya pada: inlet siphon, inlet dan outlet kolam detensi dan retensi, inlet
stasiun pompa dan di ujung saluran yang berhubungan dengan badan air. Pembagian pintu
air menurut jenis dan pengoperasiannya adalah sebagai berikut:
(1) Pintu air menurut jenisnya:
a) Pintu sorong, dapat dilihat dalam Gambar 2.1..
b) Pintu klep otomatis diperlihatkan dalam Gambar 2.2;
c) Pintu katup karet otomatis dapat dilihat dalam Gambar 2.2.
644
Gambar 2.2. Pintu Klep Otomatis (kiri) dan Pintu Karet Otmatis (kanan)
645
Pompa ini tidak terganggu dengan adanya tumbuhan air dan sampah, oleh sebab itu
pompa ini mampu beroperasi tanpa dijaga dalam waktu yang lama.
646
647
3) Tash Rack.
Trash rack atau saringan sampah adalah salah satu sarana drainase untuk tetap menjaga
kebersihan saluran. Menurut jenisnya terdapat dua jenis trash rack yaitu :
(1) Menurut jenisnya terdapat dua jenis trash rack yaitu :
a) Tipe saringan permanen;
b) Tipe saringan tidak permanen, dapat diangkat.
(2) Menurut pengoperasiannya trash rack dapat dioperasikan secara :
a) Tash rack manual (Gambar 2.9) biasanya ditempatkan di :
648
c) Trash Rack Otomatis Sistem Rottary (tampak samping), seperti dalam Gambar
2.11.
d) Trash Rack Otomatis Sistem Rottary (tampak depan), seperti dalam Gambar 2.11;
649
2.2.1
Pintu Air
Pintu air adalah pintu/bangunan pelengkap yang berfungsi untuk mengatur debit, dan dapat
dipasang diantaranya pada: inlet siphon, inlet dan outlet kolam detensi dan retensi, inlet stasiun
pompa dan di ujung saluran yang berhubungan dengan badan air. Pengoperasian yang
650
disampaikan di sini adalah secara umum. SOP secara spesifik sangat tergantung pada masingmasing lokasi.
secara normal
651
(3) dalam hal muka air saluran lebih tinggi dari muka air rencana, kelebihan debit dibagi:
a)
proporsional
2) Pintu Air Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai Atau Saluran Drainase
Pintu kolam retensi tipe di samping badan sungai atau saluran drainase (Gambar 2.13)
dioperasikan sebagai berikut:
(1) Pada saat muka air melebihi kondisi normal pintu inlet dibuka sehingga air dari sungai
outlet, hal ini untuk menciptakan ruang untuk menampung debit yang berlebih
berikutnya.
(3) Pintu ini hanya dibuka untuk mengalirkan air dalam rangka menjaga kesehatan
lingkungan.
652
3) Pintu air Kolam Retensi Tipe di Dalam Badan Sungai atau Saluran Drainase
Pintu kolam retensi tipe di dalam badan sungai atau saluran drainase (Gambar 2.14)
dioperasikan sebagai berikut:
(1) Pada saat muka air melebihi kondisi normal pintu outlet ditutup;
(2) Pada saat muka air di hilir pintu mencapai kondisi normal kembali, maka pintu outlet
dibuka, hal ini untuk menciptakan ruang untuk menampung debit yang berlebih
berikutnya;
(3) Di musim kemarau pintu outlet ditutup agar di kolam retensi tetap ada air. Sesekali
653
air dari saluran drainase masuk ke kolam retensi/tandon. Pada saat elevasi muka air
kolam mencapai level tertentu, maka pompa dioperasikan untuk mengalirkan air dari
kolam retensi/tandon ke sungai/badan air penerima.
2) Pada level muka air di badan air penerima lebih rendah dari muka air di kolam retensi,
maka pintu outlet dan pintu pengatur dibuka.
3) Jika di saluran drainase terjadi banjir, sementara sungai dalam keadaan normal (tidak
meluap), maka semua pintu pengatur dibuka, sementara pintu inlet dan outlet ditutup.
Langkah ini dilakukan agar air di saluran drainase dapat mengalir ke sungai secara
gravitasi;
4) Di musim kemarau pintu outlet ditutup agar di kolam retensi tetap ada air. Sesekali
dibuka untuk kegiatan pemeliharaan.
Gambar 2.15. Pintu air sistem polder dengan pompa dan kolam di samping saluran
drainase
5) Pintu Air Sistem Polder dengan Pompa dan Kolam pada Badan Saluran Drainase
1) Pada saat banjir di sungai, pintu outlet ditutup. Jika di saluran drainase terjadi hujan
pompa dioperasikan untuk membuang air di kolam retensi/tandon ke sungai;
2) Pada pada banjir di sungai surut, pintu outlet dibuka agar air di kolam retensi dapat
mengalir ke sungai secara gravitasi.
654
3) Di musim kemarau pintu out let ditutup agar di kolam retensi tetap ada air. Sesekali
dibuka untuk kegiatan pemeliharaan.
Gambar 2.16. Pintu sistem polder dengan pompa dan kolam di badan saluran drainase
2.2.2
Stasiun pompa
Sistem pompa biasanya berpasangan dengan sistem polder, tapi ada juga pada beberapa daerah
digunakan sistem pompa, tanpa ada polder. Biasanya ini dilakukan pada kondisi adanya
penyempitan saluran di sebelah hilir, sehingga menimbulkan genangan air/banjir pada bagian
hulu dari penyempitan tersebut. Untuk dapat menampung genangan tersebut biasanya dibuat
kolam yang disertai dengan pompa.
Stasiun pompa (Gambar 3.17) terdiri dari pompa, saringan, genset, diesel, panel operasi pompa,
rumah pompa, gudang, dan rumah jaga. Komponen stasiun pompa yang perlu dioperasikan
adalah sbb.:
1) Pompa.
a) Operasi harian meliputi:
(a) Menghidupkan selama hujan
(b) Menjaga tinggi muka air
655
3) Genset
a) Operasi harian meliputi:
(a) Back up PLN
656
657
5) Penggunaan sumber listrik baik dari PLN maupun genset, lakukan langkah-langkah sebagai
berikut : tutup pintu outlet dengan menekan tombol pintu berturut-turut (tergantung jumlah
pintu di lokasi) seperti dalam Gambar 2.19.
6) Hidupkan pompa lumpur untuk menyedot lumpur yang mengendap di dasar pompa banjir.
Lamanya pemompaan sesuai dengan ketentuan, misalnya 7 menit;
7) Matikan pompa lumpur;
8) Hidupkan berturut-turut pompa banjir sesuai dengan kebutuhan seperti dalam Gambar 2.20;
9) Matikan pompa banjir, apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi sudah mencapai
elevasi normal sesuai dengan ketentuan SOP;
10) Pintu outlet dibuka kembali sehingga aliran air dari kolam retensi ke sungai/laut dapat
mengalir secara gravitasi.
658
2.2.3
Salah satu panel dari beberapa jenis trash rack seperi dalam Gambar 2.21. Cara
pengoperasiannya adalah sebagai berikut :
1) Nyalakan trash rack elektro mekanik dari kontrol panel, sesuai jumlah rake and arm yang
akan digunakan seperti dalam Gambar 2.21;
659
2) Seluruh sampah yang tersaring pada saringan diangkat ke permukaan saluran dan
dimasukkan ke dalam horizontal conveyor. Proses pengangkatan sampah dari saluran ke
dalam bak penampungan sampah, dapat dilihat berturut-turut dari Gambar 2.22 s/d Gambar
2.26.
3) Sampah dari alat pembawa horizontal ke dalam inclined conveyor;
4) Sampah dari inclined conveyor masuk/dimasukkan ke bak penampungan sampah atau
kontainer yang telah disediakan.
660
661
2.2.4
Saringan sampah yang dipasang di depan pintu air atau pompa dan pengangkatannya dengan
tenaga manusia disebut trash rack manual seperti terlihat dalam Gambar 2.27. Proses
pengangkatannya adalah sebagai berikut :
1) Angkat sampah yang tertahan di saringan sampah dengan alat garu;
2) Tumpuk sampah-sampah yang telah diangkat di tempat-tempat yang telah disediakan;
3) Pindahkan sampah yang sudah terkumpul dengan gerobak sampah atau truk untuk dibawa
atau diangkut ke TPS atau ke tempat pembuatan kompos untuk dipisahkan antara sampah
organik dan anorganik.
3.1
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk tetap menjaga kondisi
prasarana dan sarana drainase yang ada. Proses kegiatan ini terdiri dari beberapa sub komponen
yang perlu dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan durasi waktu baik rutin, berkala maupun
khusus tergantung dari komponen prasarana dan sarana yang ada.
Pemeliharaan adalah usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana drainase selalu dapat berfungsi
dengan baik selama mungkin, selama jangka masa pelayanan yang direncanakan.
662
3.2
Kondisi sistem drainase biasanya cepat menurun, sehingga mempengaruhi kinerja sistem. Oleh
karena itu diperlukan program pemeliharaan yang lengkap dan menyeluruh. Ruang lingkup
pemeliharaan sistem drainse meliputi:
1) Kegiatan pengamanan dan pencegahan;
2) Kegiatan perawatan;
3) Kegiatan perbaikan.
3.2.1
Kegiatan pengamanan dan pencegahan adalah usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau
fungsi sistem dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini meliputi,
antara lain:
1) Inspeksi rutin
2) Melarang membuang sampah di saluran/kolam.
3) Melarang merusak bangunan drainase.
3.2.2
Kegiatan Perawatan
Kegiatan perawatan adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi dan/atau fungsi sistem
tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti.
1) Perawatan Rutin
Perawatan rutin adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi dan fungsi sistem,
tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti dan dilaksanakan setiap waktu.
2) Perawatan Berkala
Perawatan berkala adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi dan fungsi sistem,
tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti dan dilaksanakan secara berkala.
663
3.3
1) Perawatan rutin
Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah,
pasangan batu kali atau beton. Saluran ini dilengkapi dengan tanggul atau jalan inspeksi.
Kegiatan perawatan rutin pada umumnya meliputi:
a). membabat rumput pada tebing saluran (untuk saluran dari tanah).
b). membersihkan sampah, tumbuhan pengganggu yang berada di saluran.
c). memperbaiki longsoran-longsoran kecil yang terjadi di lereng saluran.
d). menambal dinding saluran yang retak atau rusak, dan merapikan bentuk profil saluran.
e). memperbaiki kerusakan kecil pada tanggul akibat penurunan, rembesan, dan longsoran
kecil.
f). menambal dan memperbaiki kerusakan kecil/setempat pada jalan inspeksi.
2) Perwatan berkala
a)
Di samping kegiatan rutin, perlu dilakukan pemeliharaan berkala dengan skala yang
lebih besar, yaitu mengeruk/mengangkat endapan lumpur di sepanjang saluran,
dilakukan setiap periode tertentu ( biasanya antara 1 4 tahunan), dilakukan pada saat
musim kemarau. Pekerjaan ini dilakukan untuk mempertahankan penampang saluran,
karena aliran airnya tidak mampu menggelontor endapan lumpur dan sampah cukup
tinggi.
b) Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membersihkan saluran dari endapan
sedimen/lumpur, yaitu:
(a) Menciptakan kecepatan gelontor yang cukup tinggi sehingga mampu membersihkan
sampah/sedimen setiap kali terjadi aliran besar. Cara ini sangat ekonomis, namun
tidak selalu dapat dilaksanakan, karena sangat tergantung pada kemiringan saluran
yang ada. Pasokan air penggelontor juga sering menjadi penghambat, karena tidak
selalu tersedia cukup, terutama pada musim kemarau.
(b) Pengerukan dengan padat karya dapat diujicobakan selama masih memungkinkan
secara teknis.
Langkah-langkah pekerjaan adalah sebagai berikut :
664
(1) Sedimen yang mengendap yang mengendap di dasar saluran digali dan diangkat
ke atas tanggul/tepi saluran dengan alat cangkul dan sekop.
(c) Pengerukan dengan menggunakan peralatan berat. Alat berat yang biasa digunakan
antara lain back-hoe, clamp-shell, dan dump truck. Jika tersedia jalan inspeksi yang
cukup (kuat dan lebar) untuk operasi alat berat, dan lebar saluran dapat dijangkau
oleh alat berat dari darat, maka kegiatan pengerukan dapat dilakukan dari darat
(jalan inspeksi). Namun jika jalan inspeksi tidak ada atau ada tapi tidak mencukupi,
dan sungai cukup lebar, maka back-hoe dan / atau clamp-shell dapat dioperasikan
dari atas pontoon, atau dapat digunakan amphibious dredger.
665
(d) Material hasil pengerukan yang berupa lumpur/pasir dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan, selama material tersebut tidak mengandung logam berat atau
bahan berbahaya lainnya, antara lain:
666
3.4
1) Perawatan rutin
Pada kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup.
Saluran dapat terbuat dari buis beton yang dilengkapi dengan lobang pemeriksaan (man
hole), atau saluran pasangan batu kali/beton yang diberi plat tutup dari beton bertulang.
Karena tertutup, maka perubahan penampang saluran akibat sedimentasi, sampah, dan lainlain tidak dapat terlihat dengan mudah. Oleh karena itu, kegiatan pemeliharaan perlu
didahului dengan inspeksi saluran, dengan cara:
(1) Inspeksi lobang pemeriksaan (man-hole)
a). Pekerjaan inspeksi man-hole yang tampaknya sepele ini, ternyata di lapangan
sangat berbeda. Dalam praktek, membuka tutup man-hole bukan pekerjaan mudah,
selain berat, sering tutup man-hole terjepit karena kurang sempurnanya pada saat
konstruksi atau pengecoran. Untuk mempermudah atau memperingan pengangkatan
tutup man-hole dapat dilakukan dengan alat bantu tripod dan katrol.
b). Setelah tutup terangkat, inspeksi dilakukan dengan jalan menancapkan jalon
dalam man-hole.
c). Air limbah rumah tangga, dan atau industri yang dibuang ke saluran drainase
beracun dan merusak kulit tubuh, oleh karena itu diperlukan pakaian khusus bagi
inspektor.
d). Jika memungkinkan, pada waktu inspektor berada di dalam man hole, sekaligus
memeriksa kondisi pipa drainase. Namun sering dijumpai kondisi man-hole sangat
gelap, khususnya jika man hole cukup dalam. Dalam hal ini diperlukan teknik
tersendiri dalam melakukan inspeksi, diantaranya:
(a) Inspeksi dengan senter cermin : sinar dari senter yang kuat disorotkan oleh
Inspektor-1 dari lubang pipa melalui man hole dan Inspektor-2 melihat cermin
dari lubang pipa pada man hole berikutnya.
667
(b) Inspeksi dengan sinar matahari cermin : sinar matahari dipantulkan oleh
cermin oleh Inspektor-1 dari lubang pipa melalui man hole dan ditangkap oleh
cermin dari lubang pipa pada man hole berikutnya.
(c) Inspeksi dengan Tele Eye: sebuah Handy Camera yang digerakkan oleh robot
kecil berjalan masuk ke dalam pipa. Inspektor emngamati kondisi pipa dari
layar monitor yang berada di luar man hole.
2) Perawatan berkala
(1) Seperti halnya saluran terbuka, saluran tertutup juga mengalami pengendapan yang
tidak kalah tinggi, sehingga perlu juga dilakukan pengerukan. Pelaksanaan pengerukan
sedimen pada saluran tertutup lebih sulit dibandingkan pada saluran terbuka, sehingga
diperlukan pengawasan yang cukup ketat.
Peralatan yang digunakan adalah : cangkul, sekop, gerobak dorong, karung plastik, tali
raffia, linggis.
Langkah-langkah kerjaan adalah sebagai berikut :
a. Angkat penutup saluran
a. Sedimen yang mengendap di dasar saluran digali dan diangkat ke atas tanggul/tepi
saluran dengan alat cangkul dan sekop.
b. Penggalian sedimen harus benar-benar sampai ke dasar saluran;
c. Jika di dalam saluran drainase terdapat sampah, maka sampah diangkat terlebih
dahulu selanjutnya dillakukan pengerukan sedimen;
d. Sedimen didiamkan terlebih dahulu sampai cukup kering (kira-kira 3 jam) setelah
penggalian;
e. Sedimen dan sampah dimasukkan ke dalam kantung plastik yang terpisah kemudian
diikat;
f.
(2) Pembersihan saluran tertutup yang berukuran cukup besar, dimana pekerja dapat masuk
dengan leluasa, dapat dilakukan secara manual. Sedangkan saluran atau pipa yang
668
berukuran kecil hal ini tidak mungkin dilakukan, sehingga diperlukan cara lain, yaitu
rodding (penggarukan) dan jetting (penyemprotan & penyedotan).
3.5
Pemeliharaan Tanggul
669
3.6
Beberapa langkah pekerjaan yang dapat dilakukan untuk pemeliharaan bangunan pintu air
adalah sebagai berikut :
1) Perawatan rutin
a) pengamatan muka air di hulu dan hilir pintu, khususnya pintu-pintu yang dipengaruhi
oleh pasang surut.
b) membersihkan sampah/endapan di sekitar pintu air, pintu klep.
c) memberi pelumas pada pintu-pintu, pintu klep, derek dll.
d) menservis sensor muka air, motor penggerak pintu, dll.
2) Perawatan berkala
a) Melumasi pintu-pintu air seperti batang ulir dan gigi pemutar;
b) mengecat pintu air, pintu klep, dilaksanakan setiap 1-2 tahun;
c) memperbaiki pintu/pintu klep yang macet dan bangunan yang rusak ringan;
d) memperbaiki gedung kantor, rumah pompa, kendaraan, peralatan, dll.
670
3.7
Pemeliharaan Diesel
Pemanasan Mesin
671
b)
c)
d)
e)
Filter BBM
Oli+Filter
Greasing
Battery + Pengisian
3.8
Pemeliharaan Genset
Check/servis
Bahan bakar
Air
Batttery
Oli
Check/Servis
Filter BBM
Oli+Filter
Greasing
Battery + Pengisian
3.9
672
673
(3) Lakukan pekerjaan pengerukan dan pengisian sedimen ke dalam phonton penampung
berulang kali sampai bak penampung penuh;
(4) Tarik excavator phonton dan phonton penampung dengan menggunakan sling ke
pinggir spoil bank;
(5) Pindahkan semua sedimen dari phonton penampung dengan menggunakan excavator ke
bak penampung;
(6) Tiriskan sedimen di spoil bank selama 1 hari;
(7) Masukkan sedimen dari bak penampungan (spoil bank) ke dalam dump truck dengan
menggunakan excavator;
(8) Angkut sedimen ke tempat pembuangan yang telah ditentukan.
674
hambatan (umunya dari sampah). Kapal keruk tidak dapat berfungsi apabila kondisi kolam
retensi terhambat oleh sampah. Langkah-langkah pekerjaan adalah sebagai berikut :
(1) Kapal keruk masuk ke tengah kolam retensi;
(2) Sedimen yang berada di kolam retensi di aduk dengan alat pengaduk yang berada di
kapal keruk;
(3) Hidupkan pompa hisap untuk menyedot sedimen dan memindahkannya ke tempat bak
penampungan (spoil bank);
(4) Sedimen yang berada di bak penampungan kolam ditiriskan selama 1 hari
(5) Masukkan sedimen dari bak penampungan (spoil bank) ke dalam dump truck dengan
menggunakan excavator;
(6) Angkut sedimen ke tempat pembuangan yang telah ditentukan.
675
676
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pelaksanaan Konstruksi
Sistem Drainase Perkotaan, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Perencanaan Kolan Detensi,
Kolam Retensi & Sistem Polder, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Panduan Operasi dan Pemeliharaan
Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan, 2012.
Hudson, W.R., Hass, R., and Uddin, W. (1997). Infrastructure Management. Integrating
Design, Construction, Maintenance, Rehabilitation, and Rnovation. McGraw-Hill, New York.
Suripin. (2004). Pengembangan Drainase Perkotaan Berkelanjutan. ANDI, Yogyakarta.
677
halaman kosong
678
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 15
PEMROGRAMAN DAN PERENCANAAN
OPERASI & PEMELIHARAAN
halaman kosong
DAFTAR ISI
Umum........................................................................................................................ 679
1.2
1.3
1.4
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.3
2.3.1
2.3.2
2.3.3
2.3.4
2.3.5
2.3.6
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ii
PENDAHULUAN
1.1
Umum
Manajemen Operasi dan Pemeliharaan (O&P) merupakan komponen penting dari program O&P
secatra keseluruhan. Fungsi manajemen harus mengikat bagian-bagian yang berbeda dari
program ke dalam entitas kohesif. Dari pengalaman kami, keseluruhan program harus
mengandung lima fungsi yang sangat berbeda yang membentuk organisasi: Operasi
(Operation), Pemeliharaan (Maintenence), Teknik (Engineering), Pelatihan (Training), dan
Administrasi (Adiministration)-OMETA (Gambar 1.1).
OPERASI
PEMELIHARAAN
TEKNIK
INTEGRASI
O&P
PELATIHAN
ADMINISTRASI
679
1.2
Lima elemen didefinisikan dengan baik Program O&P yang efektif dalam konsep OMETA
(Meador, 1995). Sementara unsur-unsur, Operasi, Pemeliharaan, Teknik, Pelatihan, dan
Administrasi, membentuk dasar untuk O&P yang organisasi soid, kuncinya terletak pada
definisi fungsi yang baik dari masing-masing komoponen dan hubungan antar organisasi.
Subset dari peran dan tanggung jawab untuk masing-masing elemen disajikan di bawah ini:
1) Operasi
Melakukan Operasi - Untuk memastikan proses operasi yang efisien, aman, dan dapat
diandalkan.
Pengetahuan dan Kinerja Operator - Untuk memastikan bahwa pengetahuan dan kinerja
operator akan mendukung operasi sistem yang aman dan dapat diandalkan.
2) Pemeliharaan
Kerja Sistem Kontrol - Untuk mengontrol kinerja pemeliharaan dengan cara yang
efisien dan aman sehingga ekonomis, operasi sistem yang aman, dan dapat diandalkan
dioptimalkan.
Melakukan Pemeliharaan - Untuk melakukan perawatan dengan cara yang aman dan
efisien.
3) Dukungan Teknik
680
4) Latihan
Fasilitas dan Peralatan Pelatihan - Untuk memastikan fasilitas, peralatan, dan bahan
pelatihan efektif mendukung kegiatan pelatihan.
5) Administrasi
1.3
Perencanaan dan Kualifikasi Personil - Untuk memastikan bahwa semua posisi yang
diperlukan diisi personil yang memenuhi kualifikasi.
Pemikiran tradisional di bidang O&P difokuskan pada keandalan metrik tunggal, untuk program
681
evaluasi. Setiap penanggung jawab O&P menginginkan fasilitas handal, namun, metrik ini saja
tidak cukup untuk mengevaluasi atau membangun Program O&P sukses. Selain kehandalan,
penanggung jawab O&P harus bertanggung jawab untuk mengendalikan biaya, mengevaluasi
dan menerapkan teknologi baru, pelacakan dan pelaporan tentang isu-isu kesehatan dan
keselamatan, dan memperluas program mereka. Untuk mendukung kegiatan ini, penanggung
jawab O&P harus menyadari berbagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas
atau efektivitas program O&P. Metrik tidak hanya berguna dalam menilai efektivitas, tetapi juga
berguna dalam pembenaran biaya peralatan, pembelian, modifikasi program, dan
mempekerjakan staf.
Berikut adalah beberapa metrik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi Program O&P.
Tidak semua metrik dapat digunakan dalam semua situasi, namun, program harus menggunakan
metrik sebanyak mungkin untuk lebih baik dalam menentukan kekurangan dan, yang paling
penting, mempublikasikan keberhasilan.
Faktor Kapasitas - Berkaitan sistem aktual atau operasi peralatan untuk operasi kapasitas
penuh dari sistem atau peralatan. Ini adalah ukuran dari operasi yang sebenarnya
dibandingkan dengan pemanfaatan operasi penuh.
Perintah kerja - Pelacakan dari perintah kerja yang dihasilkan dan diselesaikan (ditutup
keluar) dari waktu ke waktu memungkinkan penanggung jawab untuk lebih memahami
beban kerja dan jadwal staf yang lebih baik.
Backlog pemeliharaan korektif - Indikator masalah beban kerja dan efektivitas program
pemeliharaan pencegahan / prediktif.
Catatan keselamatan - Umumnya dilacak baik dengan jumlah kerugian-waktu insiden atau
jumlah insiden dilaporkan. Berguna dalam mendapatkan gambaran keselamatan secara
keseluruhan.
Penggunaan energi - Sebuah indikator kunci kinerja peralatan, tingkat efisiensi yang
dicapai, dan kemungkinan degradasi.
Inventory control - Sebuah akuntansi akurat peralatan dan bahan dapat menjadi elemen
penting dalam mengendalikan biaya. Rekonsiliasi bulanan persediaan "pada buku" dan "di
rak" dapat memberikan ukuran yang baik dari kontrol biaya.
Lembur bekerja - jam mingguan atau bulanan lembur bekerja memiliki beban kerja,
penjadwalan, dan implikasi ekonomi.
682
1.4
Tingkat absensi- Tingkat absensistaf yang tinggi atau bervariasi dapat menjadi sinyal moral
pekerja rendah dan harus dilacak. Selain itu, tingkat absensi yang tinggi dapat memiliki
dampak ekonomi yang signifikan.
2.1
Program Operasi dan Pemeliharaan (O&P) sistem drainase perkotaan idealnya disusun sebelum
kegiatan pengembangan sistem drainase dilakujkan. Program O&P meliputi rencana penyiapan
sumber daya manusia (SDM), pelatihan, praktek kerja, dan pemantau untuk menjaga agar
infrastruktur sistem drainase perkotaan yang dikembangkan dalam kondisi baik. Tujuannya
adalah untuk mengoptimalkan kinerja sistem dan meminimalkan kerugian yang mungkin
timbul.
683
2.2
Menjaga sarana dan prasarana sistem drainase perkotaan dalam kondisi baik;
Memastikan pemeliharaan sarana dan prasarana sistem drainase perkotaan yang tepat;
Mencegah kerusakan sarana dan prasarana sistem drainase perkotaan lebih lanjut;
Memantau kondisi sarana dan prasarana sistem drainase perkotaan.
Apa pemeliharaan dan mengapa itu dilakukan? Kegiatan pemeliharaan di masa lalu dan saat ini
baik di sektor swasta dan pemerintah menyiratkan bahwa pemeliharaan adalah tindakan yang
terkait dengan perbaikan peralatan setelah itu rusak. Kamus mendefinisikan perawatan sebagai
berikut: "pekerjaan menjaga sesuatu dalam kondisi yang tepat". Ini berarti bahwa pemeliharaan
harus menjadi tindakan yang diambil untuk mencegah perangkat atau komponen dari kegagalan
atau memperbaiki peralatan normal yang mengalami degradasi untuk tetap menjaga kinerja
fasilitas, prasarana dan sarana dengan tepat.
Sayangnya, data yang diperoleh dalam banyak studi selama dekade terakhir menunjukkan
bahwa sebagian besar fasilitas swasta dan prasarana dan sarana pemerintah tidak mengeluarkan
sumber daya yang diperlukan untuk menjaga peralatan bekerja dengan baik. Sebaliknya, mereka
menunggu kegagalan peralatan terjadi dan kemudian mengambil tindakan apapun yang
diperlukan untuk memperbaiki atau mengganti peralatan. Tidak ada yang berlangsung terus
menerus dan semua fasilitas telah terkait dengan standar umur teknis yang diharapan.
Kebutuhan untuk pemeliharaan didasarkan pada prediksi kegagalan aktual atau yang akan
datang - idealnya, pemeliharaan dilakukan untuk menjaga peralatan dan sistem dapat berjalan
efisien untuk setidaknya selama umur teknis. Dengan demikian, praktek operasi dari komponen
adalah berbasis fungsi waktu.
Umur rencana sebagian besar prasarana dan sarana membutuhkan pemeliharaan berkala. Dalam
beberapa kasus, komponen tertentu perlu diganti (misalnya, pully belt pada pompa), untuk
memastikan bagian utama peralatan masih dapat berfungsi. Setiap kali kita gagal untuk
melakukan kegiatan pemeliharaan dimaksudkan oleh perancang peralatan, kita mempersingkat
operasi umur peralatan tersebut. Tapi apa pilihan yang kita miliki? Selama 30 tahun terakhir,
berbagai pendekatan bagaimana perawatan dapat dilakukan untuk memastikan peralatan
mencapai atau melebihi umur rencana telah dikembangkan. Selain menunggu sebuah peralatan
gagal (pemeliharaan reaktif), kita dapat memanfaatkan pemeliharaan preventif, pemeliharaan
prediktif, atau keandalan bebasis pemeliharaan.
684
2.2.1
Pemeliharaan Reaktif
Pemeliharaan reaktif pada dasarnya adalah suatu modus pemeliharaan dengan mengoperasikan
suatu peralatan/fasilitas sampai rusak. Tidak ada tindakan atau upaya yang diambil untuk
menjaga peralatan / fasilitas sebagaimana yang dirancang dari awalnya untuk menjamin umur
layanannya tercapai.
Keuntungan
Biaya rendah.
Staf sedikit.
Kekurangan
2.2.2
Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan pada waktu atau
mengoperasikan peralatan/fasilitas berbasis jadwal yang mendeteksi, mencegah, atau
mengurangi degradasi dari komponen atau sistem dengan tujuan mempertahankan atau
memperpanjang masa manfaat melalui pengendalian degradasi ke tingkat yang dapat diterima.
Keuntungan
Kekurangan
685
Potensi kerusakan komponen yang terkait dengan pelaksanaan pemeliharaan yang tidak
dibutuhkan.
2.2.3
Pemeliharaan prediktif
Kekurangan
2.2.4
686
Kekurangan
2.3
Sebuah manajemen program O&P komprehensif untuk sistem drainase perkotaan harus
mencakup langkah-langkah dasar:
1) Menunjuk Penaggungjawab Program O&P dan mengembangkan kebijakan manajemen
yang menangkut kelima komponen manajemen O&P (OMETA).
2) Periksa prasaran dan sarana sistem drainase eksisiting. Memiliki inspektur terlatih dan
terakreditasi melakukan pemeriksaan fisik dan visual dari prasaran dan sarana dan
mengambil sampel (jika diperlukan) untuk uji laboratorium.
3) Mengembangkan Rencana Program O&P berdasarkan data pemeriksaan dan penilaian.
2.3.1
687
izin kerja dari MSDP sebelum memulai pekerjaan. Pada saat itu, MSDP akan menginformasikan
kontraktor apakah proyek tersebut dapat mengganggu sistem drainase dan memberikan instruksi
khusus untuk memastikan pekerjaan dilakukan dengan benar.
Komunikasi antara MSDP dan pengelola infrastruktur perkotaan lainnya sangat penting untuk
mencegah kegiatan yang mungkin membahayakan Program O&P. MSDP harus
mempertimbangkan pengelola infrastruktur perkotaan lainnya (dengan perjanjian hukum atau
pemahaman) untuk memberitahukan Program O&P sebelum melakukan kegiatan yang
direncanakan, bahkan yang kecil sekalipun yang akan mengganggu infrastruktur lainnya.
Keberhasilan program O&P tergantung pada komitmen pengelola sistem drainase perkotaan
untuk menerapkannya dengan benar.
2.3.2
Untuk menentukan apakah Program O&P prasarana dan sarana harus dilaksanakan, pengelola
harus memiliki data awal hasil inspeksi prasarana dan srana yang dilakukan oleh inspektur
terlatih dan terakreditasi untuk menemukan dan menilai kondisi semua prasarana dan sarana
sistem drainase perkotaan. Seorang inspektur terlatih dan terakreditasi yang mampu melakukan
sampling yang diperlukan untuk dilakukan analisis (kalau perlu analisis laboratorium), dan
harus melakukan pemeriksaan. Jika pemeriksaan tidak dilakukan, maka solusi yang tepat
terhadap kegagalan / kerusakan suatu bangunan tidak dapat dilakukan dngan tepat.
2.3.3
Ketika mengelola program O&P, MSDP harus mengawasi semua kegiatan yang berhubungan
dengan sistem drainase perkotaan. Dalam kasus di mana pengelolaan sistem drainase perkotaan
menggunakan kontraktor untuk melakukan pekerjaan pemeliharaan, MSDP harus memastikan
bahwa kontraktor dilatih untuk melakukan pekerjaan dengan baik dan benar sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan/berlaku.
2.3.4
Penyiapan sumber daya manusia dilakukan untuk menjamin bahwa orang yang tepat dengan
keterampilan tepat tersedia pada waktu yang tepat pula untuk melakukan operasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana sistem drainase. Problem yang biasanya dihadapi adalah
penyiapan sumber daya manusia belum dilakukan sementara prasarana dan sarana sistem
drainase sudah harus dioperasikan. Sehingga sering terjadi petugas O&P diisi orang seadanya.
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi: jumlah orang cukup namun dengan keterampilan yang
688
kurang layak, atau keterampilan cukup namun jumlah orangnya kurang, bahkan jumlah orang
yang tepat dengan keterampilan cukup namun waktunya salah.
Prinsip dasar penyediaan SDM untuk O&P sistem drainase adalah pengintegrasian ke dalam
perencanaan strategis institusi dalam jumlah yang cukup, ketrampilan yang sesuai dan pada
waktu yang tepat.
Pengintegrasian perencanaan SDM ke dalam perencanaan strategis seringkali terlupakan. Untuk
itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
1) Menelaah visi, misi, dan tujuan organisasi. Dalam hal apa fungsi SDM berkontribusi
terhadap tujuan dan apakah SDM disebutkan dalam tujuan tersebut.
2) Memasukkan SDM ke dalam proses perencanaan strategis. Membuat guideline rekrutmen,
diklat, pelatihan, pengukuran kinerja, sistem hukuman dan hadiah, penggajian dan fungsi
sumber daya manusia lainnya.
3) Membangun hubungan komunikasi antara perencana strategis dan pelaku manajemen
sumber daya manusia (MSDM).
kinerja
Kompensasi
Evaluasi &
Job design
Informasi:
Jabatan:kompetensi
yang dibutuhkan
Individu: kompetensi
yg dimiliki
Rekrutmen
Seleksi
Pelatihan &
Pengembangan
Peencanaan
suksesi
Jalur karir
689
Langkah langkah dalam melaksanakan Penyiapan SDM berbasis kompetensi (Gambar 2):
1) Identifikasi posisi.
2) Analisis pekerjaan dan kegiatan.
3) Identifikasi secara detail sebagai kebutuhan awal.
4) Identifikasi kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu posisi.
5) Memprioritaskan kompetensi dengan menggunakan :
(1) Sistim rangking
(2) Sistim pembobotan.
6) Membuat standart kinerja minimum untuk suatu kompetensi.
7) Mengidentifikasi kandidat yang potensial.
8) Membandingkan tiap tiap kandidat dengan menggunakan standart kinerja minimum.
9) Melakukan gap analysis pada tiap tiap kandidat ( analisis untuk dapat mengetahui
perbedaan antara kandidat yang satu dengan yang lain ) dengan menggunakan standart
kinerja minimum.
10) Melakukan triaining untuk rencana pengembangan pada tiap tiap kandidat untuk meng up
grade para kandidat, dalam rangka proses pengembangan standart kinerja minimum dan
pengembangan karier.
11) Mendesain sistem monitoring kinerja secara individual maupun secara global pada
kandidat.
12) Mengimplementasikan training dan rencana pengembangan pada tiap tiap kandidat.
13) Mengimplementasikan sistem monitoring pengukuran kinerja.
14) Memilih the best candidate ( kandidat terbaik ).
2.3.5
Pelatihan
Pelatihan pekerja/pelaksana operasi dan pemeliharaan merupakan salah satu kunci sukses
sebuah program operasi dan pemeliharaan (O&P). Jika pengelola sistem drainase perkotaan
tidak menekankan pentingnya pelatihan personil operasi dan pemeliharaan, tugas O& P tidak
dapat dilakukan dengan benar. Hal ini dapat mengakibatkan tingkat kinerja sistem drainase
rendah dan peningkatan risiko terhadap pelaksana dan masyarakat.
1)
2)
3)
4)
690
Pedoman pelatihan;
Jenis pelatihan;
Siapa yang harus melakukan pelatihan;
Dimana pelatihan diperoleh.
2.3.6
Partisipasi Masyarakat
Masyarakat sebaiknya diikutsertakan dalam O&P dari tahap perencanaan sampai dengan tahap
pengawasan, terutama dalam sistem drainase lokal. Sedangkan dalam sistem drainase utama
(major drainage system) tanggung jawab operasi dan pemeliharaan ada pada Pemerintah
Daerah.
Peran serta masyarakat dalam memelihara sistem drainase utama dalam hal mencegah adanya
biaya ekstra pemeliharaan dengan tidak membuat bangunan liar di atas saluran. Oleh karena itu
diperlukan penyuluhan, sosialisasi dan/atau kampanye untuk menumbuhkan kepedulian
masyarakat dalam proses perencanaan hingga pengawasan. Penyuluhan tidak hanya dilakukan
oleh satu sektor, tapi oleh seluruh sektor yang terkait dalam rangka drainase berwawasan
lingkungan. Sektor yang paling dekat hubungannya dengan sektor drainase adalah sektor
persampahan dan air limbah.
PERENCANAAN O&P
Apabila pembangunan prasarana dan sarana drainase perkotaan telah selesai dibangun, maka
langkah selanjutnya agar prasarana dan sarana drainase perkotaan berfungsi sesuai dengan
rencana semula diperlukan pemeliharaan. Ada beberapa jenis pemeliharaan antara lain :
1)
2)
3)
Pemeliharaan khusus
Pemeliharaan khusus adalah pemeliharaan yang dapat dilakukan apabila prasarana dan
sarana mengalami kerusakan yang sifatnya mendadak.
4)
Rehabilitasi/Rehabilitation
Rehabilitasi adalah pemeliharaan khusus yang dapat dilakukan apabila prasarana dan
sarana mengalami kerusakan yang sifatnya mendadak atau mengalami kerusakan yang
menyebabkan bangunan tidak atau kurang berfungsi.
691
DAFTAR PUSTAKA
Consultant,
Aida,2010,
CompetencyBasedHuman
Resources
Management,
http://www.aidaconsultant.com/ news_ events/public.cbhrm. htm diakses tgl 10.03.2011.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pelaksanaan Konstruksi
Sistem Drainase Perkotaan, 2012.
Toruan, R.L. (ed). Panduan Penerapan manajemen Mutu ISO 9001:2000 Bagi Pelaksana Jasa
Konstruksi dan Jasa Konsultansi Konstruksi. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005.
692
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 16
PEDOMAN
DOMAN PELAKSANAAN OPERASI &
PEMELIHARAAN
halaman kosong
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN............................................................................................................. 693
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
2.2
2.3
2.4
3.2
3.3
3.4
Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan yang Memerlukan O&P ......................... 701
3.4.1
3.4.2
3.4.3
Tanggul............................................................................................................ 709
3.4.4
3.4.5
3.4.6
3.4.7
3.4.8
3.4.9
3.5
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 3-1.
Tabel 3-2.
Tabel 3-3.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sistem Drainase Perkotaan ................................................................................... 697
Gambar 3.1. Bagan Aalir Operasi dan Pemeliharaan Drainase Perkotaan................................ 700
Gambar 3.2. Saluran Trapesium ................................................................................................ 704
Gambar 3.3. Saluran Segiempat ................................................................................................ 705
Gambar 3.4. Saluran Terbuka .................................................................................................... 706
Gambar 3.5. Saluran terbuka yang ditutup plat beton ............................................................ 707
Gambar 3.6. Saluran tertutup ................................................................................................... 707
Gambar 3.7. Bangunan Gorong-Gorong ................................................................................ 708
Gambar 3.8. Bangunan Siphon Drainase ................................................................................... 708
Gambar 2.9. Bangunan Terjun ............................................................................................. 709
Gambar 3.10. Tanggul Tanah ................................................................................................. 709
Gambar 3.11. Tanggul Pasangan Batu Kali ........................................................................... 710
Gambar 3.12. Tanggul Beton Bertulang ................................................................................ 710
Gambar 3.13. Bangunan Penangkap Pasir .............................................................................. 711
Gambar 3.14. Pintu Sorong..................................................................................................... 712
Gambar 3.15. Pintu Klep Otomatis ......................................................................................... 712
Gambar 3.16. Tipe-Tipe Pintu Otomatis ................................................................................. 713
Gambar 3.17. Pintu Katup Karet Otomatis ............................................................................. 714
Gambar 3.18. Pintu Katup Karet Otomatis ............................................................................. 714
Gambar 3.19. Pintu Air Elekto Mekanik ............................................................................... 715
Gambar 3.20. Kolam Retensi Di Samping Badan Sungai/Saluran Drainase ......................... 715
Gambar 3.21. Kolam Retensi Dalam Badan Sungai/Saluran ................................................. 716
Gambar 3.22. Pompa dan Rumah Pompa............................................................................... 717
Gambar 3.23. Pompa Ulir/Arcemedian Screw ....................................................................... 717
Gambar 3.24. Pompa Sentrifugal............................................................................................ 718
iii
Gambar 3.25.
Gambar 3.26.
Gambar 3.27.
Gambar 3.28.
Gambar 3.29.
Gambar 3.30.
Gambar 3.31.
Gambar 3.32.
iv
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Untuk menjaga kinerja prasarana dan sarana drainase perkotaan yang telah ada maka kegiatan
operasi dan pemeliharaan merupakan kegiatan yang penting untuk dilakukan, agar pr asarana
dan sarana drainase dapat terus berfungsi untuk mengendalikanair permukaan dan genangan
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan.
