Anda di halaman 1dari 15

Denture Stomatitis

Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut


dengan bentuk utamanya atropik dengan lesi erythematous dan hiperplastik1 .
Denture Stomatitis terjadi oleh karena tekanan gigitiruan pada permukaan
mukosa sehingga terjadi perubahan lingkungan mikroorganisme rongga mulut
dan menyebabkan infeksi pada mukosa. Kira-kira 65% penderita dengan gigi
tiruan penuh (GTP) mengalami Denture Stomatitis yang dimulai dengan infeksi
ringan di permukaan mukosa tertentu dan lama kelamaan melebar ke daerah
sekitarnya.2 Pencegahan Denture Stomatitis dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain sering membersihkan protesa dan pemakaian obat kumur.
Bakteri Staphylococcus aureus ini telah dikenal sejak lama sebagai
patogen di bidang medis, tetapi hanya sedikit penelitian mengenai
Staphylococcus aureus di rongga mulut dilakukan. Sebahagian infeksi pada
daerah rongga mulut disebabkan oleh Staphylococcus aureus. 2,3 4
Staphylococcus aureus merupakan flora normal dalam rongga mulut yang dapat
berubah menjadi patogen bila terjadi trauma atau abrasi pada permukaan
mukosa.5 Pada beberapa penelitian terdahulu, Staphylococcus aureus dapat
membentuk koloni di rongga mulut pemakai gigitiruan dalam menyebabkan
Denture Stomatitis, walaupun bakteri Staphylococcus aureus pada pemakai
gigitiruan lebih sedikit berbanding pada mukosa rongga mulut.6 - 8 Pada
penelitian Koopmans, Kippuw dan Graaff (1988) menemui 69% spesies cocci
pada flora normal protesa dan 33% spesies cocci pada penderita Denture
Stomatitis apabila dibandingkan dengan mikroorganisme yang lain. 8
Obat kumur pada saat sekarang ini banyak tersedia di pasaran. Salah satu
obat kumur yang sering dipakai masyarakat adalah obat kumur yang
mengandung minyak essensial. Obat kumur dengan kandungan minyak essensial
merupakan obat kumur dengan kandungan aktif yang dapat mencegah atau
membunuh bakteri penyebab halitosis sampai 95% dan menurunkan plak
sampai 50%.9 Penelitian Gordon dkk. (1985) menunjukkan terjadinya penurunan
indeks plak jika berkumur dengan obat kumur minyak essensial bila
dibandingkan dengan kumur air biasa.10 Selain obat kumur yang mengandung
minyak essensial, obat kumur yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi
adalah povidone iodine 1%. Povidone iodine 1% dapat digunakan untuk
mengobati infeksi pada rongga mulut dan tenggorokan.11 Menurut Addy dkk.
(1977), terdapat penurunan jumlah bakteri dalam air ludah setelah berkumur
dengan povidone iodine 1% selama 10 hari.
Obat kumur yang baik setidaknya harus memenuhi beberapa syarat,
yaitu membasmi bakteri yang menyebabkan gangguan kesehatan mulut dan
gigi, tidak menyebabkan iritasi, tidak mengubah indra perasa, tidak mengganggu
keseimbangan flora mulut, tidak meningkatkan resistensi mikroba, dan tidak
menimbulkan noda pada gigi. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah
mudah diperoleh, mudah digunakan, harga murah, dan mudah disimpan.
Adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahanperubahan patologik pada penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut.
Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema dibawah gigi
tiruan lengkap atau sebagian, baik dirahang atas maupun dirahang bawah.
Denture Sore mouth dan chronic atropic candidosis adalah istilah lain yang juga
digunakan untuk menyatakan kelainan atau keadaan ini.

