Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KIMIA DASAR

Menetapkan Kadar Clorin (Cl) Dalam Beras menggunakan


Metode Iodometri

Disusun Oleh:
Dyah Hayu P.

(13.0343)

Mega Argadia

(13.0373)

Metha Amellia

(15.0469)

Anggia Dyah A. (15.0483)

AKADEMI FARMASI THERESIANA


SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Jumlah penduduk negara Indonesia pada tahun 2014 merupakan negara terbesar

ke empat di dunia dengan jumlah penduduknya mencapai 253.609.643, dengan


jumlah tersebut Indonesia membutuhkan bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan
sehari- hari penduduknya. Beras dijadikan salah satu makanan pokok di Indonesia,
karena beras salah satu bahan makanan yang jumlahnya berlimpah di Indonesia,
mudah diolah, mudah disajikan, enak, dan mengandung protein sebagai sumber
energi pada tubuh sehingga berpengaruh besar terhadap aktivitas yang dilakukan
tubuh atau kesehatan (Ahmad,1990).
Makanan pada zaman sekarang ini di Indonesia banyak yang tidak murni lagi
dengan mengandung zat kimia tambahan yang berbahaya bagi tubuh kita. Manipulasi
mutu beras merupakan salah satu masalah yang sudah sering dilakukan dipedagang/
produsen seperti penyemprotan zat aromatik pada saat penggilingan serta penggunaan
bahan pemutih. Penggunaan bahan pemutih pada beras yang tidak jelas serta tidak
sesuai spesifikasi bahan tambahan yang diperbolehkan untuk bahan pangan, dan
konsentrasi pemakaian di atas ambang batas berbahaya bagi kesehatan manusia.
Klorin sering digunakan bukan hanya digunakan untuk bahan pakaian dan kertas saja,
melainkan sering digunakan sebagai bahan pemutih atau pengkilat pada beras, agar
beras yang berstandar medium menjadi beras berkualitas super sehingga dapat
mengikat perhatian masyarakat untuk membelinya (Darniadi, 2010).
Klorin merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pembunuh
kuman. Wujud dari klorin yaitu gas berwarna kuning kehijauan dengan bau cukup
menyengat Asam hipoklorus akan terbentuk apabila zat klorin bereaksi dengan air,
yang diketahui zat tersebut dapat merusak sel-sel dalam tubuh, sehingga apabila

klorin diberikan pada beras yang dalam pengolahan menjadi nasi beras harus bereaksi
dengan air akan mengakibatkan banyak penyakit bagi tubuh seperti dapat
mengakibatkan penggerusan usus pada lambung (korosit) sehingga rentan terhadap
penyakit maag. Jangka lama dalam mengkonsumsi beras yang mengandung klorin
akan mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Adiwisastra, 1989).
Klorin dapat diidentifikasi secara uji kuantitatif dengan metode Titrasi
Iodometri karena klorin merupakan bahan oksidator. Menurut Day dan Underwood
(1999) pada metode titrasi iodometri ini klorin akan mengoksidasi iodide untuk
menghasilkan iodium. Sehingga pada penelitian ini digunakan titrasi iodometri untuk
menentukan kadar dari klorin didalam beras X yang ada dipasaran.
1.2

Tujuan
Mengetahui kadar klorin yang terkandung dalam beras X

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

World

Health

Organization

(WHO)

mengemukakan

bahwa

makanan

merupakan semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obatobatan dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Air
bukan merupakan ke dalam makanan melainkan merupakan elemen yang vital bagi
kehidupan manusia. Terdapat tiga fungsi makana yaitu pertama, makanan sebagai
sumber energi karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti juga energi.
Kedua, makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk membangun
jaringan tubuh yang baru, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang sudah
tua. Fungsi ketiga, makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta
mengatur proses alami, kimia dan proses faal dalam tubuh (Chandra, 2006).
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya
terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh,
perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan
dalam kehidupannya (Supardi, 1999).
Beras merupakan bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia.
Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya
netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan
kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang
penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).
Beras dipilih menjadi makanan pokok karena sumber daya alam lingkungan
mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat
pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap dan aman dari segi
kesehatan karena beras merupakan suatu bahan makanan yang merupakan sumber
pemberi energi untuk umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung oleh beras adalah
sangat mudah untuk dicernakan dan oleh karenanya beras mempunyai nilai gizi yang
sangat tinggi (Haryadi, 2006). Beras yang baik adalah beras yang jika menghasilkan