1.2
Ruang Lingkup
Tersedianya pedoman pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase
perkotaan berwawasan lingkungan.
1.3
Tujuan
Tersedianya pedoman operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase perkotaan
berwawasan lingkungan yang dapat digunakan sebagai acuan penyelenggaraan operasi dan
pemeliharaan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyrakat dan pihak swasta.
1.4
Ruang Lingkup
1.5
Pengertian
1)
Operasi adalah kegiatan untuk menjalankan dan memfungsikan prasarana dan sarana
drainase perkotaan sesuai dengan maksud dan tujuannya;
2)
Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin fungsi prasarana dan
sarana drainase perkotaan sesuai dengan rencana;
3)
Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari suatu kawasan
badan air penerima;
693
4)
5)
Sistem Polder adalah suatu sistem yang secara hidrologis terpisah dari sekelilingnya baik
secara alamiah maupun buatan yang dilengkapi dengan tanggul, sistem drainase internal,
pompa dan/atau kolam detensi;
6)
Kolam retensi adalah prasarana drainase yang berfungsi untuk menampung dan
meresapkan air hujan di suatu wilayah;
7)
Kolam detensi adalah prasarana drainase yang berfungsi untuk menampung menampung
sementara air hujan di suatu wilayah;
8)
Kolam tandon adalah prasarana drainase yang berfungsi untuk menampung air hujan agar
dapat digunakan sebagai sumber air baku;
9)
Bangunan pelengkap adalah bangunan air yang melengkapi sistem drainase berupa,
gorong-gorong, bangunan pertemuan, bangunan terjunan, siphon, talang, tali air/street
inlet, pompa, bangunan penangkap sedimen, saringan sampah, dan pintu air;
10)
Trash Rack adalah bangunan saringan sampah yang dapat dioperasikan secara mekanik
atau manual; samapah yang dapat dioperasikan secara mekanik atau manual;
11)
Bangunan perlintasan adalah bangunan yang berfungsi untuk menyalurkan air dari satu
saluran ke saluran yang lain yang melintasi suatu bangunan tertentu;
12)
Pompa banjir adalah pompa yang berfungsi memindahkan air ke badan air penerima;
13)
Rumah pompa adalah bangunan pelengkap untuk melindungi peralatan seperti genset,
panel-panel, pompa banjir, ruang operasi dan pemeliharaan;
14)
Pompa lumpur adalah pompa yang berfungsi menyedot air dan lumpur untuk membantu
mengoptimalkan fungsi pompa banjir;
15)
Rumah jaga adalah rumah yang digunakan petugas untuk melaksanakan operasi dan
pemeliharaan pompa banjir dan rumah pompa;
16)
Bangunan pengatur adalah bangunan yang berfungsi untuk mengatur aliran air;
17)
Jalan inspeksi adalah jalan yang berfungsi untuk operasi dan pemeliharaan dan
18)
19)
Daerah sempadan adalah daerah untuk mengamankan prasarana dan sarana drainase
akibat pengaruh drainase perkotaan;
694
20)
Sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu
seperti komplek, areal pasar, perkantoran, areal industri, dan komersial. Pengelolaan
sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi
lainnya;
21)
Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase primer, sekunder tersier beserta
bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat.
Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota.
22)
Pengendalian banjir adalah usaha untuk mengendalikan air sungai yang melintasi wilayah
kota, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi
kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan
tanggung jawab dinas pengairan (Sumber Daya Air);
23)
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan
menyalurkan ke saluran primer;
24)
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan
menyalurkannya ke saluran primer;
25)
Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran penangkap
menyalurkannya ke saluran sekunder;
26)
Sumur resapan adalah prasarana drainase yang berfungsi untuk meresapkan air hujan dari
atap bangunan ke dalam tanah melalui lubang sumuran;
27)
Studi terkait adalah studi lain yang terkait dengan kegiatan studi drainase perkotaan,
antara lain: RUTRK, studi persampahan, studi limbah dan studi transportasi;
28)
Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memperbaiki saluran dan sarana drainase lainnya
termasuk bangunan pelengkapnya yang mengalami penurunan kondisi dan fungsi agar
kinerjanya sesuai dengan perencanaan;
29)
Normalisasi adalah kegiatan untuk memperbaiki saluran dan sarana drainase lainnya
termasuk bangunan pelengkap sesuai dengan kriteria perencanaan;
30)
Kota metropolitan adalah kota yang mempunyai penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa;
31)
Kota besar adalah kota yang mempunyai penduduk antara 500.000 jiwa- 1.000.000 jiwa;
32)
Kota sedang adalah kota yang mempunyai penduduk antara 100.000 jiwa- 500.000 jiwa;
33)
Kota kecil adalah kota yang mempunyai penduduk antara 20.000 jiwa - 100.000 jiwa.
695
2.1
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu ditampung, diresapkan dan dialirkan dengan cara
pembuatan tampungan, fasilitas resapan dan saluran drainase. Sistem saluran drainase di atas
selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar yaitu ke badan air penerima.
2.2
1)
2)
3)
4)
5)
2.3
1)
2)
3)
696
2.4
1)
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan
menyalurkannya ke badan air penerima;
2)
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan
menyalurkannya ke saluran primer;
3)
Sistem drainase perkotaan berdasarkan fungsi layanan dan fungsi fisiknya dapat dilihat dalam
Gambar 2.1.
Untuk dapat memperoleh hasil seperti yang diharapakan maka sebelum kegiatan operasi dan
pemeliharaan diperlukan perencanaan pemrograman, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
(monev).
697
3.1
Perencanaan operasi drainase perkotaan harus mengikuti ketentuan SOP. Perencanaan O&P
drainase perkotaan pada tahap pertama harus difokuskan pada program berikut ini:
1) Pemeliharaan rutin/routinemaintenance;
Pemeliharaan rutin adalahpemeliharaanyang dilakukan dilakukan berulang-ulang pada
waktu tertentu, misalnya setiap hari, minggu, bulan dan tahun;
2) Pemeliharaan berkala
Pemeliharaan berkala adalah pekerjaan pemeliharaan yang selalu dilakukan menurut
tenggang waktu tertentu, misalnya setiap hari, minggu, bulan dan tahun;
3) Pemeliharaan khusus/special maintenance
Pemeliharaan khusus adalah pemeliharaan yang dapat dilakukan apabila prasarana dan
sarana mengalami kerusakan yang sifatnya mendadak.
4) Rehabilitasi/Rehabilitation
Adalah pemeliharaan khusus yang dapat dilakukan apabila prasarana dan sarana mengalami
kerusakan yang sifatnya mendadak atau mengalami kerusakan yang menyebabkan
bangunan tidak atau kurang berfungsi.
3.2
1) Sebelum pelaksanaan O&P drainase perkotaan dimulai maka hal-hal yang perlu diketahui
adalah sebagai berikut :
(1) Untuk pekerjaan saluran :
a. Perlu dilakukan pekerjaan pengukuran profil memanjang dan melintang untuk
mengetahui volume sedimentasi/ lumpur, kecuali pekerjaan rutin/berkala yang
hanya mengangkat sampah dan benda apung lainnya;
b. Menghitung volume kerusakan talud saluran, apabila taludnya dari pasangan
maupun dari tanah;
c. Menghitung rencana biaya volume sedimen termasuk angkutannya dan atau
menghitung biaya perbaikan taludnya;
d. Pekerjaan dilakukan secara swakelola maupun tender.
(2) Untuk pekerjaan bangunan pelengkap :
a. Menghitung volume kerusakan bangunan pelengkap dari gambar desain detail
kerusakan bangunan tersebut;
698
699
DRAINASE BARU/NEW
DRAINAGE
Yes
Apakah
Pemeliharaan
Rutin
Memadai?
No
Apakah
Pemeliharaan Berkala
Diperlukan?
Yes
No
Pemeliharaan Berkala
Program Rehabilitasi
3.3
Pekerjaan monev dilaksanakan apabila pekerjaan O&P telah selesai dikerjakan, hal-hal yang
perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1)
700
Mengecek atau memonitor apakah pelaksanaan dilakukan sesuai dengan gambar rencana
dan volume rencana;
2)
Apabila dalam pelaksanaan terdapat deviasi dengan gambar rencana dan volume rencana,
maka pelaksana atau kontraktor harus menyelesaikan kekurangan tersebut sesuai dengan
rencana, apabila berlebih maka direksi tidak akan membayar kelebihan tersebut.
3)
Selama dalam masa pemeliharaan, pelaksana atau kontraktor wajib memelihara pekerjaan
tersebut, sesuai dengan rencana.
3.4
Prasarana dan sarana drainase perkotaan terdiri dari bangunan-bangunhan sebagai berikut:
1) Saluran terbuka dan tertutup;
2) Bangunan persilangan: gorong-gorong dan siphon drainase;
3) Bangunan terjun;
4) Tanggul;
5) Bangunan penangkap pasir;
6) Pintu air;
7) Kolam retensi/tandon;
8) Pompa dan rumah pompa;
9) Trash rack;
10) Sumur resapan dan kolam resapan;
11) Jalan inspeksi untuk saluran drainase ditentukan suai dengan kondisi lapangan;
12) Daerah sempadan, daerah sempadan pada saluran drainase dan kolam tampungan
disesuaikan dengan kondisi lapangan.
13) Bak pemeriksaan/man hole adalah lubang pemeriksaan atau lubang penangkap lumpur
yang berfungsi untuk mengontrol saluran penutup dan atau penampung sedimen;
14) Tali air/inlet street yaitu lubang di tepi jalan yang berfungsi untuk mengalirkanair hujan ke
saluran drainase.
Tidak semua prasarana dan srana drainase memerlukan kegiatan operasi, namun semuanya perlu
kegiatan pemeliharaan. Tabel 3.1 memperlihatkan prasarana dan sarana drainase perkotaan yang
memerlukan O&P.
701
Bangunan Drainase
Operasi
Pemeliharaan
Saluran Terbuka
Saluran Tertutup
Gorong-gorong
Siphon Drainase
Bangunan Terjun
Tanggul
Pintu Air
Kolam Retensi
10
Kolam Tandon
11
Kolam detensi
12
Pompa
13
Rumah Pompa
14
Trash Rack
15
Sumur Resapan
16
Kolam Resapan
17
Jalan Inspeksi
18
Daerah sempadan
19
Bak
Hole
20
Pemeriksaan/Man
3.4.1 Saluran
Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air
dan atau ke bangunan resapan buatan; saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air
dari saluran sekunder dan menyalurkannya ke badan air penerima.
702
Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan
menyalurkannya ke badan air penerima.
Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan
menyalurkannya ke saluran primer.
Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran penangkap
menyalurkannya ke saluran sekunder.
703
(b) Segiempat
Bentuk penampang saluran segiempat adalah bentuk yang dibuat dengan syarat
perkuatan talud, kecuali tanah padat atau keras/cadas. Jenis saluran segiempat :
perkuatan talud dari pasangan batu pecah;
perkuatan talud dari beton bertulang;
perkuatan talud dari sheet pile beton bertulang;
perkuatan talud dari tiang pancang.
Saluran berbentuk segiempat dapat dilihat dalam Gambar 3.3.
704
705
706
707
708
3.4.3 Tanggul
Tanggul banjir adalah konstruksi yang berfungsi untuk mencegah terjadinya limpasan
air dari sungai/saluran ke wilayah. Tanggul banjir dapat terdiri dari tanggul tanah,
tanggul pasangan batu kali dan tanggul beton bertulang atau kombinasi dari ketiganya.
Gambar 3.10, Gambar 3.11 dan Gambar 3.12 masing-masing memperlihatkan tanggul
dari tanah, tanggul dari pasangan batu kali dan tanggul dari beton bertulang.
709
3.4.4
Bangunan penangkap pasir adalah bangunan yang berfungsi untuk menangkap sedimen
pada daerah tertentu yang alirannya banyak mengandung sedimen layang maupun
endapan dasar.
710
Umumnya sedimen yang ditangkap pada bangunan penangkap pasir adalah sedimen
yang berdiameter lebih besar dari 0,088 mm. Gambar 3.13 memperlihatkan bangunan
penangkap pasir.
3.4.5
Pintu Air
Pintu air adalah pintu/bangunan pelengkap yang berfungsi untuk mengatur debit, dan
dapat dipasang diantaranya pada: inlet siphon, inlet dan outlet kolam detensi dan
retensi, inlet stasiun pompa dan di ujung saluran yang berhubungan dengan badan air.
Pembagian pintu air menurut jenis dan pengoperasiannya adalah sebagai berikut :
1) Pintu air menurut jenisnya:
(1) Pintu sorong, dapat dilihat dalam Gambar 3.14.
(2) Pintu klep otomatis diperlihatkan dalam Gambar 3.15 dan Gambar 3.16;
(3) Pintu katup karet otomatis dapat dilihat dalam Gambar 3.17.
711
712
713
714
3.4.6
715
2) Kolam retensi dalam badan sungai/saluran drainase seperti terlihat dalam Gambar
3.21
3.4.7
Stasiun Pompa
Stasiun pompa terdiri dari pompa, rumah pompa, panel operasi pompa, gudang, dan
rumah jaga, seperti terlihat dalam Gambar 3.22.
716
717
Tipe Horizontal
Tipe Vertikal
718
Trash Rack
Trash rack atau saringan sampah adalah salah satu sarana drainase untuk tetap
menjaga kebersihan saluran. Menurut jenisnya terdapat dua jenis trash rack yaitu :
1) Menurut jenisnya terdapat dua jenis trash rackyaitu :
(1) Tipe saringan permanen;
(2) Tipe saringan tidak permanen, dapat diangkat.
2) Menurut pengoperasiannya trash rack dapat dioperasikan secara :
(1) Manual biasanya ditempatkan di :
a) hulu bangunan pompa dengan kapasitas kecil;
b) saluran inlet kolam retensi dengan kapasitas kecil;
c) inlet bangunan siphon dan;
d) inlet bangunan gorong-gorong.
Gambar 3.27 memperlihatkan trash rack manual.
719
(3) Trash Rack Otomatis Sistem Rottary (tampak samping), seperti dalam Gambar 3.29;
3
720
3.4.9
1)
Sumur Resapan
Standar spesifikasi untuk pembuatan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan
terdapat dalam SK SNI S-14-1990-F
S
F tentang Standar Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan
Untuk Lahan Pekarangan.
Menurut SNI yang dimaksud dengan sumur resapan air hujan adalah sarana untuk
721
722
2)
Kolam Resapan
Kolam resapan adalah kolam untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah, fungsinya sama
seperti sumur resapn.
(1) Persyaratan kolam resapan adalah sebagai berikut :
a) Kolam resapan air hujan dibuat di lahan yang cukup luas;
b) Kolam resapan direncanakan untuk melayani beberapa rumah, misalnya per-blok
atau per-RT atau kawasan yang lebih luas lagi;
c) Kolam resapan sebaiknya dibuat di tempat yang paling rendah diantara kawasan
yang dilayani dan di daerah yang memiliki muka air tanah dangkal (< 5 m);
d) Pembuatan kolam resapan dapat dipadukan dengan pertamanan dan hutan kota
Gambar 3.32 memperlihatkan salah satu kolam sumur resapan.
723
3.5
Kelengkapan O&P
Kelengkapan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase perkotaan disajikan
dalam Tabel 3.2.
Tabel 3-2. Peralatan pekerjaan Kelengkapan O&P
No
724
Gambar
Nama
Fungsi
Mobil Keamanan
Dump Truck
Excavator
Menggali sedimen
No
Gambar
Nama
Fungsi
Kabel Sling
Compressor
Baby Roller
Memadatkan tanah
Buldozer
Mobil Bak
Terbuka
Pompa
10
Calm Shell
11
Excavator
Phonton
12
Phonton
Penampung
725
No
Gambar
Nama
Fungsi
13
Kapal Keruk
Mengeruk sedimen
14
Molen
Tangki
15
Penyedot
Lumpur
Tangki
16
Penyemprot
Menyemprotkan air
726
Gambar
Nama
Fungsi
Blincong
Menggali tanah
Mebuat badan saluran
Cangkul
Menggali tanah
Memindahkan tanah
Mengaduk adukan semen
No
Gambar
Nama
Sabit
Meteran
Fungsi
Untuk pengukuran
Sabit lengan
panjang
Penggaruk
Gergaji
Memotong kayu
Kampak
Membelah kayu
Martil
Membuat patok
Pemecah batu
10
Golok
Membelah kayu
Membabat rumput
11
Sekop
Memindahkan tanah atau pasir
727
No
12
Gambar
Nama
Fungsi
Sendok Tembok
Memplester tembok
13
Gerobak dorong
14
Water pass
15
Pengungkit
Mengangkat tutup plat beton
16
Sapu
Membersihkan material
17
Gergaji Besi
Memotong material besi
18
Linggis
19
Ember
Membawa air atau adukan
20
Kikir
728
No
Gambar
21
Nama
Dolak
Fungsi
22
Unting-unting
Mengukur ketegakan permukaan
23
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pelaksanaan Konstruksi
Sistem Drainase Perkotaan, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Perencanaan Kolan Detensi,
Kolam Retensi & Sistem Polder, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Panduan Operasi dan Pemeliharaan
Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan, 2012.
Hudson, W.R., Haas, TR., and Uddin, W. (1997). Infrastructure Management: Integrating
Design, Construction, Maintenance, Rehabilitationj, and Renovation. McGraw-Hill, New York.
729
halaman kosong
730
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 17
PEMBIAYAAN OPERASI &
PEMELIHARAAN
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... iii
1
Umum........................................................................................................................ 731
1.2
1.3
2.2
Umum........................................................................................................................ 735
3.2
3.3
3.3.1
3.3.2
DAFTAR TABEL
Tabel 3-1.
Tabel 3-2.
Tabel 3-3.
Tabel 3-4.
Tabel 3-5.
Tabel 3-6.
Tabel 3-1.
Tabel 3-8.
Tabel 3-9.
Tabel 3-10.
Tabel 3-11.
Tabel 3-1.
Tabel 3-12.
Tabel 3-14.
Tabel 3-15
Tabel 3-16.
Tabel 3-17.
Tabel 3-18.
Tabel 3-19.
Tabel 3-20.
Tabel 3-21.
Tabel 3-21.
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Tumpukan sampah yang tersaring ...................................................................... 758
Gambar 4.2. Saluran yang telah dibersihkan dari sampah ...................................................... 758
iii
halaman kosong
iv
PENDAHULUAN
1.1
Umum
Sebagian besar penyusunan pembiayaan operasi dan pemeliharaaan prasarana dan sarana
drainase kota di dalam buku ini disusun berdasarkan harga satuan pekerjaan. Sebagai standar
digunakan patokan harga satuan Provinsi DKI Jakarta, yakni berdasarkan Keputusan Kepala
Biro Administrasi Sarana Perkotaan Provinsi DKI Jakarta Nomor 861/2008 tentang Patokan
Harga Satuan Bahan dan Upah Pekerjaan Bidang/Jasa Pemborongan Provinsi DKI Jakarta
Periode Januari 2009.
Daftar jenis pekerjaan, harga bahan, upah dan harga jadi yang didasarkan pada patokan harga
Provinsi DKI Jakarta dipaparkan dalam Lampiran A. Untuk kepentingan penyusunan harga di
kota/kabupaten lainnya ditetapkan berdasarkan indeks harga seperti dipaparkan dalam
Lampiran B. Jika di kota/kabupaten terdapat patokan harga satuan bahan dan upah, lebih
memakai harga patokan tersebut.
Pertimbangan digunakannya patokan harga satuan adalah sifat dan situasi pekerjaan operasi
dan pemeliharaan drainase, yaitu:
1) pekerjaan operasi dan pemeliharaan tidak dilakukan setiap hari, melainkan dilakukan
pada periode tertentu misalnya pada saat menjelang musim penghujan atau endapan
sedimen telah melampaui batas yang ditentukan;
2) kuantitas pekerjaan sangat besar dan pada situasi tertentu memerlukan peralatan dan alat
berat yang memerlukan investasi awal yang sangat besar, misalnya pengadaan ponton dan
excavator, dump truck untuk pengerukan kolam retensi;
3) pada situasi lain pekerjaan hanya memerlukan peralatan yang sederhana seperti cangkul
dan sekop tetapi membutuhkan tenaga kerja/pekerja dalam jumlah besar dan pada
dasarnya tidak memerlukan keahlian/ketrampilan khusus, misalnya pengerukan saluran
drainase;
Pengadaan alat berat sendiri dan/atau rekruitmen pekerja kasar dalam jumlah besar tidak
efisien ditilik dari sisi biaya karena frekuensi pekerjaan tidak dilakukan setiap hari. Model
pembiayaan yang sesuai dengan sifat dan situasi pekerjaan seperti adalah menggunakan
perusahaan-perusahaan jasa pemborongan (kontraktor) dan/atau outsourcing dari pihak ketiga.
Untuk kepentingan tersebut dibutuhkan standar pembiayaan yang didasarkan pada harga
satuan pekerjaan.
731
Beberapa pembiayaan pekerjaan lain yang sifatnya operasi harian (rutin), seperti operasi
pompa, trash rack, pintu air, tidak tepat jika menggunakan model jasa pemborongan, karena
sifat pekerjaannya harian (daily activity), membutuhkan pekerjaan dengan keahlian khusus dan
tidak memerlukan peralatan tambahan untuk mengoperasikannya.
Sifat dan situasi pekerjaan seperti ini lebih sesuai dipenuhi dengan mengangkat karyawan
tetap/honorer atau menggunakan jasa perusahaan outsourcing tenaga kerja. Mengacu pada
konsep akuntansi biaya, model yang sesuai untuk pembiayaan jenis pekerjaan drainase seperti
ini adalah penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran. Penggolongan biaya yang paling
sederhana adalah penggolongan atas dasar obyek pengeluaran, yaitu berupa penjelasan singkat
obyek suatu pengeluaran. Jika pemerintah daerah atau dinas mengeluarkan biaya untuk
membayar upah/gaji karyawan maka pengeluaran tersebut disebut upah/gaji, jika digunakan
untuk membeli bahan/material maka disebut sebagai biaya bahan/material.
Untuk pekerjaan drainase perkotaan, obyek pengeluaran dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
(a) biaya bahan/material; (b) biaya tenaga kerja; dan (c) biaya administrasi umum (dalam
bidang bisnis/pabrik biaya ini disebut biaya overhead pabrik/kantor).
Uraian pembiayaan dalam buku ini akan dipaparkan berdasarkan komponen sistem
drainase. Untuk tiap-tiap elemen pembiayaan akan ditentukan model pembiayaannya, yakni
pekerjaan bidang/jasa pemborongan (kontraktor) dan pekerjaan non-kontraktor (swakelola).
Pembiayaan Komponen Operasi dan Pemeliharaan Drainase:
1) Kegiatan Operasi
(1). Pintu air
(2). Sistem pompa
(3). Trash rack mekanik
(4). Trash rack manual
(5). Proses tempat pembuangan sedimen
2) Kegiatan Pemeliharaan
(1). Saluran
(2). Bangunan silang
(3). Bangunan terjun
(4). Tanggul jalan inspeksi
(5). Bangunan penangkap pasir
(6). Pintu air
(7). Kolam retensi / kolam tandon
(8). Pompa dan rumah pompa
(9). Pemeliharaan sumur resapan
732
1.2
Ruang Lingkup
Tata cara penyusunan rencana anggaran biaya ini mencakup ketentuan tentang pengertian,
asumsi dasar perhitungan, serta komponen biaya operasi dan pemeliharaan.
1.3
Pengertian
PERSYARATAN TEKNIS
2.1
Data Teknis
Beberapa data teknis diperlukan untuk landasan penyusunan biaya operasi dan pemeliharaan
sistem, antara lain:
1) Rencana produksi sistem sesuai dengan rencana pelayanan:
(1) Jangka pendek 1 tahun
(2) Jangka menengah 5 tahun
(3) Jangka panjang 10 tahun
2) Program pemantapan dan pengembangan jaringan drainase
(1) Rehabilitasi
(2) Peningkatan
(3) Perluasan
3) Rencana peningkatan mutu pelayanan
(1) Peningkatan mutu
(2) Penyuluhan
(3) Rencana pengembangan sumber daya manusia
733
2.2
Komponen-komponen biaya
Biaya bahan
Biaya peralatan
Biaya personil (tenaga operasional)
Biaya umum dan administrasi
Biaya survey dan perencanaan
1) Biaya Bahan
Bahan yang digunakan dalam operasi dan pemeliharaan sistem drainase terdiri dari:
a. Bahan bangunan: pasir, semen
b. Bahan bakar minyak (BBM)
2) Biaya Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam operasi dan pemeliharaan sistem drainase terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Sapu
Sabit
Cangkul
Sekop
Gancu
Penggaruk
Pick Up
Shin saw dan mesin pemotong rumput
Pompa air, dll.
3) Biaya Personil
Dalam operasi dan pemeliharaan sistem drainase kota, personil yang terlibat adalah:
a. Supervisor (Kepala pekerja)
734
Administrasi
Humas dan penyuluhan
Pelatihan
Komunikasi
Kendaraan
Kesehatan
3.1
Umum
Analisis biaya merupakan tahap penyusunan rencana anggaran biaya, berkaitan dengan
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan. Untuk kemudahan dalam
mendukung program yang telah ditetapkan, lebih lanjut biaya untuk operasi dan pemeliharaan
akan diusulkan dalam bentuk perkiraan biaya tahunan, kecuali untuk kondisi khusus yang
memerlukan alokasi biaya tambahan.
Biaya operasi dan pemeliharaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Harga satuan resmi atau kontrak atau kompetitif, kecuali untuk hal-hal khusus.
2) Kemampuan pendanaan Pemerintah Pusat dan Daerah dan tingkat urgensi permasalahan
baik secara rutin atau tahunan atau berkala untuk 3-5 tahun.
3) Rencana tahunan jangka menengah program pemantapan dan pengembangan sistem
drainase kota secara keseluruhan.
4) Pada Biaya operasi dan pemeliharaan periode sebelumnya.
5) Sedapat mungkin mengacu pada peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan
Umum mengenai pedoman pengelolaan prasarana dan sarana perkotaan.
3.2
Adapun aspek pembiayaan yang berkaitan dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan adalah
meliputi :
735
1) Biaya Operasi
Lingkup pembiayaan kegiatan operasi sistem drainase perkotaan, dapat dikategorikan
sebagai biaya untuk:
(1) Pengumpulan data meliputi curah hujan, debit aliran, lahan peruntukan (land use)
perkotaan, harga upah dan bahan, dll;
(2) Operasional pintu air, khususnya dibangun dengan sistem hidrolis dengan menggunakan
tenaga listrik dan diesel;
(3) Operasional pompa, menyangkut penggunaan tenaga listrik atau diesel
(4) Biaya operasional menyangkut gaji atau lembur atau pengobatan karyawan peralatan
dinas, pembelian alat tulis kantor dan formulir operasi pemeliharaan rekening listrik dan
air untuk perumahan dan lain sebagainya.
2) Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan merupakan komponen biaya yang besar dalam pelaksanaan kegiatan
Operasi dan Pemeliharaan sistem drainase perkotaan, dan estimasinya dibuat menurut data
dalam Buku Catatan Pemeliharaan, yang mencantum lingkup Pekerjaan yang diperlukan,
berdasarkan hasil inspeksi dan dokumentasi lapangan.
Lingkup pembiayaan kegiatan
diklasifikasikan sebagai:
pemeliharaan
sistem
drainase
perkotaan
dapat
(1) Biaya pemeriksaan dan pemeliharaan rutin adalah bentuk pemeliharaan yang bersifat
periodik, dengan tujuan agar setiap sub sistem dapat berfungsi dengan baik selama
umur rencana yang meliputi kegiatan:
a. Memeriksa kondisi saluran dan bangunan pelengkap,
b. Membersihkan saluran rumput, sampah dan lain-lain,
c. Membersihkan endapan dan sampah disekitar bangunan inlet drain, outfall, goronggorong, pintu air, filter sampah, pompa dan rumah pompa dan lain-lain,
d. Memberi atau mengganti pelumas pada kendaraan truk dan alat berat lainnya,
e. Service mesin kendaraan truk dan alat berat lainnya,
f. Membersihkan pompa dan peralatan hidrolis pintu.
(2) Biaya pemeliharaan ringan dan darurat merupakan upaya perbaikan darurat dan
temporer pada sub sistem drainase perkotaan mengingat keterbatasan dana, sebelum
perbaikan berat dapat dilaksanakan, yang terdiri dari kegiatan:
736
a.
b.
c.
d.
e.
(3) Biaya perbaikan berat, yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi dan fungsi sub
sistem drainase perkotaan seperti keadaan semula mengganti peralatan yang sudah tidak
bias dipakai dan meningkatkan efisiensi kerja dengan lingkup kegiatan yang terdiri dari:
a. Perbaikan sayap atau dinding saluran dan bangunan yang runtuh;
b. Perbaikan tanggul banjir dan tanggul saluran yang mengalami penurunan atau
bobol;
c. Mengganti pintu air yang rusak dan tidak dapat diperbaiki;
d. Menambah dan memperluas bangunan;
e. Service besar atau turun mesin kendaraan truk dan alat berat lainnya;
f. Mengganti kendaraan truk dan alat berat lainnya yang rusak dan tidak dapat
diperbaiki;
g. Menambah peralatan kerja;
3.3
Beberapa cara yang digunakan untuk memperkirakan jumlah anggaran biaya yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan, adalah meliputi:
1) Berdasarkan hasil inventarisasi dan dokumentasi komponen atau sub sistem drainase
perkotaan dan mengasumsikan biaya operasi dan pemeliharaan rata-rata untuk berbagai
kategori saluran dan bangunan pelengkap;
2) Berdasarkan perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan sebelumnya yang dibuat setahun
sebelumnya, ditambah dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan sebelum diperkirakan
secara lebih detail pada pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan catatan pada Buku
Catatan Operasi dan Pemeliharaan;
Berkaitan dengan penyusunan anggaran biaya kegiatan operasi dan pemeliharaan diperlukan
data terdiri dari:
1) Inventarisasi dan dokumentasi saluran serta bangunan pelengkap
737
2) Kebutuhan personil pelaksana terhitung mulai dari pekerja hingga penanggung jawab sistem
drainase
3) Daftar prioritas usulan pemeliharaan
4) Lingkup kebutuhan untuk operasional
5) Buku catatan atau dokumentasi pemeliharaan
6) Volume pekerjaan yang akan diperbaiki
7) Inventarisasi peralatan
8) Harga satuan upah dan bahan
9) Daftar gaji atau honor pegawai yang berstatus tetap dan tidak tetap
10) Kebutuhan bahan untuk pelaksanaan
11) Data seperti di atas untuk periode tahun sebelumnya
3.3.1
Biaya Operasi
Biaya opersai beberapa komponen sistem drainase perkotaan yang memerlukan operasi
ditampilkan dalam Tabel 3-1 sampai dengan Tabel 3-6.
Tabel 3-1. Rencana anggaran biaya operasi pintu air
Komponen sis tem draina se
pintu air
Asumsi dimensi
swakelola
No.
URAIAN PEKERJAAN
Vol.
SAT
harga sat.
(Rp )
13,00
bulan
1.000.000
TOTAL
738
Ju mlah
(Rp )
13.000.000
13.000.000
Tabel 3-2. Rencana Anggaran Biaya Operasi Kolam Retensi Yang Terkena Limbah B3
Komponen sis tem draina se
A sumsi dimensi
Pelak sana kerja
No.
:
:
:
URAIAN PEKERJAAN
Pembayaran Listrik
12,00
26,00
bulan
900.000
10.800.000
1.500.000
39.000.000
TOTAL
49.800.000
URAIAN PEKERJAAN
Pengadaan solar
:
:
sistem pompa
1 unit s tation pompa selama 1 tahun ( kapasitas
pompa 1 m3/det )
: swakelola
harga sat.
Ju mlah
Vol.
SAT
(Rp )
(Rp )
liter
4.500
5.400.000
Pengadaan oli
1.200,
00
12,00
liter
40.000
480.000
Pengadaan Listrik
1,00
tahun
1.000.000
1.000.000
26,00
bulan
1.500.000
39.000.000
TOTAL
45.880.000
739
URAIAN PEKERJAAN
Pembayaran Listrik
12,00
Kebutuhan sparepart
Pengadaan Cangkul
10,00
52,00
26,00
bulan
Ju mlah
(Rp )
1.000.000
12.000.000
50.000
500.000
bulan
1.000.000
52.000.000
bulan
1.500.000
39.000.000
TOTAL
103.500.000
bh
URAIAN PEKERJAAN
Kebutuhan sparepart
26,00
Pengadaan Garu
26,00
Pengadaan Cangkul
26,00
bulan
1.000.000
26.000.000
bh
50.000
1.300.000
bh
50.000
1.300.000
TOTAL
740
Ju mlah
(Rp )
28.600.000
:
:
1, 50 m
Lebar b
4,00 m
Panjang b2
20,00 m
Tinggi urugan
1, 50 m
Pembuatan tanggul
Pelaksana kerja
No.
URAIAN PEKERJAAN
Lebar b
10,00 m
Panjang b2
20,00 m
Tinggi sedimen
1, 50 m
kontraktor
harga sat.
(Rp )
Ju mlah
(Rp )
Vol.
SAT
6,00
6.830
409.800
240,00
96.078
23.058.720
120,00
96.078
11.529.360
Perataan sedimen
300,00
6.337
1.901.100
Total
36.898.980
Keuntungan10%
3.689.898
Total
40.588.878
PPN
4.058.888
44.647.766
67.648
741
3.3.2
Biaya Pengelolaan
Tabel 3-7. Rencana Anggaran Biaya Pengerukan Sedimen Saluran Drainase Tersier Tipe
Terbuka Di Perumahan Maupun Lingkungan Permukiman
Komponen sistem drainase
Asumsi dimensi
:
:
Nama kegiatan
Pelaksana kerja
saluran
panjang
= 500,00 m
Lebar
= 1,00 m
Tinggi endapan = 0,60 m
pengerukan sedimen saluran drainase tersier Tipe terbuka di
perumahan maupun lingkungan permukiman
kontraktor
harga sat.
Kode
No.
Grup
No.
PD
2
3
4
5
PD
PD
0
KLS
1
2
0
1
AG
10
742
URAIAN
PEKERJAAN
Pengukuran waterpass saluran
(Uitzet)
Pemasangan Papan Nama Proyek
Dokumentasi Proyek
Pengadaan karung plastik
Pengerukan sedimen dengan
cangkul dan sekop untuk saluran
terbuka
Pemasukan sedimen kedalam
karung
Pengangkutan sedimen keluar
lokasi/500m
Vol
SAT
(Rp)
Jumlah
(Rp)
500.00
9,829.00
4,914,500.00
1.00
1.00
4,082.00
300.00
bh
ls
bh
m
675,217.00
223,237.00
1,000.00
32,440.00
675,217.00
223,237.00
4,082,000.00
9,732,000.00
4,082.00
bh
200.00
816,400.00
285.00
28,076.00
8,001,660.00
Total
28,445,014.00
Keuntungan 10%
2,844,501.40
Total
31,289,515.40
PPN 10%
3,128,951.54
34,418,466.94
Biaya/m
120,766.55
:
:
Nama kegiatan
Pelaksana kerja
No.
Kode
saluran
panjang
= 500 m
Lebar
= 01 m
Tinggi end apan = 0 1 m
pengerukan sedimen saluran drainase tersier tipe tertutup di
perumahan maupun lingkungan permukiman
kontraktor
Grup
PD
No.
4
KLS
AG
10
Vol
SAT
harga sat.
Rp.
Jumlah, Rp.
500.00
6,829.00
3,414,500.00
4,082.00
bh
1,000.00
4,082,000.00
250.00
bh
1,000.00
250,000.00
300.00
32,44
9,732,000.00
4,082.00
bh
200.00
816,400.00
285.00
28,076.00
8,001,660.00
Total
26,296,560.00
Keuntungan 10%
2,629,656.00
Total
28,926,216.00
PPN 10%
2,892,621.60
31,818,837.60
Volume pekerjaan/m
111,645.04
743
:
:
Nama Kegiatan
Pelaksana Kerja
No.
1
Kode
Grup No.
PD
4
Saluran
Panjang
= 500 m
Lebar
= 2,00 m
Tinggi End apan = 0,50 m
Pengerukan Sedimen Saluran Drainase Sekunder/Primer Tipe
Tertutup
Kontraktor
500
harga sat.
Rp.
6,829.00
Vol
SAT
Jumlah, Rp.
3,414,500.00
PD
bh
675,271.00
675,271.00
PD
Dokumentasi Proyek
ls
223,237.00
223,237.00
4
5
0
KLS
0
1
83
500
bh
m
1,000.00
42,803.00
83,000.00
21,401,500.00
6
7
AG
2
11
450
450
m
m
23,435.00
44,888.00
10,545,750.00
20,199,600.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
56,542,858.00
5,654,285.80
62,197,143.80
6,219,714.38
68,416,858.18
Volume pekerjaan/m
152,037.46
744
Tabel 3-10. Rencana Anggaran Biaya Pengerukan Sedimen Saluran Drainase Sekunder
Dan Primer Tipe Terbuka Dengan Menggunakan Excavator
Komponen Sistem Drainase
Asumsi Dimensi
:
:
Nama Kegiatan
Pelaksana Kerja
No.
1
2
3
4
5
6
7
Kode
Grup No.
PD
3
PD
4
PD
1
PD
2
KLS
4
KLS
4a
AG
11
Saluran
Panjang
= 500,00 m
Lebar
= 7,00
m
Tinggi Endapan
= 0,60
m
Pengerukan Sedimen Saluran Drainase Sekunder dan Primer
Tipe Terbuka Dengan Menggunakan Excavator
Kontraktor
Vol
SAT
24
500
1
1
2,100
1,890
m
m
bh
ls
m
m
harga sat.
Rp.
463,269.00
6,829.00
675,217.00
223,237.00
44,688.00
44,688.00
1,890
44,688.00
84,460,320.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
278,196,850.00
27,819,685.00
306,016,535.00
30,601,653.50
336,618,188.50
178,104.86
Jumlah, Rp.
11,118,456.00
3,414,500.00
675,217.00
223,237.00
93,844,800.00
84,460,320.00
745
:
:
Nama kegiatan
Pelaksana kerja
1
2
3
4
5
Kode
Grup No.
PD
3
PD
4
PD
1
PD
2
KLS
15
KLS
4a
AG
11
No.
saluran
panjang
Lebar
= 500,00 m
= 12,00 m
Tinggi endapan
= 0,60 m
pengerukan sedimen saluran draina se sekunder d an primer tipe
terbuka dengan menggunakan e xcavator phonton
kontraktor
Vol
SAT
24
500
1
1
3600
m
m
bh
ls
m
harga sat.
Rp.
463,269.00
6,829.00
675,217.00
223,237.00
55,437.00
3240
44,688.00
144,789,120.00
3240
44,688.00
144,789,120.00
Jumlah, Rp.
11,118,456.00
3,414,500.00
675,217.00
223,237.00
199,573,200.00
504,582,850.00
50,458,285.00
555,041,135.00
55,504,113.50
610,545,248.50
188,439.89
746
Tabel 3-12. Rencana Anggaran Biaya Pengerukan Sedimen Disaluran Drainase Dengan
Alat Bulldozer Keruk
Komponen sis tem draina se
A sumsi dimensi
:
:
Nama kegiatan
1
2
3
4
5
Kode
Gru
No.
p
PD
3
PD
4
PD
1
PD
2
0
0
6
7
KLS
KLS
AG
No.
saluran
panjang
Lebar
= 500.00 m
= 12.00 m
Vol
SAT
harga sat.
Rp.
Jumlah, Rp.
24
500
1
1
3600
m2
m
bh
ls
m3
463,269.00
6,829.00
675,217.00
223,237.00
52,000.00
11,118,456.00
3,414,500.00
675,217.00
223,237.00
187,200,000.00
4
4a
3240
3240
m3
m3
44,688.00
44,688.00
144,789,120.00
144,789,120.00
11
3240
m3
44668
144,724,320.00
636,933,970.00
63,693,397.00
700,627,367.00
70,062,736.70
770,690,103.70
237,867.32
747
Tabel 3-13. Rencana anggaran biaya Perbaikan saluran drainase primer/sekunder tipe
terbuka
Komponensistem drainase
Asumsidimensi
Namakegiatan
Pelaksanakerja
No.
1
2
Kode
Grup No.
PD
3
PD
4
3
4
5
6
7
8
PD
PD
0
TN
BK
TN
1
2
0
2
1
37
TN
15
10
11
0
A
0
11
G
12
748
:
:
saluran
panjang
= 200.00 m
Lebar
= 4.00 m
Tinggi(h)
= 1.70 m
Tinggi endapan
= 0.40 m
H
= 2.00 m
S
= 2.24 m
T
= 0.40 m
H
= 0.60 m
B
= 0.50 m
M
= 0.50 m
: perbaikan saluran drainase Primer/sekundertipe terbuka
: kontraktor
URAIAN PEKERJAAN
24
200
m
m
harga sat.
Rp.
463,269.00
6,829.00
1
1
17.26
258.89
238.89
44
bh
ls
bh
m
m
m
675,217.00
223,237.00
1,000.00
40,979.00
599,335.00
257154
675,217.00
223,237.00
17,260.00
10,609,053.31
143,175,138.15
11,314,776.00
24
19334
464,016.00
17.26
234.89
bh
m
200
44888
3,452.00
10,543,742.32
200
10000
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
2,000,000.00
191,510,147.78
19,151,014.78
210,661,162.56
21,066,116.26
231,727,278.81
1,158,636.39
Vol
SAT
Jumlah, Rp.
