Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA VI
KEMAMPUAN KOAGULASI
GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Disusun Oleh :
Kelompok VI
1. Muhammad Syatori
2. Muhammad Titis B.M
3. Nailys Saadah
4. Nanik Nurhidayah
5. Ngadiono
6. Niswatun Hasanah
7. Noermala Syari Rosdiana
8. Genisha Mahananda
9. Indah Purnamasari
10. Wijaya Santoso
Asisten :
M.J. Devries Fernando

J2C 008 040


J2C 008 041
J2C 008 042
J2C 008 043
J2C 008 044
J2C 008 045
J2C 008 046
J2C 008 092
J2C 008 093
J2C 007 050
J2C 007 028

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

PERCOBAAN VII
KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA
I.

TUJUAN
1.1 Mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat dan
klorida.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Sistem Koloid
Sistem koloid penting bagi kehidupan sebagai contoh hampir semua bahan
pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat dan
lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang-bidang lain juga
terdapat fungsi dan kegunaan koloid. Alasan mengapa kimia permukaan sering
dibicarakan bersama dengan koloid adalah karena utama sistem koloid. Pada larutan
sejati, nisbah permukaan dan volume ini tidak ada karena larutan hanya terdiri dari 1
fasa. Jadi tidak terdapat pemisahan permukaan yang jelas antara zat terlarut dan
pelarut. Pada koloid, sistem ini selalu terdiri dari 2 fasa dan tiap permukaan partikel
koloid jelas terpisah dari medium pelarutnya.
Sistem koloid selalu terdiri dari 2 fasa yaitu fasa terdispersi yang terdiri dari
partikel-partikel berukuran koloid dan medium pendispersi yang merupakan medium
tempat partikel-partikel koloid tersebar.
Cara penggolongan koloid yang lebih umum :
a. Dispersi koloid
Sistem ini secara termodinamika tidak stabil karena nisbah permukaan yang sangat
besar.
b. Larutan koloid sejati
Terdiri dari larutan dengan zat terlarut yang BMnya tinggi. Sistem ini secara
termodinamika stabil.

c. Koloid assosiasi
Terkadang dinamakan koloid elektrolit. Sistem ini terdiri dari molekul yang berat
molekulnya rendah yang beragregasi membentuk partikel-partikel berukuran
koloid. Sistem ini stabil secara termodinamika (Underwood, 2001).
2.2

Kestabilan Koloid
Stabilitas larutan koloid sangat erat hubungannya dengan muatan listrik pada
partikel-partikel. Jadi dalam pembentukan arsenik (II) sulfida dengan pengendapan
dengan H2S dalam larutan asam lemah sekali. Ion sulfida adalah yang pertama kali
diadsorpsi karena setiap endapan cenderung mengadsorpsi ionnya sendiri dan agar
terjaga kenetralannya. Jadi terciptalah suatu lapisan ganda listrik di sekeliling tiap
partikel dengan sisi positif menghadap ke larutan akibatnya partikel-partikel koloid
satu sama lain saling menolak, sehingga terhalangnya pembentukan partikel-partikel
yang lebih besar.
Bila lapisan ganda ini dirusak, koloid berkoagulasi ini dapat dicapai misalnya
dengan menambahkan suatu elektrolit dalam jumlah yang cukup besar kepada
larutannya (efek penggaraman, salting out effect). Ion-ion elektrolisis itu karena
terdapat dalam konsentrasi yang besar mengganggu pembentukan lapisan ganda
listrik yang bundar sekeliling partikel sehingga partikel-partikel tak terhalangi lagi
untuk berkoagulasi. Ternyata yang diperlukan untuk koagulasi ialah ion-ion yang
bermuatan yang berlawanan dengan ion-ion yang diadsorpsi primer pada permukaan.
Jumlah minimum elektrolit yang perlu untuk menyebabkan flokulasi (penggumpalan)
disebut nilai flokulasi (Vogel, 1990).