Prevalensi denture stomatitis di Indonesia hingga saat ini belum pernah


dilaporkan secara pasti, walaupun demikian prevalansi tersebut (27-67%) telah
banyak dilaporkan oleh pendeta di luar negeri, gigi tiruan bukan merupakan
satu-satunya penyebab terjadinya perubahan pada mukosa mulut. BudtzJorgensen mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh
bermacam-macam faktor yaitu : trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang
terus menerus,oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan factor sistemik. Oleh
karena itu gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi,
sehingga perawatannya pun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai
dengan kemungkinan penyebabnya.

PENGERTIAN DAN PREVALENSI


dokter gigi yang telah membuatkan gigi tiruan pada seorang penderita
sering mendapatkan keluhan tentang adanya rasa kurang enak atau rasa sakit
akibat pemakaian gigi tiruan tersebut. Biasanya dokter gigi hanya mengurangi
atau menghilangkan bagian-bagian dari gigi tiruan yang dianggap sebagai
penyebabnya. Tetapi yang sering dijumpai adanya kelainan atau rasa sakit yang
timbul karena mukosa penyangga tersebut tidak dilakukan perawatan. Akibatnya
penderita yang telah menderita kelainan atau perubahan pada mukosa rongga
mulut penyangga gigi tiruan sukar untuk dapat menerima gigi tiruan kembali bila
tidak dilakukan pengobatan dengan baik.
Kelainan atau perubahan ini sering disebut sebagai Denture Stomatitis
atau Denture Sore Mouth, atau Chronic Atriphic Candidosis. Pada jurnal ini, istilah
denture stomatitis yang akan digunakan untuk menyatakan kelainan atau
perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan. Walaupun sering
dijumpai keluhan sampai adanya perubahan patologik pada mukosa rongga
mulut karena gigi tiruan yang dipakainya, prevalensi denture stomatitis pada
pemakai gigi tiruan di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian.
Namun beberapa pendatang di luar negeri, antara lain : Nyquist
melaporkan 27% dari 609 pemakai gigi tiruan kelainan tersebut, sebaliknya
sebagai perbandingan Love et all melaporkan perubahan atau kelainan tersebut
diderita 43% dari 552 pemakai gigi tiruan lengkap yang diperiksa kembali.
selanjutnya oleh Budtz-Jorgensen dilaporkan bahwa 67% dari 303% orang
yang memakai gigi tiruan lengkap menderita denture stomatitis. Dia juga
melaporkan bahwa kelainan atau denture stomatitis lebih banyak dijumpai pada
wanita daripada pria.
KLASIFIKASI
Sehubungan dengan adanya berbagai macam etiologi yang diduga dapat
menimbulkan denture stomatitis, gambaran klinis yang tampak tidak
memberikan bentuk yang spesifik dan menurut Newton.
Secara klinis denture stomatitis dibagi 3 tipe yaitu :
Tipe I : Tampak Hyperaemia berupa noda atau titik sebesar jarum pentul
Tipe II : Eritema yang tidak terbatas tegas
Tipe III : Inflamasi Granuler atau hyperplasia papiler