11,118,456.00
1,365,800.00
Tabel 3-14. Rencana anggaran biaya Pengerukan sedimen disaluran drainase dengan
alat calm shell
Komponensistem drainase
Asumsidimensi
:
:
Pelaksanakerja
No.
1
2
Kode
Grup No.
PD
3
PD
4
3
4
5
PD
PD
0
1
2
0
KLS
4a
AG
11
saluran
panjang
Lebar
Tinggi endapan
Kontraktor
= 500.00 m
= 10.00 m
= 0.60 m
24
500
m
m
harga sat.
Rp.
463,269.00
6,829.00
1
1
3000
bh
ls
m
675,217.00
223,237.00
51,000.00
675,217.00
223,237.00
153,000,000.00
2700
44,688.00
120,657,600.00
2700
44,688.00
120,657,600.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
409,746,610.00
40,974,661.00
450,721,271.00
45,072,127.10
495,793,398.10
183,627.18
Vol
SAT
Jumlah, Rp.
11,118,456.00
3,414,500.00
749
Tabel 3-15. Rencana Anggaran Biaya Perbaikan Saluran Drainase Tersier Tipe Lining
Terbuka Karena Amblas
Komponensistem drainase
Asumsi dimensi
:
:
Namakegiatan
amblas
Pelaksanakerja
saluran
panjang
= 10.00 m
lebar
= 1.00 m
tinggi(h)
= 1.20 m
perbaikan saluran drainase tersier tipe lining terbuka karena
kontraktor
No.
1
2
3
Kode
Grup No.
PD
2
TN
2
0
0
TN
15
750
1.0
7.2
20.0
ls
m
m
harga sat.
Rp.
223237
40979
100000
90.0
bh
13066
1,175,940.00
16.0
57127
914,032.00
7.2
19334
139,204.80
10000
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
100,000.00
4,847,462.60
484,746.26
5,332,208.86
533,220.89
5,865,429.75
586,542.97
Vol
10.0
SAT
Jumlah, Rp.
223,237.00
295,048.80
2,000,000.00
:
:
Namakegiatan
Pelaksanakerja
:
:
No.
1
2
Kode
Grup No.
0
0
KLS
2a
3
4
0
AG
0
10
bangunan silang
panjang = 20.00 m
Lebar
= 2.00 m
Tinggi endapan
= 0.50
m
mengangkat sedimen dari gorong-gorong
kontraktor
Vol
SAT
272.00
20.00
bh
272.00
19.00
bh
m
20.00
harga sat.
Rp.
1,000.00
42,803.00
Jumlah, Rp.
272,000.00
856,060.00
200.00
28,076.00
54,400.00
533,444.00
10,000.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
200,000.00
1,915,904.00
191,590.40
2,107,494.40
210,749.44
2,318,243.84
115,912.19
751
:
:
Nama kegiatan
pelaksanakerja
:
:
1
2
Kode
Grup No.
PD
2
TN
37
KLS
2a
AG
AG
11
7
6
PC
0
19
0
No.
752
saluran
panjang = 20.00 m
Diameter = 2.00 m
memperbaiki gorong-gorong yang berkarat
kontraktor
1
4
ls
m
harga sat.
Rp.
223,237.00
257,154.00
31.4
42,803.00
1,344,014.20
31.4
23,435.00
735,859.00
31.4
44,888.00
1,409,483.20
62.8
400,000.00
25,120,000.00
40
20
m
m
24,878.00
10,000.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
995,120.00
200,000.00
31,056,329.40
3,105,632.94
34,161,962.34
3,416,196.23
37,578,158.57
Volume pekerjaan/m
1,878,907.93
Vol
SAT
Jumlah, Rp.
223,237.00
1,028,616.00
:
:
Namakegiatan
Pelaksanakerja
No.
Kode
Grup No.
saluran
panjang
= 12.00
m
Diameter
= 0.50
m
Tinggi endapan
= 0.25
m
pengangkatan sedimen digorong-gorong
penyemprotan dan penyedotan
kontraktor
harga sat.
Rp.
2
hari
65,734.00
1.18
m
500,000.00
3
m
200,000.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
Vol
SAT
dengan
metode
Jumlah, Rp.
131,468.00
590,000.00
600,000.00
1,321,468.00
132,146.80
1,453,614.80
145,361.48
1,598,976.28
1,355,064.64
753
:
:
Namakegiatan
Pelaksanakerja
:
:
1
2
Kode
Grup No.
0
0
TN
37
KLS
2b
AG
10
No.
754
bangunan silang
panjang
= 20.00
lebar
= 2.00
tinggi endapan
= 0.40
mengangkatsedimendari siphon
kontraktor
Vol
218
6
218
SAT
bh
m
16
m
m
m
harga sat.
Rp.
1,000.00
257,154.00
Jumlah, Rp.
218,000.00
1,542,924.00
42,803.00
684,848.00
bh
200.00
43,600.00
15.2
28,076.00
426,755.20
20
10,000.00
200,000.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
3,116,127.20
311,612.72
3,427,739.92
342,773.99
3,770,513.91
248,060.13
Tabel 3-20. Rencana Anggaran Biaya Mengangkat Sedimen Dari Bangunan Terjun
Komponen sistem drainase
Asumsi dimensi
:
:
Nama kegiatan
Pelaksana kerja
:
:
No.
1
2
Kode
Grup No.
0
0
KLS
2c
AG
10
bangunan terjun
panjang
= 10.00
m
Lebar
= 4.00
m
Tinggi endapan
= 0.20
m
mengangkat sedimendari bangunan terjun
kontraktor
Vol
SAT
109.00
8.00
bh
m
harga sat.
Rp.
1,000.00
42,803.00
109.00
bh
200.00
21,800.00
7.60
28,076.00
213,377.60
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
686,601.60
68,660.16
755,261.76
75,526.18
830,787.94
109,314.20
Jumlah, Rp.
109,000.00
342,424.00
755
:
:
Namakegiatan
Pelaksana kerja
:
:
No.
1
2
3
756
Kode
Grup No.
0
0
0
0
0
0
harga sat.
Rp.
1278.82
m
5000
2.00
titik
5000
1.00
titik
100000
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
Vol
SAT
Jumlah, Rp.
6,394,100.00
10,000.00
100,000.00
6,504,100.00
650,410.00
7,154,510.00
715,451.00
7,869,961.00
6,154.08
:
:
Namakegiatan
Pelaksana kerja
:
:
No.
1
Kode
Grup No.
TN
23
TN
29
A
Vol
SAT
4.20
10.00
m
m
8.50
harga sat.
Rp.
108,000.00
3,472.00
15,000.00
Total
Keuntungan 10%
Total
PPN 10%
Jumlah biaya pelaksanaan
Volume pekerjaan/m
Jumlah, Rp.
453,600.00
34,720.00
127,500.00
615,820.00
61,582.00
677,402.00
67,740.20
745,142.20
177,414.81
PENUTUP
Lampiran pedoman operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase perkotaan
diharapkan akan dapat membantu para pengelola bidang drainase perkotaan dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan operasi dan pemeliharaan; baik yang dilakukan
secara swakelola maupun pihak ketiga. Kegiatan operasi dan pemeliharaan ini harus dilakukan
secara rutin, sehingga prasarana dan sarana drainase perkotaan dapat berfungsi dengan baik.
757
758
Satuan
Harga
mm
463.269
mm
6.829
mm
6.830
bhbh
675.217
Dokumentasi Proyek
lsls
223.237
Pengukuran sonding
mm
bh
1.000
32.440
32.441
42.803
mm
42.803
mm
42.803
42.803
42.803
32.440
42.803
mm
44.688
mm
52.000
40.000
51.000
44.688
mm
28.076
mm
44.888
15.000
KL
S
KL
S
KL
S
KL
S
KL
S
KL
S
KL
S
KL
S
A
G
A
G
2
c
2
b
1
a
2
a
4
4
a
1
0
1
1
URAIAN
1
0
2
500
10.000
haha
2.000
mm
40.979
mm
100.000
Pemberian oli
lsls
20.000
759
Kode
Grup No.
URAIAN
Sa t uan
H arga
PC
19
Pengecatan besi
24.878
PC
11
26.453
PC
17
Pengecatan Plafond
7.876
400.000
PLL
15
120.995
KY
15
280.967
KLS
10.000
55.437
bh
200
23.183
BK
599.335
TN
37
257.154
bh
1.000
23.435
AG
23.435
TN
29
3472
172.000
57.127
TN
35
bh
13066
KLS
15
55.437
TN
15
19.334
TN
23
96.078
TN
23
100.278
TN
36
6.337
760
3.000.000
5.000
Pemotongan rumput
5.000
titik
5.000
titik
100.000
Penanaman rumput
15.000
PROVINSI NAD
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
2.
Nama Kota
Banda Aceh
Sabang
Aceh Besar
Pidie
Bireun
Aceh Tengah
Aceh Utara
Aceh Timur
Aceh Tenggara
Aceh Barat
Simeuleu
Aceh Selatan
Singkil
Aceh Jaya
Aceh Tamiang
Aceh Barat Daya
Gayo Lues
Lhokseumawe
Langsa
Nagan Raya
Bener Meriah
Rata-rata
Indeks Upah
1.33
1.44
1.32
1.36
1.36
1.44
1.36
1.23
1.42
1.38
1.46
1.34
1.39
1.34
1.27
1.35
1.43
1.34
1.27
1.39
1.41
1.37
Indeks
Bahan
1.44
1.63
1.46
1.66
1.66
1.71
1.69
1.58
1.81
1.59
1.8
1.59
1.68
1.58
1.63
1.63
1.51
1.71
1.65
1.56
1.55
1.62
Indeks
Gabungan
1.38
1.54
1.39
1.51
1.51
1.57
1.53
1.41
1.61
1.48
1.63
1.48
1.54
1.46
1.45
1.49
1.47
1.52
1.46
1.47
1.48
1.49
Indeks
Bahan
1.63
1.63
Indeks
Gabungan
1.42
1.42
Nama Kota
Medan
Rata-rata
Indeks Upah
1.21
1.21
761
3.
4.
Padang
Pariaman
Tua Pejatr
Bukit Tinggi
Payakumbuh
PD Panjang
BT Sangkar
Solok
Painan
Agam
SWL/SJJ
L Sikaping
Rata-rata
Indeks Upah
1.38
1.26
1.04
1.49
1.54
1.39
1.19
1.21
1.44
1.20
1.25
1.11
1..29
Indeks
Bahan
1.16
1.18
1.51
1.14
1.15
1.05
1.01
1.04
1.02
1.08
1.00
1.00
1.11
Indeks
Gabungan
1.27
1.27
1.28
1.32
1.34
1.22
1.10
1.13
1.23
1.14
1.12
1.06
1.20
Indeks
Bahan
0.87
1.24
0.68
1.26
1.12
0.84
1.19
1.17
1.87
1.14
Indeks
Gabungan
0.98
1.13
0.85
1.17
1.04
0.90
1.07
1.12
1.48
1.48
PROVINSI RIAU
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
762
Nama Kota
Nama Kota
Pekan Baru
Bengkalis
Kuatan Sengingi
Siak Sri Indrapura
Indragiri Hulu
Pelalawan
Rokan Hulu
Indragiri Hilir
Dumai
Rata-rata
Indeks Upah
1.09
1.01
1.01
1.09
0.95
0.95
0.95
1.06
1.09
1.02
5.
PROVINSI BENGKULU
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
6.
Nama Kota
Bengkulu
Kepahiang
Curup
Muara Aman
Agra Mamur
Muko2
Seluma
Manna
Kaur
Rata-rata
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
Indeks
Bahan
0.78
0.69
0.71
0.71
0.72
0.72
0.80
0.69
0.67
0.72
Indeks
Gabungan
0.96
0.91
0.93
0.20
0.93
0.93
0.97
0.92
0.91
0.93
Indeks
Bahan
1.15
1.33
1.36
1.36
1.42
1.22
1.30
1.25
1.31
1.30
Indeks
Gabungan
1.34
1.43
1.44
1.44
1.48
1.37
1.41
1.54
1.57
1.46
7.
Indeks Upah
Nama Kota
Lahat
Oku
Mura
Muara Enim
Oki
Pagar Alam
Palembang
Prabumulih
Muba
Rata-rata
Indeks Upah
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.83
1.83
1.60
Nama Kota
Medan
Rata-rata
Indeks
Upah
1.21
1.21
Indeks
Bahan
1.63
1.63
Indeks
Gabungan
1.42
1.42
763
8.
9.
Padang
Pariaman
Tua Pejatr
Bukit Tinggi
Payakumbuh
PD Panjang
BT Sangkar
Solok
Painan
Agam
SWL/SJJ
L Sikaping
Rata-rata
Indeks
Upah
1.38
1.26
1.04
1.49
1.54
1.39
1.19
1.21
1.44
1.2
1.25
1.11
1..29
Indeks
Bahan
1.16
1.18
1.51
1.14
1.15
1..05
1.01
1.04
1.02
1.08
1.00
1.00
1.11
Indeks
Gabungan
1.27
1.27
1.28
1.32
1.34
1.22
1.10
1.13
1.23
1.14
1.12
1.06
1.20
Indeks
Upah
1.09
1.01
1.01
1.09
0.95
0.95
0.95
1.06
1.09
1.02
Indeks
Bahan
0.87
1.24
0.68
1.26
1.12
0.84
1.19
1.17
1.87
1.14
Indeks
Gabungan
0.98
1.13
0.85
1.17
1.04
0.9
1.07
1.12
1.48
1.48
PROVINSI RIAU
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
764
Nama Kota
Nama Kota
Pekan Baru
Bengkalis
Kuatan Sengingi
Siak Sri Indrapura
Indragiri Hulu
Pelalawan
Rokan Hulu
Indragiri Hilir
Dumai
Rata-rata
Nama Kota
Bengkulu
Kepahiang
Curup
Muara Aman
Agra Mamur
Muko2
Seluma
Manna
Kaur
Rata-rata
Indeks
Upah
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
1.14
Indeks
Bahan
0.78
0.69
0.71
0.71
0.72
0.72
0.80
0.69
0.67
0.72
Indeks
Gabungan
0.96
0.91
0.93
0.20
0.93
0.93
0.97
0.92
0.91
0.93
Indeks
Upah
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.53
1.83
1.83
1.60
Indeks
Bahan
1.15
1.33
1.36
1.36
1.42
1.22
1.30
1.25
1.31
1.30
Indeks
Gabungan
1.34
1.43
1.44
1.44
1.48
1.37
1.41
1.54
1.57
1.46
Nama Kota
Lahat
Oku
Mura
Muara Enim
Oki
Pagar Alam
Palembang
Prabumulih
Muba
Rata-rata
765
Nama Kota
Bandar Lampung
Lampung Selatan
Tanggamus
Lampung Tengah
Metro
Lampung Timur
Lampung Utara
Tulang Bawang
Way Kanan
Lampung Barat
Rata-rata
Indeks
Upah
0.83
0.80
0.80
0.82
0.78
0.80
0.79
0.79
0.80
0.83
0.80
Indeks
Bahan
1.02
0.99
1.00
0.88
0.77
0.97
0.99
0.97
0.97
0.94
0.95
Indeks
Gabungan
0.92
0.90
0.90
0.85
0.78
0.89
0.89
0.88
0.89
0.88
0.88
Indeks
Upah
1.06
1.27
0.96
1.15
1.11
Indeks
Bahan
1.06
1.03
0.85
0.89
0.96
Indeks
Gabungan
1.06
1.15
0.9
1.02
1.03
Indeks
Upah
0.73
0.66
0.70
0.66
0.75
0.63
0.54
0.50
0.65
0.64
Indeks
Bahan
0.91
0.73
0.70
0.65
0.73
0.80
0.76
0.78
0.65
0.79
Indeks
Gabungan
0.82
0.70
0.70
0.65
0.74
0.72
0.65
0.64
0.65
0.72
Nama Kota
Pangkal Pinang
Bangka
Bellitung
Belitung timur
Rata-rata
766
Nama Kota
Semarang
Demak
Purwodadi
Salatiga
Kendal
Surakarta
Sukoharjo
Wonogiri
Kanyar
Sragen
No.
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Nama Kota
Boyolali
Klaten
Pati
Kudus
Jepara
Rembang
Blora
Pekalongan
Tegal
Brebes
Pemalang
Batang
Magelang
Purworejo
Kebumen
Temanggung
Wonosobo
Banyumas
Cilacap
Purbalingga
Banjar Negara
Yogyakarta
Rata-rata
Indeks
Upah
0.59
0.61
0.66
0.66
0.57
0.62
0.70
0.58
0.70
0.63
0.65
0.62
0.65
0.49
0.55
0.74
0.59
0.53
0.76
0.57
0.59
0.56
0.63
Indeks
Bahan
0.61
0.71
0.69
0.66
0.69
0.71
0.71
0.72
0.71
0.68
0.68
0.68
0.73
0.61
0.61
0.71
0.61
0.68
0.73
0.67
0.75
0.83
0.71
Indeks
Gabungan
0.60
0.66
0.67
0.71
0.63
0.66
0.71
0.65
0.71
0.65
0.67
0.65
0.69
0.55
0.58
0.73
0.60
0.61
0.74
0.62
0.67
0.70
0.67
Indeks
Upah
0.72
0.67
0.68
0.62
0.70
0.68
Indeks
Bahan
0.90
0.89
0.90
0.87
0.96
0.91
Indeks
Gabungan
0.81
0.78
0.79
0.75
0.83
0.79
Nama Kota
Bandung
Bogor
Bekasi
Sukabumi
Cirebon
Rata-rata
767
Nama Kota
Surabaya
Sumanep
Sidoarjo
Jember
Malang
Madiun
Rata-rata
Indeks
Upah
0.98
0.98
0.91
0.78
0.96
0.82
0.90
Indeks
Bahan
1.11
1.06
1.33
1.23
1.20
1.17
1.18
Indeks
Gabungan
1.05
1.02
1.12
1.00
1.08
1.00
1.04
Indeks
Upah
0.98
0.98
Indeks
Bahan
1.48
1.48
Indeks
Gabungan
1.23
1.23
Indeks
Upah
1.69
1.69
1.68
1.69
1.85
1.85
1.85
1.76
Indeks
Bahan
1.26
1.22
1.29
1.31
1.35
1.53
1.48
1.35
Indeks
Gabungan
1.47
1.45
1.48
1.5
1.6
1.69
1.67
1.55
Nama Kota
Banten
Rata-rata
768
Nama Kota
Samarinda
Balikpapan
Pasir
Bontang
Kutao Timur
Kutai Barat
Tarakan
Rata-rata
Nama Kota
Palangkaraya
Kobar
Kotim
Kapuas
Barito Selatan
Barito Utara
Pulang Pisau
Sukamara
Lamandau
Seruyan
Mura
Gunung Mas
Barito Timur
Rata-rata
Indeks
Upah
1.57
0.92
1.28
1.24
1.49
1.32
2.58
1.57
1.40
1.42
1.55
1.31
1.16
1.45
Indeks
Bahan
1.28
1.36
1.51
1.54
1.43
1.49
1.58
1.35
1.49
2.25
1.79
1.83
1.58
1.58
Indeks
Gabungan
1.43
1.14
1.40
1.39
1.46
1.41
2.08
1.46
1.45
1.84
1.67
1.57
1.37
1.51
Indeks
Upah
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
1.37
Indeks
Bahan
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
1.11
Indeks
Gabungan
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
1.24
Nama Kota
Manado
Bitung
Tomohon
Minahasa Utara
Minahasa
Minahasa selatan
Bolmong
Sanghie
Talaud
Rata-rata
769
Nama Kota
Palu
Donggala
Parigi Moutong
Poso
Tojo Una-Una
Morowali
Banggai
Bangkep
Toli-Toli
Boul
Rata-rata
Indeks
Upah
0.71
0.72
1.04
1.04
0.83
1.02
1.32
1.00
1.02
0.92
0.96
Indeks
Bahan
0.65
0.91
1.00
1.09
0.75
1.29
1.23
0.84
1.34
1.10
1.02
Indeks
Gabungan
0.68
0.82
1.02
1.07
0.79
1.15
1.27
0.92
1.16
1.01
0.99
Indeks
Upah
0.94
0.94
0.94
0.94
0.94
Indeks
Bahan
1.11
1.07
1.15
1.20
1.13
Indeks
Gabungan
1.03
1.00
1.04
1.07
1.04
Indeks
Upah
0.93
0.93
0.93
0.78
0.82
0.84
0.82
0.77
1.03
1.14
1.17
0.84
Indeks
Bahan
0.84
0.87
0.88
0.98
0.83
0.80
0.96
1.05
1.13
1.02
1.29
0.83
Indeks
Gabungan
0.88
0.90
0.90
0.88
0.82
0.82
0.89
0.91
1.08
1.08
1.23
0.83
Nama Kota
Kendari
Kolaka
Muna
Buton
Rata-rata
770
Nama Kota
Makasar
Maros
Gowa
Talakar
Pangkep
Barru
Pare-Pare
Sindrap
Pinrang
Enrekang
Tator
Soppeng
No.
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Nama Kota
Wajo
Bone
Sinjai
Jeneponto
Bantaeng
Bulukumba
Selayar
Luwu
Luwu Utara
Luwu Timur
Rata-rata
Indeks
Upah
0.85
0.81
0.74
0.82
0.75
0.72
0.75
1.28
1.28
1.22
0.92
Indeks
Bahan
0.87
0.81
1.04
0.96
1.13
0.88
1.13
0.84
0.77
0.87
0.94
Indeks
Gabungan
0.86
0.89
0.89
0.89
0.94
0.80
0.94
1.06
1.02
1.05
0.94
Indeks
Upah
0.91
0.99
0.95
Indeks
Bahan
1.12
1.16
1.14
Indeks
Gabungan
1.02
1.07
1.04
Indeks
Upah
0.770
0.720
0.540
1.010
0.870
0.800
0.690
0.770
Indeks
Bahan
1.440
1.270
1.860
1.740
1.510
1.890
1.810
1.650
Indeks
Gabungan
1.110
1.000
1.200
1.370
1.190
1.340
1.250
1.210
Nama Kota
Pulau Lombok
Pulau Sumbawa
Rata-rata
Nama Kota
Ambon
MTB
Maluku Tenggara
Buru
Maluku Tengah
Seram Barat
Aru
Rata-rata
771
Nama Kota
Ternate
Todore
Halmahera Timur
Kep.Sula
Halmahera Barat
Halmahera Utara
Halmahera Selatan
Halmahera Tengah
Rata-rata
Indeks
Upah
0.82
0.82
0.82
0.82
0.82
0.82
0.82
0.82
0.82
Indeks
Bahan
2.02
2.11
2.21
2.14
1.98
1.95
1.92
1.73
2.201
Indeks
Gabungan
1.42
1.46
1.52
1.48
1.4
1.38
1.37
1.37
1.41
Indeks
Upah
1.42
1.79
2.28
2.39
1.95
2.26
1.48
1.79
2.17
1.81
2.45
2.17
2
Indeks
Bahan
4.11
1.74
6.12
2.03
2.58
2.14
2.28
2.52
2.36
1.87
5.37
5.11
3.19
Indeks
Gabungan
1.77
1.77
4.2
2.21
2.27
2.2
1.88
2.15
2.26
1.84
3.91
3.64
2.51
Nama Kota
Meroke
Jayapura
Jayawijaya
Nabire
FakFak
Sorong
Manokwari
Biak Nufor
Yapen Waropen
Mimika
Puncak Jaya
Piniai
Rata-rata
772
Contoh I
Perhitungan biaya pengerukan sedimen saluran drainase tersier tipe terbuka di perumahan
maupun lingkungan di Kota Surabaya.
Biaya pengerukan sedimen saluran terbuka
Untuk indeks harga satuan kota Surabaya dari tabel indeks harga lampiran B = 1.05
Dari tabel 5.6 pengerukan sedimen drainase tipe terbuka di perumahan maupun
lingkungan permukiman di dapat biaya pekerjaan /m = Rp 108,678
dimensi saluran dan volume endapan lumpur yang akan dikerjakan:
Panjang
saluran
Lebar saluran
(L)
(B)
Tinggi endapan (Tm)
Volume
endapan
Biaya
pekerjaan
= 500 m
= 1.5 m
= 0.7 m
= 500 x 1.5 x 0.7
= 525 x 1.05 x 108,678
= 525 m
= Rp 59,908,748
Contoh II
Perhitungan biaya pengerukan sedimen di kolam retensi dengan metode sling di kota
Bengkulu
Untuk indeks harga satuan kota Bengkulu dari tabel indeks harga, lampiran B = 0.98
Dari tabel 5.6 pengerukan sedimen kolam retensi metode sling didapat biaya pekerjaan
/m = Rp 247,924
dimensi saluran dan volume endapan lumpur yang akan dikerjakan:
Luas kolam (L)
: 20000 m
: 0.5 m
Volume endapan
Biaya pekerjaan
773
DAFTAR PUSTAKA
DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Jakarta : Yayasan
Badan Penerbit PU.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pelaksanaan Konstruksi
Sistem Drainase Perkotaan, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Panduan Operasi dan Pemeliharaan
Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan, 2012.
Ervianto, Wulfram I. 2007. Cara Cepat Menghitung Biaya Bangunan. Yogyakarta : Penerbit
ANDI.
774
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 18
MONITORING DAN EVALUASI
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ii
1
1.2
1.3
3.1
Monitoring................................................................................................................. 780
3.2
3.3
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Laporan.............................................................................................................. 786
Monitoring................................................................................................................. 786
4.2
4.3
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1.
Tabel 1-2.
Tabel 2-1.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Bagan Hubungan dan Tata Pelaporan .................................................................. 791
ii
PENDAHULUAN
Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan suatu proses yang berkesinambungan mulai dari
pengumpulan data, pemilihan informasi dan proses implementasi proyek, progress yang dicapai
setiap tahap pada proyek tersebut sampai kepada dampak dan efek dari adanya proyek tersebut
(Ojha, 1998). Kegiatan Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang penting dalam
pelaksanaan proyek, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi status pelaksanaan proyek,
misalnya progres pelaksanaan dan status keuangan.
Monitoring atau pemantauan merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di setiap waktu, berarti
kegiatan monitoring tidak harus menunggu sampai tahap pelaksanaan selesai. Monitoring dapat
dilakukan pada tahap pelaksanaan dengan tujuan agar kegiatan pelaksanaan dapat memenuhi
standar dan agar kinerja proyek menjadi efektif dan efisien. Melalui monitoring, semua
stakeholder memperoleh informasi yang lengkap mengenai kondisi dan progres yang telah
dicapai dalam suatu kegiatan. Monitoring merupakan aktivitas internal proyek yang dirancang
untuk mengidentifikasi umpan balik (feedback) pada setiap kemajuan proyek tersebut, termasuk
masalah-masalah yang dihadapi dan efisiensi dari implementasi proyek tersebut (Hewitt,1986).
Monitoring juga merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan dengan mengumpulkan
informasi-informasi mengenai apa yang telah direncanakan dalam sebuah proyek, termasuk di
dalamnya adalah asumsi-asumsi atau faktor-faktor eksternal dan efek samping dari
terlaksananya proyek tersebut, baik itu positif maupun negatif. (Ojha, 1998). Monitoring lebih
dimaksudkan untuk menilai apakah sumber proyek (input) akan dilaksanakan dan digunakan
dalam menghasilkan output yang dituju.
Selain monitoring juga dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan berdasarkan pada hasil
monitoring. Evaluasi membandingkan hasil yang telah dicapai dengan target yang telah
ditentukan sehingga dapat diketahui apakah tujuan masih dapat dicapai, serta apakah Progres
proyek lebih cepat atau terlambat dari jadwal. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, lalu
disusun rencana tindak lanjut dan rekomendasi untuk memperbaiki kinerja yang ada. Evaluasi
merupakan proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja
program/kegiatan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja
program/kegiatan. Evaluasi pada dasarnya akan bermanfaat dalam merancang proyek-proyek
yang lebih baik di masa depan. Hal ini terkait dengan manfaat evaluasi itu sendiri yang mampu
mengidentifikasi dampak dari sebuah proyek, sehingga dampak negatifnya dapat direduksi
bahkan dihilangkan (Hewitt,1986). Tidak adanya sistem evaluasi yang efektif pada sebuah
775
proyek dapat mengakibatkan dampak negatif dari proyek tersebut akan semakin meningkat
karena tidak mampu menghasilkan keuntungan yang diharapkan (Hewitt,1986).
Perbedaan mendasar antara monitoring dan evaluasi terletak pada substansi kegiatan. Secara
singkat dapat dilihat pada Tabel 1-1 berikut ini:
Monitoring
1) Kegiatan di dalam internal proyek yang menilai
beberapa variabel dari sebuah proyek, yaitu:
Evaluasi
1) Kegiatan-kegiatan pasca proyek (ex post) yang
menilai:
1.1
Monitoring dan Evaluasi dilakukan dengan maksud agar pelaksanaan proyek dapat berjalan
sesuai dengan rencana, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Secara
detail tujuan pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi adalah sebagai berikut :
1) Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana.
2) Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
3) Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat untuk
mencapai tujuan proyek.
4) Mengidentifikasi kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran progres.
5) Menyesuaikan kegiatan bila terjadi perubahan kondisi di lapangan, tanpa menyimpang dari
tujuan semula.
6) Memberi masukan dalam pemecahan permasalahan yang terjadi.
776
1.2
Manfaat pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi bagi pihak Penanggung Jawab Program adalah
sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
1.3
Kegiatan monitoring dan evaluasi pada dasarnya di lakukan di setiap tahap pembangunan, mulai
dari tahapperencanaan sampai tahap operasi dan pemeliharaan, sebagaimana ditunujukkan pada
Gambar 1-2.
Kebijakan
Bidang PLP
Rencana
Induk
FS
Detail
Design
Pelaks/
Konstruksi
Operasi &
Pemeliharaan
PERENCANAAN
Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip
berikut ini (Panduan ANSSP Volume 6-Monitoring dan Evaluasi):
777
778
fungsional. Menurut Ojha (1998) terdapat lima elemen monitoring dan evaluasi yang baik,
yaitu:
(1) Memiliki tujuan yang jelas yang ditunjukkan dengan adanya indikator yang jelas pula;
(2) Disusun oleh indikator-indikator yang meliputi input, proses, output dan impact;
(3) Memiliki teknik pengumpulan data dan manajemen data yang mampu dijelaskan dan
dijustifikasi;
(4) Bertujuan untuk mengatur sistem institusional dan pembangunan kapasitas;
(5) Memasukkan monitoring dan evaluasi ke dalam manajemen proyek.
Dalam prosesnya, monitoring dan evaluasi pada dasarnya membutuhkan tiga pertanyaan dasar
dalam merancang sistem monitoring dan evaluasi yang baik dan mampu terimplementasikan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah (Ojha, 1998):
1) What, yakni apa yang akan dimonitor dan dievaluasi
2) How, yakni metode dan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan insformasi
dan membangun indikator
3) Who, yakni pihak yang akan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi, baik intu internal
maupun eksternal, institusi yang akan dilibatkan, dan sebagainya
Dalam manajemen pembangunan, monitoring dan evaluasi merupakan tahap terakhir yang
dilakukan setelah Planning, Budgeting, dan Implementation. Hal ini didasarkan pada tujuan dari
monitoring dan evaluasi itu sendiri yang bermanfaat dalam melihat kembali (feedback)
mengenai sejauh mana proyek ataupun sebuah kegiatan telah berjalan (Gambar 2-1).
Tabel 2-1. Kedudukan Monitoring dan Evaluasi dalam Siklus Manajemen Pembangunan
779
Dalam siklus perencanaan, monitoring dan evaluasi selalu dilakukan pada setiap tahap
perencanaan karena monitoring (pengendalian) dan evaluasi adalah alat manajemen yang
berguna untuk:
1) Memperbaiki efisiensi proyek yang sedang berjalan;
2) Menyeleksi dan merancang proyek yang akan datang.
Monitoring dan Evaluasi terhadap kegiatan konstruksi dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan
konstruksi oleh Pemda.
3.1
Monitoring
780
3.2
Evaluasi
3.3
Indikator Progres
Terdapat beberapa indikator utama dalam Monitoring dan Evaluasi kegiatan konstruksi, antara
lain :
1) Status Progres Pelaksanaan Supervisi
2) Status Progres Fisik
3) Status Progres Administrasi dan Keuangan/Kontrak Pekerjaan
3.3.1
781
Konsultan Supervisi
a) Personil: Apakah personil yang ditugaskan cukup menguasai persoalan di
lapangan?
b) Pengendalian lapangan:
Apakah konsultan cukup dapat membantu mengarahkan dan mengendalikan
proses konstruksi.
Apakah cukup dokumen pendukung (technical note, justifikasi,
gambar perubahan, risalah rapat, foto) yang dibuat dan diarsipkan?
(2) Pelaporan
a) Apakah pelaporan bulanan dari konsultan (berdasarkan laporan harian dan
mingguan kontraktor) dibuat tepat waktu?
b) Apakah laporan cukup menggambarkan status di lapangan, dan hal-hal yang perlu
ditindak lanjuti?
(3) Kontraktor
a) Tenaga Kerja
Apakah kontraktor memiliki tenaga site manager yang cukup menguasai
permasalahan konstruksi dan memiliki wewenang mengambil keputusan untuk
mengatasi permasalahan di lapangan?
Apakah tenaga kerja untuk konstruksi cukup untuk menjalankan konstruksi
sesuai rencana?
Apakah kontraktor menyediakan tenaga ahli sesuai dengan yang tercantum
dalam kontrak?
Apakah tenaga kerja cukup memiliki keahlian dalam melaksanakan konstruksi
sesuai spesifikasi dan rencana yang dibuat?
b) Material dan Logistik
c) Peralatan
d) Metoda Kerja
782
b) Metoda pengerjaan
Apakah metoda kerja yang dipakai sesuai dengan dan menghasilkan spesifikasi
yang diminta?
Apakah mutu pekerjaaan yang dihasilkan cukup baik dan sesuai dengan
spesifikasi?
783
b. Pekerjaan Bangunan
Struktur Utama: Monitoring terutama terhadap struktur utama bangunan
merupakan hal yang sangat penting, mengingat hal tersebut akan
menentukan kekuatan dan umur dari bangunan itu sendiri. Struktur yang
umum dipakai adalah beton atau baja untuk kolom dan pelat lantai, serta
kuda-kuda baja, kayu, atau baja ringan untuk atap.
Struktur pendukung lainnya, meliputi pekerjaan:
dinding penyekat (biasanya dinding bata)
kusen-kusen: biasanya kayu atau aluminium.
Pekerjaan lainnya seperti plafon dll.
c. Pekerjaan Perpipaan
Secara umum harus memenuhi standard dan syarat-syarat seperti tercantum
dalam spesifikasi teknis perpipaan.
784
d. Pelaksanaan Safeguard
Apakah pelaksanaan konstruksi sudah mematuhi peraturan dan saran-saran
yang ditetapkan dalam UKL dan UPL?
Apakah ada permasalahan berkaitan dengan safeguard dalam pelaksanaan
konstruksi, dan apakah sudah ada tindak lanjut penyelesaian yang
dilakukan.
Pelaksanaan Safeguard yang perlu diperiksa meliputi:
Sosial
Lingkungan
Benda-benda bersejarah
785
3.3.2
3.3.3 Laporan
Laporan hasil monitoring dan evaluasi konstruksi dibuat secara berkala. Laporan tersebut
mencakup kegiatan yang dilaksanakan selama periode pelaporan, progress kumulatif
pelaksanaan pekerjaan, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan selama
periode pelaporan, dan rencana kegiatan untuk periode pelaporan berikutnya.
Monitoring dan Evaluasi terhadap kegiatan konstruksi dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan
konstruksi oleh Pemda.
4.1
Monitoring
Tujuan pelaksanaan monitoring adalah untuk memastikan bahwa kegiatan pengelolaan sistem
drainase perkotaan dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan monitoring terhadap pengelolaan sistem drainase perkotaan dilakukan dengan cara
langsung (inspeksi), maupun secara tidak langsung melalui data/laporan harian maupun
mingguan. Monitoring secara langsung dilaksanakan dengan mengadakan kunjungan lapangan
ke tempat pengelola guna memperoleh gambaran secara langsung
tentang pengoperasian sistem drainase perkotaan, sedangkan Monitoring secara tidak langsung
dilaksanakan dengan mempelajari data dan laporan pengelolaan sistem drainase perkotaan.
786
787
c. Kondisi saluran. Monitoring dilakukan mengacu pada peta jaringan drainase dan skema
sistem yang dilengkapi data: elevasi dasar saluran, dimensi saluran, kemiringan saluran,
material saluran dan tahun pembangunan.
d. Kondisi bangunan pelengkap. Monitoring kegiatan operasi dan pemeliharaan rumah
pompa dan pompa banjir, pintu air, kolam retensi, gorong-gorong, dll. Monitoring
dimensi rumah pompa, elevasi inlet dan outlet pompa, kapasitas pompa dan jenis pompa
serta instalasi mekanikal elektrikal pompa banjir. Monitoring dimensi dan jumlah pintu
air, elevasi dasar, bukaan normal dan maksimal pintu air, kapasitas, jenis, kedalaman air
dan bahan pintu air serta instalasi mekanikal elektrikal pintu air.
e. Monitoring pada saluran dan bangunan pelengkap dilakukan dengan menggunakan
peralatan menggunakan alat pengukuran dan alat monitoring yang dikalibrasi.
2) Monitoring Non-struktural
Monitoring aspek non struktural dimaksudkan untuk mengendalikan agar kinerja
pengelolaan sistem drainase perkotaan sesuai dengan sasaran perencanaan awal.
Monitoring aspek non struktural meliputi:
a. Monitoring data manajemen dan kelembagaan
a) Bentuk organisasi pengelola drainase perkotaan
b) Struktur organisasi dan uraian kerja
c) Data pegawai (SDM) menurut jabatan, pengalaman kerja, umur;
d) Pendidikan dan pelatihan;
e) Tata laksana kerja;
f) Badan pengawas pengelola;
g) Standar prosedur operasional; dan
h) Rencana Induk.
b. Monitoring Peran masyarakat dan swasta
a) Keberadaan forum masyarakat yang melakukan monitoring pengelola sistem
drainase perkotaan; dan
b) Monitoring kewajiban masyarakat dan swasta.
c) Monitoring aspek hukum pengaturan
d) Monitoring terhadap produk peraturan perundangan yang ada, misalnya tentang
pengaturan pembuangan sampah ke sungai, saluran dan badan air serta bantaran
sungai/saluran;
788
4.2
Evaluasi
Evaluasi pengelolaan sistem drainase perkotaan adalah mempelajari semua hasil pantauan yang
didapat sejak dimulainya perencanaan hingga hasil akhir pengelolaan sistem drainase perkotaan
yakni kemanfaatan pembangunan prasarana dan sarana drainase. Dengan dimulainya
perencanaan, maka tolok ukur sudah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku bagi terselenggaranya pengelolaan sistem drainase perkotaan. Tolok ukur itu memuat
segala ketentuan Standar, Pedoman, Manual serta SNI, baik yang bersifat teknis maupun nonteknis. Evaluasi atas pengelolaan sistem drainase perkotaan itu harus dikembalikan atau
diarahkan pada perencanaan yang dituangkan sebagai tolok ukur yang harus dicapai dan ditaati
oleh pengelola sistem drainase perkotaan.
Evaluasi dilakukan terhadap pengelolaan, pengoperasian, pemeli-haraan, dan rehabilitasi
terhadap pengelolaan sistem drainase perkotaan, dengan membandingkan tolok
ukur/kriteria/standar yang sudah ditetapkan terlebih dahulu pada tahap awal, yaitu perencanaan.
Evaluasi selalu dibandingkan dengan tolok ukur yang sudah disiapkan dalam perencanaan
sebelumnya. Perencanaan tidak dapat sama persis dengan pelaksanaan di lapangan. Hasil
Evaluasi ini akan dijadikan bahan kajian dalam menyusun kebijaksanaan penyelenggara di masa
mendatang agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Evaluasi terhadap aspek struktural dilakukan setiap 6-12 bulan sekali.
Evaluasi bidang aspek non struktural dilakukan untuk:
1) Bidang administrasi keuangan berupa audit setiap 612 bulan sekali.
2) Bidang kelembagaan dan institusi setiap 12 bulan sekali.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi sesuai dengan kewenangannya, yang
meliputi standar kualitas dan kinerja pelayanan pengelolaan sistem drainase perkotaan:
789
4.3
Pelaporan
Laporan hasil monitoring dan evaluasi akan dijadikan dasar penyusunan kebijakan pengelolaan
sistem drainase perkotaan untuk masa berikutnya. Pelaporan wajib dilakukan oleh
penyelenggara pengelolaan sistem drainase perkotaan dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.Penyampaian laporan diatur sesuai bagan hubungan dan tata pelaporan Gambar
4.1 berikut:
790
791
DAFTAR USTAKA
Bartow, CJ. 2000. Social Impact Assessment: An Introduction. New York : Oxford University
Press Inc.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pelaksanaan Konstruksi
Sistem Drainase Perkotaan, 2012.
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi
Pengelolaan Drainase Perkotaan, 2012.
Hewitt, Eleanor & Michael Bamberger. 1986. Monitoring and Evaluating Urban Development
Programs. World Bank, Washington.
Lartz, Anderson T. 1995. Guidelines for Preparing Urban Plans. Chicago: American Planning
Association.
Ojha, Durga. 1998. Impact Monitoring Approaches and Indicators.