2.3

Mekanisme Pembentukan Koloid


Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Cara kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia. Prinsipnya adalah partikel kondensasi
merupakan partikel koloid. Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :
-

Reaksi redoks
2HeS(g) + SO2(aq) 3S(s) + 2H2O(l)

Reaksi hidrolisis
FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)2(s) + 3HCl(aq)

Reaksi penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat

membentuk koloid.
b. Cara dispersi
Prinsipnya adalah besar dispersi merupakan partikel koloid. Cara dispersi
dapat dilakukan dengan :
1) Cara mekanik, dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian
dihaluskan dengan penggerusan
2) Cara busur breeding, dilakukan untuk membuat sol-sol logam
3) Cara peptisasi, pembuatan koloid dari butir kasar atau dari suatu endapan dengan
bantuan suatu peptisasi (pemecah). Contoh : endapan NiS dipeptisasi oleh H2S,
endapan Al(OH)3 oleh AlCl3 (Daintith, 1994).
2.4

Larutan dan Suspensi


Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu campuran homogen zat pelarut dan
zat terlarut merupakan sistem zat cair yang terdiri dari 2 spesies (zat murni) atau lebih
yang saling terdispersi pada tahap molekuler. Terjadi interaksi antar molekul secara
langsung antara pelarut dengan molekul-molekul zat terlarut oleh karena itu zat-zat
yang tercampur di dalamnya tak dapat lagi dipisahkan secara fisik. Ini terjadi karena
sistemnya sangat homogen. Komponen utamanya disebut dengan pelarut atau zat
yang melarutkan dan selebihnya disebut zat terlarut. Larutan dibagi menjadi 3 macam
yaitu larutan jenuh, tak jenuh, dan larutan lewat jenuh.
Suspensi merupakan suatu sistem koloid dimana partikel-partikel halus dari
zat padat atau cair terserap ke dalam zat cair atau gas. Misalnya pasir yang sangat
halus atau lempung yang dikocok dengan air akan menghasilkan suspensi dimana
partikel-pertikel halus yang terdispersi mengendap dengan lambat sekali dan saling
bertolakan sehingga mudah menggumpal (Arsyad, 2001).

2.5

Koagulasi
Koagulasi atau penggumpalan ialah peristiwa pengendapan koloid. Terdapat
beberapa cara melakukan koagulasi antara lain :
a. Cara mekanik
Dapat dilakukan dengan pemanasan dan pendinginan.
b. Cara penambahan elektrolit
Dilakukan dengan menambahkan zat elektrolit ke dalam suatu koloid misalnya sol
emas yang bermuatan negatif dapat dikoagulasi dengan menambahkan elektrolit
bermuatan positif (Na+, Mg2+, Al3+). Elektrolit ini akan menempel pada permukaan
partikel emas sehingga partikel netral ini tak memiliki daya tolak menolak lagi, tak
saling bergabung dan menggumpal. Daya koagulan kation kira-kira berbanding
dengan muatan pangkat 6.
c. Pencampuran 2 macam larutan koloid yang muatannya berlawanan
Contohnya campuran antara sistem koloid yang muatannya berlawanan positif
dengan koloid As2I3 yang bermuatan negatif akan menggumpal (Hardjadi, 1993).

2.6

Flokulasi
Sebagian besar air baku untuk persediaan air bersih diambil dari air
permukaan seperti danau dan sungai. Salah satu langkah penting pengolahan untuk
mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut.
Kekeruhan ini disebabkan adanya partikel-partikel koloid misalnya tanah liat, sisa
tanaman ganggang, dan sebagainya.
Kekeruhan ini dapat dikurangi dengan pembubuhan sejenis bahan kimia
dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya, flokulan tersebut ialah
tawas, namun dapat pula garam Fe(III) atau suatu elektrolit organik. Selain
pembubuhan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok
ini menggumpalkan partikel-partikel kecil dari koloid tersebut bertumbukan dan
bersama mengendap. Proses flokulasi terdiri dari 3 langkah :
a.

Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat, bila perlu juga pembubuhan


bahan kimia sesaat untuk koreksi pH

b.

Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok

c.

Penghapusan flok-flok dengan koloid yang terkurung dari larutan melalui


proses sedimentasi (Hardjadi, 1993).

