CROUP SINDROM
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report yang berjudul Croup Sindrom.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Reza Kurnia, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit
yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam
sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar di
beberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat
pada Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan
atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan
dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur.
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis
plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium oval, dan plasmodium malaria. Parasit-parasit
tersebut ditularkan pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus
anopheles. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas
dingin, dan keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria
adalah dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah. Namun
yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax.
Sebanyak lebih dari 1 juta orang termasuk anak-anak setiap tahun
meninggal akibat malaria dimana 80% kematian terjadi di Afrika, dan 15% di Asia
(termasuk Eropa Timur). Secara keseluruhan terdapat 3,2 Miliyar penderita
malaria di dunia yang terdapat di 107 negara. Malaria di dunia paling banyak
terdapat di Afrika yaitu di sebelah selatan Sahara dimana banyak anak-anak
meninggal karena malaria dan malaria muncul kembali di Asia Tengah, Eropa
Timur dan Asia Tenggara. Di Indonesia, sebagai salah satu negara yang masih
beresiko Malaria (Risk-Malaria), pada tahun 2009 terdapat sekitar 2 juta kasus
malaria klinis dan 350 ribu kasus di antaranya dikonfirmasi positif. Sedangkan
tahun 2010 menjadi 1,75 juta kasus dan 311 ribu di antaranya dikonfirmasi positif.
Sampai tahun 2010 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8
Propinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita malaria
positif sebesar 1256 penderita, 74 kematian.
Di tahun 1950, WHO telah meluncurkan program ambisius bertujuan
untuk mengontrol atau mengeradikasi malaria. Setelah terjadi beberapa
kesuksesan dalam pelaksanaannya kini terdapat masalah baru, yakni daerah yang
dulunya bebas malaria kini kembali menjadi daerah dengan malaria. Hal tersebut
terjadi karena terdapat resistensi plasmodium dan nyamuk terhadap obat dan
insektisida. Oleh karena itu bahaya malaria semakin mengancam dan penyakit ini
kini menjadi masalah global yang besar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria
(Plasmodium) yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk
malaria (Anopheles spp) betina. Defini malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit
menular yang disebabkan oleh agen tertentu yang inefektif dengan perantara suatu
vektor dan dapat disebabkan dari suatu sumber infeksi kepada host.
2.2 Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria
terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan,
Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulau
di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar
antara 160-400 juta kasus.
lintang utara (Rusia) dan 32 derajat lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang
memungkinkan parasit hidup adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut
Mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax
mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim
dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik
Barat. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan
daerah-daerah tropis lainnya. Diperkirakan 300-500 juta kasus malaria muncul
tiap tahunnya, dan menyebabkan 1-2 juta kematian, kebanyakan pada anak.
Di Indonesia, malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa
dan Bali, oleh karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal
dari daerah endemis dan non-endemis malaria. Pada daerah-daerah tersebut masih
sering terjadi letusan wabah malaria yang menimbulkan banyak kematian.
Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas
yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800
meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di
pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan
di luar Pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada tahun
1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1900 (4,84%). Spesies yang
terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.
Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale
pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Angka kesakitan
malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa Bali diukur
dengan PR. Air tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk untuk
pembiakan nyamuk menunjang endemitas penyakit malaria. Pada 25 tahun
terakhir ini dijumpai adanya endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini
mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini
juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum terhadap primetamin-sulfadoksin
meningkat di negara-negara Asia tenggara, Amerika Selatan dan Afrika SubSahara.
Anak-anak pada semua umur yang hidup di daerah non endemis malaria
memiliki kemungkinan sama besarnya untuk terkena malaria. Di daerah endemis,
anak yang berusia <5 tahun seringkali mengalami malaria berulang. Sisanya
mendapatkan imunitas parsial. Pada anak yang lebih dewasa seringkali terjadi
parasitemia yang asimtomatik. Kebanyakan kematian yang disebabkan oleh
malaria terjadi pada anak-anak yang berusia <5 tahun.