792
793
LAMPIRAN
794
795
796
797
798
799
800
801
802
803
804
805
806
807
808
809
810
811
812
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 19
KINERJA SISTEM DRAINASE
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... iv
1
1.2
1.3
2.2
2.3
2.4
2.5
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1.
Tabel 2-2.
Tabel 2-3.
Tabel 2-4.
Tabel 2-5.
Tabel 2-6.
Tabel 2-7.
Tabel 2-8.
Tabel 2-9.
Tabel 2-10.
Tabel 2-11.
Tabel 2-12.
Tabel 2-13.
Tabel 2-14.
Tabel 2-15.
Tabel 2-16.
Tabel 2-17.
Tabel 2-18.
Tabel 2-19.
Tabel 2-20.
Tabel 2-21.
Tabel 2-22.
Tabel 2-23.
Tabel 2-24.
Tabel 2-25.
Tabel 2-26.
Tabel 2-27.
Tabel 2-28.
Tabel 2-29.
Tabel 2-30.
ii
Tabel 2-31
Tabel 2-32.
Tabel 2-33.
iii
DAFTAR GAMBAR
-
iv
PENDAHULUAN
Kinerja dalam suatu sistem infrastruktur perkotaan merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan sistem infrastruktur yang telah ditetapkan. Para pengelola sistem infrastruktur
sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering pengelola sistem infrastruktur tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah
merosot sehingga institusi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan buruk organisasi
pengelola yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda peringatan adanya kinerja
yang merosot.
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegara,2000). Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi
/lembaga/institusi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan
serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76)
mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki
beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya
diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.
1.1
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau
program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja
individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui
penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja
karyawan.
Menurut Bernardin dan Russel (1993 ) A way of measuring the contribution of individuals to
their organization. Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu (karyawan)
kepada organisasi tempat mereka bekerja.
813
Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang
sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok.
Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang
dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja,
termasuk potensi pengembangannya.
Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh
organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.
1.2
Tujuan penilaian kinerja dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat evaluasi dan
pengembangan yang bersifat evaluasi harus menyelesaikan:
1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi;
2) Hasil penilaian digunakan sebagai sarana pengambil keputusan;
3) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem pemilihan teknologi.
1.3
Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan
kebijakan institusi/lembaga pengelola infrastruktur perkotaan. Adapun secara terperinci
penilaian kinerja bagi sistem infrastruktur adalah:
1)
2)
3)
814
4)
INDIKATOR KINERJA
Menyusun Indikator Kinerja Salah satu elemen penting dalam melakukan monitoring dan
evaluasi adalah menyusun indikator kinerja. Indikator kinerja merupakan uraian ringkas dengan
menggunakan ukuran kuantitatif atau kualitatif yang mengindikasikan pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan. Indikator kuantitatif digunakan untuk
mengukur sesuatu yang sifatnya terukur (measurable) dan obyektif. Indikator kuantitatif
biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai absolut (jumlah), prosentase, rasio dan tingkatan.
Sementara indikator kualitatif lebih bersifat subyektif karena biasanya menyangkut sikap,
perilaku, penilaian dan perasaan seorang individu akan sesuatu hal. Untuk mendapatkan data
indikator kualitatif dilakukan melalui interview terstruktur terhadap masyarakat. Indikator
kinerja juga merupakan petunjuk (guideline) dalam rangka pencapaian tujuan atau sasaran, visi
dan misi organisasi. Indikator kinerja dapat diterapkan untuk : (a) Input/Masukan; (b)
Output/Keluaran; (c) Outcome; (d) Manfaat/benefit; (e) Dampak. Uraian masing masing
indikator dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Indikator Input/masukan
Segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan keluaran
yang ditentukan, misalnya dari: sumber dana (APBN/APBD, swasta, masyarakat),
dukungan pemikiran (tenaga ahli, pendapat masyarakat), dukungan kebijakan (kebijakan
pusat, kebijakan daerah). Ukuran masukan ini berguna dalam rangka memonitor jumlah
sumber daya yang digunakan untuk mengembangkan, memelihara dan mendistribusikan
produk, kegiatan dan atau pelayanan. Contoh-contoh :
(1) Rupiah yang dibelanjakan untuk peralatan;
(2) Jumlah jam kerja pegawai yang dibebankan.
2) Indikator Output/keluaran
Sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik
maupun nonfisik, misalnya: rencana, kebijakan, program, tersosialisasi. Indikator keluaran
dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila target kinerjanya
(tolok ukur) dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan
terukur. Karenanya, indikator keluaran harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit
organisasi yang bersangkutan. Indikator keluaran (ouput) digunakan untuk memonitor
seberapa banyak yang dapat dihasilkan atau disediakan. Contoh-contoh :
815
816
2.1
Pemilihan indikator kinerja yang tepat dan berguna merupakan proses yang sangat sederhana,
tetapi memerlukan pemikiran yang hati-hati, perbaikan terus-menerus, kerja sama, dan
pembentukan kesepakatan. Dibawah ini ada beberapa saran. Meskipun disajikan dalam langkahlangkah terpisah, dalam prakteknya beberapa langkah tersebut dapat dilakukan secara
bersamaan.
817
Hindari Pernyataan Hasil yang telalu Melebar. Kadang-kadang tujuan dan hasil
disampaikan secara luas, sulit untuk mengidentifikasi indikator kinerja yang benar. Sebagai
alternatif, jelaskan aspek-aspek tepercaya secara lebih spesifik untuk membuat perbedaan
terbesar untuk pengembangan kinerja. Sebagai contoh, daripada menggunakan informasi
hasil yang melebar, seperti peningkatan kapasitas dari suatu lembaga, jelaskan aspekaspek yang dipengaruhi oleh kegiatan program. Sebagai contoh, peningkatan proses
recruitment pegawai, atau peningkatan keahlian manajemen.
Nyatakan secara Jelas mengenai Jenis Perubahan yang Dimaksud. Apa yang diharapkan
untuk berubah- suatu situasi, kondisi, tingkat pengetahuan, sikap, atau perilaku? Sebagai
contoh perubahan undang-undang suatu negara mengenai pemilihan umum sangat berbeda
dengan perubahan kesadaran masyarakat tentang hak mereka untuk memilih, yang sekali
lagi berbeda dengan perilaku memilih mereka. Setiap jenis perubahan diukur oleh jenis
indikator yang berbeda.
Juga, jelaskan apakah perubahan yang terlihat adalah perubahan yang absolut, relatif, atau
tidak ada perubahan. Perubahan absolut berhubungan dengan penciptaan atau pengenalan
sesuatu yang baru. Perubahan relatif berhubungan dengan peningkatan, penurunan,
kenaikan, penguatan, atau pengurangan pada sesuatu yang sudah ada tetapi pada tingkatan
lebih tinggi atau rendah dari yang nilai optimum.
Nyatakan secara jelas mengenai perubahan yang seharusnya muncul. Apakah perubahan
diharapkan terjadi diantara individu, keluarga, kelompok, masyarakat, atau wilayah?
Jelasnya, sebuah perubahan pada tingkat menabung seluruh negara akan sangat berbeda
dengan sektor tertentu dalam masyarakat bisnis. Hal ini dikenal dengan mengidentifikasi
unit analisis untuk indikator kinerja.
Identifikasi secara lebih akurat mengenai sasasaran tertentu untuk perubahan. Siapa atau apa
sasaran tertentu untuk suatu perubahan? Sebagai contoh, jika individu, individu yang mana?
Masyarakat awam atau eksportir? Semua eksportir atau hanya eksportir produk pertanian
non-tradisional?
Pelajari kegiatan dan strategi yang mengarah kepada perubahan. Beberapa kegiatan akan
menghasilkan perubahan secara langsung, sementara kegiatan lainnya akan menghasilkan
perubahan tidak langsung. Sebagai contoh, kegiatan untuk mengembangkan usaha kecil
merujuk kepada peningkatan kesempatan kerja secara langsung. Kegiatan untuk
mereformasi kebijakan ekonomi mungkin mempunyai efek yang sama tetapi tidak secara
langsung. Sebelum indikator yang tepat dikembangkan, kejelasan yang diperlukan adalah
mengenai hubungan yang diharapkan antara kegiatan dan hasil yang direncanakan dalam
rangka untuk memahami secara pasti perubahan apa yang layak untuk diharapkan.
818
819
2.2
1) LANGSUNG. Sebuah indikator kinerja harus mengukur sedekat mungkin hasil yang
diinginkan. Indikator tersebut tidak boleh dimasukkan pada tingkat yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari hasil yang sedang diukur. Sebagai contoh, tingkat keberhasilan
penggunaan kontrasepsi adalah ukuran langsung dari sebuah hasil peningkatan penggunaan
metode keluarga berencana. Tetapi jumlah pemberi layanan yang dilatih tidak akan menjadi
ukuran langsung dari hasil peningkatan penyebaran layanan. Hanya karena orang yang
dilatih tidak berarti akan memberikan pelayanan yang lebih baik.
Jika menggunakan ukuran langsung tidak memungkinkan, satu atau lebih indikator
alternatif akan lebih tepat. Sebagai contoh, kadang-kadang data yang terpercaya pada
pengukuran langsung tidak tersedia pada frekuensi yang berguna untuk para manajer, dan
indikator alternatif dibutuhkan untuk menyediakan pendekatan yang tepat mengenai
kemajuan. Penjajakan alternatif adalah penjajakan tidak langsung yang berhubungan dengan
hasil, dengan satu atau lebih asumsi. Sebagai contoh, di daerah perdesaan di afrika, sangat
sulit untuk menghitung tingkat pendapatan secara langsung. Ukuran seperti persentase
rumah tangga pedesaan dengan atap timah (atau radio atau sepeda) mungkin berguna,
walaupun sedikit kasar, alternatif. Asumsinya adalah jika penduduk desa mempunyai
pendapatan yang lebih tinggi, mereka cenderung untuk membeli barang tertentu. Jika bukti
yang meyakinkan muncul bahwa asumsi tersebut baik (sebagai contoh, didasarkan pada
penelitian atau pengalaman di tempat lain) maka indikator alternatif bisa menjadi indikator
yang memadai, meskipun merupakan terbaik kedua pada sebuah pengukuran langsung.
2) OBYEKTIF. Sebuah indikator yang obyektif tidak mempunyai keraguan mengenai apa
yang sedang diukur. Maksudnya, ada kesepakatan umum mengenai interpretasi hasil.
Keduanya unidimensi dan akurat secara operasional. Menjadi unideimensi artinya adalah
820
indikator tersebut hanya mengukur sebuah kejadian pada suatu waktu. Hindari usaha untuk
menggabungkan terlalu banyak dalam satu indikator, seperti pengukuran akses dan
penggunaan keduanya. Keakuratan operasional artinya tidak ada keraguan mengenai jenis
data yang akan dikumpulkan untuk sebuah indikator. Sebagai contoh, ketika jumlah
lembaga eksport yang sukses digunakan sebagai indikator kinerja akan membingungkan,
akan lebig baik digunakan indicator kinerja seperti jumlah lembaga ekspor yang mengalami
peningkatan pendapatan tahunan tidak kurang dari 5 persen, indicator ini akurat secara
operasional.
3) MEMADAI. Diambil sebagai sebuah kelompok, indikator kinerja dan indikator
pendampingnya harus mengukur secara memadai pertanyaan hasil. Pertanyaan yang
biasanya diajukan adalah berapa jumlah indikator yang harus digunakan untuk mengukur
hasil yang diberikan? jawabannya tergantung kepada informasi yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan meyakinkan yang logis. Untuk beberapa hasil yang sederhana dan telah
diusahakan dan diukur seksama, satu indikator kinerja mungkin memadai. Sebagai contoh
jika hasil yang diinginkan adalah peningkatan ekspor tradisional, indikator nilai dolar
terhadap ekspor tradisional per tahun adalah memadai. Jika tidak ada satupun indikator yang
memadai, atau pada saat manfaat diperoleh dengan triangulasi, maka dua atau lebih
indikator mungkin diperlukan. Bagaimanapun, hindari menggunakan terlalu banyak
indikator. Cobalah untuk membuat keseimbangan antara sumberdaya yang tersedia untuk
mengukur indikator kinerja dengan jumlah informasi yang dibutuhkan manajer untuk
membuat keputusan yang layak.
4) KUANTITATIF, jika memungkinkan indikator kuantitatif adalah numerik (jumlah
persentase nilai dollar, tonase sebagai contohnya). Indikator kualitatif adalah pengamatan
deskriptif (pandangan seorang ahli mengenai kekuatan suatu lembaga, atau gambaran
mengenai suatu perilaku). Ketika indikator kuantitatif tidak obyektif seperti yang
dibutuhkan, ketepatan numeriknya mengarahkannya kepada lebih banyak kesepekatan
mengenai interpretasi data hasil, dan biasanya lebih dipilih untuk digunakan.
Bagaimanapun, pada saat indikator kuantitatif yang efektif sedang digunakan, indikator
kualitatif dapat melengkapi jumlah dan persentase dengan kekayaan informasi yang
membawa hasil program menjadi hidup
5) DIPISAHKAN, kalau bisa.pisahkan program tingkat manusia berdasarkan gender, usia,
lokasi atau dimensi lain yang seringkali penting dari sudut pandang manajemen atau
pelaporan. Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan kegiatan seringkali
memerlukan pendekatan yang berbeda untuk kelompok yang berbeda dan mempengaruhi
kelompok tersebut dengan cara yang berbeda. Pemisahan data membantu melacak apakah
ada atau tidak kelompok tertentu yang berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari kegiatan
yang ditujukan untuk melibatkanmereka. Adapaun, hal ini memberikan gambaran
821
manajemen yang baik mengenai indikator kinerja dapat menjadi sensitif terhadap
perbedaan-perbedaan.
6) PRAKTIS. Sebuah indikator disebut praktis jika data dapat diperoleh dengan cara yang
tepat dan biaya yang layak. Para manajer menginginkan data yang dapat dikumpulkan
cukup memadai untuk menginformasikan mereka mengenai kemajuan dan mempengaruhi
keputusan. Unit operasional USAID harus mengharapkan memperoleh kelayakan, tetapi
tidak berlebihan, biaya untuk memperoleh informasi kinerja yang berguna. Suatu ketetapan,
diberikan dalam pembaharuan pedoman, adalah untuk merencanakan mengenai
mengalokasikan 3 sampai 10 persen dari seluruh sumberdaya program untuk pemantauan
dan evaluasi kinerja.
7) TEPERCAYA. Pertimbagan terakhir di dalam pemilihan indikator kinerja adalah apakah
data dalam kualitas tepercaya yang memadai untuk suatu pengambilan keputusan tepat
dapat diperoleh. Tetapi standar kualitas data seperti apakah yang diperlukan untuk berguna?
Data yang diperlukan oleh seorang manajer program untuk membuat keputusan tepat
tentang suatu program tidak begitu sama dengan standar data tertentu yang dicari oleh
seorang peneliti sosial. Sebagai contoh, survei kecil dengan biaya rendah mungkin cukup
baik dalam memenuhi kebutuhan manajemen.
2.3
Untuk mengetahui keberhasilan suatu proyek dalam mencapai tujuannya dapat diketahui setelah
proyek tersebut beroperasi dan dioperasikan secara penuh. Evaluasi kinerja suatu proyek
drainase dapat dinilai dari beberapa indikator yang tercantum dalam standar kriteria, yang
paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) NON FISIK
(1) Indikator Peraturan/Kelembagaan (3 sub indikator)
(2) Indikator Manajemen Pembangunan (8 sub indikator)
(3) Indikator Upaya Pemda Mendorong PSM / Swasta (6 sub indikator)
2) FISIK
(1)
(2)
(3)
(4)
822
823
(3)
(4)
(5)
(6)
2.4
Kriteria penilaian masing-masing sub indiaktor dilakukan dengan mengikuti Tabel 2-1 sampai
dengan Tabel 2-30 berikut:
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
824
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Tabel 2-4. Indikator Dokumen Perencanaan Master plan / outline plan / SSK
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
825
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Tidak Sesuai
Cukup
61-80
Kurang Sesuai
Baik
81-90
Sesuai
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Ada, Aktif
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak Sesuai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Optimal
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
826
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
< 50%
Kurang
< 60
50 - 60%
Cukup
61-80
> 60 - 70%
Baik
81-90
> 70%
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
tidak berkurang
Kurang
< 60
berkurang 10%
Cukup
61-80
berkurang 30%
Baik
81-90
berkurang 50%
Baik Sekali
91-100
827
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Tidak ada
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Ada, 6- 10 Lap/thn
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
828
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Ada Program
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Tabel 2-16. Indikator PSM / Swasta dalam memenuhi perencanaan drainase & NSPM
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
829
Tabel 2-17. Indikator PSM & Swasta dalam Operasi & Pemeliharaan Sistem Drainase
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Tidak ada
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Rusak <10%
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Rusak <10%
Baik Sekali
91-100
830
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
ada tersumbat 30 %
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
831
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Berfungsi (0 - 50%)
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Berfungsi >90%
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Berfungsi (0 - 50%)
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Berfungsi >90%
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Berfungsi (0 - 50%)
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Berfungsi >90%
Baik Sekali
91-100
832
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Berfungsi (0 - 50%)
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Berfungsi >90%
Baik Sekali
91-100
Tabel 2-27. Indikator Saluran drainase tidak menjadi tempat pembuangan sampah
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Tabel 2-28. Indikator Saluran drainase tidak menjadi tempat penyaluran air limbah yang
tidak terolah
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
833
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
Baik Sekali
91-100
834
Tabel 2-32. Indikator dilakukan kegiatan dredging / pengerukan saluran drainase primer.
No.
Parameter
Skala
Penilaian
Nilai
tidak dilakukan
Kurang
< 60
Cukup
61-80
Baik
81-90
dilakukan 81%-100%
Baik Sekali
91-100
2.5
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sistem drainase dilakukan dengan memberi bobot dan penilaian terhadap
masing-masing indikator/sub indikator. Indikator non fisik diberi bobot 40%, sedangkan
indikator fisik diberi bobot 60%, dengan pembagian bobot masing-masing sub indikator
diberikan pada Tabel 2-33. Nilai masing-masing indikator/sub indikator berkisar antara 0 100.
Dengan demikian nilai akhir (bobot x nilai) keseluruhan akan mempunyai besaran 0 -10.000.
No.
A
1
Indikator/sub indikator
Bobot
NON FISIK
40
Peraturan / Kelembagaan
10
Manajemen Pembangunan
19
Nilai
Bobot x
Nilai
2
1
835
No.
Indikator/sub indikator
Bobot
11
FISIK
60
24
24
836
2
12
6
3
Nilai
Bobot x
Nilai
No.
Indikator/sub indikator
Bobot
Nilai
Bobot x
Nilai
100
Keterangan:
Kriteria Penilaian
Nilai:
kurang
< 60
cukup
61-80
Baik
8.100 9.000
baik
81-90
Cukup
6.100 8.000
sangat baik
> 90
Kurang
< 6.000
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat PPLP Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, Panduan Operasi dan Pemeliharaan
Prasarana dan Sarana Drainase Perkotaan, 2012
Surat keputusan Kapala Bappenas Nomor Kep.178/Ket/07/2000 tentang Evaluasi Kinerja
Proyek Pembangunan. Jakarta 2000.
The Handbook on Monitoring and Evaluation Results. Evaluation Office. UNDp. New York.
2002
Performance Monitoring Indicators: A Handbook for Task Manager.
Department, World Bank. Washington, D.C. 1996.
Operations Policy
837
838
839
840
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 20
TINJAUAN LAPANGAN
halaman kosong
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN................................................................................................ 841
TUJUAN............................................................................................................. 841
3.1
3.2
halaman kosong
ii
TINJAUAN LAPANGAN
1
PENDAHULUAN
Pengembangan sistem drainase perkotaan pada umumnya dilakukan pada kawasan yang sudah
terbangun, sudah mapan, dan bahkan pada kawasan yang padat penduduk. Namun tidak tertutup
kemungkinan pengembangan sistem drainase perkotaan juga menyangkut kawasan baru, yang
masih kosong, misalnya pada pengembangan kawasan perumahan. Tinjauan lapangan dilakukan
sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi dan aspek-aspek penting dalam mengevaluasi
permasalahan drainase. Dengan tinjauan lapangan diperoleh gambaran kondisi eksisting
prasarana dan sarana drainase yang ada, meliputi kondisi saluran, serta bangunan-bangunan
drainase lainnya, permasalahan riil di lapangan, daerah genangan, sedimentasi, dll.
TUJUAN
Kegiatan tinjauan lapangan bertujuan untuk melakukan inventarisasi dan asesemen secara
komprehensif terhadap kondisi sistem drainase perkotaan di lokasi studi dan sekitarnya. Proses
inventarisasi dan asesemen menghasilkan informasi yang diperlukan dalam merancang dan
menganalisis solusi yang tepat serta kendala yang akan di hadapi dalam implementasi rancanan
sistem yang dipilih. Dalam banyak kasus, pengembangan sistem drainase perkotaan
memerlukan inventarisasi dan asesemen langsung di lokasi, dan tidak dapat dirancang hanya
berdasarkan data dan peta yang sudah ada saja.
KEGIATAN DI LAPANGAN
841
3.1
Persiapan
Agar tinjauan lapangan mencapai sasaran dan berjalan dengan efektif dan efisien, maka sebelum
melakukan tinjauan lapangan perlu dipersiapan hal-hal sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
3.2
Surat ijin;
Data awal obyek yang ditinjau: peta situasi, gambar bangunan, dll.
Peralatan perekam data: kamera, video recorder, dll.;
Alat ukur: kompas, meteran, GPS;
Alat tulis: buku; bollpoint atau pensil.
Kegiatan di lapangan
Proses inventarisasi dan asesemen diharapkan mampu menghasilkan informasi yang diperlukan
dalam merancang dan menyusun solusi dengan melakukan identifikasi kondisi eksisting dan
perkiraan pengembangan serta kendala yang akan terjadi. Khususnya yang terkait dengan
hidrologi, topografi, penggunaan lahan, dan infrastruktur perkotan lainnya.
Kondisi eksisting yang perlu diidentifikasi dan dievaluasi pada kegiatan tinjaaun lapangan
adalah sebagi berikut:
1)
2)
Saluran/sungai
a. dimensi saluran: panjang, bentuk penampang, lebar, kedalaman, lebar bantaran,
tanggul/jalan inspeksi, sempadan saluran, dan bahan konstruksi;
b. kondisi saluran: baru, rusak sedang, rusak berat;
c. hidrologi: arah alran, sedimentasi;
d. catatan lain, misalnya kondisi lingkungan, pengggunaan lahan kanan-kiri saluran.
3)
Gorong-gorong
a. dimensi gorong-gorong: panjang, diameter, bentuk penampang, bahan gorong-gorong;
b. kondisi jalan: klas jalan, lebar jalan, struktur jalan, kepadatan lalu lintas.
4)
Stasiun pompa
a. lokasi;
842
b.
c.
d.
e.
f.
5)
Pintu air
a.
b.
c.
d.
e.
6)
jenis pompa;
jumlah dan kapasitas pompa;
sumber listrik: PLN, genset;
saringan sampah;
SOP
lokasi;
dimensi dan jumlah pintu: lebar, tinggi;
jenis pintu: geser, radial, dll.;
penggerak pintu: manual, elektrik, otomatis;
SOP.
Kolam detensi
a. lokasi;
b. dimensi: luas, kedalaman;
c. kelengkapan kolam: tanggul, jogging track, dermaga, pintu air, stasiun pompa, saringan,
aerotor, dll.;
d. kondisi sedimentasi;
e. pemanfaatan lain: pemancingan, air mancur, dll.;
f. SOP.
PELAPORAN
Hasil tinjauan lapangan dituangkan dalam singkat berupa Laporan Tinjauan Lapangan. Laporan
ini berisi berisi:
a)
b)
c)
d)
e)
Lampiran dokumentasi.
f)
Daftar Pustaka
843
halaman kosong
844
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
MODUL 21
STUDI KASUS
halaman kosong
DAFTAR ISI
3.1
3.2
3.3
halaman kosong
ii
STUDI KASUS
1
PENDAHULUAN
Studi kasus adalah suatu kajian yang detil tentang suatu setting atau suatu subjek tunggal, atau
satu kumpulan dokumen tunggal, atau suatu kejadian tertentu. Studi kasus dalam hal ini adalah
mendisain sub-sistem drainase perkotaan, yang memungkinkan peserta untuk menetapkan
karakteristik yang holistik terhadap permasalahan atau kondisi yang dihadapi di lapangan,
selanjutnya mampu menyusun konsep solusi yang paling efektif dan efisien.
TUJUAN
Para peserta diseminasi dan sosialisasi keteknikan bidang PLP sektor drainase mampu
mengimplementasikan bahan / modul ajar yang telah disampaikan. Studi kasus yang dilakukan
disesuaikan dengan materi tinjauan lapangan. Setelah mengikuti modul studi kasus peserta
diseminasi diharapkan mampu melakukan:
1)
2)
3)
4)
analisis hidraulika.
SASARAN
Sesuai dengan tujuan studi kasus, maka sasaran yang hendak dicapai pada modul studi kasus
adalah sebagai berikut:
3.1
Analisis Solusi
Berdasarkan peta genangan, dan hasil tinjauan lapngan, kemudian dibuat beberapa alternatif
pemecahan atau solusi, dan dipilih satu alternatif yang paling efisien dan efektif. Alternatif itu
yang dijadikan dasar untuk perencanaan dan penyusunan program. Analisis solusi dilaksanakan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Susun pola aliran dan sistem drainase perkotaan dengan alternatif sistem. Alternatif sistem
yang dimaksud adalah beberapa alternatif yang diambil untuk memecahkan masalah
845
genangan dalam satu lokasi. Dipilih alternatif yang paling efisien dan efektif untuk
mengatasi genangan dalam lokasi tersebut demikian pula untuk lokasi genangan lainnya.
Jaringan drainase hasil alternatif dan jaringan drainase lainnya yang baik yang dapat
mengatasi genangan dalam kota, sehingga tak ada genangan untuk kala ulang tertentu
disebut pola aliran sistem drainase perkotaan;
2) Dari alternatif terpilih pada butir 1) di atas, kemudian diinventarisasi dan/atau dirancang
sarana dan prasarana drainase perkotaan yang diperlukan pada sistem mulai dari saluran
paling hulu (saluran npenangkap), sampai saluran utama, dan semua bangunan
pelengkapna;
3) Tentukan debit rencana (m3/detik) dari masing-masing segmen saluran. Debit masingmasing saluran telah dihitung pada saat menganalisis kebutuhan (lihat bagian 3.2.).
4) Rencanakan bentuk-bentuk penampang dan bangunan pelengkapnya pada masing-masing
saluran. Sebaiknya dalam perencanaan baru atau normalisasi digunakan penampang
ekonomis, sedangkan untuk pekerjaan rehabilitasi digunakan bentuk profil lama dengan
dimensi yang berbeda. Analisis hidrolika mengikuti tahapan seperti pada bagian 3.3.
5) Tentukan luas lahan yang akan dibebaskan. Untuk pekerjaan baru, lebar lahan yang
dibebaskan tergantung dari lebar atas saluran, ditambah lebar tanggul apabila ada tanggul
dan ditambah lebar jalan inspeksi di kiri kanan saluran, tergantung kebutuhan dan luas lahan
yang dibebaskan, lebar lahan yang dibebaskan kali panjang saluran. Untuk pekerjaan
normalisasi, lebar yang dibebaskan dikurangi lebar atas saluran yang ada.
6) Perkirakan besar biaya ganti rugi lahan. Apabila lahan yang akan dibebaskan telah
diketahui, maka harga satuan besarnya ganti rugi dapat diperkirakan, biasanya oleh tim
yang dibentuk oleh Pemda setempat berdasarkan peraturan yang berlaku.
3.2
Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi bertujuan untuk menentukan beban drainase atau debit banjir rencana, baik
dalam bentuk debit puncak maupun hidrograf banjir, dengan langkah-langkah yang benar, yaitu:
1) Tentukan luas daerah tangkapan air (DTA): yaitu luas daerah tangkapan hujan yang
berpengaruh pada suatu titik tertentu dalam suatu sistem drainase, yang ditentukan
berdasarkan peta topografi.
2) Analisis data curah hujan
a) Analisis data hujan wilayah dilakukan dengan berbagai metode, Metode Poligon
Theisssen, Metode Isohyet, dan Metode Aritmatik.
846
3.3
Analisis Hidrolika
Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan dimensi penampang saluran yang bisa
menampung debit saluran
Analisis yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)
2)
Analisis kapasitas sistem drainase eksisting: kapasitas saluran, segmen saluran, dan
bangunan pendukungnya.
b)
Bandingkan analisis pada point a) dengan kapasitas rencana (awal); jika kapasitas
eksisting lebih besar atau sama dengan kapasitas awal, maka komponen sistem
drainase yang bersangkutan masih aman, sebaliknya perlu dilakukan tindakan.
Analisis kebutuhan:
a)
Tentukan rencana saluran sesuai topografi dan rencana tata guna lahan dan/atau tata
ruang. Dalam penataan jaringan saluran drainase diusahakan sebanyak mungkin
mengikuti pola eksisting dan alur alam. Kembangkan sistem gravitasi, sistem pompa
hanya dipakai kalau tidak ada alternatif lain.
b)
Tentukan kala ulang pada masing-masing saluran dan/atau segmen saluran sesuai
dengan klasifikasi kota dan orde saluran.
c)
Analisis hujan kawasan dan intensitas hujan sesuai dengan kala ulang yang
diperlukan.
847
d)
Hitung debit rencana masing-masing saluran dan/atau segmen saluran dengan metode
yang sesuai, untuk sistem pompa dan/atau sistem polder perlu dihitung hidrograf
banjir.
e)
Analisis perbedaan antara kebutuhan (point d) dan kondisi yang ada, bagian (1), point
a). Apabila kapasitas saluran existing lebih besar atau sama dengan debit rencana,
maka saluran yang ada dapat digunakan. Apabila saluran existing lebih kecil dari
rencana, maka saluran tersebut perlu ada tindakan.
f)
LAPORAN
848
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN I
MODUL I KEBIJAKAN BIDANG PLP
DAFTAR LAMPIRAN
ISI
Halaman
LAMPIRAN I
LAMPIRAN IA
849
LAMPIRAN IB
873
LAMPIRAN IC
909
LAMPIRAN II
950
LAMPIRAN I
LAMPIRAN IA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN DRAINASE
LAMPIRAN IB KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
LAMPIRAN IC KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
ii
LAMPIRAN IA
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYELENGGARAAN DRAINASE
iii
PERATURAN MENTERI
NO
TAHUN 2012
TENTANG
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENYELENGGARAAN
SISTEM DRAINASE PERKOTAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,
.
Menimbang
849
850
: 1.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
9.
851
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
MENTERI
PEKERJAAN
UMUM
: PERATURAN
TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
PENYELENGGARAAN
SISTEM
DRAINASE
PERKOTAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
852
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
urusan
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, dan masyarakat
853
Pasal 3
Peraturan menteri ini bertujuan untuk :
a.
b.
c.
d.
(1)
854
Asas
Visi dan misi;
Dasar Kebijakan
Sasaran;
Kebijakan;
Strategi;
Pendekatan penanganan
Prioritas pengembangan
(2)
BAB II
ASAS
Pasal 5
Peraturan Menteri ini diselenggarakan berdasarkan asas tanggung
jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas kesadaran, asas
keselamatan, asas keamanan dan asas ekonomi.
BAB III
VISI, MISI DAN SASARAN
Bagian Kesatu
Visi dan Misi
Pasal 6
Visi dari Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan adalah
Masyarakat hidup sehat, nyaman dengan lingkungan bersih bebas
dari genangan.
Pasal 7
Misi yang harus ditempuh untuk dapat mewujudkan
penyelenggaraan drainase perkotaan adalah sebagai berikut:
visi
855
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
856
Bagian Kedua
Sasaran Kebijakan
Pasal 8
Sasaran kebijakan Drainase perkotaan adalah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
kabupaten/kota
BAB IV
DASAR KEBIJAKAN
Bagian Kesatu
Isu, Permasalahan, Dan Tantangan Penyelenggaraan Drainase
Perkotaan
Pasal 9
Rumusan isu strategis dan permasalahan dalam penyelenggaraan
drainase perkotaan adalah sebagai berikut:
857
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
858
dalam
859
Pasal 10
(1)
dalam
penyelenggaraan
drainase
860
dalam
penyelenggaraan
drainase
BAB V
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu
Rumusan Kebijakan
Pasal 11
Rumusan kebijakan pengembangan bidang drainase adalah sebagai
berikut:
(1)
(2)
861
(3)
(4)
(5)
(6)
Bagian Kedua
Rumusan Strategi
Pasal 12
Kebijakan kesatu yaitu pemantapan keterpaduan dengan penanganan
pengendalian banjir dan sektor/sub sektor terkait lainnya
berdasarkan sistem tata air, meliputi strategi sebagai berikut:
(1)
(2)
862
Pasal 13
Kebijakan kedua yaitu mengoptimalkan sistem drainase perkotaan
yang
ada,
rehabilitasi/pemeliharaan,
pengembangan
dan
pembangunan baru, meliputi strategi sebagai berikut:
(1)
(2)
Pasal 14
Kebijakan ketiga yaitu mendorong dan memfasilitasi pemerintah
kabupaten/kota dalam pengembangan sistem drainase yang efektif,
efisien dan berkelanjutan, meliputi strategi sebagai berikut:
(1)
(2)
Pasal 15
Kebijakan keempat yaitu meningkatkan kapasitas kelembagaan
pengelola prasarana dan sarana drainase perkotaan, meliputi strategi
sebagai berikut:
(1)
(2)
863
Pasal 16
Kebijakan kelima yaitu mendorong pembiayaan alternatif dalam
penyelenggaraan drainase perkotaan melalui kerjasama kemitraan
dengan dunia usaha dan peran masyarakat, meliputi strategi sebagai
berikut:
(1)
sumber
pendanaan
melalui
(2)
Pasal 17
Kebijakan kelima yaitu mengembangkan tingkat partisipasi
swasta/dunia usaha dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
drainase perkotaan, meliputi strategi sebagai berikut:
(1)
Strategi (1):
masyarakat;
(2)
864
Pengembangan
kampanye
peningkatan
peran
BAB VI
PENDEKATAN PENANGANAN
Bagian Kesatu
Pengaturan Di Daerah
Pasal 18
(1)
(2)
(1)
(2)
Instansi
terkait yang memiliki tugas dan wewenang
penyelenggaraan
sistem
drainase
perkotaan
dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, melakukan fasilitasi
penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah
Penyelengaraan Sistem Drainase Perkotaan;
865
Pasal 20
Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) terdiri atas:
a.
b.
c.
d.
mendorong
dan
memfasilitasi
Penyelenggaraan Drainase Perkotaan.
pengembangan
Sistem
Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah
Pasal 21
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah
mempunyai kewenangan:
a.
866
menetapkan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
penyelenggaraan sistem drainase perkotaan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi Kebijakan dan Strategi Nasional
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;
b.
c.
d.
mendorong
dan
memfasilitasi
penyelenggaraan drainase perkotaan;
e.
pengembangan
sistem
Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 22
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah
Provinsi mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan
Kebijakan
dan
Strategi
Provinsi
dalam
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan sesuai dengan
Kebijakan dan Strategi Nasional
Penyelenggaraan Sistem
Penyelenggaraan Drainase Perkotaan;
b.
c.
867
d.
e.
mendorong
dan
memfasilitasi
pengembangan
Penyelenggaraan Drainase Perkotaan tingkat Provinsi;
f.
Sistem
Bagian Kelima
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 23
Dalam rangka penyelenggaraan Peraturan Menteri ini, Pemerintah
Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan
Kebijakan
dan
Strategi
Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan sesuai dengan
Kebijakan dan Strategi Nasional dan Provinsi Penyelenggaraan
Sistem Drainase Perkotaan;
b.
c.
d.
868
sarana
tingkat
e.
mendorong
dan
memfasilitasi
pengembangan
Sistem
Penyelenggaraan Drainase Perkotaan tingkat Kabupaten/Kota;
f.
BAB VII
PRIORITAS PENGEMBANGAN
Bagian Kesatu
Peran Masyarakat
Pasal 24
(1)
(2)
(3)
(4)
(3)
869
Bagian Kedua
Pembainaan dan Pengawasan
Pasal 25
(1)
Pembinaan
dan
pengawasan
dilakukan
penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi;
pada
tahapan
(2)
(3)
(4)
870
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan menteri ini dalam berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal
__________________
MENTERI PEKERJAAN
UMUM
REPUBLIK INDONESIA,
DJOKO KIRMANTO
871
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal
Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia
AMIR SYAMSUDIN
872
LAMPIRAN IB
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
TENTANG
Tahun 2006
873
Menimbang:
a.
874
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Undang-Undang No.
Perencanaan Nasional;
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
Adanya
kebutuhan
Kebijakan
dan
Strategi
Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan sebagai salah
satu
pedoman
penyehatan
lingkungan
permukiman;
sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah no. 16/2004;
25
Tahun
2004
tentang
2005
Sistem
tentang
Rencana
Memperhatikan:
875
2.
3.
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
KSNP-SPP meliputi uraian tentang visi dan misi pengembanagn sistem pengelolaan
persampahan; isu strategis, permasalahan dan tantangan, pengembangan SPP,
tujuan / sasaran; serta kebijakan dan strategi nasional pengem bangan sistem
pengelolaan persampahan dengan rencana tindak yang diperlukan
Pasal 2
876
Pasal 3
Peraturan teknis dan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci dalam rangka pengaturan,
penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan sebagai
penjabaran dari KSNP-SPP perlu disusun dan ditetapkan lebih lanjut oleh instansi-instansi
terkait.
Pasal 4
(1). Dalam hal Daerah belum mempunyai pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, maka ketentuan dan rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan di
daerah perlu disiapkan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, mengacu pada
Peraturan Menteri ini;
(2). Bagi Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang pengembangan
sistem pengelolaan persampahan sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan, agar
peraturan daerah tersebut disesuaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pengaturan, proses penyusunan
rencana, program, pelaksanaan kegiatan pengembanagn sistem pengelolaan
persampahan harus mengacu pada Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1). Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal yang ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kesalahan di dalamnya, segala
sesuatunya akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya;
(2). Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang bersangkutan untuk
diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
877
DITETAPKAN DI :
JAKARTA
DJOKO KIRMANTO
878
BAB I
PENDAHULUAN
879
dioperasikan secara open dumping. Larangan ijin mendirikan bangunan disekitar TPA juga tidak
dilakukan sehingga lokasi TPA yang semula jauh dari permukiman kemudian justru dikelilingi
oleh permukiman penduduk.
Saat ini hampir seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban
TPA menjadi sangat berat, selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga fasilitas
perlindungan lingkungan yang sangat mahal. Hal tersebut disebabkan karena belum
dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara sungguh-sungguh sejak dari sumber,
termasuk pemisahan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga.
Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia maka
Pemerintah harus menyediakan pelayanan sistem pengelolaan persampahan yang mengikuti
kaidah-kaidah teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional maka Departemen Pekerjaan
Umum telah menyusun Rencana Strategis tahun 2005 2009 yang bertujuan untuk :
memberikan akses ke seluruh pelosok tanah air dan menangani tanggap darurat untuk
memberikan pelayanan minimal bagi masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sosial
ekonomi agar terwujud Indonesia yang aman dan damai; membina penyelenggaraan
infrastruktur secara transparan dan terbuka dengan melibatkan masyarakat, meningkatkan peran
Pemerintah Daerah agar terwujud Indonesia yang adil dan demokratis; serta menyelenggarakan
infrastruktur yang efisien, efektif dan produktif agar terwujud Indonesia yang lebih sejahtera.
Disamping itu Pemerintah Indonesia juga telah ikut serta dalam meratifikasi berbagai
kesepakatan/komitmen Internasional yang harus diupayakan pemenuhannya sebagai bangsa
yang bermartabat. Kesepakatan tersebut mencakup : Agenda 21 mengenai pengurangan volume
sampah yang dibuang ke TPA (3R/Reduce-Reuse-Recycle), Prinsip Dublin, Kesepakatan Rio,
MDGs (Millenium Development Goals) mengenai peningkatan separuh dari jumlah masyarakat
yang belum mendapatkan akses pelayanan pada tahun 2015, Kyoto Protocol mengenai
mekanisme pembangunan bersih (CDM/Clean Development mechanism) dan lain-lain;
Untuk mencapai tujuan diatas dan sebagai tindak lanjut amanat PP no 16 tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum, maka disusunlah KEBJAKAN DAN
STRATEGI
NASIONAL
PENGEMBANGAN
SISTEM
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN (KSNP-SPP) yang tegas dan realistis dan dapat digunakan sebagai acuan
bagi Pusat dan Daerah dalam meningkatkan sistem pengelolaan persampahan secara
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
1.2. Maksud
880
Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan ini dimaksudkan sebagai
pedoman dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman dan kegiatan lain
yang terkait dengan pengelolaan persampahan baik di lingkungan Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, maupun bagi masyarakat dan dunia usaha.
1.3. Tujuan
Penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem pengelolaan Persampahan ini memiliki
arah kebijakan yang didasarkan pada :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005- 2009
PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
881
BAB II
VISI DAN MISI
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
2.1. Visi
Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan
datang, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun perdesaan, akan sangat diperlukan
adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek persampahan maka kata sehat
akan berarti sebagai kondisi yang akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola secara
baik sehingga bersih dari lingkungan permukiman dimana manusia beraktivitas di
dalamnya. Secara umum, daerah perkotaan atau perdesaan yang mendapatkan pelayanan
persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut :
a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki
akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di
lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum
lainnya
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang
dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang
berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diarhea, thypus, disentri, dan
lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air, atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagai kesejahteraannya
Kondisi tersebut di atas akan dapat tercapai bila visi pengembangan sistem pengelolaan
persampahan dapat dicapai yaitu :
Permukiman sehat yang bersih dari sampah
Visi di atas merupakan suatu keadaan yang ingin dicapai dimasa depan secara mandiri
melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara sinergis antar pemangku kepentingan
yang terkait secara langsung maupun tidak dalam pengelolaan persampahan.