2.7

Proses Pembentukan Endapan Melalui Koagulasi dan Flokulasi


Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap menbentuk lapisan
penghisap listrik yang membantu menstabilkan dispersi koloid. Lapisan-lapisan ini
menyebabkan partikel tolak-menolak bergabung membentuk partikel-pertikel yang
lebih besar dan turun ke dasar wadah. Partikel-partikel tersebut dapat berkoagulasi
(berflokulasi yakni saling mendekati dan membentuk gumpalan yang lebih besar
yang akan mengendap).
Misalnya koagulasi AgCl dapat dicapai dengan penambahan AgNO3 sampai
terdapat ion Ag+ dan Cl- dalam kuantitas yang ekuivalen. Karena Ag+ tertarik pada
lapisan primer dimana Ag+ lebih kuat daripada Na+ maka ion Ag+ dapat menggeser
ion Na+ dalam lapisan sekunder, kemudian menetralkan muatan negatif yang
disumbangkan oleh lapisan primer. Dengan demikian, muatan partikel itu segera
bergabung membentuk gumpalan yang cukup besar yang mengendap ke dasar wadah.
Koagulasi dispersi koloid dapat dilaksanakan oleh ion yang bukan endapan itu
sendiri. Bila terjadi koagulasi suatu koloid, ion pengkoagulasi dapat terbawa
mengendap dengan endapan itu sendiri. Jika ion-ion ini terlarutkan ketika endapan
dicuci, partikel zat padat itu akan kembali menjadi dispersi koloid dan menembus
kertas saring (Underwood, 2001).

2.8

Mekanisme Pembentukan Koagulasi dan Flokulasi


Pada koloid, lapisan primer dan sekunder dianggap membentuk suatu lapisan
rangkap yang memberikan suatu tingkat kestabilan pada dispersi koloid. Lapisan ini
menyebabkan partikel-partikel koloid saling tolak-menolak dan partikel-partikel itu
melawan penggumpalan untuk membentuk partikel yang lebih besar yang akan turun
ke dasar larutan.

Na+
Na+

Na+

Cl-

lapisan sekunder

Cl-

AgCl
Na+

Na+
Cl-

Partikel-partikel

Cldapat

lapisan primer
dibuat

berkoagulasi

atau

berflokulasi

yaitu

menggumpal dan membentuk gumpalan materi yang lebih besar dan akan turun ke
dasar larutan dari jalan menghilangkan muatan yang telah diberikan oleh lapisan
primer. Dalam contoh perak klorida (Underwood, 2001).
2.9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi


2.9.1

Kadar dan Jenis Zat Terdispersi


Kadar atau banyaknya konsentrasi dan jenis zat terdispersi sangat

mempengaruhi proses koagulasi. Makin tinggi konsentrasi zat tersuspensi, koagulasi


akan semakin cepat. Jenis zat tersuspensi juga mempengaruhi proses koagulasi
dimana hal itu pula dipengaruhi oleh zat pendispersi.
2.9.2

pH Larutan
pH larutan akan mempengaruhi terjadinya koagulasi. Hal ini akan terjadi

seperti koagulasi pada KAl(SO4)2.xH2O dengan air pada pH<7 terbentuk molekul
Al(OH)2+, Al(OH)4+, Al2(OH)22+ pada pH=7 terbentuk Al(OH)-.
2.9.3

Waktu dan Kecepatan Pengadukan


Lama waktu cukup mempengaruhi dimana waktu yang cukup cepat saat

koagulasi makin baik dengan koagulan tersebut. Dengan semakin cepat pengadukan,
maka proses koagulasi makin cepat terjadi.
2.9.4

Jenis ion terlarut


Jenis ion terlarut juga mempengaruhi koagulasi seperti fosfat dan sulfat yang

akan lebih mudah melakukan terjadinya koagulasi dibanding ion lain.

2.9.5

Kadar dan Jenis flokulan


Kadar atau jenis flokulan yang berbeda akan mempengaruhi cepat atau

lambatnya koagulasi berlangsung (Hardjadi, 1993).