2.3 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia
Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
burung
dara
(Plasmodium
relection)
dan
monyet
(Plasmodium knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain
yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
Plasmodium falciparum
patogenesis
malaria
lebih
ditekankan
pada
terjadinya
dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala
macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jarijari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada
anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan.
Muka merah, kulit kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala,
seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien
menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41 derajat C atau
lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena
pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya
merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga
timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada
Plasmodium malariae demam terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga
disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,
kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah
normal. Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap pasien, tergantung
pada spesies parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan
parasit (bentuk tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah
organ tubuh tertentu seperti otak, hati, dan ginjal, sehingga menyebabkan
tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa
koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan
oleh malaria jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah
munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua
atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna
seperti empedu. Black water fever biasnya dijumpai pada mereka yang menderita
keras. Pada infeksi akut, beratnya anemia berhubungan langsung dengan derajat
parasitemia.
Malaria ovale mempunyai gejala klinis lebih ringan daripada malaria
tertiana. Pada hari terakhir masa inkubasi, anak menjadi gelisah, anoreksia
sedangkan anak besar mengeluh nyeri kepala dan nausea. Demam periodik tiap 48
jam tetapi stadium dingin dan menggigil jarang dijumpai pada bayi dan balita.
Selama periode demam, anak selalu merasa dingin dan menggigil dalam waktu
singkat. Demam sering terjadi pada sore hari. Pada anak jarang terjadi parasitemia
berat, terdapat pada kurang dari 2%. Malaria tertiana dan ovale jarang disertai
anemia berat. Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu
pertama. Bilirubin total dapat meningkat tetapi jarang disertai ikterus, sedangkan
kadar transaminase sedikit meningkat untuk waktu singkat. Limpa bertambah
besar selama serangan dan dapat teraba pada minggu kedua. Kejang dapat terjadi
pada saat demam tinggi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kematian pada anak
sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi bila disertai berbagai penyakit lain yang
berat, gizi buruk, dan anemia berat. Pada malaria tertiana dan ovale bentuk
dormant dari parasit dapat tetap berada dalam hati dan dapat menyebabkan relaps.
Relaps dapat terjadi pada kasus yang mendapat pengobatan hanya dengan obat
skizontosida saja.
Gambaran klinis malaria kuartana menyerupai malaria tertiana, hanya
periode demam terjadi tiap 72 jam. Sindroma nefrotik dapat terjadi pada umur 2
sampai 12 tahun dengan puncak pada usia 5-7 tahun. Dijumpai edema berat,
proteinuria berat yang menetap, hipoproteinemia berat, dan asites. Serum albumin
kurang dari 2g/dl bahkan pada 95% kurang dari 1 g/dl. Tekanan darah biasanya
normal dan tidak jelas adanya azotemia dan hematuria.
2.5.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan
seperti tertera di bawah ini merupakan malaria berat, antara lain:
A. Malaria Serebral
Kejang pada anak dengan malaria berat dapat merupakan permulaan
serangan malaria serebral. Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang
demam sering terjadi pada anak balita oleh sebab lain. Di Thailand, angka
kejadian kejang pada malaria tropika 9,6% pada anak kurang dari 5 tahun dan
hanya 1,5% pada anak 5-12 tahun.
Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998) dari 133
penderita malaria usia 2 bulan sampai 13 tahun, ditemukan kejang sebanyak
13,53% dan malaria serebral sebanyak 8,277%. Pada malaria serebral, kesadaran
anak apatis sampai koma. Pada penelitian tentang malaria serebral selama 3 tahun
di RSU Gunung Wenang Manado tahun 1978-1980, pada penderita dijumpai 15
dengan somnolen sampai koma, 3 dengan disorientasi dan 2 dengan mengamuk.
