Anda di halaman 1dari 21

PRINSIP TERAPI OKSIGEN

Donni Indra Kusuma


ABSTRACT
Oxygen therapy is to insert additional oxygen from outside into the lungs
through the respiratory system by using the tool as needed. The assumption that
oxygen is the element most needed for human life seems true. Not eating or drinking
may still be long enough to give tolerance to up to a fatal condition, but the moment
people do not get the oxygen it will be immediately fatal. Not just for breathing and
sustaining life, oxygen is also needed to metaboloisme body. Oxygen then it could be
a means to overcome various kinds penyakit.
Key words: oxygen, hypoxia, respiratory

ABSTRAK
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Anggapan
bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia
agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan
memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi
sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak
hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat
dibutuhkan untuk metaboloisme tubuh. Oksigen maka bisa menjadi sarana untuk
mengatasi berbagai macam penyakit.
Kata kunci : oksigen, hipoksia, gagal nafas
Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
1

PENDAHULUAN
A. Pengertian
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.2
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah. Terapi oksigen
adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan
dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %.3
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik )
B. Organ-organ yang terlibat dalam terapi oksigen
Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam terapi oksigen, maka
kita harus membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya anatomi
dan fisiologi sistem pernafasan, peredaran darah paru yang merupakan bagian sistem
kardiovaskuler dan mekanisme kontrol pernafasan secara kimiawi maupun
pengaturan oleh sistem saraf.
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi
kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin

masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan
fatal, tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal
akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga
sangat dibutuhkan untuk metaboloisme tubuh. Oksigen maka bisa menjadi sarana
untuk mengatasi berbagai macam penyakit.
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris
tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal
tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia
dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack
tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran
lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.4
Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan 0,92%
unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di permukaan
laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian, tekanan parsial (dinyatakan
dengan lambang P). O2 udara kering di permukaan laut adalah 0,21 x 760, atau 160
mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79 x 760, atau 600 mmHg; dan
PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap air dalam udara pada
berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume masing masing gas,
sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-tersebut. Udara yang
seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara inspirasi akan jenuh dengan uap
air saat udara tersebut mencapai paru-paru.5
A. Transpor oksigen
Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O 2
3

yang masuk kedalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat,
aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O 2. aliran
darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler didalam jaringan serta
curah jantung. Jumlah O2 didalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah
hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.5
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai
ke alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O 2
bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma (3%). Dewasa
muda pria, jumlah darahnya 75 ml/kg, wanita 65 ml/kg. Satu ml darah pria
mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4
Molekul O2 membentuk HbO2, oksi hemoglobin.6
Konsumsi oksigen ke otak
Konsumsi O2 oleh otak manusia (tingkat metabolik serebrum untuk O2,
CMRO2) rata-rata sekitar 3,5 ml/100 gr otak/menit (49 ml/menit untuk otak
keseluruhan) pada seorang dewasa. Angka ini mencerminkan sekitar 20 % dari
konsumsi O2 total dalam keadaan istirahat. Otak sangat peka terhadap hipoksia, dan
sumbatan terhadap pembuluh darah walaupun hanya selama 10 detik dapat
menyebabkan pingsan. Struktur-struktur vegetatif di batang otak lebih resisten
terhadap hipoksia dari pada korteks serebrum dan pasien dapat pulih dari kecelakaan
misalnya henti jantung (dan kelainan lain yang menyebabkan hipoksia yang cukup
berkepanjangan) dengan fungsi vegetatif normal tetapi mengalami defisiensi
intelektual berat yang menetap : Ganglion basal menggunakan O 2 dengan tingkat
yang sangat tinggi dan hipoksia kronik dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit
parkinson serta defisit intelektual. Thalamus dan kolikulus inferior juga sangat rentan
terhadap[ kerusakan terhadap hipoksia.5
B. Tekanan parsial
4

Berbeda dengan zat cair, gas akan mengembang untuk mengisi ruang yang
tersedia baginya, dan volume yang ditempati oleh sejumlah molekul gas tertentu,
pada suhu dan tekanan tertentu(idealnya) akan tetap sama, bagaimanapun komposisi
campuran gas tersebut.5
(diturunkan dari persamaan state of ideal gas)
Dengan: P = tekanan
n = jumlah molekul
R = konstanta gas
T = suhu absolut
V= volume
Perbedaan tekanan partial untuk O2 dan CO2 menekankan bahwa hal tersebut
merupakan kunci bagi terjadinya pergerakan gas dan bahwa O2 mengalir dari udara
liar melalui alveoli dan darah kedalam jaringan, sedangkan CO 2 mengalir turun dari
jaringan kedalam alveoli. Walaupun demikian, jumlah kedua gas yang diangkut ke
dan dari jaringan akan sangat tidak adekuat bila sekitar 99% O 2 yang larut didalam
darah tidak terikat pada protein pembawa O 2 hemoglobin dan bila sekitar 94,5% CO2
yang larut dalam darah tidak mengalami serangkaian reaksi kimia reversibel yang
mengubah CO2 menjadi senyawa lain.5
C. Reaksi Hemoglobin dan Oksigen
Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai
pembawaO2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari 4
subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai

polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan 1 atom besi
fero. Masing-masing dari ke-4 atom besi dapat mengikat satu molekul O 2 secara
reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O 2
merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan
hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 HbO2.5
TIPE KEKURANGAN OKSIGEN DALAM TUBUH
A. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal
(nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan
sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. Hipoksemia ringan dinyatakan
pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60
mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan
SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO 2 dimana setiap
penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi
penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan
ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang
tinggi.4
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila
tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat,
sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknyatekanan
karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di
jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang
akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat
diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai
6

respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian
akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan
eritrositosis

dan

terjadi

peningkatan

sekresi

eritropoitin

ginjal

sehingga

mengakibatkan eritrositosis danterjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen.


Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup
jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan bahkan dapat
menyebabkan kematian.4
B. Hipoksia3
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat
dibandingkan anoksia, sebabjarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2
tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis. Berbagai
klassifikasi lain telah digunakan namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat bergunaapabila
masing-masing definisi istilah tetap diingat. Keempat kategori hipoksia adalah
sebagai berikut :
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri
berkurang.
2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi.
3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok.
4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses
oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida.
Hipoksia Hipoksik 5

Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah


ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim
pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik5
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis
respiratorik
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau
lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap
orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat
hipoksia, sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkan kematian
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m.
Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya
seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas,
serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi

Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis


cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat
dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap
hipoksia.
Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik5
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan
organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian
besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan
kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi bila keadaan seperti fibrosis
pulmonal menyebabkan blok alveoli kapiler atau terjadi ketidakseimbangan
ventilasi perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot
pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh
berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhial yang
membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada
mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron respirasi
di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
Hipoksia Anemik5
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat
peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi
hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami
kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan
kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.
Hipoksia Stagnan5

Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal
dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan
akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran
darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk
menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari
jantung.
Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi
serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk
mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan
sianmethemoglobin,

suatu

senyawa

non

toksik.

Kemampuan

pengobatan

menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat
dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga
bermanfaat.
C. Gagal Nafas4
Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di
instansi perawatan intensif (IP). Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien
kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi
kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi
sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan karbondioklsida dan penurunan
jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis
tidak dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas
hampir selalu dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain
dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.
10

Gagal Nafas Tipe I 4


Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan
oksigenasi. PaO2 50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 40
mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi
yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:
1. Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2).
2. Kegagalan difusi oksigen.
3. Ketidak seimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch].
4. Pirau kanan ke kiri.
5. Hipoventilasi alveolar.
6. Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi
Gagal Nafas Tipe II 4
Tipe ini dihubungkandengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan
ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang
dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral,
kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding dada. Penyebab gagal nafas tipe II:
1. Kerusakan pengaturan sentral.
2. Kelemahan neuromuskuler.
3. Trauma spina servikal.
4. Keracunan obat.
11

5. Infeksi.
6. Penyakit neuromuskuler.
7. Kelelahan otot respirasi.
8. Kelumpuhan saraf frenikus.
9. Gangguan metabolisme.
10. Deformitas dada.
11. Distensi abdomen massif.
12. Obstruksi jalan nafas
TUJUAN TERAPI OKSIGEN
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki
hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO 2 lebih
dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%.
Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat
terbatas pada hipoksia stagnan. Anemik dan histotoksik, karena yang dapat dicapai
melalui cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut di dalam darah
arteri. Hal ini juiga berlaku bagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah
vena yang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Pada bentuk hipoksia hipoksik
lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat. Namun perlu diingat, bahwa pada
penderita gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya
sampai menekan dan bukan merangsang pernafasan.5

