Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing
yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum,
selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan
pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan
perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis
pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor
pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan
pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan
mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami.
Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien dalam
setiap
langkah-langkah
perioperatif.
Tindakan
perawatan
perioperatif
yang
Phases of Surgery
Phase
PRE OPERATIVE
Description
Typical activities
Begins with decision for surgery and ends Pre operative patient teaching,
when the patient in transfered to theskin preparation, medication
operating room; aims to prepare patient for administration
surgery
INTRA OPERATIVE Begins when patient is laced on the Surgical asepsis, minimazing
operating room bed and ends when thetraffic flow, maintaning patient
patient transferred to the postanesthesia caresafety
unit (PACU); aims to protect the patiens
during surgery
POST OPERATIVE Begins when the patient admitted to theMonitoring fluid intake dan
PACU and ends when surgery related output, assesing cardiac and
nursing care is no longer required; aims torespiratory function, meeting
alliviate the patients pain and nausea and nutritional and activity needs,
support the patient until normal physiologic providing guidace and return to
responses return
functional level.
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik
ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang
diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena,
melakukan
pemantauan
kondisi
fisiologis
menyeluruh
sepanjang
prosedur
3.
4.
pengkajian praoperatif
Koordianasi
penyuluhan terhadap
pasien dengan staf
keperawatan lain.
Menjelaskan fase-fase
dalam periode
perioperatif dan hal-hal
yang diperkirakan
terjadi.
Membuat rencana
asuhan keperawatan
Ruang Operasi :
1.
Mengkaji tingkat
kesadaran klien.
2.
Menelaah ulang
lembar observasi pasien
(rekam medis)
3.
Mengidentifikasi
pasien
4.
Memastikan daerah
pembedahan
Perencanaan :
1.
Menentukan rencana
asuhan
2.
Mengkoordinasi
pelayanan dan sumbersumber yang sesuai
(contoh: Tim Operasi)
Dukungan Psikologis :
1.
Memberitahukan pada
klien apa yang terjadi
2.
Menentukan status
psikologis
5.
Rumah/Klinik :
1.
Kaji persepsi pasien tentang
pembedahan dalam kaitannya
dengan agen anastesi,
damapak pada citra tubuh,
penyimpangan dan
immobilisasi
2.
Tentkan persepsi keluarga
tentang pembedahan.
3.
4.
Memberikan isyarat
sebelumnya tentang
rangsangan yang
merugikan, seperti :
nyeri.
Mengkomunikasikan
status emosional pasien
pada anggota tim
kesehatan yang lain
yang berkaitan.
2.
3.
4.
5.
Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2.
Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh :
Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
b.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain :
a.
Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c.
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium
serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 5 mmol/l) dan
kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait
erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d.
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus
pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
e.
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
f.
Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g.
2.
3.
2.
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar
pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak
lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat
batuk.
3.
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.
Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera
bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan
penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah
stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada
perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi
dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan
mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat
mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usis/penuaan dapat
mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena
itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat
menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum maturnya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase
penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi
nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi
tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks,
vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama
sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi.
Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak
optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan
komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan
kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien
obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk
penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang
b.
c.
d.
e.
Dan lain-lain
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA Status fisik
Mortality
grade
(%)
I
Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan 0,05
herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat
II
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit 0,4
yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis
dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami
appendiktomi
III
Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi 4,5
pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
IV
Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu 25
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard
V
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan 50
sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat
kehamilan di luar rahim pecah.
INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup
istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan
tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
NAMA PASIEN :
No. RM
:
UNIT RAWAT :
(L/P)
Yogyakarta, ........................2007
Mengetahui,
Dokter yang merawat,
__________________________
(tanda tangan dan nama lengkap)
lengkap)
__________________________
(tanda tangan dan nama
__________________________
__
(tanda tangan dan nama lengkap)
lengkap)
_________________________
(tanda tangan dan nama
2.
pembedahan.
Berbagai
alasan
yang
dapat
menyebabkan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan halhal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan
pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
1.
2.
3.
4.
5.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan
dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan
untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang
perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah
dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi,
persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa
tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun
(disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka
dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping.
Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang
digunakan steril dan tidak bocor.
Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan
harus di jaga kesterilannya.
Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan
kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat
tenun steril.
Teknik Drapping :
Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus
kering
Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun
steril tanpa perlindungan gaun operasi.
Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang
tidak steril.
Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop
bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum
tertutup.
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala
meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut
dianggap terkontaminasi.
Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan
tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun
pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan mental sangat diperlukan karena
kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang
dilakukan selama tahap persiapan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik
antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome
yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.
B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a.
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan,
baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan
tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua
implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi
dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b.
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik
pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep
tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan
antisepsis sehingga menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini
diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi
selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik
tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan
terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat
muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh
pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c.
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan
dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan
menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan
benda-benda non steril.
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan
memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi
operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien
ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika
mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a.
Daerah operasi
b.
Usia
c.
d.
Tipe anastesi
e.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan
penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi
:
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal
seperti : Hemmoiroidektomy
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan
tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat
mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga
sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis
dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3.
4.
Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan
infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1.
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi
pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3.
2.
3.
4.
2.
D. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi,
maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota
tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril
dan anggota tim non steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
b.
c.
b.
c.
d.
e.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka incisi)
Resiko injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan keperawatan yang bisa dilakukan antara lain :
1.
Posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk
menjamin keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat pembedahan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3.
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya
merasa kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut yang sesuai.