Atropi epitel, stratum korneum yang tipis disertai infiltrasi leukosit pada
epitel, adalah gambaran yang sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologi,
meskipun keadaan ini sering dijumpai pada denture stomatitis oleh karena
Candida albicans disbanding denture stomatitis yang disebabkan trauma.
Etiologi
Walaupun denture stomatitis hanya didapatkan pada penderita pemakai gigi
tiruan lepasan, bukan berarti bahwa gigi tiruan tersebut merupakan satu-satunya
penyebab. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat
disebabkan oleh beberapa macam factor yaitu :
Trauma Adanya ketidaktepatan serta ketidakstabilan gigi tiruan lepasan,
dapat mengakibatkan trauma mekanis serta dapat mengiritasi jaringan
penyangganya, yang akhirnya dapat menimbulkan luka atau yang sering disebut
Stomatitis. Hal ini sesuai dengan pendapat Phelan dan Levin, bahwa iritasi
mekanis karena gigi tiruan yang kurang tepat merupakan factor penting
penyebab terjadinya denture stomatitis.
Selain itu juga telah dibuktikan oleh beberapa peneliti mengenai adanya
korelasi yang nyata antara trauma, membrane mukosa, dan denture stomatitis.
Dengan mengetahui penyebab denture stomatitis yang hanya disebabkan oleh
factor utama tersebut, menghilangkan ketidakstabilan gigi tiruan lepasan akan
tampak adanya penyembuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nyquist yang
menyatakan adanya penyembuhan setelah perbaikan ketidakstabilan gigi tiruan.
Infeksi
Pemakaian gigi tiruan merupakan salah satu factor penyebab keberadaan
C. albicans didalam rongga mulut, kecuali itu juga dapat menyebabkan
prevalensi C. Albicans di dalam rongga mulut. C albicans disamping merupakan
flora normal dengan pravelansi sekitar 45% ternyata pravelansi tersebut
dilaporkan meningkat pada pemakai gigi tiruan dengan keadaan rongga mulut
sehat yaitu 47,5% sampai 55,6%.
Penderita yang memakai gigi tiruan lepasan harus benar-benar menjaga
kebersihan, karena adanya plak pada basis gigi tiruan merupakan tempat yang
baik bagi berkumpulnya mikroorganisme termasik C.albicans. Peningkatan
jumlah C.albicans dapat mengubah sifat komensal menjadi parasit, yaitu dari
bentuk yeast menjadi hyphae. Bentuk hyphae ini merupakan inisiator invasi
kedalam
jaringan
sehingga
dapat
menimbulkan
denture
stomatitis.
Penanganan karena adanya C.albicans pada denture stomatitis ditekankan pada
kebersihan rongga mulut dan gigi tiruan. Untuk kandidosis yang terjadi seperti
Acute pseudomembranous Candidosis dan Acute erytematus Candodisis
pengobatannya dilakukan dengan pemberian Nystatin, amphotericin, miconazole
atau chlorhexidine secara topical. Gigi tiruannya didisinfeksi dengan
menggunakan chlorhexidine untuk mencegah pelekatan antara C. Albicans
dengan gigi tiruan lepasan yang terus menerus. Pada penderita yang memakai
gigi tiruan lepasan, sehingga dari mukosa mulutnya tertutup oleh basis gigi
tiruan lepasan, sebagian dapat mengurangi efek air ludah, karena gangguan
kelenjar ludah pada mukosa. Gigi tiruan ini menimbulkan trauma ringan yang
terus menerus pada membrane mukosa. Keadaan ini memudahkan invasi
antigen C.albicans ke dalam jaringan. Efek ini akan diperberat bila disertai