Pada penelitian tersebut, dijumpai 10% penderita malaria serebral yang disertai
anemia berat, meninggal sebelum sempat diberi transfusi darah. Tanda neurologik
yang penting pada malaria serebral adalah gangguan upper motor neuron yang
simetris dan batang otak. Perdarahan dan eksudat pada retina dijumpai pada
beberapa kasus namun lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Delirium,
halusinasi atau mengamuk sangat jarang dijumpai pada anak. Pemeriksaan cairan
serebrospinal biasanya dalam batas normal. Pada kebanyakan kasus malaria
serebral, dijumpai parasitemia berat disertai anemia berat. Kadang-kadang jumlah
parasitemia di dalam darah tepi rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan
antimalaria yang tidak adekuat atau parasitnya berada di dalam kapiler organ
dalam. Hati dan limpa sering dapat diraba. Edema paru dijumpai pada 10% kasus
anak, sedangkan oliguria dan azotemia jarang ditemukan pada anak dibandingkan
dengan orang dewasa. Pemeriksaan EEG terdapat kelainan yang tidak spesifik.
Malaria serebral adalah malaria falciparum
koma, tanpa penyebab lain dari koma. Gejala paling dini malaria serebral pada
anak-anak umumnya adalah demam (37,5-41 derajat C), selanjutnya tidak bisa
makan atau minum, sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat
gejala yang mendahului koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak
18
D. Hipoglikemia Berat
Hipoglikemia dapat terjaid pada malaria berat, terutama pada anak kecil
(dibawah 3 tahun) dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran
atau dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan
lembab, serta napas yang tidak teratur. Hipoglikemia berhubungan dengan
hiperinsulinemia yang diinduksi oleh malaria dan kina. Hipoglikemia pada anak
adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun menjadi 40 mg/dl atau lebih
rendah.
E. Gagal Ginjal
Gagal ginjal jarang terdapat pada anak dengan malaria. Kadar ureum
sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak lebih dari 5 tahun, seringkali gagal
ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak diobati adekuat.
F. Edema Paru Akut
Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia
berat. Frekuensi nafas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang
menyebar. Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian
obat antimalaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia,
gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis. Sebagai akibat edema paru dapat terjadi
hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian.
G. Kegagalan Sirkulasi (Algid Malaria)
Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok oleh karena
adanya septikemia kuman gram negatif. Penderita dapat jatuh pada keadaan
kolaps dengan tekanan darah sistolik kurang dari 50 mmHg pada posisi berbaring,
kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstriksi vena perifer, denyut nadi lemah
dan cepat. Dehidrasi dengan hipovolemia juga dapat menyebabkan hipotensi
H. Kecenderungan Terjadi Perdarahan
Perdarahan yang sering terjadi adalah perdarahan gusi, epistaksis, ptekia,
dan perdarahan subkonjungtiva. Apabila terjadi koagulasi intravaskular diseminata
20
akan timbul perdarahan yang lebih hebat yaitu melena dan hematemesis.
Kecenderungan terjadi perdarahan ditandai dengan perpanjangan waktu
perdarahan, trombositopenia dan menurunnya faktor koagulasi.
I. Hiperpireksia
Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan
seringkali berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria
monitor suhu berkala sangat diajurkan. Hiperpireksia adalah keadaan dimana suhu
tubuh meningkat menjadi 42 derajat C atau lebih dan dapat menyebabkan gejala
sisa neurologik yang menetap.
J. Hemoglobinuria
Hal ini jarang terjadi pada anak. Hampir seluruh kasus ini berhubungan
dengan defisiensi G6PD pada pasien malaria. Pada kasus ini hemolisis akan
berhenti setelah pecahnya eritrosit tua.
K. Ikterus (Bilirubin > 3mg%)
Manifestasi ikterus sering dijumpai pada orang dewasa namun bila
ditemukan pada anak prognosisnya jelek.
L. Hiperparasitemia
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit >5% dan
adanya skizontae sering berhubungan dengan malaria berat.
2.6 Penegakkan Diagnosis
Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan
endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam
tinggi berulang, apalagi disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan
anemia. Adanya riwayat perjalanan atau imigrasi dari daerah endemis malaria.
Bahkan hanya beberapa jam saja berada di airport dari suatu daerah endemis
malaria akan berpengaruh signifikan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu yang sangat tinggi pada hari
pertama. Temperatur yang berkisar di 40 derajat C atau lebih seringkali
didapatkan. Demam seringkali terus menerus dan ireguler. Hepar seringkali
teraba. Munculnya splenomegali butuh waktu beberapa hari terutama pada anak
yang baru terserang pertama kali. Pada anak yang berada di daerah endemis
malaria, splenomegali yang berat seringkali didapatkan.