882
Visi tersebut di atas selanjutnya dirumuskan dalam beberapa misi sebagai terjemahan
lebih lanjut arti visi yang telah ditetapkan; untuk dapat mengidentifikasi arah kebijakan
yang akan ditempuh.
2.2.
Misi
883
884
BAB III
ISU, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Peningkatan laju timbulan sampah perkotaan (2 4 % / tahun) yang tidak diikuti dengan
ketersediaan prasarana dan sarana persampahan yang memadai, berdampak pada
pencemaran lingkungan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dengan selalu
mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran akan selalu
menumpuk di lokasi TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).
Meningkatnya laju pertumbuhan industri dan konsumsi masyarakat secara umum
berdampak pula pada perubahan komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan
terutama semakin banyaknya penggunaan plastik, kertas, produk-produk kemasan dan
komponen bahan yang mengandung B3 (bahan beracun dan berbahaya) serta non
boidegradable.
Pengurangan volume sampah merupakan suatu keharusan untuk menyikapi kondisi
tersebut diatas.
b.
Berdasarkan data BPS tahun 2000, tingkat pelayanan sampah secara nasional saat ini
hanya mencapai kurang lebih 40 %, dengan kualitas pelayanan yang belum memadai.
Kondisi tersebut masih jauh dari standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan yaitu
60 % dengan pelayanan pengumpulan/pengangkutan minimal seminggu 2 kali.
885
Sedangkan masyarakat yang tidak mendapatkan akses pelayanan serta tidak cukup
memiliki lahan untuk proses pengolahan setempat cenderung membuang sampahnya
disembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara terbuka.
Selain itu buruknya kualitas TPA telah memicu berbagai kasus protes masyarakat yang
diikuti oleh berbagai tindak perusakan fasilitas seperti yang terjadi di TPST Bojong dan
TPA Bantar Gebang bahkan korban meninggal seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah
dan Bantar Gebang.
c.
886
Perhatian terhadap pengelolaan persampahan masih belum memadai baik dari pihak
kepala daerah maupun DPRD. Secara umum alokasi pembiayaan untuk sektor
persampahan masih dibawah 5 % dari total anggaran APBD, rendahnya biaya tersebut
pada umumnya karena pengelolaan persampahan masih belum manjadi prioritas dan
menggunakan pola penanganan sampah yang ala kadarnya tanpa memperhitungkan
faktor keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Demikian juga dengan rendahnya dana penarikan retribusi (secara nasional hanya
mencapai 22 %), sehingga biaya pengelolaan sampah masih menjadi beban APBD.
Rendahnya biaya pengelolaan persampahan pada umumnya karena masalah
persampahan belum mendapatkan perhatian yang cukup selalu akan berdampak pada
buruknya kualitas penanganan sampah termasuk pencemaran lingkungan di TPA.
Pada umumnya masalah persampahan belum mendapatkan perhatian yang cukup selalu
akan berdampak pada buruknya kualitas penanganan sampah termasuk pencemaran
lingkungan di TPA.
887
Sudah sejak lama masyarakat ( individu maupun kelompok) sebenarnya telah mampu
melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah baik untuk skala individual maupun
skala lingkungan terutama dilingkungan permukimannya. Di kawasan perumahan Tiga
Raksa Tangerang telah dilakukan pengelolaan sampah terpadu yang di dukungan LSM
dengan mengedepankan konsep 3 R sehingga residu yang dibuang ke TPA hanya
tinggal 50 %. Potensi ini perlu dikembangkan secara sistematis dengan pendekatan
berbasis mayarakat (community based).
Secara umum kondisi kebersihan diberbagai kota di Indonesia masih jauh dibawah ratarata kebersihan di negara lain. Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya
pendidikan yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini serta tidak
dilakukannya penerapan sanksi hukum (pidana) dari Perda yang ada secara efektif.
888
Sasaran yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
adalah sebagai berikut :
meningkatkan jumlah sampah terangkut hingga 75% hingga akhir tahun 2009 serta
meningkatnya kinerja pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang berwawasan
lingkungan (environmental friendly) pada semua kota-kota metropolitan, kota besar, dan
kota sedang.
Sasaran yang tertuang dalam Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum 2005-2009
adalah sebagai berikut :
889
Disamping kedua sasaran perencanaan tersebut, sasaran pembangunan bidang persampahan juga
mengakomodir sasaran Millennium Development Goals tahun 2015 untuk menyediakan akses
pelayanan persampahan kepada masyarakat mampu melayani masyarakat dengan kapasitas 80
% atau 104,6 juta jiwa di perkotaan dan 50 % atau 57,5 juta jiwa di perdesaan, dan total
seluruh Indonesia mencapai 66 % atau 162,1 juta jiwa.
Tercapainya kondisi kota dan lingkungan yang bersih termasuk saluran drainase perkotaan
Tercapainya kualitas pelayanan yang sesuai atau mampu melampaui standar pelayanan
minimal persampahan
Tercapainya peningkatan kualitas pengelolaan TPA menjadi Sanitary Landfill untuk kota
metropolitan dan kota Besar, serta Controlled Landfill untuk kota Sedang dan kota Kecil;
serta tidak dioperasikannya TPA secara Open Dumping
890
Strategi (1) :
Meningkatkan pemahaman masyarakat akan upaya 3R (ReduceReuse-Recycle) dan pengamanan sampah B3 (Bahan Buangan
Berbahaya) rumah tangga
891
Rencana tindak lanjut dari startegi ini adalah pelaksanaan promosi dan kampanye 3R
secara luas melalui berbagai media massa untuk menjangkau masyarakat dari berbagai
kalangan.
Strategi (2) : Mengembangkan dan menerapkan system insentif dan disinsentif dalam
pelaksanaan 3R
Upaya pengurangan sampah di sumber perlu didukung dengan pemberian insentif yang
dapat mendorong masyarakat untuk senantiasa melakukan kegiatan 3R. Insentif
tersebut antara lain dapat berupa pengurangan retribusi sampah, pemberian kupon
belanja pengganti kantong plastik, penghargaan tingkat kelurahan dan lain-lain.
Strategi (3) :
Keterlibatan sektor industri dan perdagangan dalam hal ini akan sangat signifikan dalam
upaya reduksi sampah kemasan oleh masyarakat. Sedangkan disinsentif juga perlu
diperlakukan untuk mendorong masyarakat tidak melakukan hal-hal diluar ketentuan.
892
biaya
Kebijakan (2)
Upaya merubah perilaku pembuangan sampah seseorang yang sudah dewasa terbukti
tidak efektif; terutama dalam hal pemilahan sampah sejak dari sumber. Untuk itu
diperlukan strategi peningkatan yang lebih sistematik, yaitu melalui mekanisme
pendidikan masalah kebersihan / persampahan sejak dini di sekolah. Strategi ini perlu
dilaksanakan secara serentak di seluruh kota di Indonesia (SD, SMP dan SMA).
893
Strategi (2) :
Pemerintah perlu menyusun berbagai pedoman dan penduan bagi masyarakat agar
mereka lebih memahami tentang pengelolaan persampahan sehingga dapat bertindak
sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai produk panduan dan pedoman ini perlu
disebarluaskan melalui berbagai media terutama media massa yang secara efektif akan
menyampaikan berbagai pesan yang terkandung di dalamnya.
Rencana tindak yang diperlukan akan mencakup : Penyusunan pedoman / panduan
pengelolaan persampahan dan penyebarluasannya melalui media massa
Strategi (3) :
Selain melalui pendidikan sejak dini yang hasilnya akan dirasakan dalam jangka panjang,
strategi pembinaan dalam rangka meningkatkan kemitraan masyarakat terutama kaum
perempuan juga sangat diperlukan. Perempuan sangat erat kaitannya dengan timbulan
sampah di rumah tangga (75 % sampah kota berasal dari rumah tangga), sehingga
diperlukan mekanisme pembinaan yang efektif untuk pola pengurangan sampah sejak
dari sumbernya. Forum kaum perempuan yang saat ini eksis di masyarakat seperti PKK
perlu dilibatkan sebagai vocal point
Rencana tindak yang diperlukan adalah fasilitasi forum lingkungan oleh kaum perempuan
yang diharapkan dapat secara efektif berlanjut pada penerapan di rumah dan kelompok
masing-masing.
894
Strategi (4) :
Masyarakat terbukti mampu melaksanakan berbagai program secara efektif dan bahkan
dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi terutama bila keikutsertaan mereka
dilibatkan sejak awal. Kegiatan ini dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengelolaan
sampah di lingkungan perumahan melalui pemberdayaan masyarakat setempat, yang
selanjutnya dapat dreplikasi di tempat lainnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan ujicoba/pengembangan/replikasi
pengelolaan berbasis masyarakat.
Strategi (5) :
Iklim yang menarik dan kondusif bagi swasta serta berbagai insentif perlu diciptakan dan
dikembangkan agar semakin banyak pihak swasta yang mau terjun dalam bisnis
pelayanan publik persampahan. Peninjauan kembali pedoman dan ketentuan
penanaman modal swasta dalam bidang persampahan perlu segera dilakukan untuk
mengurangi hambatan faktor resiko dan dapat menarik faktor keuntungan yang
proporsional.
Pemerintah perlu memberikan fasilitasi dan melakukan ujicoba kerjasama swasta dalam
skala yang signifikan di beberapa kota percontohan. Kerjasama ini hendaknya dilakukan
secara profesional dan transparan sehingga dapat menjadi contoh untuk multiplikasi di
kota lainnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
895
Kebijakan (3) :
Peningkatan
pengelolaan
cakupan
pelayanan
dan
kualitas
sistem
Tingkat pelayanan yang 40% pada saat ini menyebabkan banyak dijumpai TPS yang tidak
terangkut dan masyarakat yang membuang sampah ke lahan kosong / sungai. Banyak
anggota masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan pengumpulan sampah secara
memadai. Sementara itu berbagai komitmen internasional sudah disepakati untuk
mendorong peningkatan pelayanan yang lebih tinggi kepada masyarakat. Sasaran
peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70%
penduduk juga telah ditetapkan bersama.
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) :
Optimalisasi
persampahan
pemanfaatan
prasarana
dan
sarana
Strategi (2) :
Pelayanan juga diharapkan dapat disediakan dengan jangkauan yang memberikan rasa
keadilan. Disamping pusat kota yang mendapat prioritas, pelayanan juga tetap harus
disediakan bagi masyarakat kelas ekonomi rendah agar mereka juga dapat menikmati
lingkungan permukiman yang bersih dan sehat. Perluasan jangkauan pelayanan juga
896
baik
dengan
Dalam batas pemanfaatan optimal telah tercapai dan masih dibutuhkan peningkatan
cakupan pelayanan maka akan diperlukan adanya peningkatan kapasitas sarana
persampahan khususnya armada pengangkutan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penambahan sarana persampahan khususnya
armada pengangkut sampah sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.
Strategi (4) :
Pengelolaan TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan
pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah
menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkahlangkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan.
Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari
lingkungan sesuai dengan prioritas
Strategi (5) :
TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan
upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metide sanitary landfiull
dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan
TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang
dmiliki.
Strategi (6) :
Kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin
terbatas dan sulit diperoleh. Kerjasama pengelolaan TPA dengan kota / kabupaten
lainnya akan sangat membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi
yang saling menguntungkan.
897
Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan
oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan
kriteria teknisnya. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan
pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah
di Indonesia pada umumnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
Kebijakan (4) :
898
Pengelola Kebersihan (Pemerintah Daerah) belum mengangkut sampah dari TPS sesuai
ketentuan; atau mengoperasikan pembuangan sampah secara open dumping.
Masyarakat juga memiliki andil kelemahan misalnya dalam hal tidak membayar retribusi
sesuai ketentuan, atau membuang sampah sembarangan. Legislatif belum menyediakan
anggaran sesuai kebutuhan minimal yang harus disediakan. Pemerintah Pusat belum
mampu menyediakan ketentuan peraturan secara lengkap, dan lain-lain.
Untuk mengatasi hal tersebut maka sangat diperlukan adanya kebijakan agar aturanaturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin
semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung
jawab.
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :
Strategi (1) :
Institusi pengelola persampahan perlu meningkatkan diri secara terus menerus dengan
melakukan evaluasi kinerja pengelolaan sehingga dapat diidentifikasi berbagai
kelemahan yang ada dan melakukan upaya-upaya peningkatan yang terarah.
Rencana tindak yang diperlukan adalah meningkatkan pelaksanaan evaluasi kinerja
pengelola persampahan
Strategi (3) :
899
Strategi (4) :
900
Strategi (7) :
901
yang baik dan bila diperlukan dilakukan tindakan pengenaan sanksi terhadap pelaku
penyimpangan baik dari unsur Pemerintah, Masyarakat, Swasta, dan lain-lain untuk
membina setiap pemangku kepentingan melaksanakan tugas dan kewajibannya secara
bertanggung jawab.
Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman penarapan produk dan sanksi
hukum persampahan
Kebijakan (5) :
Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan
oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan
persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga
keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar
pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui
pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat
membiayai dirinya sendiri.
Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah investasi untuk menyediakan kebutuhan
prasarana dan sarana yang memadai untuk mewujudkan pelayanan tersebut; dan
masyarakat secara bertahap memberikan kontribusi untuk membiayai pelaksanaan
pengelolaannya.
Strategi (1) :
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak terdapat perbedaan persepsi akan prioritas dan
pentingnya pengelolaan persampahan termasuk perlunya pemulihan biaya pengelolaan;
bahkan diantara para pengambil keputusan di Pemerintah Daerah. Untuk itu diperlukan
upaya-upaya untuk membangun dan menyamakan persepsi agar pengelolaan
persampahan mendapatkan perhatian yang seimbang.
Untuk dapat menyediakan anggaran dan menggali alternatif pembiayaan persampahan,
diperlukan proses penyamaan persepsi ditingkat para pengambil keputusan baik pusat
maupun daerah sehingga pemahaman akan pentingnya pelayanan persampahan dapat
dimiliki dan menjadi pertimbangan dalam pengalokasian anggaran selanjutnya
902
Strategi (2) :
Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan merupakan arahan dasar
yang masih harus dijabarkan ke dalam rencana tindak secara lebih operasional oleh berbagai
pihak yang berkepentingan di bidang pengelolaan persampahan, sehingga pada akhirnya Visi
yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Penjabaran secara teknis melalui kegiatan
penyiapan perangkat pengaturan, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengendalian
serta pengelolaan pembangunan dilakukan secara menyeluruh di semua tingkatan pemerintahan,
baik di Pusat maupun Daerah wilayah provinsi, kabupaten, dan kota.
Selanjutnya perlu adanya kesepakatan rencana tindak tingkat pusat dan daerah dalam
melaksanakan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem engelolaan Persampahan,
serta mekanisme koordinasinya. Pola peran serta masyarakat dan dunia usaha perlu dijabarkan
sesuai kondisi dan kebutuhan baik di pusat maupun di daerah.
903
DITETAPKAN DI :
JAKARTA
DJOKO KIRMANTO
904
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
- Pelaksanaan Ujicoba/pengembangan
dan replikasi sekolah bersih dan
hijau
- Pengembangan pedoman/panduan
pengelolaan sampah
- Fasilitasi forum lingkungan oleh kaum
perempuan
- Pelaksanaan ujicoba/pengembangan/
replikasi Pengelolaan sampah
berbasis masyarakat
- Penyusunan pedoman kemitraan
- Fasilitasi/Ujicoba/pengembangan/
replikasi kemitraan dengan swasta
- Pelaksanaan Evaluasi kinerja
Prasarana & Sarana Persampahan
- Pedoman manajemen asset
persampahan
- Penyusunan Masterplan, Studi
905
KEBIJAKAN
STRATEGI
RENCANA TINDAK
berkeadilan
- Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai
sasaran pelayanan
- Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari
lingkungan
- Mengembangkan TPA kearah SLF/CLF
- Meningkatkan TPA regional
906
KEBIJAKAN
4. Pengembangan kelembagaan,
peraturan dan perundangan
STRATEGI
- Meningkatkan status & kapasitas institusi pengelola
- Meningkatkan kinerja institusi pengelola
RENCANA TINDAK
- Penyusunan pedoman kelembagaan
- Pelaksanaan Evaluasi kinerja lembaga
- Pelaksanaan program Adipura/Kota
Sehat
Penyusunan pedoman pemisahan
fungsi regulator dan operator
Bantuan teknis pemisahan fungsi
regulator dan operator
Penyusunan pedoman
pengembangan kerjasama antar
stakeholder di tingkat kota/kab
Pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan di tingkat pusat, prov, dan
kota/kab.
Pedoman organisasi pengelola
fasilitas regional
Penyusunan dan pengembangan
NPS K persampahan
Penyusunan pedoman penerapan
produk dan sanksi hukum
persampahan
- Sosialisasi prioritas pengelolaan
persampahan bagi para pengambil
keputusan (eksekutif & legislatif)
- Pengalokasian anggaran persampahan
907
KEBIJAKAN
STRATEGI
908
RENCANA TINDAK
- Penyusunan pedoman penyusunan
rencana biaya, pengelolaan euangan,
penyusunan tarif retribusi
LAMPIRAN IC
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
TENTANG
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN
SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
(KSNP-SPALP)
Menimbang
a.
b.
c.
Mengingat
4.
5.
6.
7.
9.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
2.
3.
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman, yang
selanjutnya disingkat KSNP-SPALP adalah arah dan langkah-langkah dalam pengembangan sistem air
limbah permukiman dalam rangka mendukung pencapaian sasaran nasional pengelolaan air limbah
permukiman melalui perencanaan, pemrograman, pembiayaan, dan pelaksanaan secara terpadu, efektif,
dan efisien.
Air Limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan
permukiman.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Bagian Kedua
Maksud dan Ruang Lingkup
Pasal 2
KSNP-SPALP ini dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan,
pemrograman, pelaksanaan, dan pengelolaan dalam penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan
air limbah permukiman, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat
sesuai dengan kondisi setempat.
Pasal 3
Ruang Lingkup KSNP-SPALP meliputi uraian tentang visi dan misi pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman; isu strategis, permasalahan dan tantangan, pengembangan sistem air limbah
permukiman, tujuan/sasaran; serta kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan air
limbah permukiman dengan rencana tindak yang diperlukan.
BAB II
KETENTUAN TEKNIS DAN PENGATURAN DI DAERAH
Pasal 4
(1) Ketentuan teknis dan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci dalam rangka pengaturan,
penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman sebagai
penjabaran dari KSNP-SPALP perlu disusun dan ditetapkan lebih lanjut oleh instansi-instansi terkait.
(2) Rincian KSNP-SPALP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1). Dalam hal Daerah belum mempunyai pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka ketentuan
dan rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman di daerah perlu disiapkan dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah, mengacu pada Peraturan Menteri ini;
(2).
Bagi Daerah yang telah mempunyai Peraturan Daerah tentang pengembangan sistem pengelolaan
air limbah permukiman sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan, agar peraturan daerah tersebut
disesuaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pengaturan, proses penyusunan rencana, program,
pelaksanaan kegiatan pengembangan sistem pengelolaan air limbah perm ukiman harus mengacu pada
Peraturan Menteri ini.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7
(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada para pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Desember 2008
MENTERI PEKERJAAN UMUM
DJOKO KIRMANTO
Nomor
: 16/PRT/M/2008
Tentang
Tanggal
: 17 Desember 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan memberikan dampak
yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan
tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah, oleh karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan
konsumsi pemakaian air minum/bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Pembuangan
air limbah tanpa melalui proses pengolahan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan,
khususnya terjadinya pencemaran pada sumber-sumber air baku untuk air minum, baik air permukaan
maupun air tanah.
Pengelolaan air limbah memerlukan prasarana dan sarana penyaluran dan pengolahan. Pengolahan air
limbah permukiman dapat ditangani melalui sistem setempat (on site) ataupun melalui sistem terpusat (off
site).
Pada umumnya kota-kota di Indonesia masih belum memiliki sistem pengelolaan air limbah secara terpusat.
Pada saat ini sistem pengelolaan air limbah terpusat hanya berada di 11 kota saja dengan cakupan
pelayanan yang masih rendah. Terdapat berbagai kendala dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman di Indonesia, baik dalam aspek peraturan perundangan, peran serta masyarakat, pembiayaan,
institusi serta aspek teknis teknologis.
Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman khususnya Bidang Air Limbah (Municipal Waste Water)
merupakan salah satu hal penting yang menjadi perhatian baik secara global maupun nasional.
915
Sasaran tersebut diagendakan dalam Millenium Development Goals (MDGs) dengan menetapkan
horizon pencapaian sasaran pada tahun 2015 dan sasaran kuantitatif; Mengurangi 50% proporsi jumlah
penduduk yang kesulitan memperoleh akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai.
Indonesia yang ikut meratifikasi sasaran MDGs 2015 tersebut harus mempersiapkan langkah pencapaian
sasaran tersebut.
Oleh karenanya diperlukan suatu kebijakan dan strategi dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman,
untuk memberikan arah dalam penyelenggaraan pembangunan sistem pengelolaan air limbah di Indonesia.
1.2
MAKSUD
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman ini
dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan,
pemrograman, pelaksanaan dan pengelolaan dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan
air limbah permukiman, baik di lingkungan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Pemerintah Daerah, maupun bagi masyarakat dan dunia usaha.
1.3
TUJUAN
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman,
sebagaimana dimaksud di atas, ditujukan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional pengelolaan air
limbah permukiman melalui perencanaan, pemrograman, pembiayaan dan pelaksanaan secara terpadu,
efisien dan efektif.
916
1.4
LANDASAN HUKUM
1.4.1. Arah Kebijakan
Arah kebijakan yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional
dalam Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman adalah :
1.
2.
3.
BAB II
VISI DAN MISI
917
2.1.
Untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari
pencemaran air limbah permukiman di masa yang akan datang, baik yang berada di daerah perkotaan
maupun yang tinggal di daerah perdesaan, memerlukan pengelolaan air limbah permukiman yang
memadai, yang dapat melindungi sumber-sumber air baku bagi air minum dari pencemaran pembuangan
air limbah baik yang berasal dari aktifitas rumah tangga maupun industri rumah tangga yag berada di
tengah-tengah permukiman. Secara umum daerah perkotaan dan perdesaan yang memiliki sistem
pengelolaan air limbah secara memadai, memiliki indikator sebagai berikut :
a.
b.
c.
Rendahnya angka penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases), seperti disentri,
typhus, diare,dan lain sebagainya;
Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman;
Terlindunginya sumber air baik air permukaan maupun air tanah dari pencemaran air limbah
permukiman.
Berdasarkan indikator tersebut di atas, maka Visi Pengelolaan Air Limbah Permukiman, ditetapkan sebagai
berikut :
2.2.
MISI
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut dilakukan dengan misi sebagai berikut :
918
3.
4.
5.
6.
BAB III
ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN
AIR LIMBAH PERMUKIMAN
3.1.
Isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia, antara lain:
3.1.1.
1.
2.
3.
Akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di perkotaan mencapai 90,5% dan di
perdesaan mencapai 67% (Susenas Tahun 2007);
Tingkat pelayanan pengelolaan air limbah permukiman di perkotaan melalui sistem setempat
(on site) yang aman baru mencapai 71,06% dan melalui sistem terpusat (off site) baru
mencapai 2,33 % di 11 kota (Susenas Tahun 2007);
Tingkat pelayanan air limbah permukiman di perdesaan melalui pengolahan setempat (onsite) berupa jamban pribadi dan fasilitas umum yang aman baru mencapai 32,47% (Susenas
Tahun 2007);
919
4.
Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar
teknis yang ditetapkan.
3.1.2
Peran Masyarakat
3.1.4
Peraturan Perundang-undangan
Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam sistem
pengelolaan air limbah permukiman;
Masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-peraturan yang terkait
dengan pencemaran air limbah;
Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) pelayanan air limbah.
Kelembagaan
1.
2.
3.
Lemahnya fungsi lembaga di daerah yang melakukan pengelolaan air limbah permukiman;
Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan air limbah permukiman;
Kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan pengelolaan air limbah permukiman
masih rendah;
4. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air
limbah permukiman.
3.1.5
Pendanaan
1.
2.
3.
4.
5.
920
Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi
dan pemeliharaan serta pengembangan sistem pengelolaan air limbah;
Terbatasnya sumber pendanaan pemerintah, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
tingginya biaya investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat;
Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah;
Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk pengelolaan dan pengembangan air
limbah permukiman;
Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat dan dunia
6.
3.2
usaha/swasta/koperasi;
Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah permukiman baik di tingkat
pemerintah pusat maupun daerah.
4.
5.
6.
Masih adanya masyarakat buang air besar di sembarang tempat, yang secara nasional
sebesar 22,85% (di perkotaan 9,5% dan di perdesaan 33%);
Kecenderungan meningkatnya angka penyakit terkait air (waterborne diseases) akibat
masih rendahnya cakupan pelayanan baik di perkotaan maupun di perdesaan;
Perlunya konservasi sumber air baku untuk menjamin terjaganya kualitas dan kuantitas
air baku akibat menurunnya kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air
baku untuk air minum;
Peningkatan kelembagaan yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan air
limbah permukiman secara lebih profesional dengan dukungan sumber daya
manusia ahli yang memadai;
Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan
terutama dari pihak swasta yang harus sinergis dengan penerapan pemulihan biaya
(cost recovery) secara bertahap merupakan tantangan yang harus segera diketahui
solusinya secara win-win solution;
Pembagian porsi antara dana APBN dan APBD yang akan dialokasikan dalam
pengembangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah belum terlihat secara tegas.
2.
3.
921
4.
5.
6.
3.2.2. Peluang
1.
2.
3.
4.
5.
922
Adanya kewajiban bagi setiap orang untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Pentingnya pengelolaan air limbah untuk mendukung konservasi sumber daya air, seperti yang
tertuang dalam UU RI Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air;
Tanggung jawab penyelenggaraan air limbah permukiman sebagaimana ketetapan dalam UU
Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 38/2007 menjadi kewenangan pemerintah daerah;
Tuntutan keterpaduan penanganan air limbah dan pengembangan sistem penyediaan air
minum sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 16/2005;
Adanya potensi peningkatan kesadaran masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan
dalam penyelenggaraan air limbah permukiman.
BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.1.
4.1.1.
Sasaran pembangunan air limbah yaitu peningkatkan utilitas IPLT dan IPAL yang telah dibangun
hingga mencapai minimal 65% di akhir tahun 2014 serta pengembangan lebih lanjut pelayanan
sistem pembuangan air limbah dan berkurangnya pencemaran sungai akibat pembuangan tinja
hingga 45% di akhir tahun 2014 dari kondisi sekarang. Selain itu di kota-kota metropolitan dan besar
secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
Target akses sanitasi sistem setempat (on site) yang aman untuk tahun 2014, yaitu 80% untuk
perkotaan dan 50% untuk perdesaan atau 60% untuk skala nasional.
4.1.2.
Pada tahun 2007 penduduk Indonesia yang telah memiliki akses terhadap prasarana air imbah telah
mencapai 77.15%. Sesuai dengan target MDGS dimana diharapkan sampai dengan tahun 2015
pencapaian akses air limbah dapat mencapai 75,34% atau sekitar 185 Juta Jiwa dari 246 Juta Jiwa
penduduk. Secara detail pencapaian pelayanan air limbah permukiman pada 2015, dapat dilihat
pada dibawah ini
923
PERDESAAN
Target
pddk
punya
akses
Target
pddk
punya
akses
NASIONAL
Target
Target
Tahun
penurunan
Tahun
ke(%)
Jml
Target
pddk
akses (%)
(jt jiwa)
Tambahan
Target Jml pddk
akses
akses
(jt jiwa)
(%)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
Tambahan
Jumlah
Target
akses
pddk
akses
(%)
(juta jiwa)
(jt jiwa)
pddk
punya
akses
Tambahan
akses
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
1990*
57.64
53.50
30.84
42.78
124.90
53.43
47.24
178.40
84.27
1995
10
61.88
67.80
41.95
1.11
48.50
124.90
60.58
7.15
53.21
192.70
102.53
18.26
2000
10
20
66.11
85.30
56.39
25.56
54.22
117.70
63.82
10.39
59.22
203.00
120.22
35.95
2005
15
30
70.35
102.30
71.97
41.13
59.95
120.60
72.29
18.86
64.72
222.90
144.26
59.99
2009
19
38
73.74
113.90
83.99
42.03
64.52
119.45
77.07
16.49
69.02
233.35
161.06
58.53
2010
20
40
74.58
116.80
87.11
56.28
65.67
118.30
77.69
24.25
70.10
235.10
164.80
80.53
2015
25
50
78.82
130.70
103.02
72.18
71.39
114.90
82.03
28.59
75.34
245.60
185.04
100.78
924
4.2.
SASARAN KEBIJAKAN
Dengan telah terlampauinya target pelayanan prasarana dasar air limbah permukiman berdasarkan target
MDGs, maka proyeksi target nasional ditetapkan untuk pencapaian target pelayanan prasarana dan
sarana air limbah permukiman yang aman sebesar 60% pada tahun 2014. Selanjutnya untuk kota
metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
4.3.
Kebijakan pengelolaan Air Limbah Permukiman dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan
permasalahan dalam pengembangan pengelolaan air limbah permukiman. Secara umum kebijakan
dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di
perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat;
Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan
sistem pengelolaan air limbah permukiman;
Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman;
Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelola air limbah permukiman;
Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.
Selanjutnya kebijakan dan strategi penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana air
limbah permukiman dirumuskan sebagai berikut:
Kebijakan 1: Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off
site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat
925
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah melalui sistem
on site dan off site secara bertahap baik pada skala perkotaan maupun perdesaan, dengan prioritas
untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Strategi dalam peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, antara lain :
1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on site)
di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal;
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off site)
di kawasan perkotaan metropolitan dan besar.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kebijakan 2:
Arah kebijakan ini adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman.
926
Strategi dalam peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta, antara lain :
1. Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air
limbah permukiman;
2. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan
air limbah permukiman.
Arah kebijakan ini adalah untuk melengkapi perangkat peraturan perundangan terkait
penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
927
permukiman;
3. Menerapkan peraturan perundangan.
Kebijakan 4:
Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman.
1. Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah permukiman ditingkat
928
masyarakat;
2. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah;
3. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga;
4. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk
memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.
Arah kebijakan ini adalah untuk meningkatkan alokasi dana pembangunan pr asarana dan sarana air
limbah permukiman melalui sistem pembiayaan dengan melakukan subsidi secara proporsional antara
pemerintah pusat dan daerah untuk sistem pengelolaan off site.
929
1.
2.
Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman;
Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah
Perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
1.
2.
3.
Memberikan dana stimulan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman untuk
mendorong mobilisasi dana swadaya masyarakat;
Mendorong peningkatan dan fasilitasi kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) dalam
penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah;
Pemerintah pusat memberikan investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat
dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
BAB V
PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman,
merupakan acuan bagi kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan sistem air limbah permukiman.
Kebijakan dan Strategi ini masih bersifat umum sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan penjabaran
lebih lanjut agar lebih operasional untuk pihak yang berkepentingan. Di tingkat daerah adopsi terhadap
kebijakan dan strategi ini memerlukan penyesuaian sesuai dengan karakteristik, kondisi serta
permasalahan dari masing-masing daerah yang bersangkutan.
930
Kebijakan dan strategi nasional Pengelolaan air limbah permukiman ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh
masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dan strategi
pengembangan sistem air limbah permukiman.
DJOKO KIRMANTO
931
Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
Peningkatan akses
prasarana dan sarana air
limbah baik sistem on site
maupun off site di
perkotaan dan perdesaan
untuk perbaikan
kesehatan masyarakat
Peningkatan peran
masyarakat dan dunia
usaha/swasta dalam
penyelenggaraan
pengembangan sistem
pengelolaan air limbah
permukiman.
1. Menyelenggarakan
sanitasi
berbasis
masyarakat dengan prioritas di kawasan
kumuh perkotaan yang belum terlayani dengan
system pengelolaan air limbah terpusat.
2. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta
mengekstensifikasi sistem yang ada (IPLT).
3. Penyelenggaraan STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat)/CLTS (Community Lead
Total Sanitation) di kawasan perdesaan.
4. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang
dan peningkatan operasional sewerage
terpasang.
5. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui
pembangunan IPAL paket.
6. Mengembangkan sistem setempat menjadi
sistem terpusat secara bertahap di kota metro
dan besar dengan cara mengkombinasikan
dan atau menambah dengan sistem yang telah
ada secara bertahap.
1. Melaksanakan sosialisasi dan kampanye
mengenai pentingnya pengelolaan air limbah
permukiman
2. Memberikan pendampingan dan pelatihan
kepada masyarakat dalam penyediaan
prasarana dan sarana air limbah permukiman.
3. Menyelenggarakan kegiatan percontohan
932
No
Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
pembangunan prasarana dan sarana air
limbah.
4. Menyelenggarakan sosialisasi kepada dunia
usaha dan swasta mengenai potensi investasi
dibidang pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mengembangkan pola investasi untuk
penyelenggaraan pengelolaan sisitem air
limbah permukiman.
6. Memberikan kemudahan dan insentif kepada
dunia usaha yang berpartisipasi di dalam
pengelolaan air limbah seperti pemberian ijin
usaha, keringanan pajak.
Pengembangan
Perangkat peraturan
perundangan
penyelenggaraan
pengelolaan air limbah
permukiman
3. Menyusun
perangkat
peraturan
perundangan
yang
mendukung
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
4. Menyebarluaskan informasi peraturan
perundangan terkait penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman.
5. Menerapkan peraturan perundangan.
933
No
934
Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
7. Mengembangkan sistem informasi tentang
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
8. Memberikan insentif dan disinsentif kepada
pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta
yang menyelenggarakan pengelolaan air
limbah permukiman.
9. Mempersyaratkan pembangunan sistem
pengelolaan air limbah terpusat di kawasan
permukiman baru bagi penyelenggara
pembangunan kawasan permukiman baru.
10.
1. Memberikan pendampingan pembentukan
kelompok swadaya masyarakat dalam
pengelolaan air limbah permukiman komunal.
2. Memberikan pelatihan penyelenggaraan
pembangunan prasarana dan sarana air
limbah serta pengelolaan air limbah
permukiman komunal.
3. Mendorong terbentuknya unit yang mengelola
prasarana dan sarana air limbah permukiman
di daerah, antara lain berupa UPT, BUMD,
BLU, Dinas.
4. Melaksanakan bantuan teknis penguatan
kelembagaan pengelolaan air limbah
permukiman.
No
Kebijakan
Strategi
Peningkatan
dan 1. Mendorong berbagai alternatif sumber
Pengembangan Alternatif
pembiayaan untuk penyelenggaraan air
Sumber Pendanaan
limbah permukiman.
Pembangunan
2. Pembiayaan bersama pemerintah pusat
Prasarana dan Sarana
dan daerah dalam mengembangkan
Air Limbah Permukiman
sistem air limbah Perkotaan dengan
proporsi pembagian yang disepakati
bersama.
Rencana Tindak
5. Melaksanakan pelatihan kepada personil
pengelola dibidang penyelenggaraan air
limbah permukiman
6. Memfasilitasi koordinasi antar lembaga dan
antar
daerah
dalam
kerjasama
penyelenggaraan pengelolaan air limbah.
7. Melaksanakan sosialisasi kepada lembaga
eksekutif dan legislatif mengenai pentingnya
penyelenggaraan air limbah permukiman.
8. Menyusun dan mensosialisasikan kisah
sukses
(best
practices)
tentang
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman
1. Memberikan
dana
stimulan
dalam
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
pemukiman untuk mendorong mobilisasi dana
swadaya masyarakat.
2. Mendorong peningkatan dan fasilitasi
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
dalam penyelenggaraan PS Air Limbah.
3. Pemerintah pusat memberikan investasi awal
pembangunan sistem pengelolaan air limbah
terpusat dan pengembangannya ditindak
lanjuti oleh pemerintah daerah.
935
BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERMUKIMAN
4.4.
4.4.1.
Sasaran pembangunan air limbah yaitu peningkatkan utilitas IPLT dan IPAL yang telah dibangun
hingga mencapai minimal 65% di akhir tahun 2014 serta pengembangan lebih lanjut pelayanan
sistem pembuangan air limbah dan berkurangnya pencemaran sungai akibat pembuangan tinja
hingga 45% di akhir tahun 2014 dari kondisi sekarang. Selain itu di kota-kota metropolitan dan
besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
Target akses sanitasi sistem setempat (on site) yang aman untuk tahun 2014, yaitu 80% untuk
perkotaan dan 50% untuk perdesaan atau 60% untuk skala nasional.
4.4.2.
Pada tahun 2007 penduduk Indonesia yang telah memiliki akses terhadap prasarana air imbah
telah mencapai 77.15%. Sesuai dengan target MDGS dimana diharapkan sampai dengan tahun
2015 pencapaian akses air limbah dapat mencapai 75,34% atau sekitar 185 Juta Jiwa dari 246
Juta Jiwa penduduk. Secara detail pencapaian pelayanan air limbah permukiman pada 2015, dapat
dilihat pada dibawah ini
936
PERDESAAN
Target
pddk
punya
akses
Target
pddk
punya
akses
NASIONAL
Target
Target
Tahun
penurunan
Tahun
ke(%)
Jml
Target
akses (%)
pddk
(jt jiwa)
Tambahan
Target Jml pddk
akses
akses
(jt jiwa)
(%)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
Tambahan
Jumlah
Target
akses
pddk
akses
(%)
(juta jiwa)
(jt jiwa)
pddk
punya
akses
Tambahan
akses
(juta jiwa)
(jt jiwa)
(jt jiwa)
1990*
57.64
53.50
30.84
42.78
124.90
53.43
47.24
178.40
84.27
1995
10
61.88
67.80
41.95
1.11
48.50
124.90
60.58
7.15
53.21
192.70
102.53
18.26
2000
10
20
66.11
85.30
56.39
25.56
54.22
117.70
63.82
10.39
59.22
203.00
120.22
35.95
2005
15
30
70.35
102.30
71.97
41.13
59.95
120.60
72.29
18.86
64.72
222.90
144.26
59.99
2009
19
38
73.74
113.90
83.99
42.03
64.52
119.45
77.07
16.49
69.02
233.35
161.06
58.53
2010
20
40
74.58
116.80
87.11
56.28
65.67
118.30
77.69
24.25
70.10
235.10
164.80
80.53
2015
25
50
78.82
130.70
103.02
72.18
71.39
114.90
82.03
28.59
75.34
245.60
185.04
100.78
937
4.5.
SASARAN KEBIJAKAN
Dengan telah terlampauinya target pelayanan prasarana dasar air limbah permukiman berdasarkan target
MDGs, maka proyeksi target nasional ditetapkan untuk pencapaian target pelayanan prasarana dan
sarana air limbah permukiman yang aman sebesar 60% pada tahun 2014. Selanjutnya untuk kota
metropolitan dan besar secara bertahap dikembangkan sistem air limbah terpusat (sewerage system).
4.6.
Kebijakan pengelolaan Air Limbah Permukiman dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan
permasalahan dalam pengembangan pengelolaan air limbah permukiman. Secara umum kebijakan
dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:
6.
7.
8.
9.
10.
Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di
perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat;
Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan
sistem pengelolaan air limbah permukiman;
Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman;
Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil pengelola air limbah permukiman;
Peningkatan pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman.
Selanjutnya kebijakan dan strategi penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana air
limbah permukiman dirumuskan sebagai berikut:
Kebijakan 1: Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off
site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat
938
Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan akses prasarana dan sarana air limbah melalui sistem
on site dan off site secara bertahap baik pada skala perkotaan maupun perdesaan, dengan prioritas
untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Strategi dalam peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, antara lain :
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on site)
di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal;
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off site)
di kawasan perkotaan metropolitan dan besar.
7.
Arah kebijakan ini adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman.
939
Strategi dalam peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta, antara lain :
3. Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air
limbah permukiman;
4. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan
air limbah permukiman.
Arah kebijakan ini adalah untuk melengkapi perangkat peraturan perundangan terkait
penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
940
permukiman;
6. Menerapkan peraturan perundangan.
10. Menyiapkan undang-undang dan peraturan pendukungnya dalam pengelolaan air limbah
permukiman;
11. Mereview dan melengkapi NSPM dalam pengelolaan air limbah permukiman;
12. Mereview Standar Pelayanan Minimal dalam pengelolaan air limbah permukiman;
13. Melaksanakan bantuan teknis penyusunan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan air
limbah permukiman;
14. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk menyusun rencana
induk prasarana dan sarana air limbah di kawasan perkotaan dan perdesaan;
15. Mensosialisasikan peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman;
16. Mengembangkan sistem informasi tentang penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman;
17. Memberikan insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta yang
menyelenggarakan pengelolaan air limbah permukiman;
18. Mempersyaratkan pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di kawasan permukiman
baru bagi penyelenggara pembangunan kawasan permukiman baru.
Kebijakan 4:
Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman.
5. Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah permukiman ditingkat
941
masyarakat;
6. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah;
7. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga;
8. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk
memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.