dengan obstruksi kelenjar ludah dan rusaknya epitel akibat jelas yang
ditimbulkan gigi tiruan.
Selain itu sIgA (Secretory IgA) yang terdapat di dalam saliva dan
merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap kandisosis rongga mulut
tidak bias mencapai mukosa karena terhalang gigi tiruan, sehingga penderita
yang memakai gigi tiruan terus menerus mudah mengalami denture stomatitis.
Karena itu, pemakai gigi tiruan disarankan melepas gigi tiruannya pada waktu
istirahat, terutama pada malam hari.
Kebersihan Rongga Mulut
Kebersihan rongga mulut yang jelek merupakan tempat subur bagi
pertumbuhan mikroorganisme, karena pada kebersihan rongga mulut yang jelek
bias terjadi perubahan pH saliva, sehingga meningkatkan jumlah/kepaduan dan
vurulensi jamur C.albicans. hal ini dilaporkan pada penelitian sebelumnya bahwa
pada ibu hamil yang kebersihan rongga mulutnya jelek dilaporkan sebanyak52
dari 55 penderita (94,5%) menderita kandidosis. Selain itu kebersihan rongga
mulut yang jelek dilaporkan merupakan salah satu factor predisposisi local untuk
terjadinya denture stomatitis. Yang terpenting dilakukan dalam hal ini adalah
menghilangkan predisposisi local tersebut menjaga kebersihan rongga mulut.
Alergi
Bahan basisi tiruan lepasan umumnya terbuat dari resin akrilik. Salah satu
unsure resin akrilik yang menimbulkan reaksi alergi adalah metal-meta krilat.
Biasanya reaksi alergi terjadi segera setelah kontak dengan gigi palsu. Tetapi
denture stomatitis, radang terjadi pada penderita dengan gigi palsu yang sudah
lama atau tidak baik. Akibatnya factor reaksi alergi ini sudah banyak diabaikan.
Gangguan Faktor sistematik
Beberapa factor sistemik memudahkan terjadinya infeksi yang disebabkan
oleh C.albicans, yaitu : diabetes mellitus, malnutrisi, dan pemakaian obat-obatan
dalam waktu lama, misalnya kortikosteroid dan antibiotika. Penderita dengan
gangguan factor sistemik akan mudah mengalami denture stomatitis, terutama
bila tidak memperhatikan factor predisposisi local, antara lain : lama pemakaian
gigi tiruan lepasan, kebersihan rongga mulut, kebersihan gigi tiruan lepasan.
Stomatitis Karena Gigi Tiruan Burkets, 2003
Lesi ini umumnya disebut sebagai denture stomatitis, seringkali
merupakan infeksi asimtomatis yang disebabkan oleh candida. Mikroorganisme
ini ditemukan pada mukosa dan jaringan gigi tiruan. Stomatitis ini merupakan
peradangan kronis pada mukosa pendukung gigi tiruan yang sifatnya dapat
setempat atau menyeluruh.
Kondisi ini dipicu oleh pemakaian gigi tiruan yang terus menerus
sepanjang siang dan malam hari. Factor lain seperti xerostomia juga mendukung
terjadinya lesi ini. Hipersensitif terhadap salah satu komponen dari bahan gigi
tiruan dengan reaksi alergiknya juga merupakan salah satu factor penyebab.
Stomatitis karena gigi tiruan seringkali merupakan kandidosisatrofik
kronis. Adanya plak microbial serta jamur pada permukaan gigi tiruan yang
bersinggungan dengan mukosa pengukung penting bagi perkembangan

stomatitis ini. Kondisi ini biasanya hilang dengan pembersihan gigi tiruan yang
baik, termasuk merendam gigi tiruan dalam larutan antijamur di malam hari.
Obat anti jamur seperti amfoterisin, mikonasol atau nistatin mungkin diperlukan
dan harus di aplikasikan ke permukaan gigi tiruan sebelum gigi tiruan dipasang
ke dalam mulut.
Kebanyakan pasien tidak menyadari adanya kelainan ini, karena biasanya
tanpa gejala. Beberapa pasien mengeluh adanya rasa panas atau gatal yang
biasanya dirasakan pada mukosa palatum atau mukosa lidah. Intensitas
peradangan berbeda-beda, kadang terbatas pada daerah tertentu atau bisa pula
mengenai seluruh jaringan pendukung gigi tiruan. Kelainan ini cenderung terjadi
pada rahang atas daripada rahang bawah. Kadang terlihat peradangan palatal
tipe granular.
Beberapa prosedur di bawah ini dapat di anjurkan untuk perawatan
stomatitis akibat gigi tiruan :
1. pemeliharaan kebersihan mulut dan gigi tiruan yang baik diikuti dengan
mengistirahatkan jaringan , perbaikan oklusi, serta perbaikan gigi tiruan.
2. Terapi antijamur. Dilakukan setelah pemeriksaan apus jaringan
membuktikan adanya infeksi Candida. Pemberian tablet nistatin cukup efektif
untuk mengendalikan infeksi ini.
3. pengambilan papilomatosia secara bedah
Stomatitis karena gigi tiruan dapat timbul bersama-sama dengan keilitis
angularis yaitu suatu peradangan pada sudut mulut yang kadang-kadang terasa
sakit. Keilitis angularis dapat sembuh dengan pemberian salep antijamur pada
daerah yang terkena