Perlu diingat bahwa diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan
klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala
pada pemeriksaan laboratorium. Ditemukannya beberapa parasit dalam sediaan
darah seorang anak penduduk asli yang semi-imun menunjukkan adanya infeksi,
tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit; mungkin parasit ditemukan secara
tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Di lain pihak, dapat saja
tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit
malaria. Maka untuk menemukan parasit di dalam darah harus diperhatikan waktu
pengambilan spesimen darah dan apakah pasien sedang minum obat anti malaria
(yang akan mengurangi kemungkinan ditemukannya parasit).
Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tetes
tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan
hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan
kadar ureum kreatinin, bilirubin dan enzim seperti aminotransferase dan 5'nukleotidase. Pada penderita malaria berat yang mengalami asidosis, dijumpai pH
darah dan kadar bikarbonat rendah. Kekurangan cairan dan gangguan elektrolit
(natrium, kalium, klorida, kalsium dan fosfat) sering pula dijumpai. Kadar asam
laktat dalam darah dan likuor serebrospinal juga meningkat.
Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA (indirect
fluorescence antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA
(enzyme linked immunosorbence assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis
malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit
malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara
terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah endemia atau pernah endemis, tes
serologi berguna untuk :
(1) menentukan berapa lama endemisitas berlangsung
(2) menentukan perubahan derajat transmisi malaria
(3) menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.
22
mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat
pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Dapat juga terjadi
asidosis walaupun sangat jarang. Nefritis akut jarang dijumpai, oleh karena
perubahan pada ginjal terutama akibat proses degeneratif bukan karena
peradangan. Sering dijumpai proteinuria dan gangguan ginjal sehingga
menyebabkan terjadinya nefrosis kronik dengan resistensi air, natrium dan
azotemia terutama pada malaria kuartana. Otak pasien yang meninggal karena
malaria serebral mengalami edematous dengan girus yang melebar dan pipih.
Terlihat pembendungan pada daerah girus dan pada substansi kelabu terlihat
pembendungan dan ptekia. Perdarahan di sekeliling kapiler dan arteriol terjadi
sebagai akibat penyumbatan eritrosit yang mengandung parasit.
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari
retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik
hapusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin. Juga
dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat
dijumpai bentuk skizon. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20%
eritrosit. Bentuk seksual/ gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat
bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang
khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer
pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit
berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa,
terdapat balon merah di sisi luar gametosit.
24
Kolangitis asendens
Encephalitis
Hepatitis
Pneumonia
Faringitis
Tonsilitis
Demam thyphoid
Sinusitis
Tetanus
Giardiasis
Meningitis aseptik
Meningitis bakterial
Otitis media
Yellow fever
2.8 Pengobatan
Pengobatan malaria dibagi atas malaria ringan (tanpa komplikasi) dan
malaria berat (disertai komplikasi)
2.8.1 Malaria ringan tanpa komplikasi
26
Parasitemia dan suhu aksila >37,5 C pada hari ke 4-28 tanpa ada
Tindakan umum/perawatan
Pemberian cairan/nutrisi
Monitoring: suhu tubuh, nadi, tensi tiap 1/2 jam. Awasi ikterus dan
perdarahan
Cegah hiperpireksi
Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam
biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat
dan bertahan cukup lama di dalam darah untuk segera menurunkan derajat
parasitemia. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat secara suntikan (IV/per infus,
IM yang berefek cepat dan masih sensitif untuk membunuh parasit malaria).
1. Kina (kina Hcl/kinin antipiria)
Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
Plasmodium dan efektif sebagai skizontozid maupun gametosid. Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat
terhadap Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan
dapat diberikan cepat per infus atau IM dan cukup aman.