Arah kebijakan ini adalah untuk meningkatkan alokasi dana pembangunan prasaran a dan sarana air
limbah permukiman melalui sistem pembiayaan dengan melakukan subsidi secara proporsional antara
pemerintah pusat dan daerah untuk sistem pengelolaan off site.
942
3.
4.
Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman;
Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah
Perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
4.
5.
6.
Memberikan dana stimulan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman untuk
mendorong mobilisasi dana swadaya masyarakat;
Mendorong peningkatan dan fasilitasi kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) dalam
penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah;
Pemerintah pusat memberikan investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat
dan pengembangannya ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah.
943
BAB V
PENUTUP
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman,
merupakan acuan bagi kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan sistem air limbah permukiman.
Kebijakan dan Strategi ini masih bersifat umum sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan penjabaran
lebih lanjut agar lebih operasional untuk pihak yang berkepentingan. Di tingkat daerah adopsi terhadap
kebijakan dan strategi ini memerlukan penyesuaian sesuai dengan karakteristik, kondisi serta
permasalahan dari masing-masing daerah yang bersangkutan.
Kebijakan dan strategi nasional Pengelolaan air limbah permukiman ini perlu dijabarkan lebih lanjut oleh
masing-masing instansi teknis terkait sebagai panduan dalam operasionalisasi kebijakan dan strategi
pengembangan sistem air limbah permukiman.
DJOKO KIRMANTO
944
No
1
Kebijakan
Peningkatan akses
prasarana dan
sarana air limbah
baik sistem on site
maupun off site di
perkotaan dan
perdesaan untuk
perbaikan
kesehatan
masyarakat
Strategi
Rencana Tindak
1. Meningkatkan
akses
masyarakat 1. Menyelenggarakan
sanitasi
berbasis
terhadap prasarana dan sarana air limbah
masyarakat dengan prioritas di kawasan
sistem setempat (on site) di perkotaan
kumuh perkotaan yang belum terlayani
dan perdesaan melalui sistem komunal.
dengan system pengelolaan air limbah
2. Meningkatkan
akses
masyarakat
terpusat.
terhadap prasarana dan sarana air limbah 2. Merehabilitasi atau merevitalisasi serta
sistem terpusat (off site) di kawasan
mengekstensifikasi sistem yang ada (IPLT).
perkotaan Metropolitan dan Besar.
3. Penyelenggaraan STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat)/CLTS (Community Lead
Total Sanitation) di kawasan perdesaan.
4. Mengoptimalkan kapasitas IPAL terpasang
dan peningkatan operasional sewerage
terpasang.
5. Meningkatkan kapasitas pengolahan melalui
pembangunan IPAL paket.
6. Mengembangkan sistem setempat menjadi
sistem terpusat secara bertahap di kota metro
dan besar dengan cara mengkombinasikan
dan atau menambah dengan sistem yang
telah ada secara bertahap.
945
No
Kebijakan
Peningkatan peran
masyarakat dan
dunia
usaha/swasta
dalam
penyelenggaraan
pengembangan
sistem pengelolaan
air limbah
permukiman.
Pengembangan
Perangkat
peraturan
perundangan
penyelenggaraan
pengelolaan air
limbah permukiman
946
Strategi
Rencana Tindak
No
Kebijakan
Strategi
3. Menerapkan peraturan perundangan.
Rencana Tindak
4. Melaksanakan bentuan teknis penyusunan
peraturan daerah dalam penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman.
5. Mendorong dan melaksanakan bantuan teknis
kepada pemerintah daerah untuk menyusun
rencana induk prasarana dan sarana air
limbah dikawasan perkotaan dan perdesaan.
6. Mensosialisasikan peraturan perundangan
terkait penyelenggaraan pengelolaan air
limbah permukiman.
7. Mengembangkan sistem informasi tentang
penyelenggaraan pengelolaan air limbah
permukiman.
8. Memberikan insentif dan disinsentif kepada
pemerintah daerah dan dunia usaha/swasta
yang menyelenggarakan pengelolaan air
limbah permukiman.
9. Mempersyaratkan pembangunan sistem
pengelolaan air limbah terpusat di kawasan
permukiman baru bagi penyelenggara
pembangunan kawasan permukiman baru.
Penguatan
1. Memfasilitasi
pembentukan
dan 1. Memberikan pendampingan pembentukan
kelembagaan dan
perkuatan kelembagaan pengelola air
kelompok swadaya masyarakat dalam
peningkatan
limbah permukiman ditingkat masyarakat.
pengelolaan air limbah permukiman komunal.
947
No
Kebijakan
Strategi
Rencana Tindak
948
No
Kebijakan
Pengembangan
Alternatif
Sumber
Pendanaan
Pembangunan
Prasarana dan
Strategi
Rencana Tindak
Sarana Air
Limbah
Permukiman
949
950
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN II
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
SUB BIDANG PLP
951
952
NOMOR : 14 /PRT/M/2010
TENTANG
Menimbang
951
Mengingat
: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
MEMUTUSKAN :
952
Menetapkan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1.
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang
selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan
dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan
wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
2.
Pelayanan Dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang adalah jenis
pelayanan publik Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang mendasar
dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan pemerintahan.
3.
Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam
pencapaian SPM berupa masukan, proses keluaran, hasil dan/atau manfaat
pelayanan dasar.
953
4.
Batas waktu pencapaian adalah batas waktu untuk mencapai target jenis
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang secara bertahap
sesuai dengan indikator dan nilai yang ditetapkan.
5.
6.
7.
8.
9.
Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
10.
Pasal 2
954
Umum dan Penataan Ruang sebagai acuan pemerintahan daerah dalam perencanaan
program pencapaian target SPM.
Ruang Lingkup
Pasal 3
BAB II
Bagian Kesatu
Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 4
955
Pasal 5
a)
b)
b.
Jalan
1. Jaringan
956
a)
b)
c)
Aksesibilitas
Tersedianya jalan yang menghubungkan pusatpusat kegiatan
dalamwilayah kabupaten/kota.
Mobilitas
Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat perindividu
melakukan perjalanan.
Keselamatan
Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara
dengan selamat.
2. Ruas
a)
b)
c.
Kondisi jalan
Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan
dengan selamat dan nyaman.
Kecepatan
Tersedianya jalan yang menjamin perjalanan dapat dilakukan
sesuai dengan kecepatan rencana.
Air Minum
Tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air
Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
d.
957
e.
f.
Jasa Konstruksi
1. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)
PenerbitanIUJK dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah persyaratan
lengkap.
h.
Penataan Ruang
1. Informasi Penataan Ruang
Tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah
kabupaten/kota beserta rencana rincinya melalui peta analog dan
peta digital.
2. Pelibatan Peran Masyarakat dalam Proses Penyusunan RTR
Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat
konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif
penyusunan RTR dan program pemanfaatan ruang,
minimal 2 (dua) kali setiap disusunnya RTR
pemanfaatan ruang.
958
melalui forum
dalam proses
yang dilakukan
dan program
Pasal 6
BAB III
WEWENANG PENETAPAN
Pasal 7
959
(1) Wewenang dan atau penetapan pedoman SPM Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kondisi dan
kemampuan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang menjadi urusannya.
(2) Pemerintah kabupaten/kota dalam menerapkan SPM Bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang mengacu pada SPM sebagaimana tercantum pada
Lampiran I merupakansatu kesatuan danbagian yang tidak terpisahkan dengan
Peraturan Menteri ini.
(3) Penetapan SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan secara berkala berdasarkan evaluasi
pencapaian SPM yang lebih rendah dari tahun sebelumnya.
(4) Pelaksanaan SPM dapat disempurnakan dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan daerah.
BAB IV
PENGORGANISASIAN
Pasal 8
960
(3) Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruangsesuai SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh instansi
yang bertanggung jawab di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang baik
daerah provinsi maupun kabupaten/kota.
(4) Penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang sesuai SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dilakukan oleh tenaga ahli dengan
kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai bidangnya.
(5) Pemerintah kabupaten/kota yang telah menyusun Struktur Organisasi Tata Kerja
(SOTK) dan belum ada unit yang menangani tugas pokok dan fungsi pembinaan
jasa konstruksi dapat menunjuk atau menugaskan unit yang telah ada atau
membentuk Unit Pelayanan Teknis atau Balai yang ada dibawah struktur
organisasi Dinas Pekerjaan Umum.
BAB V
PELAKSANAAN
Pasal 9
(1) SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2), merupakan acuan dalam perencanaan program
pencapaian secara bertahap oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Perencanaan program pencapaian target sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan petunjuk teknis SPM Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang sebagaimana tercantum padaLampiran II merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
961
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 10
BAB VII
Pasal 11
962
(1) Menteri melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang oleh pemerintah daerah dalam rangka
menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di daerah Untuk pemerintahan daerah
kabupaten/kota; dan
b. Tim Pembina Jasa Konstruksi Provinsi untuk bidang jasa konstruksi.
Pasal 12
Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipergunakan
sebagai :
a.
b.
c.
963
BAB VIII
PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pasal 13
BAB IX
964
Pasal 14
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
(2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
menyusun petunjuk teknis sebagaimana tercantum padaLampiran II merupakan
satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
(3) Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dapat
mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah.
Pasal 15
(1)
(2)
BAB X
965
PEMBIAYAAN
Pasal 16
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Pasal 18
966
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Oktober 2010
ttd
DJOKO KIRMANTO
967
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd
PATRIALIS AKBAR
968
Lampiran I
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
100%
2014
2014
70%
969
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
Jalan
Jaringan
Ruas
970
Aksesibilitas
100 %
2014
Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/kota
Mobilitas
100 %
2014
Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/kota
Keselamatan
60 %
2014
Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/kota
Kondisi jalan
60 %
2014
Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/kota
Kecepatan
60 %
2014
Dilaksanakan oleh
pemerintah daerah
kabupaten/kota
III
Air Minum
Cluster Pelayanan
Sangat buruk
Buruk
Sedang
Baik
INDIKATOR
NILAI
1
IV
Penyehatan
Lingkungan
2014
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
40%
50%
70%
80%
KETERANGAN
100%
Sangat baik
No
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
INDIKATOR
NILAI
60%
2014
971
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
5%
2014
20%
2014
70%
2014
50%
2014
14. Berkurangnyaluasan
permukiman kumuh di
kawasan perkotaan.
10%
2014
Permukiman
(Sanitasi
Lingkungan
dan
Persampahan)
Pengelolaan sampah
Drainase
972
VI
VII
VIII
Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
Jasa Konstruksi
Penataan Ruang
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
100%
2014
100%
2014
100%
2014
100%
2014
100%
2014
(kabupaten/ kota
dan kecamatan)
Dinas/SKPD yang
membidangi Penataan
Ruang
973
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
90 %
2014 (kelurahan)
100%
2014
Dinas/SKPD yang
membidangi Penataan
Ruang
100%
2014
(kabupaten/
kota)
Dinas yang
kabupaten/kota beserta
rencana rincinya melalui
peta analog dan peta digital.
974
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
membidangi Perizinan
Pelayanan Pengaduan
Pelanggaran Tata Ruang
BATAS WAKTU
PENCAPAIAN
KETERANGAN
INDIKATOR
NILAI
100%
2014
(kabupaten/
kota, dan
kecamatan)
Dinas/SKPD yang
membidangi Penataan
Ruang
25%
2014
Dinas/SKPD yang
membidangi Penataan
Ruang
975
LAMPIRAN II
Umum
976
PETUNJUK TEKNIS
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN
RUANG
977
PETUNJUK TEKNIS
DEFINISI OPERASIONAL
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG SUMBER DAYA AIR
I.
Pengertian
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau
kegiatan
permukiman,
rumah
makan,
perkantoran,
perniagaan,
978
dan
atau jumlah
unsur
pencemar
yang
ditenggang
Definisi Operasional
1)
2)
b.
Cara Perhitungan/Rumus
1)
Rumus:
SPM tingkat pelayanan adalah persentase jumlah masyarakat yang
memiliki tangki septik pada pada akhir pencapaian SPM terhadap
jumlah total masyarakat yang memiliki tangki septik di seluruh
kabupaten/kota. Atau, dirumuskan sbb.:
979
SPM tingkat pelayanan
2)
seluruhkab/ kota
Pembilang:
Tangki septik yang dilayani adalah jumlah kumulatif tangki septik yang
dilayani oleh IPLT di dalam sebuah kabupaten/kota pada akhir tahun
pencapaian SPM.
3)
Penyebut
Total tangki septik adalah jumlah kumulatif tangki septik yang dimiliki
oleh masyarakat di seluruh kabupaten/kota
4)
Ukuran/Konstanta
Persen (%).
5)
Contoh Perhitungan
Pada kondisi eksisting tahun X di Kabupaten A, diidentifikasi jumlah
masyarakat yang memiliki tangki septik sebanyak 75.000 jiwa.
Direncanakan pada tahun akhir pencapaian SPM, (tahun 2014) jumlah
masyarakat yang memiliki tangki septik dan terlayani oleh IPLT
sebanyak 250.000 jiwa.
Secara total jumlah penduduk yang memiliki tangki septik di tahun
2014 adalah sebanyak 400.000 jiwa.
980
Maka nilai SPM tingkat pelayanan pada akhir tahun pencapaian SPM
adalah:
(50.000/80.000) x 100% = 62,5%.
c.
Sumber Data
-
d.
Rujukan
-
981
e.
Target
SPM tingkat pelayanan adalah 60% pada tahun 2014
f.
Langkah Kegiatan
-
g.
SDM
-
a. Pengertian
- Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau
kegiatan
permukiman,
rumah
makan,
perkantoran,
perniagaan,
dan
atau jumlah
unsur
pencemar
yang
ditenggang
982
diolah sampai air limbah tersebut layak dibuang ke perairan terbuka dan
diutamakan untuk kawasan permukiman kumuh dengan maksimum
pelayanan 200 KK.
- Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah rangkaian unit-unit
pengolahan pendahuluan, pengolahan utama, pengolahan kedua
dan
pengolahan
tersier
bila
diperlukan,
beserta
bangunan
b. Definisi Operasional
1) Kriteria ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah
bahwa pada kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha diharapkan memiliki
sebuah
sistem
jaringan
dan
pengolahan
air
limbah
skala
jaringan
dan
pengolahan
air
limbah
skala
c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus:
983
seluruhkab/ kota
penduduk
2) Pembilang:
Penduduk yang terlayani adalah jumlah kumulatif masyarakat yang
memiliki akses/terlayani sistem jaringan dan pengolahan air limbah
skala komunitas/kawasan/kota di dalam sebuah kabupaten/kota pada
akhir pencapaian SPM.
3) Penyebut
Penduduk
adalah
jumlah
kumulatif
masyarakat
di
seluruh
kabupaten/kota.
4) Ukuran/Konstanta
Persen (%).
5) Contoh Perhitungan
Pada kondisi eksisting di Kabupaten A tahun X, diidentifikasi jumlah
masyarakat yang memiliki akses terhadap sistem jaringan dan
pengolahan air limbah skala kawasan sebanyak 20.000 jiwa.
984
Maka nilai SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah
pada akhir tahun pencapaian adalah:
(75.000 jiwa / 500.000 jiwa) x 100% = 15%.
d. Sumber Data
- Wilayah dalam Angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
Daerah per tahun analisis
- Rencana pengembangan wilayah dari Dinas terkait (Bappeda atau
Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum)
e. Rujukan
- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik Atau Perubahannya
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 Tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Air Limbah Permukiman.
f. Target
SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah adalah 5%
pada tahun 2014.
985
g. Langkah Kegiatan
Sosialisasi penyambungan Sambungan Rumah ke sistem jaringan air
limbah.
h. SDM
SDM pada Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
II.
PENGELOLAAN SAMPAH
a. Pengertian
Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,
pendaur ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah.
b. Definisi Operasional
Setiap sampah dikumpulkan dari sumber ke tempat pengolahan sampah
perkotaan, yang selanjutnya dipilah sesuai jenisnya, digunakan kembali,
didaur ulang, dan diolah secara optimal, sehingga pada akhirnya hanya
residu yang dikirim ke Tempat Pemrosesan Akhir.
986
Keterangan:
Timbulan sampah (l/orang/hari) dikalikan jumlah populasi yang dilayani
oleh tempat pengolahan sampah di perkotaan tersebut merupakan jumlah
sampah per hari yang harus dipilah, digunakan kembali, didaur ulang dan
diolah oleh tempat pengolahan sampah skala kawasan.
Seluruhkota
Contoh Perhitungan:
Pada kondisi eksisting, kota A belum memiliki tempat pengolahan sampah
di perkotaan. Direncanakan pada akhir tahun pencapaian akan dibangun
fasilitas pengurangan sampah di perkotaan yang mampu mengolah total
volume sampah sebesar 30,000 ton. Total volume sampah kota sampai
akhir tahun pencapaian adalah 250,000 ton. Maka nilai SPM pada akhir
tahun pencapaian adalah:
(30,000 ton/250,000 ton) x 100% = 12 %
d. Sumber Data
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota
987
e. Rujukan
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2006 Tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan
f. Target
SPM Timbulan sampah yang berkurang ke TPA adalah 20% untuk 2014
g. Langkah kegiatan
Sosialisasi mengenai pengelolaan sampah terpadu
Mengidentifikasi lokasi fasilitas pengurang sampah di perkotaan sesuai
dengan RTRW Kabupaten/Kota.
Menyiapkan rencana kelembagaan, teknis, operasional dan finansial
untuk fasilitas pengurangan sampah di perkotaan.
Membangun
fasilitas
pengurangan
sampah
di
perkotaan
untuk
Dinas
yang
membidangi
pengelolaan
sampah
dan
Badan
988
b. Definisi Operasional
Pelayanan
minimal
persampahan
dilakukan
melalui
pemilahan,
2.
989
3.
4.
5.
6.
Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dan 3 meter (bila
tidak memenuhi maka harus diadakan masukan teknologi)
7.
Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dan 10-6cm/det (bila tidak
memenuhi maka harus diadakan masukan teknologi)
8.
Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dan 100 meter di
hilir aliran (bila tidak memenuhi maka harus diadakan masukan
teknologi)
9.
10.
Jarak dan lapangan terbang harus lebih besar dan 3.000 meter untuk
penerbangan turbo jet dan harus Iebih besar dan 1.500 meter untuk
jenis lain
11.
12.
penanganan
sampah
terhadap
total
jumlah
penduduk
c. Cara Perhitungan
990
di
Volume sampah
jumlah truk yang dibutuhkan
ki ((k1xr1) (k 2 xr 2) .........) ritasi / hari
K1 =
R1 =
Jumlah volume sampah (m3) yang harus diangkut dibagi dengan kapasitas
truk (m3) dan jumlah ritasi adalah jumlah truk yang dibutuhkan.
Seluruh kota
Vol .sampah
(Timbulan populasi) vol.sampah di daurulang , guna ulang , proses vol. sampah ke TPA
Keterangan:
Timbulan sampah (m3/orang/hari) dikalikan dengan jumlah populasi dalam
cakupan pelayanan dikurangi dengan jumlah sampah yang didaur ulang,
diguna ulang dan diproses adalah jumlah volume sampah yang masuk ke
TPA.
991
Keterangan:
Volume sampah yang masuk ke dalam TPA dibagi dengan rencana
ketinggian tumpukan sampah dan tanah penutup adalah luas TPA yang
dibutuhkan.
Tingkat pelayanan sampah Jumlah volume sampah (m3) yang harus
diangkut dibagi dengan kapasitas truk (m3) dan jumlah ritasi adalah jumlah
truk yang dibutuhkan.
SPMpelayan an sampah
Seluruh kota
Vol .sampah
Contoh Perhitungan:
Pada kondisi eksisting, kota A telah melakukan pengangkutan di beberapa
wilayah kota. Direncanakan pada akhir tahun pencapaian, dengan
kendaraan yang ada akan mengangkut toal volume sampah sebesar
100,000 ton. Total volume sampah kota sampai akhir tahun pencapaian
adalah 250,000 ton. Maka nilai SPM pada akhir tahun pencapaian adalah:
(100,000 ton/250,000 ton) x 100% = 40 %
Pada kondisi eksisting, kota A (kota kecil) memiliki 1 TPA yang masih
dioperasikan dengan Open Dumping. Pada akhir tahun perencanaan
direncanakan TPA tersebut sudah dioperasikan dengan Controlled Landfill,
tidak ada rencana pembangunan lokasi baru, maka nilai SPM pada akhir
tahun pencapaian adalah 100%.
992
d. Sumber Data
- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota.
- Data Timbulan sampah dan komposisi sampah dikeluarkan oleh Dinas
yang membidangi Pengelolaan Sampah.
e. Rujukan
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2006 Tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan
- SNI 03 - 3241 1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah
f. Target
SPM Pengangkutan Sampah 70% untuk 2014
g. Langkah kegiatan
- Sosialisasi mengenai pengelolaan sampah terpadu
- Menentukan cakupan layanan pengangkutan
- Menghitung jumlah kendaraan yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah
sampah dari sumber
- Melakukan pengangkutan sampah minimal 2 kali seminggu
- Melakukan
pengangkutan
dengan
aman,
sampah
tidak
boleh
993
994
III.
DRAINASE
air
hujan,
yang
berfungsi
menghindarkan
genangan
995
A=
Jumlah panjang saluran dan jumlah pompa dll, yang telah dibangun
dan mampu dikelola O/P nya oleh Kota/Kabupaten;
B=
d. Sumber Data
Rencana
Induk
Sistem
Drainase
Kota/Kabupaten,
Master
Plan
Kota/Kabupaten;
Peta Jaringan Drainase Perkotaan yang dikeluarkan Bappeko/Bappekab
atau Dinas Pekerjaan Umum Kota/Kabupaten;
Data
Kondisi
Saluran
dalam
Laporan
Pemeliharaan
Saluran
Drainase
pada
Monitoring
Dinas
Operasi
Pekerjaan
dan
Umum
Kota/Kabupaten.
e. Rujukan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal
51, Pasal 57 dan Pasal 58;
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 239/KPTS/1987 Tentang
Pedoman Umum Mengenai Pembagian Tugas, Wewenang dan
Tanggung
Jawab
Pengaturan,
Pembinaan
dan
Pengembangan
Drainase Kota.
f. Target
SPM sistem jaringan drainase skala kawasan dan kota ditargetkan sebesar
50% pada tahun 2014.
996
g. Langkah Kegiatan
Perlunya memperkuat kegiatan non-struktural yang berupa Pembinaan
Teknis pembuatan Rencana Induk Sistem Drainase maupun memperkuat
institusi pengelola drainase di daerah dalam melaksanakan O/P.
h. SDM
SDM
Dinas
yang
membidangi
Pekerjaan
Umum
dan
Badan
c. Cara Perhitungan
SPM
ini
adalah
persentase
luasan
yang
tergenang
di
suatu
997
A=
d. Sumber Data
Rencana Induk Sistem Drainase Kabupaten/Kota, Master Plan Drainase
Kabupaten/Kota;
Peta
Jaringan
Drainase
Perkotaan
yang
dikeluarkan
oleh
Kabupaten/Kota;
Data
Kondisi
Saluran
dalam
Laporan
Pemeliharaan
Saluran
Drainase
pada
Monitoring
Dinas
Operasi
Pekerjaan
dan
Umum
Kabupaten/Kota.
e. Rujukan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 239/KPTS/1987 Tentang
Pedoman Umum Mengenai Pembagian Tugas, Wewenang dan
998
Tanggung
Jawab
Pengaturan,
Pembinaan
dan
Pengembangan
Drainase Kota.
f. Target
SPM ditargetkan sebesar 50% pada tahun 2014.
Pencapaian 100% dilakukan secara bertahap, mengingat Kabupaten/Kota
yang mempunyai wilayah yang sering tergenang akan memerlukan kolam
retensi (polder). Tidak semua daerah akan mampu membangunnya,
sehingga memerlukan upaya dan waktu agar Pemerintah dan Pemerintah
Provinsi memberikan dana stimulan.
g. Langkah Kegiatan
Memperkuat pengelola drainase dalam melaksanakan Perencanaan dan
O/P melalui kegiatan Pembinaan Teknis
h. SDM
SDM pada Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.
999
halaman koson
1000
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN 3
ANALISIS HIDROLOGI
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... iv
LAMPIRAN 1-IN: Perhitungan Debit Banjir Rencana .......................................................... 1001
LAMPIRAN 2-IN: Perhitungan Hujan Kawasan (Hujan DAS) ............................................. 1003
LAMPIRAN 3-IN: Analisa Frekuensi .................................................................................... 1010
LAMPIRAN 4-IN: Metode Curva Massa Ganda .................................................................... 1025
LAMPIRAN 5-IN: Intensitas nHujan Metode Mononobe ...................................................... 1036
LAMPIRAN 6-IN: Metode Rasional Modifikasi .................................................................... 1041
LAMPIRAN 7-IN: Hidrograf banjir ....................................................................................... 1056
LAMPIRAN 8-IN: Kemiringan Dasar Saluran Rerata ........................................................... 1060
LAMPIRAN 9-IN: Menyusun IDF Curve .............................................................................. 1063
LAMPIRAN 10-IN: Koefisien Limpasan DPS ....................................................................... 1075
LAMPIRAN 11-IN: Penentuan Skala Prioritas ...................................................................... 1079
DAFTAR TABEL
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Tabel 16.
Tabel 17.
Tabel 18.
Tabel 19.
Tabel 20.
Tabel 21.
Tabel 22.
Tabel 23.
Tabel 24.
Tabel 25.
Tabel 26.
ii
Resiko Terjadinya Banjir(%), Dikaitkan Dengan Kejadian Kala Ulang Banjir dan
Umur Layan Bangunan ......................................................................................... 1001
Perhitungan Tinggi Curah Hujan Rata-Rata Dengan Cara Aritmatik .................. 1005
Perhitungan Tinggi Curah Hujan Rata-Rata Dengan Cara Thiessen .................... 1007
Perhitungan Tinggi Curah Hujan Rata-Rata Dengan Cara Isohyet ....................... 1009
Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Pada St. Pasar Minggu, St Depok, dan St
BMG , Tahun 1980 s/d 2000 ................................................................................. 1010
Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan dari St. Depok, Pasar Minggu dan
Jakarta (BMG) ....................................................................................................... 1012
Urutan Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan dan
Persentase
Probabilitasnya ...................................................................................................... 1013
Harga Yt Sebagai Fungsi T ................................................................................... 1013
Faktor Frekuensi Untuk Nilai Ekstrim (k) ............................................................ 1014
Simpangan Baku Tereduksi Sn ............................................................................. 1014
Rata-Rata Tereduksi, Yn ....................................................................................... 1015
Hubungan Antara Kala Ulang Dengan Faktor Reduksi (Yt) ................................ 1015
Proses Perhitungan Deviasi Standar Dari Data Curah Hujan Harian Maksimum
Tahunan ................................................................................................................. 1016
Perhitungan Rentang Keyakinan (convidence interval) Untuk n=21, maka Sn = 1,06
dan yn = 0,525 Sx= standar deviasi = 28,45 ......................................................... 1018
Curah Hujan Harian Maksimum, Metoda Gumbel, Keyakinan 90% .................... 1018
Pearson Type III Distribution Value For Positive Skew Coefficient .................... 1020
Pearson Type III Distribution Value For Negative Skew Coefficient .................. 1021
Urutan Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan dan .............................. 1022
Perhitungan Hujan Harian Maksimum Tahunan (HHM) ...................................... 1023
Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (Log Pearson Type III) ...................... 1024
Perbandingan Harga HHM Metode Gumbel dan Log Pearson Type III ............... 1025
Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Pada St. Pasar Minggu, St Depok, dan St
BMG , Tahun 1980 s/d 2000 ................................................................................. 1027
Analisa Kurva Masa Ganda Dari Tabel 22 .......................................................... 1028
Analisa Kurva Masa Ganda Seteleh Koreksi Data Stasiun BMG Jakarta............ 1030
Nilai Kritis tc untuk Distribusi -t Uji Dua Sisi ..................................................... 1033
Tabel 27. Curah Hujan di Stasiun BMG Jakarta dan di Stasiun Pasar Minggu .................... 1034
Tabel 28. Proses Perhitungan Deviasi Standar Dari Data Curah Hujan Harian Maksimum
Tahunan ................................................................................................................. 1036
Tabel 29. Intensitas Curah Hujan Menurut Metode Mononobe ............................................ 1038
Tabel 30. Intensitas Curah Hujan Menurut Metode Weduwen ............................................. 1039
Tabel 31 Intensitas Curah Hujan Menurut Metode Haspers ................................................ 1040
Tabel 32. Debit Masing-Masing Ruas Saluran Kala Ulang 10 Tahun (R10= 158,74 mm/24
jam) ....................................................................................................................... 1043
Tabel 33. Perhitungan Debit Masing-masing Ruas Saluran R10 = 158,74 mm/24 jam, Dasa5r
Saluran, S = 0,00156 ............................................................................................. 1044
Tabel 34. Nilai Koefisien Tampungan (Cs) Pada Masing-Masing Ruas Saluran Kala Ulang 10
Tahun (R10= 158,74 mm/24 jam) ......................................................................... 1046
Tabel 35. Perhitungan Debit Masing-masing Ruas Saluran R10 = 158,74 mm/24 jam, R20 =
180,45 mm/24 jam, Untuk Ruas Saluran (11 0), Dasa5r Saluran, S = 0,00156 . 1051
Tabel 36. Perhitungan Hidrograf Satuan Pada Ruas Saluran (11 - 0) untuk Kala Ulang 20
Tahun, R20 = 180,45 mm/24 jam, Waktu Konsentrasi, tc = 0,77 jam, Luas eqiv, A =
30 ha, Ceqiv = 0,72, A' = 21,6 ha.......................................................................... 1052
Tabel 37. Perhitungan Volume Waduk Kompleks Perumahan Kala Ulang 20 Tahun ......... 1053
Tabel 38. Perhitungan Volume Waduk Kompleks Perumahan Kala Ulang 20 Tahun Kapasitas
Pompa 10 lt/dt ....................................................................................................... 1055
Tabel 39. Debit Unit Hidrograf Kali Sunter Sebelum Ada Bajir Kanal Pada Bagian Hilir Dari
Banjir Kanal tc = 15.04 jam, R10 = 158,74 mm/hari; C1 = 0.85; C2 = 0.80; A =
166.60 km2; A = 113.29 km2 .............................................................................. 1059
Tabel 40. Profil memanjang suatu saluran/sungai dengan elevasi dan jarak ........................ 1061
Tabel 41 Perhitungan Garis Kemiringan S2 dan S3............................................................. 1062
Tabel 42 Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum pada St. BMG, St. Bakubuwono, Pasar
Minggu Depok ...................................................................................................... 1065
Tabel 43. Tinggi Rata-Rata Curah Hujan Harian Tahunan Maksimum ................................ 1066
Tabel 44. Nilai Curah Hujan Harian MaksimumTahunan Untuk Kala Ulang 2, 5, 10, 20 dan 25
Tahun..................................................................................................................... 1067
Tabel 45. Intensitas Curah Hujan Menurut Mononobe Untuk Kala Ulang, 2,5,10,20 dan 25
Tahun..................................................................................................................... 1067
Tabel 46. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi .................. 1068
Tabel 47. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala Ulang 5
tahun ...................................................................................................................... 1070
Tabel 48. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala Ulang 10
tahun ...................................................................................................................... 1072
Tabel 49. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala Ulang 20
tahun ...................................................................................................................... 1073
iii
Tabel 50. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala Ulang 25
tahun ...................................................................................................................... 1074
Tabel 51. Hasil Perhitungan Koefisien Pengaliran Ekuivalen, Ceqiv ................................... 1078
Tabel 52. Matriks Evaluasi Prioritas ..................................................................................... 1079
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
iv
Solusinya :
r= 1-(1-p)Ly--r =1-(1-1/5)5 = 0,67=67%-- Ini berarti bahwa probabilitas debit Q =500
m3/dt terjadi paling tidak sekali selama umur bangunan 5 tahun besarnya= 67%. Cocok dalam
Tabel 1. T = 5 tahun, Ly = 5 tahun, maka r-nya=67- 67%.
Tabel 1. Resiko Terjadinya Banjir(%), Dikaitkan Dengan Kejadian Kala Ulang
Banjir dan Umur Layan Bangunan
Jumlah tahun
tertentu (Ly)
1
1
2
3
5
10
20
30
60
100
200
500
1000
5
2
20
36
49
67
87
98
99,8
-
1000
9
0,1
0,2
0,3
0,5
1
2
3
6
9
18
39
63
1001
Penjelasan :
Resiko terjadinya banjir dihitung dengan formula : r= 1-(1-p)Ly, bila :
p
r
p
T
Ly
=
=
=
=
=
1/T
resiko terjadinya banjir
probobalitas/peluang
kala ulang
umur layan bangunan
Contoh soal 2)
Suatu bangunan air direncanakan dengan debit 100 tahunan dan dan mempunyai umur rencana
60 tahunan. Hitung probabilitas atau resiko dari debit 100 tahunan tersebut terjadi dalam 50
tahun.
Solusinya:
Probabilitas debit 100 tahunan terjadi dalam 60 tahun (selama umur rencana bangunan)
diperkirakan:
P(QQT)=1-(1-1/T)Ly = 1-(1-1/100)60= 1-(0,547)=0,453=45,3% Dalam Tabel 1, T =100, dan Ly
= 60 ---diperoleh resiko atau probabilitas r= 45%
Contoh soal 3)
Suatu gorong-gorong direncanakan untuk dapat dilewati debit dengan periode ulang 10 tahun.
Umur bangunan direncanakan 20 tahun. Berapakah probabilitas bahwa gorong-gorong tersebut
akan dilewati banjir rencana paling tidak satu kali dalam umur bangunan.
Solusinya:
Probabilitas gorong-gorong akan dilewati banjir 10 tahunan paling tidak satu kali dalam umur
bangunan adalah sebagai berikut:
P(QQT)=1-(1-1/T)Ly = 1-(1-1/10)20= 1-(0,121)=0,879=87,9%. Dalam Tabel 1, T=10 tahun,
Ly=20 tahun, -- diperoleh resiko r= 88%.
Contoh soal 4)
Bangunan gorong-gorong direncanakan melintasi suatu jalan raya dengan umur rencana 20
tahun. Tingkat resiko bahwa gorong-gorong tersebut akan dilewati debit adalah 80 %. Hitung
priode ulang banjir untuk merencanakan gorong-gorong tersebut.
1002
Solusinya:
Menurut rumus besarnya resiko : r= P(QQT)=1-(1-1/T)Ly, ---1/T=p;
0,80=1-(1-p)20,-- sehingga (1-p)20=0,20; 1-p=0,922681-p=0,077319
P = 1/T- T=1/0,077319=12,93 - dibulatkan T=13 tahun, jadi kala ulang banjir, T=13 tahun.
Cek Tabel 1, untuk layan bangunan 20 tahun dengan resiko 80%, dalam Tabel 1, resiko tersebut
terletak antara kala ulang ulang 10 tahun (88%) dan kala ulang 20 tahun (64%)
1003
Daerah Aliran
Penjelasan Gambar 1
Titik 1, 2, 3, dan 4 adalah pos pengamatan curah hujan.
Tinggi curah hujan di titik 1, 2,3 dan 4 masing-masing dalam sehari, d1,d2,d3 dan d4.
Contoh perhitungan.
Suatu daerah aliran mempunyai luas 99,10 km2, dipasang di dalam dan di sekitar daerah aliran
tersebut 4 (empat) buah stasiun atau pos pengamatan curah hujan dengan curah hujan harian
pada pos titik 1 tingginya curah hujan,d1= 156 mm/hari, d2 = `164 mm/hari, d3 = 174 mm/hari
dan d4 = 168 mm/hari.
Pertanyaan :
Hitung tinggi curah hujan harian rata-rata di dalam daerah aliran tersebut menurut metode
aritmatik ?
1004
Solusinya:lihat Tabel 2
Penjelasan
Pos(Titik) Pengamatan
Keterangan
99,1 km2
156,00
164,00
174,00
168,00
662,00
165,50 mm/hari
Dari Tabel 1 terlihat bahwa tinggi curah hujan rata-rata,d = 165,50 mm/hari diperoleh dari
(156+164+174+168)/4=165,50 mm/hari.
2)
1005
A1
b
A2
2
Daerah Aliran
A4
i
A1,A2,A3 dan A4 adalah
Bagian Daerah Aliran
d
f
A3
g
3
A=A1+A2+A3+A4
GambarGambar
2. Metode
3. Polygon Thiessen
Penjelasan Gambar 2
Contoh perhitungan.
Suatu daerah aliran mempunyai luas 99,10 km2, dipasang di dalam dan di sekitar daerah aliran
tersebut 4 (empat) buah stasiun atau pos pengamatan curah hujan dengan curah hujan harian
pada pos titik 1 tingginya curah hujan,d1= 156 mm/hari, d2 = `164 mm/hari, d3 = 174 mm/hari
1006
dan d4 = 168 mm/hari. Luas daerah aliran untuk masing-masing pos pengamatan yaitu:
A1=27,40 km2, A2= 26,50 km2; A3= 14,60 km2 dan A4 = 30,60 km2.
Pertanyaan :
Hitung tinggi curah hujan harian di dalam daerah aliran tersebut menurut Thiessen ?
Dari Tabel 2 terlihat bahwa tinggi curah hujan rata-rata,d, = 164,50 mm/hari, diperoleh dari
(43,13+43,85+25,63+51,87=164,50)
3)
Dalam metode ini harus digambar lebih dahulu kontur dengan tinggi hujan yang sama (isohyet),
kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan harga rata-ratanya
dihitung sebagai harga rata-rata timbang dari nilai kontur, dengan rumus sebagai berikut:
(3)
Bila :
A = luas areal
d = tinggi curah hujan rata-rata areal
d0,d1,d2,......dn = tinggi curah hujan pada isohyt 0,1,2,3 ..n
A1,A2,A3 ....An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang bersangkutan.
A = A1+A2+A3....An
1007
135 mm145 mm
Titik 1,2,3 dan 4 adalah Pos Pengamatan
Curah Hujan
145
A1
1
165 mm
A2
2
155 mm
155
A3
4
A4
165
175
175 mm
A5
A6
Daerah Aliran
185
185 mm
6
195 mm
Gambar 3. Gambar
Isohyet 4
Penjelasan Gambar 3
Contoh perhitungan.
Suatu daerah aliran mempunyai luas 99,10 km2, dipasang di dalam dan di sekitar daerah aliran
tersebut 4 (empat) buah stasiun atau pos pengamatan curah hujan dengan curah hujan harian
1008
pada garis isohyet 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 masing-masing besarnya 135, 145, 155, 165, 175, 185,
dan 195 mm.
Luas daerah aliran antara garis isohyet dihitung dengan planimeter masing-masing, yaitu:
A1=6,90 km2, A2= 19,50 km2; A3=21,50 km2, A4 = 23,50 km2, A5= 20,50 km2 dan A6 =
7,20 km2.
Pertanyaan :
Hitung tinggi curah hujan harian di dalam daerah aliran tersebut menurut Isohyet ?
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1009
Tabel 5. Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Pada St. Pasar Minggu, St Depok,
dan St BMG , Tahun 1980 s/d 2000
No.
Tahun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
100
122
63
90
80
114
107
171
49
80
109
140
98
78
93
90
113
74
162
147
80
64
117
128
68
50
45
110
90
54
71
106
100
148
154
214
135
300
170
134
115
180
87
120
61
53
78
100
112
50
45
75
80
63
96
112
86
134
106
101
151
91
107
1010
Bila:
Xt
X
Xi
Sx
n
=
=
=
=
=
Bila:
k
Yn dan Sn
=
=
Yt
1011
Tabel 6. Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan dari St. Depok, Pasar Minggu
dan Jakarta (BMG)
No.
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Tahun
2
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Pasar Minggu
Depok
4
64
117
128
68
50
45
110
90
54
71
106
100
148
154
214
135
300
170
134
115
180
5
87
120
61
53
78
100
112
50
45
75
80
63
96
112
86
134
106
101
151
91
107
Tiggi Rata-Rata
(mm/24jam)
6
83,67
119,67
84,00
70,33
69,33
86,33
109,67
103,67
49,33
75,33
98,33
101,00
114,00
114,67
131,00
119,67
173,00
115,00
149,00
117,67
122,33
Sum ber : Badan Meteorologi Dan Geofisika, Departem en Perhubungna Indonesia, Jakarta.
1012
Tinggi Rata-Rata
Curah Hujan Dari
Kecil Ke besar
Tinggi Rata-Rata
(mm/24jam)
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
2
49,33
69,33
70,33
75,33
83,67
84,00
86,33
98,33
101,00
103,67
109,67
114,00
114,67
115,00
117,67
119,67
119,67
122,33
131,00
149,00
173,00
3
83,67
119,67
84,00
70,33
69,33
86,33
109,67
103,67
49,33
75,33
98,33
101,00
114,00
114,67
131,00
119,67
173,00
115,00
149,00
117,67
122,33
Yt
Yt
1,01
1,58
2,00
5,00
10,00
-1,53
0,0
0,37
1,50
2,25
20
50
100
200
2,97
3,90
4,60
5,30
1013
n.
10
1,703
1,625
1,575
1,541
1,495
1,466
1,466
1,430
1,423
1,401
15
20
25
30
40
50
60
70
75
100
20
2,410
2,302
2,235
2,188
2,126
2,086
2,059
2,038
2,029
1,998
25
2,632
2,517
2,444
2,393
2,326
2,283
2,253
2,230
2,220
2,187
50
3,321
3,179
3,088
3,026
2,943
2,889
2,852
2,824
2,812
2,770
75
3,721
3,563
3,463
3,393
3,301
3,241
3,200
3,169
3,155
3,109
100
4,005
3,836
3,729
3,653
3,554
3,491
3,446
3,413
3,400
3,349
1000
6,265
6,006
5,843
5,727
5,467
5,478
5,359
5,261
n.