12

Walau tergolong jenis terapi dan teknologi kesehatan mutakhir, tetapi dengan
menggunakan oksigen murni yang mulai marak sekarang, sebenarnya sudah
ditemukan sejak hampir 400 tahun yang lalu, namun berbgai benturan yang dihadapi
membuat dunia kesehatan terkesan kurang mengakui teknik ini. Di Indonesia sendiri
terapi oksigen murni dengan mempergunakan ruang hiperbarik mulai dikenal sejak
tahun enam puluhan. Namun penggunaannya masih terbatas bagi kalangan penyelam
AL yang mengalami penyakit dekompensasi yang terjadi akibat penurunan tekanan
yang terlampau cepat dari bawah keatas permukaan air. Gejala-gejalanya antara lain
adalah nyeri diseluruh tubuh, pusing dan kehilangan orientasi.
INDIKASI TERAPI OKSIGEN
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun
indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
(1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja
otot-otot tambahan pernafasan
(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O 2 dindikasikan kepada


klien dengan gejala :
(1) sianosis
(2) hipovolemi
(3) perdarahan
(4) anemia berat
(5) keracunan CO
13

(6) asidosis
(7) selama dan sesudah pembedahan
(8) klien dengan keadaan tidak sadar.
Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen
yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan
dapat memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik. Kriteria pemberian
terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus)
Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:

PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.

PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%)

2. Pemberian secara berselang


Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:

Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%..

Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.

Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi
oksigen jangka panjang.

14

KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN


Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain
adalah orang dengan kelainan paru-paru karena bisa mengakibatkan pecahnya paruparu dalam ruangan bertekanan tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi
saluran nafas atas, cedera paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-penyakit
menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam ruangan tertutup).
Karena itu, biasanya pasien diminta menyediakan data pemeriksaan darah lengkap
dan hasil foto rontgen paru minimal 6 bulan berselang sebelum memulai terapi
oksigen hiperbarik ini. Jadi bila ingin mencoba terapi oksigen mutakhir dengan cara
menghirup oksigen murni dalam ruangan hiperbarik ini tentu saja tak ada salahnya,
tetapi jangan lupa untuk memenuhi persyaratan dan prosedurnya serta satu hal yang
paling penting yaitu harus terlebih dahulu dimulai dengan berkonsultasi pada ahlinya
untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

TEKNIK DAN CARA PEMBERIAN OKSIGEN


1. Nasal kanula
Biasanya tidak memerlukan humidifikasi pada gas 02 yang dialirkan, sebab
humidifikasi dari nasopharing masih cukup baik (tidak terganggu). Kejelekannya
adalah apabila aliran gas lebih dari 3 L/mnt akan mengakibatkan iritasi selaput lendir
daerah hidung.
2. Nasal kateter
Yaitu dengan menggunakan kateter hidung yang dipasang sampai daerah
pharing. Biasanya digunakan untuk penderita yang gelisah sehingga tidak bisa
dipasang nasal kanula atau masker.

15

Perlu disertai dengan humidifikasi dan juga sering menyebabkan iritasi selaput lendir
pharing.
3. Masker sederhana
Konsentrasi 02 yang terhirup tergantung dengan pola pernafasan dan aliran
gas 02
4. Masker dengan kantong simpan
Seperti masker sederhana hanya ditambahkan kantong yang bisa menampung
aliran gas baik dari sumber gas atau yang dari udara kamar dan udara nafas.
Ada dua macam yaitu :
a. Yang tanpa disertai katup ekspirasi, sehingga terjadi rebreathing
b. Yang disertai katup ekspirasi sehingga tidak terjadi rebreathing
5. Masker venturi
Dengan alat ini maka konsentrasi gas 02 yang dihirup dapat diatur sesuai
dengan kehendak kita dan sesuai dengan kebutuhan penderita.
6. Tenda oksigen
Semacam tenda kecil yang melingkup bagian wajah penderita sehingga
penderita dapat bernafas dari udara yang berada dalam tenda tersebut.
7. Alat bantu nafas
Selain memberikan 02, dengan alat ini sekaligus mengatasi persoalan yang
mengganggu ventilasi paru. Apapun teknik dan cara yang kita gunakan yang mutlak
harus diperhatikan adalah kita harus mengetahui dan mengerti berapa persen
konsentrasi 02 yang terhirup pasien dengan cara tersebut (Fi02). Jadi bukan secara
otomatis biasanya begitu. Oleh karena itu untuk menentukan berapa Fi02 yang harus
diberikan adalah dengan memantau apakah target/sasaran terapi 02 tercapai atau
16

belum yaitu dengan oksimeter (Sa02) atau dengan menganalisa gas darah secara terus
menerus. Teknik pemberian oksigen dapat dilihat pada Tabel no.1.
Cara

Aliran 02 (L/mnt)