nasi yang empuk (pulen) dan memberikan aroma yang harum. Lekat tidaknya
butiran-butiran beras 10 setelah dimasak ditentukan oleh perbandingan kandungan
dua zat penting di dalamnya, yaitu amilosa dan amilopektin. Beras yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan lebih lekat jika dimasak (Moehyi, 1992).
Masyarakat Indonesia sering kali memilih beras tentunya, menginginkan beras
yang putih, mengkilap, jernih dan licin. Kini banyak beredar beras putih yang diduga
mengandung zat yang membahayakan kesehatan lambung, yaitu mengandung zat
kimia klorin. Adapun ciri-ciri beras yang mengandung klorin adalah, warnanya putih
sekali, lebih mengkilap, licin dan tercium bau kimia, sedangkan beras alami atau
yang tidak berklorin, warnanya putih kelabu, tidak mengkilap, kesat dan tidak bau.
Dampak dari beras yang mengandung klorin itu tidak terjadi sekarang. Bahaya untuk
kesehatan baru akan muncul 15 hingga 20 tahun mendatang, khususnya bila kita
mengkonsumsi beras itu terus menerus (Stefi, 2007). Zat klor sebenarnya dibutuhkan
oleh tubuh sebagai salah satu zat penguat, namun jika kadarnya tidak terawasi atau
melebihi ambang batas dalam tubuh, maka dapat mengakibatkan sejumlah gangguan
kesehatan. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat mengkonsumsi beras
yang mengandung klorin dalam jangka panjang adalah seperti ganggguan pada ginjal
dan hati (Irma, 2007).
Menurut Adiwisastra (1989) klorin, klor (Cl) adalah unsur halogen yang berat
atomnya 35,46. Warnanya hijau kekuning-kuningan, titik didihnya -34,70C, titik
bekunya 0,1020C, kepadatan 2,488 atau 2 kali berat udara. Klor pada tekanan dan
suhu biasa bersifat gas dan dalam tekanan rendah mudah mencair. Klor tidak terdapat
bebas di alam tetapi terdapat dalam senyawa terutama terdapat dalam logam Natrium,
Magnesium, yang terdapat banyak ialah pada Natrium Chloride (NaCl). Klorin
merupakan hasil tambahan yang dibuat dari Sodium Hydroxide dengan jalan
mengelektrolisasikan Sodium Hydroxide. Klor (berasal dari bahasa Yunani Chloros,
yang berarti hijau pucat), adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan simbol Cl.
Termasuk dalam golongan halogen. Sebagai ion klorida, yang merupakan garam dan

senyawa lain, secara normal ia banyak dan sangat diperlukan dalam banyak bentuk
kehidupan, termasuk manusia. Dalam wujud gas, klor berwarna kuning kehijauan,
baunya sangat menyesakkan dan sangat beracun. Dalam bentuk cair dan padat,
merupakan agen pengoksidasi, pelunturan yang sangat efektif. Ciri-ciri utama unsur
klor merupakan 21 unsur murni, mempunyai keadaan fisik berbentuk gas berwarna
kuning kehijauan, Cl2. Klor adalah gas kuning kehijauan yang dapat bergabung
dengan hampir seluruh unsur lain karena merupakan unsur bukan logam yang sangat
elektronegatif (Annurunnisa, 2002).
Seperti halnya pemutih H2O2 (Hidrogen Peroksida), pemutih jenis dasar klorin
(Sodium Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit) juga mempunyai sifat multi fungsi yaitu
selain sebagai pemutih, kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai penghilang noda
maupun desinfektan. Pemutih jenis dasar klorin terdiri dari dua jenis yaitu padat dan
cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih. Pada
umumnya masyarakat mengenal senyawa ini sebagai kaporit. Kaporit lazim untuk
menyuci hamakan air ledeng dan kolam renang. Kelemahan kaporit adalah
kelarutannya tidak sempurna, dimana selalu tersisa padatan dan tidak bisa dibuang
sembarangan. Sodium Hipoklorit (NaOCl) sudah lama dikenal sebagai produk
pemutih yang handal. Hal mendasar yang perlu diketahui mengenai pembuatan
pemutih dari NaOCl adalah pengenalan terhadap senyawa atau bahan NaOCl itu
sendiri. Sodium Hipoklorit (NaOCl) merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan,
beraroma khas dan menyengat. Bahan NaOCl mudah larut dalam air dengan derajat
kelarutan mencapai 100% dan sedikit lebih berat dibandingkan dengan air (berat jenis
air lebih dari satu) serta bersifat sedikit basa (Parnomo, 2003).
Dalam suhu ruangan, klorin adalah gas berwarna kuning kehijau-hijauan
dengan bau yang sangat menyengat. Pada tekanan yang meningkat atau pada saat
temperatur dibawah -300F, cairannya berwarna kuning sawo dan encer. Klorin hanya
dapat larut dengan mudah di dalam air, tetapi apabila kontak dengan uap adalah 22
dalam bentuk asam hipoklorus (HClO) dan asam hidroklorik (HCl). Ketidakstabilan