Yang di bawah ini ga ada dapus Cuma buat tambahan aja soalnya dari
abstract skripsi anak USU
Pemakaian gigitiruan dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap
jaringan yaitu stomatitis hiperplastik, stomatitis angularis, hiperplasia mukosa
mulut, dandenture stomatitis.3 Basker menyatakan bahwa pemakaian gigitiruan
menyebabkan mukosa di bawah gigitiruan akan tertutup dalam waktu yang
lama, sehingga menghalangi pembersihan permukaan mukosa maupun
gigitiruan oleh lidah dan saliva. Apabila kebersihan rongga mulut pasien jelek,
maka pada permukaan gigitiruan akan terbentuk plak yang terdiri dari
genus Candida dan akan menimbulkan denture stomatitis.14 Pada denture
stomatitis mikroorganisme
yang
berperan
adalah
jamur Candida
albicans.3,8,11,14,15 Cawson dan Budtz-Jorgensen (1974) menyatakan bahwa
pada
pemakai
gigitiruan, Candida termasuk
faktor
etiologi denture
stomatitis.15 Candida albicans dapat ditemukan dalam rongga mulut yang sehat
dalam konsentrasi rendah, kurang dari 20 sel/cc saliva, bersifat
patogen oportunistik.15,16 Sibele dkk (2000) melaporkan dari 120 pasien dari
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sao Paulo, sebanyak 37 orang
menderita denture stomatitis, dan 30 dari 37 orang tersebut diidentifikasi
akibatCandida albicans.17

Infeksi jamur Candida albicans pada denture stomatitis harus dirawat


dengan menyikat permukaan gigitiruan sampai bersih, kemudian gigitiruan
direndam dalam desinfektan.3,18,19 Bahan desinfektan dapat mengurangi
jumlah mikroorganisme yang melekat pada gigitiruan.20-23 Bahan desinfektan
yang dianjurkan sebagai perawatan tambahan pada denture stomatitis adalah
klorheksidin.
Klorheksidin
merupakan
bahan
desinfektan
golongan
kemis.3,5,7,12,18,20
Universitas Sumatera Utara
Klorheksidin
sangat
efektif
mengurangi
akumulasi
plak.3,24,25
Klorheksidin mempunyai anti bakteri spektrum luas, efektif untuk gram positif
dan efektifitas lebih rendah untuk gram negatif.25 Di pasaran Indonesia
tersedia Minosep buatanMinorock yang
mengandung
larutan
klorheksidin
glukonat 0,2%.24 Efek anti bakteri dari klorheksidin berupa pengikatan yang
kuat terhadap sel membran bakteri, menambah permeabilitas, dan
menghidupkan komponen intraselular sehingga menghambat absorpsi protein ke
permukaan gigi yang dapat menyebabkan terbentuknya plak.26,27
Harga bahan-bahan desinfektan dan antiseptik yang bermerek sekarang
cukup mahal, sehingga para ahli mengembangkan obat-obatan tradisional yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan dapat dipakai sebagai obat kumur serta
berfungsi sebagai antiseptik maupun desinfektan.28 Obat-obatan tradisional
Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapat dan
tumbuhannya
mudah
dikembangbiakkan
sehingga
masyarakat
lebih
mudahmendapatkannya.29 Tumbuhan yang biasa dipakai sebagai obat
tradisional diantaranya adalah daun semanggi, gambir, daun saga, daun jinten,
daun kacapiring, dan daun sirih.28

Kandidiasis Atropik Kronis

Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis


dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah
trauma kronis, sehingga menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan
penggunaan geligi tiruan tersebut menyebabkan akan bertambahnya mukus dan
serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.
Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type
yaitu inflamasi ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran
eritema difus, terlihat pada palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan
baik sebagian atau seluruh permukaan palatum tersebut (15% - 65%) dan
hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular.(Greenberg 2003).
Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis
permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau
rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke
tenggorokan selama pengobatan atau sesudahnya kandidiasis tipe ini pada

umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg,


2003).
Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan
dengan denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam
ketahanan jaringan inang, seperti defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi,
hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi
agak kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit
sekitar mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982. Greenberg,
2003).