Cara pemberian kina dihidroklorida melalui infus, dosis 10 mg/kgBB/kulit
dilarutkan dalam 100-200 ml infus garam fisiologis atau cairan 2a atau
dextrose 5% dan diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama pasien
belum sadar (maksimal 3 hari), tetapi apabila pasien telah sadar (walaupun
belum 3 hari) kina dilanjutkan per oral hingga total IV + oral selama 7
hari. Kalau tidak dapat diberikan secara iv, maka dapat diberikan secara im
berupa kina Hcl atau kina antipirin dengan pengenceran 4x lipat pada paha
kiri dan kanan.
2. Kinidin
30
Kinidin diberikan bila tidak tersedia kina, dengan cara pemberian sama
dengan kina tetapi dosisnya adalah 7,5 mg basa/kgBB/kali
3. Derivat artemisinin
Derivat artemisinin merupakan obat baru dengan efektifitas tinggi
terhadap strain malaria yang multiresisten terhadap obat malaria.
a) Artesunat
Artesunat diberikan iv atau im dengan dosis 2,4 mg/kgBB/kali selama 3
hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis, dan selanjutnya diberi oral 2
mg/kgBB/hari sekali sehari sampai total 7 hari untuk seluruh
pengobatan. Dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin/ doksisiklin
selama 7 hari untuk anak >7 tahun atau dengan klindamisin 5 mg/
kgBB selama 7 hari
b) Artemeter
Artemeter dalam larutan minyak diberi im. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali
sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
2.8.3 Penatalaksanaan Tambahan pada Malaria Berat
A. Malaria Serebral
Sebagai penatalaksanaan umum untuk malaria berat maka pada malaria
serebral, petalaksanaan/ pencegahan kejang sangat penting dilaksanakan dan dapat
diberi:
tetapi harus dilihat pula densitas parasitemia dan keadaan klinis. WHO
menganjurkan kadar hematokrit sebagai patokan anemia; kadar hematokrit 15%
atau lebih rendah merupakan indikasi pemberian transfusi darah (10 ml/ kgBB
packed red cell atau 20 ml/kgBB whole blood), disertai pemberian furosemid 1-2
mg/kgBB sampai maksimal 20 mg, dapat diberikan secara iv untuk mengurangi
beban jantung.
C. Dehidrasi, Gangguan Asam-Basa (Asidosis Metabolik) dan Gangguan
Elektrolit
Lactic acidosis sering terjadi sebagai komplikasi malaria berat, ditandai
dengan peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal.
Larutan garam fisiologis isotonis atau glukosa 5% segera diberikan secara hatihati dan awasi tekanan darah. Apabila telah terjadi rehidrasi, tetapi jumlah urin
tetap < 1ml/kgBB/ jam maka dapat diberikan furosemid 3 mg/kgBB (diberikan
dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi, bersihkan jalan napas,
beri oksigen 2-4 liter/ menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang ventilator
mekanik sebagai penunjang.
D. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/ dl)
Dalam menghadapi malaria berat, terutama pada anak yang mengalami
penurunan kesadaran perlu diberikan glukosa rumatan untuk mencegah
hipoglikemia yang disebabkan karena anak tidak bisa makan. Diberikan larutan
rumatan glukosa 5% atau glukosa konsentrasi tinggi secara intermitten. Apabila
terjadi hipoglikemia berikan glukosa 20% (2-4 ml/ kgBB) dilanjutkan dengan
cairan rumatan glukosa 10% sambil dilakukan pemeriksaan kadar gula darah
berkala atau mempergunakan dextrostick.
E. Gagal Ginjal
Pada semua penderita malaria berat sebaiknya kadar ureum dan kreatinin
diperiksa 2-3 kali/ minggu. Apabila pemeriksaan ureum dan kreatinin serum tidak
memungkinkan, maka dapat dipakai cara sederhana dengan mengukur produksi
urin. Bila terjadi oliguria (produksi urin <1 ml/kgBB/ jam) yang disertai dengan
tanda klinik dehidrasi, maka diberi cairan untuk rehidrasi dengan pengawasan
yang ketat untuk mencegah overload. Observasi tanda-tanda vital, balans cairan,
32
pemeriksaan auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous
pressure (CVP) dipertahankan pada tekanan 0-5 cm H20. Bila terjadi anuria, yaitu
tidak ada produksi urin dalam 8 jam, diberi furosemid 1 mg/ kgBB/ kali. Bila
tidak ada respon dapat diulang setelah 8 jam dengan dosis 3 mg/kgBB dan dapat
diulang.