2.10

Garam-garam Sulfat
Garam-garam atau ester dari sulfat (IV) sulfat organik mempunyai rumus
R2SO4 dengan R adalah gugus organik. Garam sulfat mengandung in SO 4-. Contohcontoh garam sulfat antara lain ZnSO4, CuSO4, Fe2(SO4)3 (Daintith, 1994).
Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam sulfat, H2SO4, diganti oleh ion
logam atau ion amonium (NH4+). Contoh :
Kation
Ba2+
Zn2+
Cu2+
Fe2+
NH4+
2.11

Asam Sulfat

H2SO4

Formula Garam
Nama Garam
BaSO4
Barium sulfat
ZnSO4
Zink sulfat
CuSO4
Kuprum (II) sulfat
FeSO4
Ferum (II) sulfat
(NH4)2SO4
Ammonium sulfat
(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/)

Garam-garam Klorida
Terbentuk apabila ion hidrogen dari asam klorida, HCl, diganti oleh ion logam

atau ion amonium, (NH4+). Contoh :


Kation
Ba2+
Zn2+
Cu2+
Fe2+
NH4+

2.12

Asam Sulfat

HCl

Formula Garam
Nama Garam
BaCl2
Barium klorida
ZnCl2
Zink klorida
CuCl2
Kuprum (II) klorida
FeCl2
Ferum (II) klorida
NH4Cl
Ammonium klorida
(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/)

Hipotesis
Percobaan Kemampuan Koagulasi Garam-Garam Sulfat dan Klorida
bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat
dan klorida. Prinsip percobaan ini adalah destabilisasi koloid dengan menambahkan

koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid, atau dengan
penetralan gaya-gaya pemisah. Pada percobaan digunakan air sungai sebagai sistem
koloid dan koagulan yang digunakan adalah tawas (KAl(SO4)2), ZnSO4, MgSO4,
FeSO4, PAC (Poli Aluminium Klorida), dan FeCl3. Penambahan koagulan dalam
sistem koloid bertujuan untuk mendapatkan larutan bening dengan mengendapkan
kekeruhan dari air sungai tersebut, dimana kekeruhan disebabkan adanya partikelpartikel koloid pada sistem koloid tersebut. Dari percobaan, akan diperoleh urutan
kejernihan air limbah, yaitu : tawas (KAl(SO4)2) > ZnSO4 > FeSO4 > MgSO4 > FeCl3
> PAC.
2.13

Analisa Bahan
2.13.1 Tawas (KAl(SO4)2)
Muatan Ion : K = +1, Al = +3, SO4 = -2
Sifat Fisik :
Berbentuk padatan berwarna putih bening
Merupakan suatu reagen yang digunakan untuk menjernihkan kekeruhan pada
air
Sifat Kimia :
Bila dimasukkan dalam air akan terbentuk molekul yang larut pada pH<7
Molekul flok yang mengendap berwarna putih Al(OH) 2+, Al(OH)3+, Al(OH)4pada PH=7 (Arsyad, 2001).
2.13.2 Magnesium Sulfat (MgSO4)
Muatan Ion : Mg = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
Padatan kristal berwarna putih
Larut dalam gliserol dan sukar larut dalam alkohol
Sifat Kimia :
Berubah menjadi garam air pada 200oC (Arsyad, 2001).
2.13.3 Ferri (III) Klorida (FeCl3)
Muatan Ion : Fe = +3, Cl = -1

Sifat Fisik :
Padatan logam berwarna hijau
TL =308oC, TD = 316oC
Larut dalam air dan gliserol
Sifat Kimia :
Dibuat dengan melewatkan gas klor di atas besi panas
Bersifat higroskopis (Basri, 1996).
2.13.4 Zink Sulfat (ZnSO4)
Muatan Ion : Zn = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :

Padatan kristal berwarna putih


Larut dalam air dan gliserol, tidak larut dalam alkohol
Titik leleh 250oC
Digunakan sebagai pengawet kayu