Penegakan Diagnosis

Untuk menentukan diagnosis kandidiasis harus dilakukan pemeriksaan


mikroskopis, disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit.
Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab)
atau kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau kulit. Juga dapat digunakan
darah, sputum dan urine.(Nolte, 1982). Selanjutnya bahan pemeriksaan tersebut
diletakkan pada gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya
akan terlihat pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora. Selain
pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar
sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada suhu 37 % C, hasilnya akan
terbentuk koloni dalam waktu 24 48 jam.(Nolte ,1982,Mc Farlen, 2002). Pada
kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan
pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S),hasilnya akan
terlihat pseudomyselia dan hifa. (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping
itu akan terlihat parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear. (Mc C ullough,
2005). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada skema di bawah ini

Terapi
Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan
obat antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit
yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan
atau penyembuhan.(Mc Cullough 2005,Silverman 2001).

Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi


M.D 2001)
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin

b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 Fe)
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole
b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole
4. Allylamine Terbinafine
5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.
Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasuskasus
pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin,
miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc
cullough, 2005).
Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini
yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal
seringkali menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat
digunakan sebanyak 4 kali /hari.
Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan
cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel.
Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g,
digunakan untuk kasus denture stomatitis.
Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P
450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa
ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membran sel. Sediaan dalam
bentuk gel oral (20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan,
ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan.
Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya
berupa troche 10 mg, sehari 3 4 kali.
Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya
dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi
perubahan permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek
sampingnya berupa mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan
dalam bentuk tablet 200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan.
Itrakonazole,
efektif
untuk
pengobatan
kandidiasis
penderita
immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3
hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003)
Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut
(abdomen),dan hypokalemi
Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada
penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit
kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi
Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi
tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg,100mg,

150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra indikasi pada wanita
hamil dan menyusui.

Patofisiologi
Mucosal factors have been implicated in the etiology of this condition, as have
behavioral and manner-of-use factors in patients who wear complete dentures. In
these patients, the nighttime wear of the prosthetic appliance is the most
significant factor.[5, 6]
Although the dominant etiologic factor now appears to be fungal infection, other
factors must be considered; these include the prosthetic device itself and also
local and systemic factors in patients who are aging and edentulous. The extent
of inflammation has been correlated with the presence of yeast colonizing the
denture surface.[7] Trauma has been shown to have a role in the production of
basement membrane alterations involving expression of type IV collagen and
laminin (alpha 1), thus indicating a possible relationship between these elements
and denture stomatitis.[8] Regarding the prosthesis-related factor, an allergy in
the form of contact mucositis is suggested. This reaction may be related to the
presence of resin monomers, hydroquinone peroxide, dimethyl-p -toluidine, or
methacrylate in the denture. Furthermore, contact sensitivities such as this one
are more common with cold or autocured resins than with heat-cured denturebase materials.
Candida species have been identified in most patients [9, 10] or in all patients,
[11]
with Candida albicans being the predominant species isolated in addition to
many other candidal species.[12] Whether the organism is merely commensal in
this situation remains an issue because of the frequency of such organisms in the
general population; the role of this organism as the sole etiologic factor in
denture stomatitis is unclear; however, the presence of candidal organisms
within the overall biofilm lends credence to its role in the development and
maintenance of denture stomatitis.[13] The etiology is best considered
multifactorial, with the prosthesis considered the prime etiologic factor. The
character of biofilm communities of denture wearers, however, has been shown
to be distinctive when compared with healthy non denture-wearing individuals.
[14]

Related Medscape Reference articles include Noncandidal Fungal Infections of


the Mouth and Mucosal Candidiasis.