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,94
1,06
1,11
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,20
0,98
1,07
1,11
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
0,99
1,08
1,12
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,00
1,08
1,12
1,14
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,02
1,09
1,12
1,15
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,03
1,09
1,13
1,15
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1014
1,04
1,10
1,13
1,15
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,04
1,10
1,13
1,15
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
1,05
1,10
1,13
1,15
1,16
1,17
1,18
1,19
1,20
0.
,495
,523
,536
,543
,548
,552
,554
,556
,558
,560
1
,499
,525
,537
,544
,549
,552
,555
,557
,558
7
,518
,533
,541
,547
,551
,554
,556
,558
,559
8
,520
,534
,542
,547
,551
,554
,556
,558
,559
9
,522
,535
,543
,548
,551
,554
,556
,558
,559
Tabel 12. Hubungan Antara Kala Ulang Dengan Faktor Reduksi (Yt)
KALA ULANG (TAHUN)
FAKTOR REDUKSI (Yt)
2
5
10
25
50
100
0,3665
1,4999
2,2502
3,1985
3,9019
4,6001
1015
n.
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tabel 13. Proses Perhitungan Deviasi Standar Dari Data Curah Hujan Harian
Maksimum Tahunan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Total
Rata-rata X =
Standar
Deviasi, Sx =
75,33
83,67
84,00
86,33
98,33
101,00
103,67
109,67
114,00
114,67
115,00
117,67
119,67
119,67
122,33
131,00
149,00
173,00
2207,00
105,10
-29,77
-21,43
-21,10
-18,77
-6,77
-4,10
-1,43
4,57
8,90
9,57
9,90
12,57
14,57
14,57
17,23
25,90
43,90
67,90
-0,10
28,45
Xt =
0,37
101,92
1,50
136,11
2,25
158,74
2,97
180,45
3,20
187,34
3,90
208,55
Nilai
=(Yt-0.525)/1.06 =
1016
886,25
459,24
445,21
352,31
45,83
16,81
2,04
20,88
79,21
91,58
98,01
158,00
212,28
212,28
296,87
670,81
1927,21
4610,41
16184,01
1.06 Yt - 0.50
30.16 Yt + 90.87
Kesimpulan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 2 tahun, X2 atau R2 = 101.92 mm/jam.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 5 tahun, R5 = 136.11 mm/ jam.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 10 tahun, R10 = 158.74 mm/ jam.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 20 tahun, R20 = 180.45 mm/ jam.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 25 tahun, R25 = 187,34 mm/jam.
Tinggi curah hujan untuk kala ulang 50 tahun, R50 = 208,55 mm/jam.
Untuk :
Se = b
--bila
: b=
k=
n = jumlah data tahun pengamatan = 21
p=Sx= standard deviasi = 28,45
Untuk n = 21, maka Sn = 1,06 dan yn = n= 0,525
Untuk t = 2 tahun, nilai Yt = 0,37
Untuk t = 5 tahun, nilai yt = 1,50
Untuk t = 10 tahun, nilai yt = 2,25
Untuk t = 20 tahun, nilai yt = 2,97
Untuk t = 25 tahun, nilai yt = 3,20
Untuk t = 50 tahun, nilai yt = 3,90
Perhitungan rentang keyakinan (convidence interval), Rk untuk harga k, b dan Se untuk
a= 90% dapat dilihat dalam Tabel 14.
1017
Tabel 14. Perhitungan Rentang Keyakinan (convidence interval) Untuk n=21, maka Sn =
1,06 dan yn = 0,525 Sx= standar deviasi = 28,45
Kala Ulang, t
Rk= t(a)
yt
k =(yt-yn)/Sn
b=(1+1,3k+1,1k2)
Se
tahun
Se
2
0,37
-0,1462
0,91292
5,66769
9,30
5
1,5
0,9198
1,76817
10,97731
18,00
10
2,25
1,6274
2,45534
15,24348
25,00
20
2,97
2,3066
3,13864
19,48560
31,96
25
3,2
2,5236
3,35946
20,85655
34,20
50
3,9
3,1840
4,03615
25,05764
41,09
Sumber : Analisis Konsultan
Tabel 15 memperlihatkan curah hujan harian maksimum menurut Gumbel dengan keyakinan a
= 90%
Tabel 15. Curah Hujan Harian Maksimum, Metoda Gumbel, Keyakinan 90%
Kala Ulang, t Tahun
(mm/24 jam)
101,92 9,30
136,11 18,00
10
158,74 25,00
20
180,45 31,96
25
187,34 34,20
50
208,55 41,09
1018
2)
1019
Tabel 16. Pearson Type III Distribution Value For Positive Skew Coefficient
Recurrence Interval In Years
1020
Tabel 17. Pearson Type III Distribution Value For Negative Skew Coefficient
Recurrence Interval In Years
1021
Tabel 18. Urutan Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan dan
Persentase Probalitasnya
No.
Tingg Rata-Rata
Curah Hujan Dari
Kecil Ke besar
Tiggi Rata-Rata
(mm/24jam)
Prosen
Probabilitas
m/(n+1)
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
2
49,33
69,33
70,33
75,33
83,67
84,00
86,33
98,33
101,00
103,67
109,67
114,00
114,67
115,00
117,67
119,67
119,67
122,33
131,00
149,00
173,00
3
83,67
119,67
84,00
70,33
69,33
86,33
109,67
103,67
49,33
75,33
98,33
101,00
114,00
114,67
131,00
119,67
173,00
115,00
149,00
117,67
122,33
4
4,55
9,09
13,64
18,18
22,73
27,27
31,82
36,36
40,91
45,45
50,00
54,55
59,09
63,64
68,18
72,73
77,27
81,82
86,36
90,91
95,45
Contoh soal:
Data curah hujan diambil dari data curah hujan metode Gumbel, setelah diproses hasil seperti
dalam Tabel 18. Dari curah hujan harian maksimum (HHM) tahunan , X1, X2, X3......X21
dirubah menjadi log X1, log X2, log X3.....log 21, seperti terlihat dalam Tabel 19.
Solusinya:
Dari Tabel 13 diperoleh hasilnya sebagai berikut:
1022
jumlah log Xi
log X(rata-rata) =
Standard deviasi S1=
Koefisien Cs
=
42,11363;
=
= 2,00541;
0,12466;
-0,616589044
Log Xi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
49,33
69,33
70,33
75,33
83,67
84,00
86,33
98,33
101,00
103,67
109,67
114,00
114,67
115,00
117,67
119,67
119,67
122,33
131,00
149,00
173,00
1,69311
1,84092
1,84714
1,87697
1,92257
1,92428
1,93616
1,99269
2,00432
2,01565
2,04009
2,05690
2,05945
2,06070
2,07067
2,07799
2,07799
2,08753
2,11727
2,17319
2,23805
42,11363
2,00541
Log X(Rata-rata)
S1=
Cs= Koefisien Kepencengan =
(Log Xi-Log
X)
(Log Xi-Log
2
X)
(Log Xi-Log X)
-0,31230
-0,16449
-0,15827
-0,12844
-0,08284
-0,08113
-0,06925
-0,01272
-0,00109
0,01024
0,03468
0,05149
0,05404
0,05529
0,06526
0,07258
0,07258
0,08212
0,11186
0,16778
0,23264
0,00002
0,09753
0,02706
0,02505
0,01650
0,00686
0,00658
0,00480
0,00016
0,00000
0,00010
0,00120
0,00265
0,00292
0,00306
0,00426
0,00527
0,00527
0,00674
0,01251
0,02815
0,05412
0,31079
-0,03046
-0,00445
-0,00396
-0,00212
-0,00057
-0,00053
-0,00033
0,00000
0,00000
0,00000
0,00004
0,00014
0,00016
0,00017
0,00028
0,00038
0,00038
0,00055
0,00140
0,00472
0,01259
-0,02161
Prosen
Probalitas
m/(n+1)
4
0,12466
4,55
9,09
13,64
18,18
22,73
27,27
31,82
36,36
40,91
45,45
50,00
54,55
59,09
63,64
68,18
72,73
77,27
81,82
86,36
90,91
95,45
deviasi standard
-0,616589044
Cs =-0,616589044
1023
Menghitung besarnya harga logaritma dari masing-masing data curah hujan untuk
suatu periode ulang T tertentu, dengan menggunakan persamaan:
Log Q=
+ G.S = 2,00541+G.0,12466;
Jadi perkiraan nilai hujan harian tahunan maksimum untuk kala ulang t(tahun)
adalah : Qt = anti logQ atau Xt = 10logQ (mm/24 jam)= 10( 2,00541+G.0,12466);
1.
Log Q=
+ G.S1, nilai Cs=koefisien kepencengan/skew coefficient. Untuk
nilai Cs=-0,616589044 dan harga kala ulang yang ditentukan, kemudian
menghitung nilai G atau faktor frekuensi dari Tabel 18, nilai Cs negatif, seperti
terlihat dalam Tabel 20.
Tabel 20. Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (Log Pearson Type III)
Untuk Cs(Skew coefficient) =-0,616589044, log X=2,00541 dan S=0,12466
Kala
Ulang, t
(tahun)
Pt (%)
G.S
Log Q
Rt(mm/24jam)
2
5
10
25
50
50
20
10
4
2
0,10182
0,85700
1,19718
1,52136
1,71054
0,01269
0,10683
0,14924
0,18965
0,21324
2,01810
2,11224
2,15465
2,19506
2,21865
104,26
129,49
142,77
156,70
165,44
1024
Tabel 21. Perbandingan Harga HHM Metode Gumbel dan Log Pearson Type III
Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan(mm/24jam
Kala Ulang.t(tahun)
Gumbel
101,92 9,30
104,26
136,11 18,00
129,49
10
158,74 25,00
142,77
20
180,45 31,96
25
187,34 34,20
156,70
50
208,55 41,09
165,44
Dari Tabel 21 terlihat bahwa untuk priode ulang 2 tahun metode Gumbel memberikan hasil
yang lebih kecil, sedangkan untuk priode ulang 5 tahun dan seterusnya memberikan hasil yang
lebih besar bila dibandingkan dengan metode Log Pearson Type III. Namun demikian hasil
yang diperoleh menurut metode Log Pearson Type III masih berada dalam interval harga
menurut metoda Gumbel.
Dengan demikian untuk perencanaan sistem drainase perkotaan akan digunakan hasil
perhitungan curah hujan harian maksimum menurut metoda Gumbel.
Dalam metoda ini nilai kumulatif seri data curah hujan yang diuji adalah stasiun A,
dibandingkan dengan nilai kumulatif seri data dari stasiun referensi B. Stasiun referensi dapat
berupa rerata dari beberapa stasiun di dekatnya.
Nilai kumulatif dari stasiun A dan stasiun referensi digambarkan pada sistem koordinat
kartesius (X-Y). Kurva yang terbentuk kemudian diperiksa untuk melihat perubahan
kemiringan. Jika kurva berbentuk garis lurus, artinya data curah hujan di stasiun A konsisten.
Sebaliknya jika terjadi perubahan/patahan kemiringan bentuk kurva menunjukkan data pada
stasiun A tidak konsisten dan perlu dilakukan koreksi dengan mengalikan atau membagi data
sebelum atau sesudah perubahan/patahan dengan faktor koreksi:
b/a
1025
Bila :
b
A
=
=
b
a
Contoh Soal:
Diketahui pencatatan data curah hujan seperti dalam Tabel 22 selama kurun waktu 21 tahun.
Lakukanlah uji coba konsistensi data curah hujan stasiun Jakarta(BMG) dengan Metoda Kurve
Massa Ganda.
Solusinya:
Tabel 23 menjelasakan kurva massa ganda untuk Tabel 22. Dari Tabel 23, kemudian dibuat
grafik dengan sumbu koordinat kartesius(X Y). Sumbu X untuk kumulatif stasiun BMG
(Jakarta) dan sumbu Y utuk kumulatif stasiun referensi seperti terlihat pada Gambar 2.
1026
Tabel 22. Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum Pada St. Pasar Minggu, St Depok,
dan St BMG , Tahun 1980 s/d 2000
No.
Tahun
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
2
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Dari Gambar 5 terlihat perubahan kemiringan kurva terjadi setelah tahun 1983. Oleh karena itu
data curah hujan Stasiun BMG Jakarta dari tahun sebelum dan sesudah tahun 1983 harus
dikoreksi.
Berdasarkan Gambar 5 diperoleh:
a = kemiringan kurva sebelum patahan
=
= 0,99
= 1,054
1027
No.
Tahun
Pasar
Minggu
Depok
Rerata Stasiun
Pasar Minggu
dan Depok
Kumulatif Stasiun
Jakarta
(BMG)
Referensi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
100
122
63
90
80
114
107
171
49
80
109
140
98
78
93
90
113
74
162
147
80
64
117
128
68
50
45
110
90
54
71
106
100
148
154
214
135
300
170
134
115
180
87
120
61
53
78
100
112
50
45
75
80
63
96
112
86
134
106
101
151
91
107
75,5
118,5
94,5
60,5
64
72,5
111
70
49,5
73
93
81,5
122
133
150
134,5
203
135,5
142,5
103
143,5
100
222
285
375
455
569
676
847
896
976
1085
1225
1323
1401
1494
1584
1697
1771
1933
2080
2160
75,5
194
288,5
349
413
485,5
596,5
666,5
716
789
882
963,5
1085,5
1218,5
1368,5
1503
1706
1841,5
1984
2087
2230,5
1,065
Selanjutnya dilakukan koreksi terhadap data stasiun BMG Jakarta dari tahun 1983 s/d tahun
2000 dengan cara membagi data tersebut dengan faktor sehingga diperoleh data seperti dalam
Tabel 24 dan Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6, terlihat adanya perubahan kemiringan kurva secara berarti, jika
dibandingkan dengan Gambar 5, sehingga data stasiun BMG Jakarta menjadi konsisten.
1028
2400
2000
1999
1998
2100
1997
1800
Komulatif Stasiun Referensi
1996
1500
1995
1994
1200
1993
1992
1991
1990
900
1989
1987
1986
1988
600
300
1985
1984
1983
1982
1981
sudut b
sudut a
1980
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
1029
Tabel 24. Analisa Kurva Masa Ganda Seteleh Koreksi Data Stasiun BMG Jakarta
No.
Tahun
Kumulatif Stasiun
Jakarta
(BMG)
Referensi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
93,90
114,55
59,15
84,51
75,12
107,04
100,47
160,56
46,01
75,12
102,35
131,46
92,02
73,24
87,32
84,51
106,10
69,48
152,11
138,03
75,12
64
117
128
68
50
45
110
90
54
71
106
100
148
154
214
135
300
170
134
115
180
87
120
61
53
78
100
112
50
45
75
80
63
96
112
86
134
106
101
151
91
107
75,5
118,5
94,5
60,5
64
72,5
111
70
49,5
73
93
81,5
122
133
150
134,5
203
135,5
142,5
103
143,5
93,90
208,45
267,61
352,12
427,23
534,28
634,75
795,31
841,32
916,44
1018,78
1150,24
1242,26
1315,50
1402,82
1487,33
1593,43
1662,91
1815,03
1953,05
2028,17
75,5
194
288,5
349
413
485,5
596,5
666,5
716
789
882
963,5
1085,5
1218,5
1368,5
1503
1706
1841,5
1984
2087
2230,5
1030
Rerata Stasiun
Pasar Minggu
dan Depok
2400
2000
1999
2100
1998
1997
1800
Komulatif Stasiun Referensi
1996
1500
1995
1994
1200
1990
900
600
1985
300
1993
1992
1991
1989
1988
1987
1986
1984
1982
1981
1983
1980
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
Gambar 6. Analisa Kurva Massa Ganda Setelah Koreksi Data Stasiun BMG
Jakarta
Gambar 3 : Analisa Kurva Massa Ganda Setelah Koreksoi Dat a Stasiun BMG Jakarta
2.
Umumnya para ahli statistik telah menentukan bahwa suatu sample dengan ketentuan bahwa:
1.
2.
Apabila ada dua set sample data pada dua stasiun hujan di dalam suatu daerah pengaliran, maka
untuk menguji apakah kedua set sample tersebut berasal dari populasi yang sama atau tidak
1031
t=
Bila :
t = variablet terhitung.
1=
2=
Deviasi standard
bila :
Standar deviasi, S2 =
dk = N1 + N2-2 = derajat kebebasan(degree of freedom)
Keputusan :
Apabila t terhitung lebih besar dari nilai kritis tc, lihat Tabel 25 pada derajat kepercayaan (a)
tertentu, maka kedua sample yang diuji tidak berasal dari populasi yang sama.
Apabila t terhitung lebih kecil dari tc maka kedua sample berasal dari populasi yang sama.
Contoh soal:
Curah hujan tahunan telah dicatat pada stasiun hujan BMG Jakarta selama 21 tahun dari tahun
1980 2000, sebagai X1, dan juga stasiun hujan di Pasar Minggu, sebagai X2, seperti dalam
Tabel 26.
Pertanyaan:
Tentukan apakah sifat hujan dari kedua pos hujan tersebut berbeda nyata pada derajat
kepercayaan 5%.
1032
Solusinya:
1.
Dari Tabel 26 diperoleh nilai-nilai: S1, S2, , t, dan nilai dk sebagai berikut:
0,1
3,078
1,886
1,638
1,533
1,476
1,440
1,415
1,397
1,383
1,372
1,363
1,356
1,350
1,345
1,341
1,337
1,333
1,330
1,328
1,325
1,323
1,321
1,319
1,318
1,316
1,315
1,314
1,313
1,311
1,282
0,05
6,314
2,920
2,353
2,132
2,015
1,943
1,895
1,860
1,833
1,812
1,796
1,782
1,771
1,761
1,753
1,746
1,740
1,734
1,729
1,725
1,721
1,717
1,714
1,711
1,708
1,706
1,703
1,701
1,699
1,645
Derajat Kepercayaan ta
0,025
12,706
4,303
3,182
2,776
2,571
2,447
2,365
2,306
2,262
2,228
2,201
2,179
2,160
2,145
2,131
2,120
2,110
2,101
2,093
2,086
2,080
2,074
2,069
2,064
2,060
2,056
2,052
2,048
2,045
1,960
0,01
0,005
31,821
6,965
4,541
3,747
3,365
3,143
2,998
2,896
2,821
2,764
2,718
2,681
2,650
2,624
2,602
2,583
2,567
2,552
2,539
2,528
2,518
2,508
2,500
2,492
2,485
2,479
2,473
2,467
2,462
2,326
63,657
9,925
5,841
4,604
4,032
3,707
3,499
3,355
3,250
3,169
3,106
3,055
3,021
2,977
2,947
2,921
2,898
2,878
2,861
2,845
2,831
2,819
2,807
2,797
2,787
2,779
2,771
2,763
2,756
2,576
1033
Tabel 26. Curah Hujan di Stasiun BMG Jakarta dan di Stasiun Pasar Minggu
Jakarta
(BMG)(X1)
3
(X1-Xrt)
(X1-Xrt)^2
Tahun
1980
93,90
-2,68
7,20
64
-57,57
1981
114,55
17,97
323,06
117
-4,57
1982
59,15
-37,43
1400,64
128
6,43
1983
84,51
-12,07
145,76
68
-53,57
1984
75,12
-21,46
460,64
50
-71,57
1985
107,04
10,46
109,46
45
-76,57
1986
100,47
3,89
15,13
110
-11,57
1987
160,56
63,98
4093,87
90
-31,57
(X2-Xrt)
(X2-Xrt)^2
8
3314,30
20,88
41,34
2869,74
5122,26
5862,96
133,86
996,66
4565,70
2557,32
242,42
465,26
698,54
1051,70
8543,30
180,36
31837,26
2345,46
154,50
43,16
3414,06
74461,14
1988
46,01
-50,57
2557,39
54
-67,57
10
1989
75,12
-21,46
460,64
71
-50,57
11
1990
102,35
5,77
33,26
106
-15,57
12
1991
131,46
34,88
1216,29
100
-21,57
13
1992
92,02
-4,56
20,80
148
26,43
14
1993
73,24
-23,34
544,78
154
32,43
15
1994
87,32
-9,26
85,67
214
92,43
16
1995
84,51
-12,07
145,76
135
13,43
17
1996
106,10
9,52
90,69
300
178,43
18
1997
69,48
-27,10
734,22
170
48,43
19
1998
152,11
55,53
3083,88
134
12,43
20
1999
138,03
41,45
1717,95
115
-6,57
21
2000
75,12
-21,46
460,64
180
58,43
Jumlah:
2028,17
-0,01
17712,75
2553
0,03
Rata-Rata
96,58
S1=
1034
Pasar
Minggu (X2)
6
No.
= 29,7597
121,57
S2=
= 61,0169
Deviasi standard
=(
=(2419,5662)^0,5=49,19
t=
=-1,6462
Dari Tabel 25:Nilai Kritis tc untk Distribusi t Uji Dua Sisi dapat dilihat bahwa
untuk dk = 40 dan derajat kepercayaan a = 5% atau t 0,05 diperoleh nilai t tabel =
1,645.
Oleh karena t terhitung <t tabel, maka disimpulkan bahwa seri data curah hujan dari
stasiun BMG Jakarta dan stasiun Pasar Minggu adalah homogen dan berasal dari
satu populasi.
1035
Data curah hujan diambil dari Lampiran In -6, seperti dalam Tabel 27.
Tabel 27. Proses Perhitungan Deviasi Standar Dari Data Curah Hujan Harian
Maksimum Tahunan
Tingg Rata-Rata Curah
Hujan Dari Kecil Ke besar
(Xi)
No.
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Total
Rata-rata X =
Standar
Deviasi, Sx =
2
49,33
69,33
70,33
75,33
83,67
84,00
86,33
98,33
101,00
103,67
109,67
114,00
114,67
115,00
117,67
119,67
119,67
122,33
131,00
149,00
173,00
2207,00
105,10
( Xi - X)
(Xi - X)2
3
-55,77
-35,77
-34,77
-29,77
-21,43
-21,10
-18,77
-6,77
-4,10
-1,43
4,57
8,90
9,57
9,90
12,57
14,57
14,57
17,23
25,90
43,90
67,90
-0,10
4
3110,29
1279,49
1208,95
886,25
459,24
445,21
352,31
45,83
16,81
2,04
20,88
79,21
91,58
98,01
158,00
212,28
212,28
296,87
670,81
1927,21
4610,41
16184,01
28,45
0,37
101,92
1,50
136,11
2,25
158,74
2,97
180,45
3,20
187,34
3,90
208,55
Nilai
1036
Xt =
=(Yt-0.525)/1.06 =
1.06 Yt - 0.50
30.16 Yt + 90.87
Kesimpulan:
a. Tinggi curah hujan untuk kala ulang 2 tahun, X2 atau R2 = 101.92 mm/ 24 jam
b. Tinggi curah hujan untuk kala ulang 5 tahun, R5 = 136.11 mm/ 24 jam.
c. Tinggi curah hujan untuk kala ulang 10 tahun, R10 = 158.74 mm/24 jam.
d. Tinggi curah hujan untuk kala ulang 20 tahun, R20 = 180.45 mm/24 jam.
e. Tinggi curah hujan untuk kala ulang 25 tahun, R25 = 187,34 mm/24 jam.
f.Tinggi curah hujan untuk kala ulang 50 tahun, R50 = 208,55 mm/24 jam.
R 24 24
I
24 tc
2/3
Keterangan:
I
R24=
tc
2.
Tabel 2 menjelaskan intensitas hujan untuk kala ulang: 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20
tahun, 25 tahun dan 50 tahun dengan durasi hujan seperti Tabel 28.
Perhitungan
Weduwen
1)
I = T/240x
1037
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Durasi
Menit
Jam
2
5
10
15
20
25
30
40
50
60
90
120
240
300
360
3
0,08
0,17
0,25
0,33
0,42
0,50
0,67
0,83
1,00
1,50
2,00
4,00
5,00
6,00
R5=136,11
R10=158,74
R20=180,45
R25=187,34
4
185,20
116,67
89,04
73,50
63,34
56,09
46,30
39,90
35,33
26,96
22,26
14,02
12,08
10,70
5
247,33
155,81
118,90
98,15
84,59
74,90
61,83
53,29
47,19
36,01
29,73
18,73
16,14
14,29
6
288,45
181,71
138,67
114,47
98,65
87,36
72,11
62,14
55,03
42,00
34,67
21,84
18,82
16,67
7
327,90
206,56
157,64
130,13
112,14
99,31
81,97
70,64
62,56
47,74
39,41
24,83
21,39
18,95
8
340,42
214,45
163,66
135,10
116,42
103,10
85,10
73,34
64,95
49,56
40,91
25,77
22,21
19,67
2)
Intensitas curah hujan maksimum dengan kala ulang Rt tahun menurut Haspers
adalah:
q=
Bila :
q = hujan maksimum (m3/km2/dt)
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)
t = waktu curah hujan (jam)
Contoh soal :
Diketahui curah hujan untuk kala ulang sebagai berikut :
Kala ulang 2 tahun, R2 = 101,92 mm/24 jam
Kala ulang 5 tahun, R5 = 136,11 mm/ 24 jam
Kala ulang 10 tahun, R10 = 158,74 mm/24 jam
Kala ulang 20 tahun, R20 = 180,45 mm/24 jam
Kala ulang 25 tahun, R25 = 187,34 mm/24 jam
Kala ulang 50 tahun, R50 = 208,55 mm/24 jam
1038
Pertanyaan :
Hitung intensitas curah hujan untuk kala ulang: 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan 25
tahun dengan metode:
1) Weduwen
2) Haspers
Solusinya :
1)
No.
Durasi
Menit
Jam
R2
=101,92
R5=
136,11
R10=
158,74
R20=
180,45
R25=
187,34
0,08
18,74
25,02
29,18
33,17
34,44
10
0,17
17,77
23,73
27,68
31,46
32,66
15
0,25
16,90
22,57
26,32
29,92
31,06
20
0,33
16,11
21,51
25,09
28,52
29,61
25
0,42
15,39
20,55
23,97
27,25
28,29
30
0,50
14,73
19,67
22,95
26,08
27,08
40
0,67
13,57
18,13
21,14
24,03
24,95
50
0,83
12,58
16,80
19,60
22,28
23,13
60
1,00
11,73
15,66
18,26
20,76
21,55
10
90
1,50
9,74
13,01
15,17
17,24
17,90
11
120
2,00
8,33
11,12
12,97
14,74
15,31
12
240
4,00
5,27
7,04
8,21
9,33
9,69
13
300
5,00
4,45
5,95
6,94
7,89
8,19
14
360
6,00
3,86
5,15
6,01
6,83
7,09
1039
2)
Durasi
Menit
Jam
1
1
2
5
3
0,08
R2
=101,92
4
339,73
10
0,17
169,87
226,85
264,57
300,75
312,23
15
0,25
113,24
151,23
176,38
200,50
208,16
20
0,33
84,93
113,43
132,28
150,38
156,12
25
0,42
67,95
90,74
105,83
120,30
124,89
30
0,50
56,62
75,62
88,19
100,25
104,08
40
0,67
42,47
56,71
66,14
75,19
78,06
50
0,83
33,97
45,37
52,91
60,15
62,45
60
1,00
28,31
37,81
44,09
50,13
52,04
10
90
1,50
18,87
25,21
29,40
33,42
34,69
11
120
2,00
14,16
18,90
22,05
25,06
26,02
12
240
4,00
7,08
9,45
11,02
12,53
13,01
13
300
5,00
5,66
7,56
8,82
10,03
10,41
14
360
6,00
4,72
6,30
7,35
8,35
8,67
1040
R25=
187,34
8
624,47
Bila :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt).
I
= intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
Bila:
Ceq
=
koefisien limpasan ekuivalen.
C1, C2,C3,Cn
= koefisien limpasan masing-masing sub-DPSal.
A1, A2, A3,..An
= luas sub-DPSal dalam ha.
Waktu konsentrasi (tc) persamaannya menurut Kirpich (1940) adalah
sebagai berikut:
(13)
atau
tc = t0 + td
Bila :
tc = waktu konsentrasi dalam menit.
L = panjang saluran dari titik yang terjauh sampai dengan titik yang ditinjau
dalam meter.
S = kemiringan dasar saluran.
to = waktu pengaliran air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju
saluran (inlet time)dalam menit.
td = waktu pengaliran air yang mengalir di dalam saluran sampai titik yang
ditinjau (conduit time) dalam menit, atau
V = kecepatan air di dalam saluran dalam meter per-menit.
1041
Bila:
I
=
R24=
tc
Contoh soal :
Suatu daerah yang lahannya relatif datar akan dibangun komplek perumahan yang dilengkapi
dengan sistem drainasenya. Rencana sistem drainase seperti dalam Gambar 7. Muara Saluran
Induk adalah sungai yang mengalir di depan komplek perumahan tersebut.
Elevasi muka air banjir pada sungai itu jauh lebih rendah dari elevasi muka lahan dalam
komplek tersebut, sehingga aliran saluran induk dapat mengalir secara gravitasi ke sungai.
Direncanakan saluran untuk kala ulang 10 tahun dengan tinggi curah hujannya R10 = 158,74
mm/24 jam.
300 m
200 m
A1
200 m
B4
A2
C2
300 m
C3
200 m
D1
E1
E4
300 m
200 m
B2
B3
C1
200 m C4
300 m
A3
200 m
B1
A4
300 m
E2
D4
D2
300 m
D3
E3
10
200
11
12
50
300 m
Sungai
0
Gambar
Sistem
Drainas
e Perkotaan
Gambar1 :7.Skets
Skets
Sistem
Drainase
Perkotaan
Keterangan Gambar 7:
1042
1-2 = ruas saluran, titik 1= hulu dan titik 2=hilir, artinya air mengalir dari titik 1 ke titik 2.
1-4-8-10-11 = ruas saluran yang terdiri dari: ruas saluran 1-4; ruas saluran 4-8; ruas
saluran 8-10 dan ruas saluran 10-11.
Kemiringan DS
3
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
0,00156
Debit (m3/dt)
4
0,2
0,21
0,53
0,43
0,61
0,51
0,59
0,59
0,52
1,11
0,73
0,89
0,99
1,32
1,72
2,53
3,92
1043
a)
1044
Bila :
Qp
Cs
tc
td
= koefisien limpasan.
tc
= t0 + td
to
td
Besarnya nilai koefisen tampungan (Cs) untuk masing-masing ruas saluran dapat
dilihat dalam Tabel 33.
1045
Tabel 33. Nilai Koefisien Tampungan (Cs) Pada Masing-Masing Ruas Saluran
Kala Ulang 10 Tahun (R10= 158,74 mm/24 jam)
No.
Nama Ruas
Saluran
Debit
(m3/dt)
Luas
DPSal
eqiv
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
2
1-2
1-4
4-3
4-8
8-9
8 - 10
10 - 11
7-2
7-6
6-5
6 - 12
12 - 11
2-3
3-5
5-9
9 - 11
11 - 0
3
0,2
0,21
0,53
0,43
0,61
0,51
0,59
0,59
0,52
1,11
0,73
0,89
0,99
1,32
1,72
2,53
3,92
4
1
1
2
2
2
3
4
2,25
2,25
4,5
4,5
6,75
5,25
8,5
11,75
19,25
30
Intensitas
(Ieqiv)
(mm/jam)
5
146,02
146,02
146,02
102,30
146,02
83,08
71,67
118,58
118,58
118,58
83,06
67,47
91,23
83,08
76,76
67,47
65,62
Koefisien
Ceqiv
Cs
6
0,6
0,65
0,65
0,75
0,75
0,74
0,74
0,8
0,7
0,75
0,7
0,7
0,74
0,67
0,69
0,7
0,72
7
0,82
0,80
1,00
1,01
1,00
0,99
1,00
0,99
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,99
1,00
0,99
2.
1046
1.
2)
3)
i.
koefisien pengaliran.
1047
I (l/dt/ha)
tr < tc
Qmax = i x tr/tc x A
Q (m3/dt)
tr
tc
i=(l/dt/ha)
tr = tc
Q max = i x tr/tc x A
Q (m3/dt)
tr = tc
tr = durasi hujan (jam)
tc = waktu konsentrasi (jam)
i (l/dt/ha)
tr > tc
Qmax = i x A
tr > tc
Q (m3/dt)
tc
tr
Gambar 8. Hydrograph for Urban Areas
1048
Tanggul
200 m
A1
200 m
B1
A A2
A4
B4
C1
5
C4 C C2
C3
200 m
200 m
8
E1
E4
200 m
300 m
A3
200 m
300 m
B3
300 m
Tanggul
D1
9
300 m
E2
300 m
B2
D4
300 m
D2
D3
E3
10
200
TTanggul
Waduk
11
12
300 m
Tanggul
Pompa
Sungai
Pertanyaan :
Hitung luas waduk dan kapasitas pompa, apabila:
1)
2)
Saluran direncanakan untuk kala ulang 10 tahun dengan tinggi curah hujannya R10
= 158,74 mm/24 jam, dan
Waduk dan pompa untuk kala ulang 20 tahun dengan tinggi curah hujan R20
=180,45 mm/24 jam.
1049
Solusinya :
1)
Debit dari masing-masing ruas saluran untuk kala ulang 10 tahun, kecuali ruas
saluran (11- 0) untuk waduk dan pompa dengan kala ulang 20 tahun dapat dilihat
dalam Tabel 33. Dari Tabel terlihat debit ruas saluran (11 0) sebesar Q20= 4,46
m3/dt dan intensitasnya, Ieqiv = 74,59 mm/jam.
Ruas saluran (11 0) yang merupakan saluran induk dihitung untuk kala ulang 20
tahun, R20= 180,45 mm/24 jam, waktu konsentrasi, tc = 0,77 jam, koefisien runoff
equivalent, Ceqiv = 0,72, luas DPSal = 30 ha.
2)
1050
Dari ketentuan butir 2, kemudian dibuat hidrograf satuannya dengan curah hujan
tertentu dengan menggunakan hidrograf satuan untuk daerah perkotaan dan
hasilnya seperti dalam Tabel 34.
1051
Tabel 34. Perhitungan Debit Masing-masing Ruas Saluran R10 = 158,74 mm/24 jam,
R20 = 180,45 mm/24 jam, Untuk Ruas Saluran (11 0), Dasa5r Saluran, S = 0,00156
Tabel 35. Perhitungan Hidrograf Satuan Pada Ruas Saluran (11 - 0) untuk Kala Ulang 20
Tahun, R20 = 180,45 mm/24 jam, Waktu Konsentrasi, tc = 0,77 jam, Luas eqiv, A = 30 ha,
Ceqiv = 0,72, A' = 21,6 ha
No.
Durasi (jam)
Ieqiv
1
1
2
3
4
5
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0,25
0,5
0,75
0,77
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
157,64
99,31
75,78
74,47
62,56
39,41
30,08
24,83
21,39
18,95
17,10
15,64
14,46
13,48
12,65
11,94
11,32
tr<tc
tr = tc
tr>tc
1,11
1,39
1,59
1,61
1,35
0,85
0,65
0,54
0,46
0,41
0,37
0,34
0,31
0,29
0,27
0,26
0,24
3)
4)
1052
Dari Tabel 35, kemudian dibuat grafik hidrograf banjirnya untuk menghitung
volume air yang masuk ke dalam waduk. Hasilnya seperti terlihat dalam Gambar 4.
Luas hidrograf banjir sama dengan volume air hujan yang ditampung dalam
waduk. Perhitungan volume waduk dapat dilihat dalam Tabel 36.
No.
1
1
2
3
4
5
6
7
No.
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Nama Hidrograf
Satuan
2
A
B
C
D
E
F
Nama Hidrograf
Satuan
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
Durasi (Jam)
Atas
3
0
0,25
0,76
1,15
1,48
1,99
Bawah
4
0,25
0,76
1,15
1,48
1,99
2
Debit (m3/dt)
Kiri
Kanan
0,85
0,65
0,54
0,46
0,41
0,37
0,34
0,31
0,29
0,27
0,26
0,24
0,65
0,54
0,46
0,41
0,37
0,34
0,31
0,29
0,27
0,26
0,24
0
Debit Satuan
(m3/dt)
Luas Hidrograf
Satuan = Volume
Waduk (m3)
5
1,82
1,49
0,79
0,31
0,5
0,85
Jumlah I
6
13,93
45,35
45,28
24,09
52,03
101,80
282,48
Durasi (Jam)
Luas Hidrograf
Satuan = Volume
Waduk (m3)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0,77
Jumlah II
Jumlah Total = I+II
45,00
35,70
30,00
26,10
23,40
21,30
19,50
18,00
16,80
15,90
15,00
5,54
272,24
554,72
1053
6)
7)
8)
7)
Dari Tabel 36 terlihat jumlah air hujan yang tertampung dalam waduk, V = 554,72
m3. Untuk mengurangi luas waduk maka diperlukan pompa dengan kapasitas 10
l/dt.
Hubungan antara volume waduk dan pompa dapat dilihat dalam Gambar 35.
Terlihat dalam Gambar 5, setelah dipompa air yang tersisa dalam waduk V= 219
m3.
Hubungan antara volume waduk dan pompa dapat dilihat pula dalam Tabel 37.
Dari Tabel 37 terlihat, setelah dipompa air yang tersisa dalam waduk yang
terbanyak adalah, V= 219,48 m3. Luasnya waduk tergantung dari dalamny air
dalam waduk.
Modifiedrational method yang mempertimbangkan pengaruh penampungan saluran
dan pengaruh debit puncak yang diperoleh dari unit hidrograf disebut Improved
Rational Method (IMPRAM, sehingga persamaan Improved Rational Method
menjadi:
atau
Bila :
1054
Qt
ratio antara debit puncak unit hidrograf dan debit puncak rational
metod (modified atau peraktis).
koefisien pengaliran.
Cs
koefisien limpasan.
Tabel 37. Perhitungan Volume Waduk Kompleks Perumahan Kala Ulang 20 Tahun
Kapasitas Pompa 10 lt/dt
Durasi (Jam)
Nama
No. Hidrograf
Atas Bawah
Satuan
1
2
3
4
5
6
7
2
A
B
C
D
E
F
Nama
No. Hidrograf
Satuan
8
G
9
H
10
I
11
J
12
K
13
L
14
M
15
N
16
O
17
P
18
Q
19
R
20
3
0
0,25
0,76
1,15
1,48
1,99
4
0,25
0,76
1,15
1,48
1,99
2
Debit (m3/dt)
Volume
Waduk
(m3)
5
1,82
1,49
0,79
0,31
0,5
0,85
Jumlah I
6
13,93
45,35
45,28
24,09
52,03
101,80
282,48
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0,77
Jumlah II
Volume
Waduk
(m3)
45,00
35,70
30,00
26,10
23,40
21,30
19,50
18,00
16,80
15,90
15,00
5,54
272,24
554,72
Kiri
Kanan
0,85
0,65
0,54
0,46
0,41
0,37
0,34
0,31
0,29
0,27
0,26
0,24
0,65
0,54
0,46
0,41
0,37
0,34
0,31
0,29
0,27
0,26
0,24
0
21
Debit
Satuan
(m3/dt)
Durasi
(Jam)
Volume (m3)
Kumulatif
Dalam
Waduk
7
13,93
59,28
104,57
128,66
180,69
282,48
327,48
363,18
393,18
419,28
442,68
463,98
483,48
501,48
518,28
534,18
549,18
554,73
8
9,162
27,468
41,508
53,154
71,712
72
Sisa Air
Dalam
Waduk
9
4,77
31,82
63,06
75,50
108,97
210,48
108
144
180
216
252
288
324
360
396
432
468
495,72
219,48
219,18
213,18
203,28
190,68
175,98
159,48
141,48
122,28
102,18
81,18
59,01
Air Yang
Dipompa
1055
11300xt
2
t3,2 xR 24 /10000
Qp
2.08.r.A
10.t p
Bila :
Qp = peak flow dari unit hydrograf untuk 1 cm hujan efektif (m3/dt).
A = DAS dalam km2.
tp = time-to peak dalam jam.
r = kenaikan curah hujan dalam m.
1056
Flood Hydrograph
PRECIPITATION (MM)
D/2
UNIT HYDROGRAPH
L
Qp ( M3/DT)
D
Tp
Tb
HYDROGRAPH
REDUCED
HYETOGRAPH
S
Q MAX
UNIT
HYDROGRAPH
TIME
1057
Contoh soal :
Kali Sunter sebelum ada Banjir Kanal Timur, DAS-nya = 166,6 km2 dengan waktu konsentrasi
tc = 15.04 jam dan panjangnya dari hulu sampai ke muaranya laut diperkirakan 53 km.
Pertanyaannya:
Hitung debit Kali Sunter sebelum ada Banjir Kanal Timur dengan menggunakan unit hidgograf
banjir untuk kala ulang 10 tahun, R10 = 168,74 mm/24 jam?
Solusinya :
1.
2.
3.
4.
1058
tc
=
15.04 jam
time lag, L
=
0, 6 tc (jam) = 9.02 jam
time to peak, Tp
=
0,7 tc (jam) = 10.53 jam
time base of rain fall segment, D
=
0, 2 tc = 3.01jam
base time, Tb
=
2, 17 tc = 32.64 jam
A
=
DAS (km2) = 166.60 km2
C1
=
koefisien runoff = 0.85
C2
=
reduction faktor = 0.80
A
=
A*C1*C2 = 0.68 A= 113.29 km2.
Berdasarkan parameter tersebut, kemudian dihitung debit unit hidrografnya, seperti
dalam Tabel 38.
Dari Tabel 38, kemudian dibuat grafik unit hidrografnya, seperti dalam Gambar 10.