Sifat Kimia :
Bersifat polar (Daintith, 1994).
2.13.5 Ferro (II) Sulfat (FeSO4)
Muatan Ion : Fe = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
Padatan kristal berwarna hijau pucat
Terdapat di alam sebagai mineral melaterit
Sifat Kimia :
Dibuat melalui oksidasi besi di udara, bersifat higroskopis (Arsyad, 2001).
2.13.6 Kalsium Sulfat (CaSO4)
Muatan Ion : Ca = +2, SO4 = -2
Sifat Fisik :
Padatan kristal berwarna putih
Sifat Kimia :

Merupakan garam sulfat yang dibuat dari asam sulfat dan kalsium, dimana ion
hidrogen asam sulfat digantikan oleh ion logam Ca2+
Bersifat polar (Daintith, 1994).
2.13.7 Poli Alumunium Klorida (PAC)
Sifat Fisik :
Padatan kristal berwarna putih atau kuning
TL = 190oC, menyublim pada 178oC
Sifat Kimia :
Merupakan senyawa polimer dari alumunium klorida (Daintith, 1994).
2.13.8 Air Sumur
Sifat Fisik :
Memiliki pH antara 6,2-8,7
Sifat Kimia :

III.

Mengandung ion Ca2+ sebanyak 2,0-110 mg/L


Mengandung ion Na+ sebanyak 1,9-131 mg/L dan ion Fe 0-1,9 mg/L
Mengandung ion NO3- sebanyak 0-17 mg/L
Mengandung ion SO42- sebanyak 0,572 mg/L
Mengandung ion HCO3- sebanyak 15-364 mg/L
Mengandung ion PO43- sebanyak 0-0,6 mg/L
Mengandung ion SiO2 sebanyak 0-21 mg/L (Arsyad, 2001).

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1

Alat
a. Gelas beker
b. Erlenmeyer
c. Corong gelas
d. Pengaduk

e. Kertas saring
f. Alat timbang
g. Pipet tetes
h. Gelas ukur
3.1.2

Bahan
a. PAC (Poli Aluminium Klorida)
b. FeCl3
c. ZnSO4
d. Air limbah
e. KAl(SO4)2
f. FeSO4
g. MgSO4
h. CaSO4

3.2 Skema kerja


3.2.1

Koagulasi dengan KAl(SO4)2 / Tawas


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g KAl(SO4)2
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.2

Koagulasi dengan PAC


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g PAC
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.3

Koagulasi dengan FeCl3


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g FeCl3
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer

-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.4

Koagulasi dengan FeSO4


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g FeSO4
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.5

Koagulasi dengan ZnSO4


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g ZnSO4
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan

Hasil

3.2.6

Koagulasi dengan MgSO4


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g MgSO4
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

3.2.7

Koagulasi dengan CaSO4


200 mL Air Sungai
Gelas beker
-Penambahan 1 g CaSO4
-Pengadukan
-Pendiaman sampai pengendapan total
-Penyaringan

Residu

Filtrat
Erlenmeyer
-Pengamatan kejernihan
Hasil

IV.

DATA PENGAMATAN
4.1 Data Pengamatan

NO
.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

PERLAKUAN

HASIL

Air Sungai + tawas

tetap keruh

Pendiaman

keruh, ada endapan putih

Penyaringan

filtrat jernih, endapan coklat

Air Sungai + PAC

tetap keruh

Pendiaman

tetap keruh, ada endapan

Penyaringan

filtrat keruh, residu putih

Air Sungai + FeCl3

larutan berwarna orange kecoklatan

Pendiaman

larutan coklat pekat, ada endapan coklat

Penyaringan

filtrat coklat tua, residu coklat

Air Sungai + FeSO4

larutan berwarna coklat

Pendiaman

keruh kekuningan, ada endapan coklat

Penyaringan

filtrat tidak jernih, endapan coklat pekat

Air Sungai + ZnSO4

tetap keruh

Pendiaman

keruh, ada endapan coklat

Penyaringan

filtrat jernih, endapan agak coklat

Air Sungai + MgSO4

tetap keruh

Pendiaman

tetap keruh, endapan coklat

Penyaringan

filtrat jernih, endapan coklat

Air Sungai + CaSO4

tetap keruh

Pendiaman

larutan keruh, endapan putih

Penyaringan

filtrat jernih, endapan putih

Urutan Kejernihan
Air Sungai

Koagulan

V.