F. Edema Paru Akut
Anak ditidurkan setengah duduk, diberikan oksigen konsentrasi tinggi dan
diuretik intravena. Pemberian ventilator mekanik dapat dipertimbangkan bila
terjadi gagal napas dan fasilitas memungkinkan. Apabila edema paru disebabkan
oleh cairan intravena berlebihan, segera hentikan pemberian cairan intravena,
berikan furosemid 1 mg/ kgBB/ kali dan diulangi bila perlu.
G. Kegagalan Sirkulasi (Algid Malaria)
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan yang tepat. Rehidrasi
dengan cairan RL sebanyak 10-20 ml/ kgBB secepatnya sampai nadi teraba. Bila
nadi belum teraba selama 20 menit, ulangi loading dose. Bila sesudah 2 kali
loading dose nadi belum teraba, berikan loading dose dengan plasma expander 20
ml/kgBB secepatnya. Bila syok belum teratasi, berikan dopamin 3-5 mcg/ kgBB/
menit.
Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan dengan pemberian rehidrasi dengan
cairan RL sesuai dengan keadaan pasien. Periksa nadi, tekanan darah dan
pernapasan setiap 20 menit. Bila memungkinkan monitor dengan CVP, tekanan
dipertahankan antara 5-8 cm H2O. Kadar gula darah diperiksa periodik. Bila ada
kecurigaan septikemia, lakukan biakan darah dan uji sensitivitas dan segera
berikan antibiotika spektrum luas.
H. Perdarahan (Kecenderungan terjadi Perdarahan)
Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat dengan manifestasi
perdarahan pada kulit berupa ptekia, purpura, hematom atau perdarahan hidung,
gusi dan saluran pencernaan. Pasien dapat diberi darah segar, fresh frozen plasma
(berisi faktor pembekuan), dan suspensi trombosit. Bila terdapat perpanjangan
waktu protrombin dan partial thromboplastin, dianjurkan pemberian vitamin K 10
mg perlahan-lahan.
I. Hiperpireksia
Bila suhu >40 C segera beri kompres hangat dan antipiretik Parasetamol
dosis awal 20 mg/ kgBB per oral, melalui sonde lambung, atau rektal, diikuti 15
mg/ kgBB tiap 4-6 jam. Bila kejang diberi :
Parasitemia > 10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian
anti malaria yang optimal
2.9 Prognosis
Malaria tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax ,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale memiliki prognosis yang baik.
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata
dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat
relaps, sedangkan Plasmodium malariae dapat berlangsung sangat lama dengan
kecenderungan relaps,
Infeksi
Kejang berulang
Deserebrasi
b) Indikator laboratorium
Leukositosis
Hemoglobin <5g/dl
Antitrombin rendah
paling buruk di daerah endemis. Di daerah dengan populasi non imun, prognosis
malaria bersifat mematikan di seluruh umur.
2.10 Pencegahan
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemik
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari
daerah endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.
a) Klorokuin basa 5 mg/ kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali
seminggu atau
b) Fansidar atau Suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/ kgBB atau
sulfadoksin 10-15 mg/ kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan
atau lebih).
36
pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada anak dan ibu
hamil. Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetik.
DAFTAR PUSTAKA
Dit Jen P2M & PLP Dep Kes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria,
Jakarta, 2003
Ezeamama AE, Spiegelman D, Hertzmark E, Bosch RJ, Manji KP, Duggan C, et
al. HIV Infection and the Incidence of Malaria Among HIV-Exposed
Children from Tanzania. J Infect Dis. May 2012
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. Philadelphia: Elsevier. 2007
Metha
PN.
Pediatric
Malaria.
Emedicine
medscape.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/998942-overview. 2015
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari EI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010
World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. World
Health Organization. Jakarta. 2009
World Health Organization. WHO Fact Sheet on Malaria. Fact Sheet No 94.
World
Health
Organization.
Diunduh
dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/print.html. 2015
38