DDX

Cancers of the Oral Mucosa

Contact Stomatitis

Oral Manifestations of Autoimmune Blistering Diseases

Oral Manifestations of Systemic Diseases

Klinis
Denture stomatitis usually occurs in a patient who wears a complete maxillary
denture or a partial denture. The presence of deteriorating temporary soft
denture lining material and an improperly matched cleanser (which generally is
the case) is associated with an increased presence of candidal organisms within
the biofilm.[19, 20]
In almost all patients, the duration of the lesion is usually unknown because of its
asymptomatic nature.
On rare occasions, patients may complain of slight bleeding and swelling in the
involved area, as well as a burning sensation, a xerostomialike quality, or
cacogeusia.[21]

Fisik
Although symptoms are uncommon, the clinical presentation of erythema and
edema in the part of the palatal mucosa covered by the denture base is a
diagnostic finding. Intense erythema is the most common finding. Note the
image below.
At times, an obvious fungal infection in the form of white surface colonies or
plaques may be observed on the mucosal surface. Variably intense erythema,
which may also be associated with scattered petechiae, is distributed over the
mucosa covered by the base of the denture but not beyond. Palpation of the
involved mucosa reveals no tenderness or tissue friability. The severity of
denture stomatitis can vary (see Staging).

Pemeriksaan Lab
A smear of the fungal material from the mucosa can be prepared and studied by
using a potassium hydroxide (KOH) preparation or periodic acid-Schiff staining in
the laboratory. Other methods of identifying fungal organisms involve the use of
imprint cultures.[22]

Penemuan Histologis
Inflammatory papillary epithelial hyperplasia (IPEH) is not associated with
cytologic signs of dysplasia. Epithelial dysplasia has not been observed in
specimens of denture stomatitis.

Tipe/Staging
The level of denture stomatitis can be classified as follows [23] :

Type I - Pinpoint hyperemia or localized simple inflammation

Type II - Diffuse erythema confined to the mucosa in contact with the


denture base (see image below)

Type III - Granular surface or inflammatory papillary hyperplasia of the palate


(see image below)

Type III denture stomatitis involves the epithelial response to chronic


inflammatory stimulation secondary to yeast colonization and, possibly, lowgrade local trauma resulting from an ill-fitting denture.

Medical Care
Mechanical plaque control and appropriate denture-wearing habits are the most
important measures in preventing and treating the disease. Also, denture
sanitization is an important element in the treatment of denture stomatitis.
Despite the absence of symptoms, patients with advanced, chronic, or previously
untreated cases must be treated because of the risk of papillary epithelial
hyperplasia. IPEH usually needs to be surgically removed before the denture is
emplaced or relined. In mild cases of IPEH, antifungal treatment without surgery
might be an alternative before the dentures are relined or replaced.
In the absence of papillary hyperplasia, verify denture-base adaptation to the
alveolar and palatal mucosal surfaces and identify and correct occlusal
disharmonies, vertical dimension, and centric position. Scrupulous denture
hygiene is mandatory, with daily thorough brushing. The dentures should be
soaked overnight in an antiseptic solution such as chlorhexidine or dilute sodium
hypochlorite (10 drops of household bleach in a denture cup or container filled
with tap water). If the denture base contains metal, the patient should avoid
using hypochlorite because it causes metal to tarnish. Another benefit of the
regimen of overnight denture soaking is that the patients must remove their
dentures for a prolonged period. Removal of the denture minimizes additional
irritation and is a cornerstone of treatment.[24]
Initiate antifungal therapy if fungal organisms are identified or if the condition
fails to resolve even with the regimen described above. Topical therapy is the
first-line treatment. The use of clotrimazole or nystatin lozenges and/or pastilles,
with the denture removed from the mouth, is recommended. The application of
antifungal agents (eg, nystatin powder or cream) on the tissue-contacting
surface of the denture is also recommended. Combine topical medical treatment
with proper care of the denture, as described above.
In cases that fail to respond to the usual treatments, consider the role of
systemic disease and its impact on oral function and homeostasis. Chief among
the systemic conditions that may affect denture stomatitis is type 2 diabetes
mellitus. In patients with type 2 diabetes mellitus, the number of candidal
organisms that adhere to the palatal epithelial cells is significantly increased; this
finding supports the notion that this form of diabetes predisposes patients
to Candida -associated denture stomatitis. However, a recent study group
suggested that reduced resistance to candidal organisms preset before the
development of type 2 diabetes mellitus is related to denture stomatitis. [25]
Other conditions that may need to be excluded include cellular
immunodeficiency and humoral immunologic disorders, HIV infection,
hypothyroidism, poor diet, and iatrogenic drug use. [26]