FeSO4 Tawas

ZnSO4

MgSO4

PAC

FeCl3

CaSO4

PEMBAHASAN
Percobaan Kemampuan Koagulasi Garam-garam Sulfat dan Klorida

bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam garam-garam sulfat
dan klorida. Prinsip percobaan adalah destabilisasi koloid dengan menambahkan
koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada koloid atau dengan
penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah koagulasi dan
flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak antar partikel
atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid yang
mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi
merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar
(floc). Sampel yang digunakan berasal dari air sungai, yaitu air sungai kanal timur.
Air sungai yang digunakan dalam percobaan bertindak sebagai sistem
koloidnya, sedangkan yang bertindak sebagai koagulan antara lain tawas
(KAl(SO4)2), CaSO4, ZnSO4, MgSO4, FeSO4, PAC (Poli Aluminium Klorida), dan
FeCl3. Langkah awal untuk mempelajari daya koagulasi dari beberapa koagulan,
dilakukan dengan penambahan koagulan pada larutan koloid. Penambahan koagulan
dalam sistem koloid bertujuan untuk mendapatkan larutan jernih dengan
mengendapkan partikel koloid dalam air sungai, sehingga menyebabkan kekeruhan
pada air sungai tersebut. Koagulan berfungsi sebagai zat yang mengkoagulasi koloid
di dalam larutan. Dalam suatu sistem koloid, partikel-partikel koloid bermuatan listrik
akibat adanya adsorpsi ion-ion ke permukaan. Hal ini menyebabkan anion-anion
dalam sistem koloid tersebut membentuk suatu lapisan primer dan kationnya
membentuk suatu lapisan sekunder. Lapisan primer dan sekunder ini membentuk
lapisan rangkap listrik yang menstabilkan dispersi koloid dengan gaya-gaya pemisah.

Gaya-gaya pemisah antar partikel koloid timbul karena adanya muatan negatif
partikel, sehingga dibutuhkan koagulan kationik yang memiliki muatan positif untuk
menetralkan muatan negatif partikel koloid tersebut. Penetralan ini menyebabkan
gaya tolak antar partikel berkurang, sehingga akan terbentuk gumpalan yang lebih
besar (floc). Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan antara
partikel koloid dengan koagulan. Penetralan muatan negatif dari partikel tersebut
merupakan kombinasi kekuatan pengadukan, keteraturan pengadukan dan lamanya
pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi yang baik. Pendiaman sampai terjadi
pengendapan sempurna bertujuan untuk pembentukan floc dan mengendapkan flocfloc yang terbentuk dari proses koagulasi dan flokulasi, sehingga koloid dapat
terpisah dari larutannya. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan floc-floc yang
telah mengendap dari larutannya, sehingga diperoleh larutan yang lebih jernih.
Ion-ion bermuatan positif dan negatif dalam air sungai akan membentuk suatu
sistem koloid. Ion-ion tersebut berada dalam jumlah yang ekuivalen dan bersifat
stabil, sehingga sulit diendapkan dan dipisahkan dengan sendirinya. Agar dapat
terjadi suatu proses koagulasi, maka pada air sungai tersebut perlu ditambahkan suatu
koagulan. Anion-anion dalam air sungai membentuk suatu lapisan primer dan
kationnya membentuk lapisan sekunder. Kation dalam air sungai akan mengagregasi
ion positif koagulan dalam lapisan sekunder, lalu menetralkan muatan negatif yang
disumbangkan oleh lapisan primer. Air sungai bertindak sebagai lapisan primer,
sedangkan lapisan sekundernya adalah setelah ditambahkan koagulan. Penetralan
muatan negatif pada lapisan primer oleh kation pada lapisan sekunder menyebabkan
pembentukan gumpalan atau koagulasi. Gumpalan-gumpalan dalam ukuran kecil
akan berkumpul membentuk gumpalan yang lebih besar (floc).
Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air limbah menjadi jernih dengan
urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan) : tawas (KAl(SO4)2) > MgSO4 >
CaSO4 > ZnSO4 > PAC > FeSO4 > FeCl3. Menurut literatur urutan kejernihan (daya
koagulasi dari koagulan) yaitu tawas > ZnSO 4 > MgSO4 > CaSO4 > FeSO4 > FeCl3 >
PAC. Makin besar muatan positif dari koagulan, maka kemampuan destabilisasi