Konsentrasi

12

(Fi02)%
24 28

34

30 35

56
56

38 44
40

67

50

78
dengan 6

60
60

Nasal kateter

Masker sederhana

Masker

kantong simpan

Masker venturi
Tenda oksigen

70

80

9 10
Aliran tetap
8 10

90 99
24 35
40

Alat bantu nafas Sesuai

dengan 0 100

(ventilator)
aturan alat
Tabel 1. Teknik pemberian oksigen. (dikutip dari daftar pustaka no.4)
BAHAYA DAN EFEK SAMPING TERAPI OKSIGEN
1. Kebakaran
Walaupun 02 sendiri tidak terbakar tetapi dengan adanya 02 yang berlebihan
dalam udara kamar akan mempercepat proses kebakaran bila ada sumber api.
2. Hipoksia
Hal ini dapat terjadi bila pemberian 02 secara mendadak dengan tekanan yang
tinggi. Dapat dihindari dengan jalan memberikan secara bertahap.
17

3. Hipoventilasi
Hal ini sering terjadi pada penderita dengan kelainan paru yaitu penyakit paru
obstruksi menahun (PPOM). Pada penderita demikian pengendalian pusat nafas
disebabkan oleh kadar 02 dalam darah yang rendah (hipoksemia). Sehingga apabila
keadaan hipoksemia dihilangkan maka pusat nafas tidak ada yang merangsang yang
akan berakibat hipoventilasi bahkan sampai henti nafas (apneu). Oleh karena itu
pemberian 02 pada penderita demikian harus hati-hati yaitu dengan memberikan
secara bertahap. Mulai dari konsentrasi rendah yang dinaikkan secara pelan dan
bertahap sambil memantau keadaan penderita dengan pegangan bahwa keadaan
umum penderita membaik tetapi masih tetap bernafas seperti biasanya.

4. Atelektasis paru
Hal ini terjadi apabila konsentrasi 02 yang diberikan sangat tinggi (hampir
100%) dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya gas N2 akan terusir dari alveoli
sehingga dinding alveoli tidak dapat teregang lagi dan akhirnya kolap.
Pencegahannya ialah jangan memberikan 02 dengan konsentrasi 100% lebih dari 24
jam.
5. Keracunan oksigen
Ada dua macam yaitu :
a. Keracunan yang menyeluruh
Yaitu disebabkan karena Pa02 yang lebih dari 100 torr dalam jangka waktu
yang lama (bervariasi untuk tiap individu). Pada yang akut bisa terjadi kejang-kejang.
Pada yang kronis gejalanya berupa nyeri dibelakang tulang dada, nyeri sendi,
kesemutan, mual muntah, nafsu makan menurun. Pada bayi prematur dapat terjadi

18

kebutaan yang disebut retrolental fibroplasia, yaitu terjadi penyempitan pembuluh


darah di retina mata sehingga retina mengalami fibrosis.
b. Keracunan setempat
Sel epitel kapiler paru akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan gangguan
difusi gas.
PENCEGAHAN
1. Jangan memberikan 02 dengan konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam.
2. Setiap pemberian 02 dengan konsentrasi tinggi harus disertai pemantauan Pa02.

KESIMPULAN
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia,
sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak
hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan., oksigen juga sangat
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia
jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90
mmHg atau SaO2 lebih dari 90%.
Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu
diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan dapat
memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik.
Namun terapi oksigen juga mempunyai bahaya dan efek samping, seperti :
kebakaran, hipoksia, hipoventilasi, atelektasis paru, dan keracunan oksigen itu
sendiri. Oleh karena itu pemberian oksigen harus disertai pencegahan dengan cara

19

tidak memberikan O2 konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam dan melakukan
pemantauan PaO2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Meditasi Dzikir. Stress and Health Solution. Available at http://
MedDzik.org/stress-and-health-solution, diunduh tanggal 29 Oktober 2012
2. Potter, Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Volume 2, Edisi 4. Jakarta: EGC; 2002; 21-7
3. Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8. Jakarta: EGC; 2001; 343-9
4. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. Jakarta: FKUI; 2005; 53-7
5. Ganong, F. William. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2003; 241-9
6. Latief, A. Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intesif. Jakarta; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002;
39-43
7. Anonymous. Hiperbari Terapi Oksigen Murni Tekanan Tinggi. Available at
http://pikiranrakyat.com/hiperbarik-terapi-oksigen-murni-tekanan-tinggi, diunduh
tanggal 30 Oktober 2012
8. Anonymous. Sehat dan Bugar dengan Terapi Oksigen. Available at http://
fajar.co.id/sehat-dan-bugar-dengan-terapi-oksigen, diunduh tanggal 30 Oktober
2012.

20

9. Anonymous. Terapi Oksigen. Available at http://razimaulana.wordpress.com


/terapi-oksigen, diunduh tanggal 29 Oktober 2012

21

Anda mungkin juga menyukai