A study evaluated the in vitro antifungal activity of apple cider vinegar on


Candida spp. involved in denture stomatitis. The study concluded that apple
cider vinegar showed antifungal properties against Candida spp., thus
representing a possible therapeutic alternative for patients with denture
stomatitis.[27]

Surgical Care
IPEH should usually be surgically removed before the denture is relined.

Medication
The goals of pharmacotherapy are to eradicate the infection, reduce morbidity,
and prevent complications.

Antifungal Agent
Class Summary
Mechanism of action usually involves inhibiting pathways (enzymes, substrates,
transport) necessary for sterol/cell membrane synthesis or altering the
permeability of the cell membrane (polyenes) of the fungal cell. It may also
involve an alteration of RNA and DNA metabolism or an intracellular
accumulation of peroxide that is toxic to the fungal cell.
Clotrimazole (Mycelex Troches)
Broad-spectrum antifungal agent that inhibits yeast growth by altering cell
membrane permeability, causing fungal cells to die.
Nystatin (Mycostatin Pastilles, Nystatin)
Fungicidal and fungistatic antibiotic obtained from Streptomyces
noursei; effective against various yeasts and yeastlike fungi. Changes
permeability of fungal cell membrane after binding to cell membrane sterols,
causing cellular contents to leak. Treatment should continue until 48 h after
symptoms disappear. Reevaluate after 14 days of treatment if no improvement.
Drug is not significantly absorbed from GI tract.

Oral Rinses
Class Summary
Mucoadhesive action reduces pain by adhering to the mucosal surface of the
mouth.
Bioadherent oral (Gelclair)

This agent adheres to the mucosal surface of mouth and forms a protective
coating that shields exposed and overstimulated nerve endings. Ingredients
include water, maltodextrin, propylene glycol, polyvinylpyrrolidone (PVP), sodium
hyaluronate, potassium sorbate, sodium benzoate, hydroxy ethylcellulose,
polyethylene glycol (PEG)40, hydrogenated castor oil, disodium edetate,
benzalkonium chloride, flavoring, saccharin sodium, and glycyrrhetinic acid.

Follow Up
Deterrence/Prevention
Denture sanitization is an important element in the treatment of denture
stomatitis and should be emphasized to the patients. The 6-month incidence of
denture stomatitis can be significantly reduced by educating nursing home
caregivers about oral heath care.
The incidence of denture stomatitis and the duration of denture wear are highly
correlated. Dentists can help prevent this condition by instructing patients to
take their dentures out of their mouth for 6-8 hours each day.
Mechanical plaque control and appropriate denture-wearing habits are the most
important measures in preventing and treating the disease.

Komplikasi
IPEH has never been reported to undergo malignant transformation.
In most patients, the elimination of mechanical and traumatic factors, the
consistent use of oral hygiene measures, and the administration of local
antimycotic therapy usually enables the inflammatory lesions to heal rapidly.
Recurrences are common when exacerbating factors are reintroduced.

Education
The need for an educational component in a preventive oral health care program
in geriatric institutions is unmet.[28] Dental professionals who work with geriatric
patients should address this need by implementing a preventive oral health care
program. Such programs should include not only patient examinations and
preventive care but also education for allied health care professionals and
members of the patient's family.
Patients should be taught how to properly wear and sanitize their dentures and
about how to perform good oral hygiene (see Deterrence/Prevention).

Anda mungkin juga menyukai