terhadap muatan negatif pada koloid semakin besar. Koagulan terbaik adalah tawas
(KAl(SO4)2). Hal ini disebabkan tawas mempunyai muatan +3 yang berasal dari ion
Al3+, dimana muatan positif ini paling besar dibandingkan koagulan yang lain
sehingga makin mudah mendestabilisasi muatan negatif koloid dengan gaya-gaya
pemisah. Sedangkan PAC (poli alumunium klorida) menjadi koagulan terburuk
karena PAC merupakan suatu polimer yang terdiri dari monomer-monomer gabungan
aluminium dan klorida. Polimer memiliki ikatan yang tidak mudah putus, sehingga
ikatannya stabil. Akibatnya polimer ini sulit untuk terionisasi dan bereaksi dengan
muatan dalam koloid sehingga daya koagulasinya kecil. Untuk ZnSO 4, MgSO4, dan
FeSO4 anionnya sama yaitu SO42- dan muatan kation yang dimiliki juga sama yaitu
+2. Untuk muatan yang sama di dalam satu periode, semakin besar nomor atomnya,
maka jari-jarinya semakin kecil. Semakin kecilnya jari-jarinya maka semakin besar
daya koagulasi.
Namun, hasil percobaan tidak sesuai dengan literatur dikarenakan waktu
pendiaman kurang lama sehingga koagulan belum bereaksi secara sempurna dengan
air sungai sehingga daya koagulasi dari keagulan berbeda dengan literatur. Selain itu,
pada saat memasukkan koagulan tidak secara bersamaan sehingga hasil yang
didapatkan berbeda dengan literatur. Pada percobaan ini, daya koagulasi MgSO 4 >
ZnSO4 karena nomor atom Zn lebih kecil daripada Mg sehingga jari-jari Zn lebih
besar daripada Mg. Untuk koagulan FeCl 3 meskipun mempunyai muatan positif 3+
(Fe3+) menghasilkan larutan yang berwarna orange kecoklatan. Hal ini dipengaruhi
adanya sifat higroskopis dari FeCl3 sehingga mudah berikatan dengan air membentuk
larutan kuning coklat, selain itu FeCl3 dapat membentuk larutan dengan daya hantar
listrik yang rendah (Daintith,1994). Oleh karena itu, sistem koloid yang ditambahkan
FeCl3 tidak dapat menghasilkan larutan jernih. Selain itu, hal ini dikarenakan daya
koagulasi garam klorida lebih rendah dibandingkan garam sulfat.
Koagulan garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan koagulan garam
klorida karena adanya perbedaan muatan negatif dan elektronegatifitas dari ion Cldan SO42-. Ion SO42- memiliki muatan negatif lebih tinggi dibandingkan dengan ion

Cl- sedangkan elektronegatifitas Cl- lebih besar daripada SO42-. Hal ini menyebabkan
ion SO42- lebih mudah berikatan dengan partikel koloid yang bermuatan positif pada
lapisan sekunder dalam sistem koloid. Sehingga koagulan dengan garam sulfat lebih
mudah mendestabilkan sistem koloid dengan membentuk partikel yang lebih besar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya koagulasi antara lain :
1. Efek pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk meningkatkan frekuensi singgungan antara
partikel pengotor dengan koagulan sehingga diperoleh hasil yang optimal. Penetralan
muatan negatif dari partikel tersebut merupakan kombinasi kekuatan pengadukan,
keteraturan pengadukan dengan lama pengadukan akan diperoleh hasil koagulasi
yang baik.