Dari Gambar 10, tinggi puncak hidrografnya ada Qp = 300 m3/dt yang berarti debit
puncak Kali Sunter sebelum ada Banjir Kanal Timur untuk kala ulang 10 tahun.
Tabel 38. Debit Unit Hidrograf Kali Sunter Sebelum Ada Bajir Kanal Pada Bagian Hilir
Dari Banjir Kanal tc = 15.04 jam, R10 = 158,74 mm/hari; C1 = 0.85; C2 = 0.80; A =
166.60 km2; A = 113.29 km2
Time Base
Curah Hujan Kenaikan Time Lag Time to Peak Base Time
Waktu
Segment D =
Komulatif Curah Hujan L = 0.6 tc
Tp = 0.7 tc Tb = 2.17 tc
(jam)
0.2 tc (jam)
(mm)
(mm)
(jam)
(jam)
(jam)
1
D = 0.2 tc=
3,01
2
0
3,01
6,02
9,03
12,04
15,05
18,06
21,07
24,08
27,09
30,10
33,11
36,12
39,13
3
0
117,48
136,35
145,00
149,98
153,24
155,53
157,23
158,54
159,58
160,43
161,14
161,73
162,24
Debit Unit
Hidrog.
(m3/dt)
117,48
18,87
8,65
4,99
3,25
2,29
1,70
1,31
1,04
0,85
0,71
0,59
0,51
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
9,02
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
10,53
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
32,64
262,90
42,23
19,35
11,16
7,28
5,12
3,80
2,94
2,33
1,90
1,58
1,33
1,14
1059
Kemiringan S1
A1
A1 =A2
Kemiringan saluran alam
Kemiringan S2
A2
Elev.Min
L
Gambar 11. Kemiringan Dasar Saluran ekuivalen
Bila :
1060
S3
Li
jumlah sub-DPS/DPSal
Si
Contoh soal :
Profil memanjang suatu saluran/sungai dengan elevasi dan jarak seperti dalam Tabel 39.
Gambar profil memanjang tersebut dapat dilihat dalam Gambar1.
Tabel 39. Profil memanjang suatu saluran/sungai dengan elevasi dan jarak
Jarak (m)
5000
10000
15000
20000
Elevasi
900
910
930
960
1000
1000
S1 = 0.005
S2 = 0,00375
S3 = 0,0041
S1
S
0.0
08
S2
960
940
4
Y=75 m
Elevasi (m)
980
S3
0.00
8
920
900
20
15
10
Jarak (km)
0.00 4
0.00 2
Gambar
12. Perhitungan
Kemiringan
Dasar
Saluran
Gambar
2 : Perhitungan
Kemiringan
Saluran
Pertanyaannya :
Hitung luas S1, S2 dan S3.
1061
Solusinya :
Elevasi maksimum dan minimum masing-masing 1000 m dan 900 m dan panjang
horizontal diantara keduanya 20.000 m. Sehingga kemiringan dasar saluran S1 =
100/20000= 0,005.
Luas profil memanjang saluran sama dengan luas profil saluran di bawah garis S2
yang besarnya dapat dilihat dalam Tabel 40.
Panjang
(m)
2
5000
5000
5000
5000
20000
Tinggi
Kemiringan
DS
Ordinat Kemiringan
3
4
10
10
30
20
60
30
100
40
5
0,0020
0,0040
0,0060
0,0080
Luas (m2)
Li/(Si^0,5)
6
25000
100000
225000
400000
750000
7
111.803,40
79.056,94
64.549,72
55.901,70
311.311,76
Kemiringan ekuivalen S3
1062
= 0,00413
Menyusun IDF curve untuk kota dengan kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun
dan 25 tahun.
Karena yang diperoleh data curah hujan harian, maka untuk menghitung kurva IDF
digunakan rumus Mononobe, sebagai berikut:
2/3
It=
Bila:
It = intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam).
t = lamanya hujan (jam).
R24 = curah hujan maksimum selama 24 jam (mm).
2.
Menyusun persamaan kurva IDF dari data curah hujan yang ada digunakan model regresi
berpangkat yang bentuknya sebagai berikut:
p,
q,
p=
Nilai
q=
1063
A=R
Contoh soal :
Diketahui data curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta,
Departemen Perhubungan. Data diperoleh dari 4 stasiun curah hujan yang berada di dalam
daerah aliran Kali Krukut dan sekitarnya dengan kurun waktu 20 tahun, dimulai dari tahun 1981
hingga tahun 2000. Seperti terlihat dalam Tabel 41.
Ditanyakan :
1)
2)
Menyusun IDF curve untuk kota dengan kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun
dan 25 tahun untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan 300 menit?
Menghitung persamaan IDF curve untuk kota dengan kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10
tahun, 20 tahun dan 25 tahun untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan
300 menit?
Solusinya :
1)
1064
Menyusun IDF curve untuk kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan 25 tahun
untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan 300 menit.
Data curah hujan maksimum harian rata-rata dihitung dengan metode aritmatik dan
hasilnya seperti dalam Tabel 1.
Dari Tabel 1, kemudian diolah sehingga seperti dalam Tabel 2 dan Tabel 3 yang
hasilnya diketahui curah hujan untuk:
o Kala ulang 2 tahun, 98,60 mm/jam.
o Kala ulang 5 tahun, 127,26 mm/jam.
o Kala ulang 10 tahun, 146,23 mm/jam.
Tabel 41. Tinggi Curah Hujan Harian Maksimum pada St. BMG, St. Bakubuwono, Pasar
Depok
Tabel 1. Tinggi Curah Hujan Harian Minggu
Maksimum
Pada St.BMG, St. Bakubuwono,
Pasar Minggu dan Depok
No.
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Tahun
2
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Jumlah
Tinggi Rata-Rata Curah Hujan
Tinggi
Kecil ke
Rata-rata
Besar
7
8
97,50
50,00
79,75
67,50
75,25
75,25
67,50
79,00
79,00
79,75
90,00
82,25
87,00
87,00
50,00
90,00
82,25
97,50
101,00
101,00
102,00
102,00
137,00
109,50
124,75
111,75
131,75
115,50
116,50
116,50
153,00
124,75
109,50
131,75
140,25
137,00
115,50
140,25
111,75
153,00
2051,25
2051,25
102,56
102,56
Dari hasil tersebut di atas, kemudian dihitung intensitas curah hujan dengan
persamaan Mononobe untuk kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan 25
tahun untuk masing-masing durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan 300
menit yang hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 42.
Hasil dari Tabel 42, kemudian digambar grafiknya seperti terlihat dalam Gambar 1.
1065
No.
Probalitas (%)
1
2
(Xi X)
(Xi - X)2
97.5
50.00
-52.56
2762.55
79.75
67.50
-35.06
1229.20
75.25
75.25
-27.31
745.84
19.05
67.50
79.00
-23.56
555.07
23.81
79.00
79.75
-22.81
520.30
28.57
90.00
82.25
-20.31
412.50
33.33
87.00
87.00
-15.56
242.11
38.10
50.00
90.00
-12.56
157.75
42.86
82.25
97.50
-5.06
25.60
10
47.62
101.00
101.00
-1.56
2.43
11
52.38
102.00
102.00
-0.56
0.31
12
57.14
137.00
109.50
6.94
48.16
13
61.90
124.75
111.75
9.19
84.46
14
66.67
131.75
115.50
12.94
167.44
15
71.43
116.5
116.50
13.94
194.32
16
76.19
153.00
124.75
22.19
492.40
17
80.95
109.50
131.75
29.19
852.06
18
85.71
140.25
137.00
34.44
1186.11
19
90.48
115.5
140.25
37.69
1420.54
20
95.24
111.75
153.00
50.44
2544.19
Rata-rata (Xi)
Kecil ke Besar
4.76
9.52
14.29
21
22
Jumlah
2051.25
Simpangan Baku S = 26.80
1066
2051.25
0.05
13643.36
Rata-rata Nilai X = 102.56
Tabel 43. Nilai Curah Hujan Harian MaksimumTahunan Untuk Kala Ulang 2, 5, 10, 20
dan 25 Tahun
No.
1
1
2
3
4
5
Kala Ulang
Nilai (mm/hari)
Sample 20 tahun
Nilai
Nilai
Curah Hujan
(tahun)
Yn
Sn
Yt=
K=
Xt (mm/hari) =
2
2
5
10
20
25
3
102.56
102.56
102.56
102.56
102.56
4
26.80
26.80
26.80
26.80
26.80
5
0.523
0.523
0.523
0.523
0.523
6
1.06
1.06
1.06
1.06
1.06
7
0.3665
1.4999
2.2504
2.9702
3.1985
8
-0.1476
0.9216
1.6296
2.3087
2.5241
9
98.60
127.26
146.23
164.43
170.21
Tabel 44. Intensitas Curah Hujan Menurut Mononobe Untuk Kala Ulang, 2,5,10,20 dan
25 Tahun
Kala Ulang
Durasi
No.
R2= 98,60 R5=127,26 R10= 146,23 R20= 164,43 R25 = 170,21
(menit)
mm/jam
mm/jam
mm/jam
mm/jam
mm/jam
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
5
10
15
20
30
45
60
120
240
300
3
179,17
112,87
86,14
71,10
54,26
41,41
34,18
21,53
13,57
11,69
4
231,25
145,68
111,17
91,77
70,03
53,45
44,12
27,79
17,51
15,09
5
265,72
167,39
127,74
105,45
80,47
61,41
50,70
31,94
20,12
17,34
6
298,79
188,23
143,64
118,57
90,49
69,06
57,00
35,91
22,62
19,50
7
309,29
194,84
148,69
122,74
93,67
71,48
59,01
37,17
23,42
20,18
2)
Menghitung persamaan IDF curve untuk kota dengan kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10
tahun, 20 tahun dan 25 tahun untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan
300 menit dengan metode regresi berpangkat.
1067
Contoh soal
Ada grafik IDF seperti pada Gambar 1untuk kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan
25 tahun masing-masing untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 120, 180, 240, dan 300 menit.
Pertanyaannya:
Hitung persamaan IDF kurvanya dengan metode regresi berpangkat untuk kala ulang 2 tahun, 5
tahun, 10 tahun, 20 tahun dan 25 tahun masing-masing untuk durasi 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60,
120, 180, 240, dan 300 menit ?
Solusinya :
1.
Susun daftar durasi dan intensitas untuk kala ulang 2 tahun seperti dalam Tabel 45
No.
Durasi
(menit)
(X)
R2= 98,60
mm/jam;
(Y)
P=logY
q=log X
(P-Prata)
(q-qrata)
(PPrata)2
(qqrata)2
(P-Prata)
(q-qrata)
10=8x9
179,17
2,253
0,699
0,602
-0,903
0,363
0,815
-0,544
10
112,87
2,053
1,000
0,402
-0,602
0,161
0,362
-0,242
15
86,14
1,935
1,176
0,284
-0,426
0,081
0,181
-0,121
20
71,10
1,852
1,301
0,201
-0,301
0,040
0,091
-0,060
30
54,26
1,734
1,477
0,083
-0,125
0,007
0,016
-0,010
45
41,41
1,617
1,653
-0,034
0,051
0,001
0,003
-0,002
60
34,18
1,534
1,778
-0,117
0,176
0,014
0,031
-0,021
120
21,53
1,333
2,079
-0,318
0,477
0,101
0,228
-0,152
240
13,57
1,132
2,380
-0,519
0,778
0,269
0,606
-0,404
10
300
11,69
1,068
2,477
-0,583
0,875
0,340
0,766
-0,510
16,512
16,021
0,002
0,001
1,377
3,098
-2,065
Jumlah
Prata=
1,651
qrata=
1,602
1068
Koefisien
koreksi
= 1,651dan qrata=
R
= 1,602
=
=-1
p=
q=
=0,667
=-1x0,667=-0,667
=0,153
0,5
p=0,391
=0,3440,5=0,586
2.
Susun daftar durasi dan intensitas untuk kala ulang 5 tahun seperti dalam Tabel 46
1069
Tabel 46. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala
Ulang 5 tahun
No.
Durasi
(menit)
(X)
R5=
127,26
mm/jam;
(Y)
3
P=logY
q=log X
(P-Prata)
(qqrata)
(PPrata)2
(qqrata)2
(P-Prata)
(q-qrata)
10=6x7
231,25
2,364
0,699
0,602
-0,903
0,363
0,815
-0,544
10
145,68
2,163
1,000
0,401
-0,602
0,161
0,362
-0,242
15
111,17
2,046
1,176
0,284
-0,426
0,081
0,181
-0,121
20
91,77
1,963
1,301
0,201
-0,301
0,040
0,091
-0,060
30
70,03
1,845
1,477
0,083
-0,125
0,007
0,016
-0,010
45
53,45
1,728
1,653
-0,034
0,051
0,001
0,003
-0,002
60
44,12
1,645
1,778
-0,117
0,176
0,014
0,031
-0,021
120
27,79
1,444
2,079
-0,318
0,477
0,101
0,228
-0,152
240
17,51
1,243
2,380
-0,519
0,778
0,269
0,606
-0,404
10
300
15,09
1,179
2,477
-0,583
0,875
0,340
0,766
-0,510
Jumlah
17,620
16,021
0,000
0,001
1,377
3,098
-2,065
Prata=
1,762
qrata=
1,602
Koefisien
1070
koreksi
= 1,762dan qrata=
R
= 1,602;
=
=-1
p=
q=
=0,667
=-1x0,667=-0,667
=0,153
0,5
p=0,391
=0,3440,5=0,586
3.
Susun daftar durasi dan intensitas untuk kala ulang 10 tahun seperti dalam Tabel 47
Koefisien
koreksi
= 1,602
=-1
0,5
=0,153
p=0,391;
=0,667
=-1x0,667=-0,667
q=
=0,3440,5=0,586
1071
Tabel 47. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala
Ulang 10 tahun
No.
Durasi
(menit)
(X)
R5=
146,23
mm/jam;
(Y)
3
(P-Prata)
(q-qrata)
q=log X
(P-Prata)
(q-qrata)
(P-Prata)
10=6x7
265,72
2,424
0,699
0,602
-0,903
0,363
0,815
-0,544
10
167,39
2,224
1,000
0,402
-0,602
0,161
0,362
-0,242
15
127,74
2,106
1,176
0,284
-0,426
0,081
0,181
-0,121
20
105,45
2,023
1,301
0,201
-0,301
0,040
0,091
-0,061
30
80,47
1,906
1,477
0,084
-0,125
0,007
0,016
-0,010
45
61,41
1,788
1,653
-0,034
0,051
0,001
0,003
-0,002
60
50,70
1,705
1,778
-0,117
0,176
0,014
0,031
-0,021
120
31,94
1,504
2,079
-0,318
0,477
0,101
0,228
-0,152
240
20,12
1,304
2,380
-0,518
0,778
0,269
0,606
-0,403
10
300
17,34
1,239
2,477
-0,583
0,875
0,340
0,766
-0,510
Jumlah
18,223
16,021
0,003
0,001
1,377
3,098
-2,065
Prata=
1,822
qrata=
1,602
(q-qrata)
P=logY
Y = 778,04 X-0,667
4.
1072
Susun daftar durasi dan intensitas untuk kala ulang 20 tahun seperti dalam Tabel 48
= 1,602
Koefisien
koreksi
=-1
Tabel 48. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala
Ulang 20 tahun
No.
Durasi
(menit)
(X)
R20=
164,43
mm/jam
; (Y)
3
10
P=logY
(q-qrata)
(P-Prata)
(q-qrata)
10=6x7
298,79
2,475
0,699
0,602
-0,903
0,363
0,815
-0,544
188,23
2,275
1,000
0,402
-0,602
0,161
0,362
-0,242
15
143,64
2,157
1,176
0,284
-0,426
0,081
0,181
-0,121
20
118,57
2,074
1,301
0,201
-0,301
0,040
0,091
-0,060
30
90,49
1,957
1,477
0,084
-0,125
0,007
0,016
-0,010
45
69,06
1,839
1,653
-0,034
0,051
0,001
0,003
-0,002
60
57,00
1,756
1,778
-0,117
0,176
0,014
0,031
-0,021
120
35,91
1,555
2,079
-0,318
0,477
0,101
0,228
-0,152
240
22,62
1,354
2,380
-0,519
0,778
0,269
0,606
-0,404
10
300
19,50
1,290
2,477
-0,583
0,875
0,340
0,766
-0,510
Jumlah
18,733
16,021
0,003
0,001
1,377
3,098
-2,065
Prata=
1,873
qrata=
1,602
p=
q=
=0,667
=-1x0,667=-0,667
=0,153
0,5
p=0,391
=0,3440,5=0,586
1073
Y = 874,98 X-0,667
5.
Susun daftar durasi dan intensitas untuk kala ulang 25 tahun seperti dalam Tabel 49
Koefisien
koreksi
= 1,602
=-1
Tabel 49. Perhitungan Model Regresi Berpangkat Intensitas Hujan dan Durasi Kala
Ulang 25 tahun
No.
Durasi
(menit)
(X)
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
5
10
15
20
30
45
60
120
240
300
R25=
170,21
mm/jam;
(Y)
P=logY
q=log X
(PPrata)
(qqrata)
(P2
Prata)
(q-qrata)
3
309,29
194,84
143,64
122,74
93,67
71,48
59,01
37,17
23,42
20,18
Jumlah
4
2,490
2,290
2,157
2,089
1,972
1,854
1,771
1,570
1,370
1,305
18,868
5
0,699
1,000
1,176
1,301
1,477
1,653
1,778
2,079
2,380
2,477
16,021
6
0,603
0,403
0,270
0,202
0,085
-0,033
-0,116
-0,317
-0,517
-0,582
-0,002
7
-0,903
-0,602
-0,426
-0,301
-0,125
0,051
0,176
0,477
0,778
0,875
0,001
8
0,364
0,162
0,073
0,041
0,007
0,001
0,013
0,100
0,268
0,339
1,369
9
0,815
0,362
0,181
0,091
0,016
0,003
0,031
0,228
0,606
0,766
3,098
Prata=
qrata=
Sumber: Analisa konsultan
1074
1,887
1,602
(P-Prata)
(q-qrata)
10=6x7
-0,545
-0,242
-0,115
-0,061
-0,011
-0,002
-0,020
-0,151
-0,403
-0,509
-2,059
0,5
=0,152
p=0,390;
=0,665
=-1x0,665=-0,665
q=
=0,3440,5=0,586
Bila :
Ceq
C1, C2,C3,Cn
Contoh soal :
1075
Suatu komplek perumahan mempunyai luas DPSal = 30 ha terdiri dari beberapa daerah subDPSal seperti terlihat dalam Gambar 13 yang mempunyai koefisien pengaliran, C seperti
terlihat dalam Tabel 50.
Pertanyaannya :
Hitung koefisien pengaliran ekuivalen, Ceqiv pada saluran yang bersangkutan ?
Solusinya :
1076
300 m
200 m
A1
200 m
B4
A2
B2
300 m
B3
300 m
5
200 m C4 C
C2
C3
200 m
8
E1
E4
300 m
A3
200 m
C1
200 m
B1
A4
D1
9
300 m
E2
D4
D2
300 m
D3
E3
10
200
11
12
50
300 m
Sungai
0
Gambar
1 : Skets
Sistem
Drainas
e Perkotaan
Gambar
13. Skets
Sistem
Drainase
Perkotaan
1077
Luas DPSal
Koefisien Pengaliran
1
1
3
4
5
6
7
Ruas
Saluran
2
1-2
1-4
4-3
4-8
8-9
8-10
10-11
A4;C4;E4;E3
1;1;1;1
9
10
11
12
13
14
15
7-2
7-6
6-5
6-12
12-11
B1
B2
B3;D1
B2;D2
B2;D2;D3
2,25
2,25
2,25;2,25
2,25;2,25
2,25;2,25;2,25
2,25
2,25
4,5
4,5
6,75
16
2-3
A1;A2;B1;A3
1;1;2,25;1
5,25
17
3-5
A1;A2;B1;B4;
A3;C1
1;1;2,25;2,25;1;
1
8,5
18
5-9
A1;A2;B1;B4;
C1; C2;A3;B3
1;1;2,25;2,25;1;
1;1;2,25
11,75
19
9-11
20
11-0
DPSal (ha)
Luas
3
A1
A4
A3; C1
C4; A4
C3; E1
A4;C4;E4
4
1
1
1; 1
1; 1
1; 1
1;1;1
Luas
eqiv
5
1
1
2
2
2
3
A1;A2;B1;B4;
1;1;2,25;2,25;1;
C1;
1;1;2,25;2,25;1;
C2;C3;A3;B3;
1;1;2,25
D1;D4;E1;E2
A1;A2;A3;A4;
B1;B2;B3;B4; 1;1;1;1;1;1;1;1;1
C1;C2;
;1;1;1;2,25;2,25;
C3;C4;E1;E2;E 2,25;2,25;2,25;2
3;E4;D1;D2;D
,25;2,25;2,25
3;D4
1078
19,25
30
Ceqiv
10
0,60
0,65
0,7; 0,6
0,8; 0,7
0.70; 0,8
0,7;0,8;0,65
0,7;0,8;0,65;0,
80
11
0,60
0,65
0,65
0,75
0,75
0,72
0,8
0,7
0,7;08
0,7;0,70
0,7;0,70;0,70
0,8
0,7
0,75
0,70
0,70
0,60;0,80;0,80
;0,70
0,60;0,80;0,80
; 0,70;
0,80;0,80
0,60;0,80;0,80
; 0,80;0,8;0,8;
0,70;0,70
0,60;0,80;0,80
; 0,80;0,8;0,8;
0,70;0,70;0,7;
0,8;0,8;0,8;0,8
0,60;0,8;0,7;0,
65;0,8;0,7;0,7
0,8;0,8;0,8;0,7
0,8;0,8;0,7;0,7
0,8;0,8;0,80,8;
0,65
0,74
0,74
0,64
0,82
0,69
0,72
1079
Contoh penanganan prioritas penentuan daerah genangan dapat dilihat dalam Tabel 51.
halaman kosong
1080
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN 4
ANALISIS HIDRAULIKA
halaman kosong
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ii
LAMPIRAN 1-HI: Penampang Basah Saluran ....................................................................... 1081
LAMPIRAN 2-HI: Kecepatan Aliran ..................................................................................... 1085
LAMPIRAN 3-HI: Kekasaran Ekivalen (ne)........................................................................... 1088
LAMPIRAN 4-HI : Klasifikasi Aliran Berdasar Bilangan Reynolds ..................................... 1091
LAMPIRAN 5-HI: Klasifikasi Aliran Berdasar Bilangan Froude .......................................... 1093
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
ii
Bila:
a
=
=
=
- sin )
Penjelasan:
1081
atau
bagian radial).
atau
Kecepatan rata-rata yang paling besar (Vmaks), jika luas profil basah, A,
mempunyai harga jari-jari hidrolis, R yang terbesar. Dengan lain perkataan,
kecepatan aliran terbesar akan ada jika:
Setelah dihitung terdapat = 2570 30, sedangkan sin 257,50 = - sin 770 30 jadi:
atau
Aliran atau debit terbesar (Q) terjadi apabila dQ/d = 0, ini berarti bahwa:
Q terbesar akan terdapat, jika terdapat = 3080 9 (hasil hitungan).
1082
(2)
Pada pipa yang terisi penuh air, banyaknya aliran atau debit:
th
tm
Luas profil basah berbentuk trapesium dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Bila:
A
B
h
T
m
t
(3)
=
=
=
=
=
=
1083
Bila:
A
B
h
T
m
t
(4)
=
=
=
=
=
=
Bila:
1084
A
B
h
T
m
t
=
=
=
=
=
=
Rumus Chezy
V=C
,
Bila :
V = kecepatan aliran dalam m/dt
C = koefisien Chezy
R
Rumus Bazin
Bazin mengusulkan rumus berikut ini:
C=
1085
gB
0,06
0,16
0,46
0,85
1,30
1,75
3)
Rumus Manning
Seorang ahli dari Islandia, Robert Manning mengusulkan rumus berikut ini:
C=
2/3
Bila:
1086
Koefisien Manning, n
0,014
0,010
0,013
0,015
0,025
0,022
0,030
0,040
0,040
4)
Rumus Strickler
Strickler mencari hubungan antara nilai koefisien n dari rumus Manning sebagai fungsi
dari dimensi material yang membentuk dinding saluran. Untuk dinding saluran dari
material yang tidak koheren, koefisien Strickler, ks diberikan oleh rumus:
ks =
V = ks R2/3I1/2
Contoh soal:
Saluran segiempat dengan leba B = 6 m dan kedalaman air h = 2 m dan kemiringan dasar
saluran I =0,001.
B
Pertanyaannya:
1)
2)
3)
4)
Solusinya :
1087
1)
2)
V=C
= 50 x
= 1,73 m/dt
Koefisien Chezy dihitung dengan rumus Bazin:
C=
3)
4)
,=C=
V= C
= 75,92
= 75,92 x
Rumus Manning, V =
= 2,63 m/dt
2/3 1/2
==
n1
n2
h
n3
Bila:
n
Pt
ni
Pi
1088
=
=
=
=
2)
Bila:
Qt
At
Rt
S
neq
=
=
=
=
=
)
Contoh soal:
Sebuah saluran drainase berbentuk trapesium dengan kemiringan dasar saluran S = 0,001dengan
dalam 1 m dan lebar dasar saluran B = 4 m, seperti dalam Gambar 2.
2m
2m
n1=0,015
A
1:2
p1
n2=0,016
B
1m
n3=0,015
C
1:2
p3
Elevasi DS +63.24
p2
4m
p=p1+p2+p3
1089
Pertanyaannya:
1)
2)
Solusinya :
Nilai untuk luas sub-profil basah, keliling basah dan jari-jari hidraulis dapat dilihat
dalam Tabel 3.
Luas
A(m2)
2
1
4
1
6
Keliling Basah
(m),pi
3
2,236
4,00
2,236
8,472
Jari-Jari
Hidraulis,Ri
4
0,447
1,00
0,447
0,708
Luas
A(m2)
Keliling
Basah
(m)
Jari-Jari
Hidraulis
1
A
B
C
Jumlah
2
1
4
1
6
3
2,236
4,00
2,236
8,472
4
0,447
1,00
0,447
0,708
1090
Koefisien
Kekasaran
Manning, n
5
0,015
0,016
0,015
1/ni*Ai*R^2/3
At*Rt^2/3
6
38,99
250,00
38,99
327,97
7
4,77
Besarnya nilai koeefisien kekasaran Manning, neqiv = 0,0145 (kolom 7 dibagi kolom
6);
Angka Reynolds, Re = =
Bila:
Re =
V =
D =
=
R =
, untuk pipa
, untuk saluran terbuka
Contoh soal 1:
Air mengalir melalui pipa berdiameter 150 mm dan kecepatan 5,5 m/dt. Kekentalan kinematik
air , = 1,3x10-6 m2/dt.
Pertanyaannya :
Selidiki tipe aliran !
Solusinya :
1091
Contoh soal 2:
Pipa berdiameter 15 cm mengalirkan minyak dengan kecepatan 50 cm/dt. Kekentalan kinemetik
minyak, =19 cm2/dt.
Pertanyaannya:
Selidiki tipe aliran !
Solusinya :
Contoh soal 3:
Air mengalir melalui saluran beton bertulang berbentuk segiempat dengan dalam 2 m dan
lebar 3 m, seperti Gambar 8, dengan kecepatan 2,5 m/dt. Kekentalan kinemetic air , = 1,3x10-6
m2/dt.
Beton Bertulang
2m
3m
Gambar 1 : Saluran Segiempat
1092
Pertanyaannya:
Selidiki tipe aliran?
Solusinya :
Bila :
V
= kecepatan aliran dalam m/dt
b)
c)
d)
e)
f)
1093
g)
Kecepatan kritis, Vc =
h)
segiempat
Untuk saluran dengan bentuk trapesium dimana :
Luas penampang basah, A = (B + my)y;
- untuk saluran
maka
atau
Ic =
Io<Ic -aliran adalah sub-kritik dan kemiringan dasar disebut landai (mild)
Io>Ic - aliran adalah super-kritik dan kemiringan dasar disebut curam
Contoh Soal 1:
Saluran segiempat dengan lebar 5 m mengalirkan debit 20 m3/dt pada kedalaman normal 2,0 m.
Koefisien Manning, n= 0,025.
Pertanyaannya:
Tentukan kemiringan dasar saluran, kedalaman kritis, angka Froude dan tipe aliran?
Solusinya:
1094
Jari-jari hidraulis:R=
20 = 10
-- I = 0,00217
= 1,177 m
Kedalaman hidraulis, D = =
Froude number, Fr =
2m
=0,452
Contoh Soal 2:
Saluran trapesium dengan lebar dasar 2,0 m dan kedalaman aliran 1,0 m mempunyai kemiringan
tebing 1:1. Kemiringan dasar saluran adalah 0,005 dan koefisien Manning, n=0,022.
Pertanyaannya:
Hitung debit aliran dan tentukan tipe aliran?
Solusinya:
Q=
= 7,019 m3/dt
1095
Contoh Soal 3:
Saluran trapesium dengan lebar dasar 15 m dan kemiringan tebing 1:1 mengalirkan debit 100
m3/dt. Koefisien Manning,n=0,02.
Pertanyaannya:
Hitung kedalaman kritis dan kemiringan kritis dari aliran tersebut?
Solusinya:
Jari-jari hidraulis, R = =
=15+2yc
==
Kedalaman hidraulis: Dc =
Jari-jari hidraulis, R =
1096
= 1,451 m
= 1,353 m
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN 5
ANALISIS STRUKTUR
halaman kosong
218
0,40 m
0,20
1,50 m
P
0,7m
0,20
Pap
Pap
Pa1
0,60
Pp
0,80m
G4
ghKa
pKa
6,00 m
G2
G1
1097
Pa
Pap
No.
Irisan
1
1
2
3
4
11
2
G1
G2
G3
G4
Jumlah
Berat
Sendiri
(G)
3
0,960
0,680
1,360
1,200
4,200
Jarak
Horizontal ke
Titik A (a. m)
Lengan
Jarak
4
a1
a2
a3
a4
5
3,40
3,53
3,20
3,00
Momen
G.a (ton)
6
3,264
2,403
4,352
3,600
13,619
Jarak
: Vertikal ke
Titik A (b. m)
Lengan
Jarak
7
b1
b2
b3
b4
8
0,10
0,77
0,77
0,10
Pertanyaannya :
1)
2)
3)
1098
Momen
: G.b
9
0,096
0,521
1,043
0,120
1,780
Solusinya :
1)
Keterangan :
Mg
Mh
Ka = tg2(450- /2)=0,333
Kp = tg2(450+ /2)=tg2(45+30/2)=tg260=1,732^2=3
Ka =0,333
Kp = 3;
Perhitungan jumlah kedua momen tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Dari hasil
Tabel 2 dapat diketahui:
1099
No. Urut
No.
Irisan
Muatan/Gaya (ton)
Vertikal/horizontal
Lengan
Jarak
4,200
a.
3,24
Pp
0,972
b3
0,20
Jumlah
No. Urut
No.
Irisan
Muatan/Gaya (ton)
Momen Yang
Menahan, Mv, (tm)
6
Lengan horizontal
2)
13,608
0,194
13,802
Horizontal
Jarak
Momen Yang
Menggulingkan, Mh,
(tm)
lengan vertikal
Pa1
1,585
b1
0,37
0,581
Pap
0,613
b2
0,75
0,460
Jumlah
2,198
1,041
>1,5
1100
= 300
c.
= 0,4
Sehubungan dengan rumus di atas, dari Tabel 2 diketahui hal-hal sebagai berikut :
V
Tg
B
Pp
Pa
Pap
=
=
=
=
=
=
4,2 ton
tg 300
3,8 m (lebar dasar)
0,972 ton
1,585 ton
0,613 ton
Sfgeser =
=1,14 m
max =
1101
Dari hasil penelitian, diketahui berat jenis tanah, g = 1,8 t/m3, dan mempunyai sudut
geser, = 300, berat jenis pasangan batu kali, b=2 t/m3, tegangan tanah yang diizinkan,
izin = 2,5 kg/cm2.
Ukuran dalam cm
150
h=500 cm
Pq
G1
Dasar saluran
Pa
b2
230
120
b3
G2
a1
Pp
b1
M
250
A
b1=167 cm
b2= 250 cm
b3= 40 cm
a3
g h Ka
G3
a2
g
Gambar 2
Pertanyaan 1:
Apabila saluran dalam keadaan kosong, tidak ada air
Pertanyaannya :
1)
2)
3)
Solusinya :
1)
1102
p Ka
h
Beban yang bekerja pada konstruksi tersebut, adalah berat sendiri, tekanan tanah
aktif, tekanan tanah pasif dan beban merata di atas tembok penahan q= 0,5t/m2.
Gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut adalah :
Hasil perhitungan momen tahanan dan momen guling dapat dilihat dalam Tabel 3.
Dari Tabel 3, diketahui jumlah momen guling, Mg = 14,594 tm, sedangkan momen
yang menahannya, Mv = 24,42 tm, sehingga nilai keamanannya, n = Mv/Mg =
24,42/14,594 = 1,67>1,5 - konstruksi aman.
Tabel 3. Perhitungan Momen Guling dan Momen Tahanan
2)
Momen
Tahanan,
Mv, (tm)
6
9,69
Momen
Guling, Mg,
(tm)
7
No.
Urut
No. Irisan
Muatan/Gaya
(ton)
1
1
2
G1
3
11,40
G2
3,04
a2
1,8667
5,675
G3
6,00
a3
1,25
7,50
G=
20,44
Pp
3,888
b3
0,4
1,56
Mv=
Pq
0,833
b2
2,5
2,081
Pa
7,493
b1
1,67
12,512
Mg=
24,420
14,594
1103
Sfgeser =
>1,5
Sfgeser =
= 300
c.
= 0,4
Sehubungan dengan rumus di atas, dari Tabel 3 diketahui hal-hal sebagai berikut :
V
Tg
B
Pp
Pa
Pq
=
=
=
=
=
=
20,44 ton
tg300
2,50 m (lebar dasar)
3,888 ton
7,493 ton
0,833 ton
Sfgeser=
=0,77 m
Tekanan ke tanah dihitung dengan rumus :
max =
1104
150
360
380
Tekanan
air
h=500 cm
Pw
Pq
G1
b4
b2
230
Dasar saluran
120
b3
Pa
G2
a1
Pp
250
A
b1=167 cm
b2= 250 cm
b3= 40 cm
b1
a3
g h Ka
p Ka
G3
a2
a4
Pup
Tekanan Uplift
a3=125 cm
g = 1800 kg/m3
Gambar 3
1105
Pertanyaan 1:
Apabila saluran dalam keadaan terisi air
Pertanyaannya :
1) Analisa kesetabilan terhadap guling?
2) Analisa ketahanan terhadap geser?
3) Analisa daya dukung tanah pada dasar tembok?
Solusinya :
1)
Hasil perrhitungan momen tahanan dan momen guling dapat dilihat dalam Tabel 4.
Dari Tabel 4, diketahui jumlah momen guling, Mg= 18,344 tm, sedangkan momen
yang menahannya, Mv=66,40 tm, sehingga nilai keamanannya, n= Mv/Mg =
66,4/18,344 = 3,62>1,5 - konstruksi aman.
1106
No. Irisan
Momen
Tahanan,
Mv, (tm)
G1
11,40
a1
0,85
9,69
G2
3,04
a2
1,87
5,675
G3
6,00
a3
1,25
7,50
G=
20,44
Pp
3,888
b3
0,4
1,56
Pw
6,48
b4
6,48
41,99
Momen
Guling, Mg,
(tm)
Mv=
Pq
0,833
b2
2,5
2,081
Pa
7,493
b1
1,67
12,512
Pup
4,500
a4
0,83
3,750
66,410
Mg=
V=
2)
Muatan/Gaya
(ton)
18,344
15,94
>1,5
Sfgeser =
= 300
c.
= 0,4
Sehubungan dengan rumus di atas, dari Tabel 4 diketahui hal-hal sebagai berikut:
V
Tg
B
Pp
Pa
Pq
=
=
=
=
=
=
20,44 ton
tg300
2,50 m (lebar dasar)
3,888 ton
7,493 ton
0,833 ton
1107
Pw
Pup
= 6,48 ton
= 4,50 ton
Sfgese r=
=(15,94x0,577+2,5x0,4+3,888+6,48)/(7,493+0,833) = 2,35
=1,76 m
Tekanan ke tanah dihitung dengan rumus:
max =
1108
BAHAN AJAR
DISEMINASI DAN SOSIALISASI KETEKNIKAN
BIDANG PLP SEKTOR DRAINASE
LAMPIRAN 6
ANALISIS EKONOMI
halaman kosong
Tujuan dari analisa proyek (Pengantar Evaluasi Proyek, Clive Gray; Lien K.Sabur;
Payaman Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella; Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1988)
adalah:
(i)
2)
3)
Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu
proyek.
(ii) Sejalan dengan (i) menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan
menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.
(iii) Mengadakan penilaian terhadap kesempatan investasi yang ada sehingga kita dapat
memilih alternative proyek yang paling menguntungkan.
(iv) Sejalan dengan (iii) untuk menentukan prioritas investasi.
Macam-Macam Kriteria Investasi (Investment Criteria) antara lain adalah sebagai berikut:
(a) Net Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV)
(b) Internal Rate of Return (IRR)
(c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Analisa finansial atau perhitungan privat bila yang berkepentingan langsung dalam
benefit dan biaya-biaya proyek adalah individu-individu atau pengusaha. Dalam hal ini,
yang dihitung sebagai benefit adalah apa yang diperoleh orang-orang atau badan-badan
swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek itu saja.
4)
Analisa ekonomi atau perhitungan sosial, bila yang berkepentingan langsung dalam
benefit dan biaya proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam
hal ini kita menghitung seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil dari
proyek dan semua biaya yang terpakai untuk itu lepas dari siapa dalam masyarakat yang
menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut.
5)
Pada dasarnya perhitungan dalam analisa privat atau analisa finansial dan analisa sosial
berbeda dalam lima hal yaitu dalam hal penggunaan:
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
6)
Harga
Perhitungan pajak
Subsidi
Biaya investasi dan perlunasan hutang serta
Bunga.
Perbedaan dalam penggunaan untuk kedua analisa finansial dan analisa ekonomi dapat
dilihat dalam Tabel 1.
1109
Tabel 1.
Perbedaan Penggunaan Kedua Analisa Dalam Perhitungan Terhadap 5 Komponen
No.
1
1
Komponen
Perhitungan
2
Harga
Pajak
Subsisdi
Biaya
Investasi dan
Perlunasan
Pinjaman
Bunga
Analisa Finansial/Analisa
Privat
3
Harga pasar untuk produksi
maupun hasil produksi dari
proyek
Bagian dari benefit yang
dibayarkan kepada intansi
pemerintah; dengan kata
lain: pajak harus
dikurangkan dari benefit
Penerimaan subsidi berarti
pengurangan biaya yang
harus ditanggung oleh
pemilik proyek; oleh karena
itu subsisdi mengurangi
biaya
Modal saham si penanam
modal; modal pinjaman tidak
dianggap sebagai biaya pada
saat dikeluarkan
Bunga atas pinjaman (dalam
atau luar negri) merupakan
biaya proyek; bunga atas
modal sendiri dianggap
sebagai benefit
7)
Shadow Prices (kadang-kadang disebut juga accounting prices), dapat dianggap sebagai
suatu penyesuaian yang dibuat oleh si penilai proyek terhadap harga-harga pasar beberapa
faktor produksi atau hasil produksi tertentu, berhubung harga-harga pasar itu dianggap
tidak mencerminkan / mengukur biaya atau nilai sosial yang sebenarnya (yaitu yang
disebut dengan social opportunity cost) dari unsur-unsur atau hasil produksi tersebut.
8)
1110
(c)
9)
Sebagai patokan dalam analisa sosial / analisa ekonomi ialah apa saja yang
menambah barang-barang konsumsi atau yang secara langsung atau tidak langsung
menambah barang-barang konsumsi sehubungan dengan proyek, digolongkan
sebagai benefit proyek. Sebaliknya apa saja yang mengurangi persediaan barangbarang konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan
proyek digolongkan sebagai biaya proyek.
Harga berlaku (current Prices):
10)
11)
12)
Benefit intangible tidak dapat dinilai dengan uang: kenaikan gizi, perasaan aman terhadap
banjir, ada jaminan pendapatan dan sebagainya.
13)
PV arus biaya =
NPV =
bila,
i
1/(1+i)t
Bt
1111
Ct
14)
Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate sosial yang membuat NPV proyek
sama dengan nol.
C0 B0 =
Istilah
, kemudian ------> 0 =
=0
tidak lain adalah net present value proyek berdasarkan discount rate
sosial; sebesar i.
Rumus IRR:
IRR =
15)
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif
(sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut).
Secara umum rumusnya adalah:
Net B/C =
1112
TIM PENYUSUN
PEMBINA
Ir. Djoko Mursito, M.Eng, MM
PENGARAH
Ir. Emah Sudjimah, MT
PENANGGUNG JAWAB
Ir. Susi MDS Simanjuntak, MT
Dadang Suryana, ST
PELAKSANA
Dr. Nyoman Suwartha
Prof. Dr. Ir. Suripin, M.Eng
Ir. Ramadhani Yanidar, MT
Ir. Dodi Krispratmadi, M.Env.E
R. Nuzulina Ilmiyati, ST, MT
Ir. RG Hari Susanto, CES
Ir. Susi MDS Simanjuntak, MT
Ir. Bona Panjaitan
Albert Reinaldo, ST, MSc
Friska Nur Afianti, ST
Sabbath Marchend, S.Si, MSc