Kehilangan panas pada pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk
dilakukan operasi. Ketika jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara,
sehingga terjadi kehiilangan panas akan berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat
Membantu drainage
Drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari
tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka
dan menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe drain bedah yang dipilih
berdasarkan ukuran luka. Perawat bertanggung jawab mengkaji bahwa drain
berfungsi dengan baik. Darain bisaasanya dicabut bila produk drain sudah berkurang
dalam jumlah yang signifikan. Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk
darah lagi.
8.
Sesudah operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih, kemudian
memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim
operasi meghindari membawa pasien pasien tanpa pakaian, karena disamping
memalukan bagi pasien juga merupakan salah satu predisposisi terrjadinya
kehilangan panas, infeksi respirasi dan shock, mencegah luka operasi terkontaminasi
serta kenyamanan pasien. Hindari juga memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan
perubahan posisi yang terlalu sering yang merupakan predisposisi terjadinya
hipotensi. Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan secara bertahap, misalnya
dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan lateral. Saat
memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati dan mendapatkan
bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan pasien ke barnkard, pasien
ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk pengaman. Pengaman tempat tidur (side
rail) harus selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan
mengalami periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi
selama
operasi
bisa
muncul
sewaktu-waktu
selama
tindakan
pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan
hipertermi malignan.
Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian
obat-obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk
menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah
perdarahan pada bagian yang dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat
dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini
biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi yang mempengaruhi
sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang biasa
digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk
selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar
hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang
sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan penanganan yang adekuat
Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 37,5
o
C). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat
suhu rendah di kamar operasi (25 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin,
inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang
menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum,
dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 26,6 oC)
jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu
37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun
dan selimut yang kering. Penggunaann topi operasi juga dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan
tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun juga sampai saat pasca
operatif.
Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga
otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami hipermetabolisme. Akibatnya
akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring
terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas
darah.
di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan
keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi
(recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
1.
PEMINDAHAN
PASIEN
DARI
KAMAR
OPERASI
KE
RUANG
PEMULIHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan
khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler
dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien
pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi,
dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu
pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan
selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke
posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke
posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard
dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus
dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke
barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan
lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi
resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien.
Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi
dengan optimal.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
PENILAIAN
Nama
Ruangan
Tanggal
Nilai Akhir
:
Ahli bedah/Anasteshia
Perawat R.R
:
:
Area pengkajian
Score
Saat penerimaan
1 jam
Respirasi :
Kemampuan nafas dalam dan batuk
Upaya bernafas terbatas (dispneu)
Tidak adan upaya nafas spontan
2
1
0
2
1
0
Tingkat Kesadaran :
Orientasi baik dan respon verbal
positif
Terbangun ketika dipanggil namanya
Tidak ada respon
0
Warna kulit :
Warna dan penampilan kulit normal
Pucat, agak kehitaman, keputihan.
Ikterik
Sianosis
2
1
0
Aktivitas :
Mampu
menggerakkan
semua
ekstrimitas
Mampu menggerakkan hanya 2
ekstrimitas
Tak mampu mengontrol ektrimitas
Total
1
0
Setelah
2 jam
3
jam
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai
pengkajian post anastesi > 7-8.
2.
Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas
melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul
3.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1.
Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan
post anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan
diberikan pada pasien.
2.
Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini
penting untuk pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan
anastesi spinal maka posisi kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi
otot-otot pernafasan oleh obat-obatan anastesi, sedangkan untuk pasien dengan
anastesi umum, maka pasien diposisika supine dengan posisi kepala sejajar dengan
tubuh.
3.
memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya : pasien
mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi,
tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil.
Tidak perlu menunggu terlalu lama.
4.
(dengan melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena
dengan mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5.
berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih
layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6.
cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama
transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a.
Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber
daya manusia sampai dengan peralatannya.
e.
4.
a.
Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya.
Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal
setelah post operasi.
b.
Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan
jahitan.
c.
Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
d.
Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e.
Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan
dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a.
b.
Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih
detail.
2.
Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus
dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat
klien.
3.
Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial
dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
4.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada saat pasca operasi
a.
b.
c.
d.
Impaired skin integerity r.t surgical woud, drains abd wound infection
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Masalah kolaboratif :
a.
Perubahan perfusi
jaringan
sekunder terhadap
hipovolemia
dan
vasikontriksi
b.
Hipovolemia
c.
PK : infeksi
d.
Dan lain-lain
D. INTERVENSI KEPERWATAN
Secara umum intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien psot operasi
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Menghilangkan kegelisahan
5.
6.
7.
Menghilangkan cegukan
8.
9.
Menghindari cedera
Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok
nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai berikut :
Pucat
Kulit dingin, basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan darah
Urine pekat
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian cairan per IV dan
juga terapi pernafasan. Terapi obat yang diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik
(natrium sitroprusid), diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah
cairan kristaloid sperti ringer laktat dan koloid seperti terapi komponen darah,
albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan dengan memantau gas darah arteri,
fungsi pulmonal dan juga pemberian oksigen melalui intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologis,
Pembatasan penggunaan energi,
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi
terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang kuat
dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung.
Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
3.
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari
dan sindrom pasca flebitis.
4.
Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Atau juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah.
Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk
membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5.
Infeksi luka psot operasi seperti dehiseinsi dan sebaginya dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang
perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai
indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
6.
Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat menyebabkan
kegagalan multi organ.
7.
Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa
menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
8.
Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri
dan juga distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :
Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi
Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.
Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, EGC,
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga
University Press, Surabaya.