2. pH lingkungan
Pada pH rendah koagulan akan bermuatan negatif, misalnya PAC, sehingga
untuk menetralisir partikel akan semakin besar. Hal ini berlawanan dengan proses
koagulasi, yaitu membutuhkan pH tinggi (larutan bersifat asam) karena flokulasi akan
optimal pada suhu tinggi.
3. Konsentrasi koagulan
Kemampuan

koagulan

dalam

proses

koagulasi

bergantung

pada

kemampuan koagulan untuk menetralkan partikel koloid. Dimana dengan konsentrasi


koagulan yang tinggi maka makin banyak partikel yang dinetralkan, namun tidak
selalu demikian dimana bertambahnya konsentrasi koagulan sebanding dengan
banyaknya partikel yang berkoagulasi (Hardjadi, 1993).
IV.
6.1

PENUTUP

Kesimpulan

1. Urutan koagulasi yang diperoleh pada percobaan adalah tawas (KAl(SO4)2) >
MgSO4 > CaSO4 > ZnSO4 > PAC > FeSO4 > FeCl3.
2. Daya koagulasi garam-garam sulfat lebih baik dibandingkan garam-garam
klorida.
6.2

Saran
1. Semakin lama waktu pendiaman, semakin baik hasil koagulasi yang
diperoleh.
2. Penambahan koagulan harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan agar
diperoleh hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. 2001. Kamus Kimia. PT Gramedia: Jakarta
Basri, S. 1996. Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga: Jakarta
Hardjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Underwood. A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro. PT
Kalman Media Pusaka: Jakarta
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/

LEMBAR PENGESAHAN
PERCOBAAN VII:
KEMAMPUAN KOAGULASI GARAM-GARAM SULFAT DAN KLORIDA

Semarang, 30 Juni 2011


Praktikan,

Muhammad Syatori
J2C 008 040

M. Titis B.M.
J2C 008 041

Nanik Nurhidayah
J2C 008 043

Ngadiyono
J2C 008 044

Nailys Saadah
J2C 008 042

Niswatun Hasanah
J2C 008 045

Noermala Syari R.
J2C 008 046

Genisha Mahananda
J2C 008 092

Indah Purnamasari
J2C 008 093

Wijaya Santoso
J2C 007 050
Mengetahui
Asisten,

M.J. Devries Fernando


J2C 007 028
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan Kemampuan Koagulasi Garam-garam Sulfat dan
Klorida yang bertujuan untuk mempelajari daya koagulasi dari berbagai macam
garam-garam sulfat dan klorida. Prinsip dari percobaan ini adalah destabilisasi koloid
dengan menambahkan koagulan kationik untuk mengurangi muatan negatif pada
koloid atau dengan penetralan gaya-gaya pemisah. Metode yang digunakan adalah
koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan suatu proses tereduksinya gaya tolak
antar partikel atau netralisasi muatan partikel, sehingga terjadi destabilisasi koloid
yang mengakibatkan terjadinya agregasi (pembentukan agregat). Sedangkan flokulasi
merupakan proses terkumpulnya agregat-agregat menjadi elemen yang lebih besar
(floc). Sampel yang digunakan berasal dari air sungai, yaitu air sungai Banjir Kanal
Timur. Hasil yang diperoleh pada percobaan adalah air sungai menjadi jernih dengan
urutan kejernihan (daya koagulasi dari koagulan) : tawas (KAl(SO4)2) > MgSO4 >
CaSO4 > ZnSO4 > PAC > FeSO4 > FeCl3, sehingga dari hasil percobaan diketahui
bahwa daya koagulasi garam sulfat lebih baik dari garam klorida.
Keywords : koagulasi, flokulasi, garam sulfat, garam klorida

LAMPIRAN
1. Air Sungai yang ditambahkan dengan koagulan
CaSO4 dan PAC
CaSO4 dan ZnSO4

MgSO4
FeCl3 dan Tawas

2. Pembentukan Endapan Air Sungai


FeSO4 dan PAC

CaSO4

MgSO4 dan FeCl3

Tawas dan ZnSO4

3. Kejernihan Air Sungai


FeSO4 dan PAC

MgSO4 dan FeCl3

CaSO4 dan Tawas

Foto Dokumentasi Kelompok VI

ZnSO4

Anda mungkin juga menyukai