asam hipoklorus (HClO) membuatnya dapat dengan mudah menghilang, membentuk


oksigen bebas. Karena reaksi ini, pada dasarnya air mempertinggi oksidasi klorin dan
efek korosif (U.S. Department Of Health And Human Services, 2007)..
Klor digunakan tubuh kita untuk membentuk HCl atau asam klorida pada
lambung. HCl memiliki kegunaan membunuh kuman bibit penyakit dalam lambung
dan juga mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Klorin adalah unsur kimia
ketujuh tertinggi yang diproduksi di dunia. Digunakan sebagai alat pemutih pada
industri kertas, pulp dan tekstil. Digunakan untuk manufaktur, pestisida dan herbisida,
misalnya DDT, untuk alat pendingin, obat farmasi, vinyl (pipa PVC), plastik, bahan
pembersih dan untuk perawatan air dan air limbah. Supaya bisa dipakai, klorin sering
dikombinasikan dengan senyawa organik (bahan kimia yang mempunyai unsur
karbon) yang biasanya menghasilkan organoklorin. Organoklorin itu sendiri adalah
senyawa kimia yang beracun dan berbahaya bagi kehidupan karena dapat
terkontaminasi dan persisten di dalam tubuh makhluk hidup (MacDougall, 1994).
Klorin merupakan unsur kedua dari keluarga halogen, terletak pada golongan
VII A, periode III. Sifat kimia klorin sangat ditentukan oleh konfigurasi elektron pada
kulit terluarnya. Keadaan ini membuatnya tidak stabil dan sangat reaktif. Hal ini
disebabkan karena strukturnya belum mempunyai 8 elektron (oktet) untuk
mendapatkan struktur elektron gas mulia. Disamping itu, klorin juga bersifat
oksidator. Seperti halnya oksigen, klorin juga membantu reaksi pembakaran dengan
menghasilkan panas dan cahaya. Dalam air laut maupun sungai, klorin akan
terhidrolisa membentuk asam hipoklorit membentuk asam hipoklorit (HClO) yang
merupakan suatu oksidator.

Reaksinya adalah sebagai berikut (Edward, 1990)


Cl2 + HOH

HClO +H+ +Cl-

HClO

OCl- + H+
Tabel 1. Sifat Fisik Klorin

Sifat-Sifat

Klorin
Pada suhu kamar
Berwarna kuning kehijauan
Berat molekul
70,9 dalton
Titik didih
-290F (-340C)
Titik beku
-1500F (-1010C)
Gaya berat (Specific Gravity)
1,56 pada titik didih
Tekanan uap air
5,168 mmHg pada 680F (200C)
Berat jenis gas
2,5
Daya larut dalam air
0,7% pada 680F (200C)
Sumber : U.S. Department Of Health And Human Services, 2007.
Klorin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Klorin, baik dalam bentuk
gas maupun cairan mampu mengakibatkan luka yang permanen, terutama kematian.
Pada umumnya luka permanen terjadi disebakan oleh asap gas klorin. Klorin sangat
potensial untuk terjadinya penyakit di kerongkongan, hidung dan tract respiratory
(saluran kerongkongan di dekat paru-paru). Klorin juga dapat membahayakan sistem
pernafasan terutama bagi anak-anak dan orang dewasa. Dalam wujud gas, klor
merusak membran mukus dan dalam wujud cair dapat menghancurkan kulit. Tingkat
klorida sering naik turun bersama dengan tingkat natrium. Ini karena natrium klorida,
atau garam, adalah bagian utama dalam darah.
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara
oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (Haryadi, 2006). Titrasi
oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan
standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap
larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor).
Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya
bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan sau elektron
atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan

reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor
akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna. Pada titrasi iodometri
secara tidak langsung, natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator
larutan amilum. Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan
oleh reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum
ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat
memebentuk kompleks yang stabil dengan iodin. Metode ini digunakan untuk
mengidentifikasi kadar klorin yang terdapat pada beras yang akan diteliti.

BAB III
METODE
3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah delapan sempel beras,
klorin, aquadest, kalium iodide, amilum, dan natrium tiosulfat.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu statif, klem, buret, kertas saring,
alat- alat gelas seperti labu ukur, tabung reaksi, gelas ukur, pipet, Erlenmeyer, beaker
gelas dan timbangan analitik.
3.3 Cara kerja
3.3.1 Pembuatan
a) Larutan KI 10%
Dilarutkan 18 gram kalium iodide dalam labu takar kemudian ditimbang 12,69
gram iodium dalam gelas arloji, ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larut
larut KI pekat. Ditutup labu ddan kocok sampai iodium larut. Didiamkan larutan
dalam suhu kamar dn tambahkan aquadest hingga 1000,0 ml. Disimpan dalam
botol tertutup.
b) Baku Skunder Na2S2O3
Ditimbang kira kira 9,9268 gram kristal Na2S2O3 lalu dimasukan kedalam
beaker glass. Setelah itu ditambahkan aquadest sebanyak 400 ml lalu diaduk
sampai homogen.

c) Baku Primer KIO3


Ditimbang kira kira 0,3567 gram kristal KIO 3 dimasukan ke dalam labu takar
100 ml kemudian ditambah aquadest sampai tanda batas pada labu takar lalu
dihomogenkan.

d) Indikator Amilum 1%
Ditimbang 1 gram amilum, lalu dilarutkan kedalam aquadest sebanyak 100 ml.
e) Larutan H2SO4 10%
Ditimbang sebanyak 1,031 gram, lalu dimasukan kedalam beaker glass setelah itu
ditambahkan sebanyak 100 ml aquadest.
3.3.2

Preparasi Sempel
Diambil 8 beras yang memiliki ciri- ciri mengandung klorin dengan merek yang
berbeda yang ada di semarang barat. Masing- masing sempel tersebut
dihaluskan dan ditumbang sebanyak 10 gram. Kemudian ditambahakan 1530
ml akuades kemudian dikocok kemudian disaring dan diambil filtratnya.

3.3.3

Pembakuan Natrium Tiosulfat


Dipipet 10,0 ml KIO3 lalu dimasukan kedalam erlenmeyer ditambahkan 2 ml
H2SO4 pekat lalu ditambahkan indikator amylum 5 tetes, dititrasi dari larutan
bewarna kuning sampai warna biru hilang.

3.3.4

Penetapan Kadar Sampel Beras


Digerus masing masing sampel beras yang telah diperoleh secara acak dengan
merek tertentu, ditimbang sebanyak 10 gram lalu diambil fitratnya setelah itu
dimasukan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 1530 ml aquadest lalu dikocok,
kemudian ditambahkan larutan 10 ml KI 10%, setelah itu di titrasi dengan
natrium tiosulfat hingga berwarna kuning muda lalu ditambahkan 5 ml
indikator amilum bila beras positif mengandung klorin maka akan berubah
warna menjadi biru. Tiap ml larutan natrium tiosulfat 0,01 N setara dengan
35,46 mg Cl2- dicatat hasil titrasi dan dilakukan titrasi blanko. Titrasi blanko
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 10 gram lalu dimasukan

kedalam erlenmeyer dilakukan penambahan 10 ml KI 10% dibiarkan 10 15


menit terlindung dari cahaya. Setelah itu dilakukan titrasi dengan natrium
tiosulfat sampai warna bitu terbentuk.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan menggunakan delapan sampel beras di


Semarang Barat yang dilakukan analisa kuntitatif menggunakan metode volumetri
Iodometri dengan melakukan analisa kuantitatif untuk melihat adanya kdar klorin
dalam beras, delapan sampel tersebut positif mengandung klorin yang berbahaya bila
terus menerus di konsumsi oleh manusia karena memiliki dampak yang negatif bagi
manusia, dapat menyebabkan keracunan, gangguan saluran pernafasan dan dapat
menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. 1989. Sumber, Bahaya serta Penanggulangan Keracunan. Penerbit


Angkasa. Bandung.

Ahmad, A.K, 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Darniadi, S. 2010. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemutih Klorin Pada
Beras. Jurnal. Hal 1311- 1317.Balai Besar Pascapanen Pertanian : Bogor
Edward, 1990. Klorin (Majalah Semi Populer). Diakses 10 November 2015.
http://www.coremap.or.id.
Haryadi, 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Penerbit Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Irma, D. 2007. Ketika Klorin Mengancam Beras Kita. Diakses 10 November 2015.
http://pr.qiandra.net.id.
MacDougall, J.A. 1994. Ekspose Pencemaran Di Sumut. Diakses 10 November 2015.
http://www.library.ohiou.edu.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit
Bhratara. Jakarta.
Parnomo, A. 2003. Pembuatan Cairan Pemutih. Penerbit Puspa Swara. Jakarta
Stefi,

2007.

Beras

Putih

Berpemutih.

Diakses

10

November

2015.

http://www.suarapembaruan.com.
Supardi, I. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit
Alumni. Bandung.
U.S. Department Of Health And Human Services, 2007. Chlorine. Diakses 10
November 2015. http://www.atsdr.cdc.gov.

Anda mungkin juga menyukai