Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK PELAYANAN FISKUS DAN

ANCAMAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK


ORANG PRIBADI
(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Pare)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
Agus Ahmad Fathoni
12520020

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor
internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor
internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya
pinjaman luar negeri. Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber
penerimaan eksternal, pemerintah terus berusaha untuk memaksimalkan
penerimaan internal. Dewasa ini, pajak menjadi sumber penerimaan internal
yang terbesar dalam APBN.
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang
dominan

baik

untuk

belanja

rutin

maupun

pembangunan.

Dalam

meningkatkan penerimaan pajak wajib pajak merupakan salah satu aspek


penting dan merupakan tulang punggung penerimaan pajak,semua kegiatan
wajib pajak dalam menjalankan kewajiba perpajakannya telah diatur dalam
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),hal ini tentunya sebagai
upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak tentang pajak dan betapa penting
nya pajak bagi suatu Negara dan juga semu masyarakatnya.
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh
dunia, baik bagi Negara maju maupun di Negara berkembang. Karena jika
wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan
tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak. Yang
pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak Negara
akan berkurang. Menurut Siti Kurnia Rahayu, kepatuhan wajib pajak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan
suatu Negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan,
pemeriksaan pajak, dan tarif pajak.
Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan.

Sehingga kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi


strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. (Ikhsan Budi R : 2007)
Kepatuhan wajib pajak merupakan cermin dari pelaksanaan self
assessment system yang berlaku di Indonesia. Tata cara pemungutan dengan
self assessment system berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai
pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi, di mana ciri-ciri self assessment
system adalah adanya kepastian hukum, sederhana penghitungannya, mudah
pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan penghitungan pajak dilakukan
oleh Wajib Pajak. Self assessment system merupakan pengganti dari sistem
pemungutan yang lama yaitu Official Assessment. Dalam sistem official
assessment, besarnya kewajiban pajak wajib pajak ditentukan sepenuhnya
oleh fiskus (sebutan kepada aparat pajak). Sebaliknya, dalam sistem self
assessmet,

wajib

pajak

diberikan

kepercayaan

untuk

menghitung,

memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan kemudian melunasinya


serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar. Sehingga
perubahan sistem pemungutan pajak tersebut diatas, meletakan peran serta
masyarakat wajib pajak menjadi sangat penting dan penentu didalam
menopang pembiayaan pembangunan dan jalannya melalui pembayaran
pajak. (Siti Kurnia Rahayu : 2010)
Sesuai ketentuan perpajakan, kewajban perpajakan yang dilaporkan
oleh wajib pajak didalam surat Surat pemberitahuan (dikenal dengan sebutan
SPT) dianggap benar, kecuali apabila terdapat data atau informasi mengenai
kewajiban perpajakan yang dilaporkan oleh wajib pajak didalam SPT isinya.
Namun ternyata sebanyak 67 persen dari empat juta pemilik NPWP
dilaporkan tidak menyerahkan SPT pajak. Kondisi itu terjadi antara lain
diduga karena mereka kecewa terhadap pelayanan yang diberikan petugas
pajak.
Usaha memaksimalkan penerimaan pajak tidak dapat hanya
mengandalkan peran dari Ditjen Pajak maupun petugas pajak, tetapi
dibutuhkan juga peran aktif dari para wajib pajak itu sendiri. Penerapan Self
Assessment, memberikan kepercayaan wajib pajak untuk mendaftar,
menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri.

Hal ini menjadikan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak menjadi faktor yang
sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak.
Self Assessment System menuntut adanya peran serta aktif dari
masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Dianutnya sistem Self
Assessment membawa misi dan konsekuensi perubahan sikap (kesadaran)
warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela (voluntary
compliance). Kepatuhan memenuhi kewajiban pajak secara sukarela
merupakan tulang punggung dari Self Assessment System.
Sistem penghitungan sendiri (self assessment) memungkinkan
potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya
secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib
pajak atas tanggung jawab dari kewajiban perpajakannya. Untuk mengatasi
ketidakefektifan penerapan sistem self assessment, dan agar pelaksanaan
kewajiban wajib pajak dapat dilaksanakan secara baik dan benar, harus
diimbangi dengan memberikan penyuluhan pajak (tax dissemination),
pelayanan perpajakan (tax service) dan

pengawasan perpajakan (law

enforcement). Apabila ketiga fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara


optimal, maka kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak di
dalam melaksanakan kewajiban dan haknya di sektor perpajakan akan
meningkat. Pada akhirnya akan meningkatkan tax ratio dan sekaligus
penerimaan pajak.
Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan
negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
(Jatmiko, 2006). Menurut Suardika (dikutip dari Muliari dan Setiawan, 2010),
masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara dan harus
selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum
penyelenggaran negara. Penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006)
menemukan bahwa kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh
Muliari dan Setiawan (2010) juga menemukan bahwa kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak
orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur.

Pelayanan fiskus yang baik diharapkan mampu meningkatkan


kepatuhan wajib pajak. Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan
kenyamanan bagi wajib pajak. Keramah tamahan petugas pajak dan
kemudahan dalam sistem informasi perpajakan termasuk dalam pelayanan
perpajakan tersebut
Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak
yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Terdapat undang-undang yang
mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Agar peraturan
perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para
pelanggarnya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah
(preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma. Itulah sebabnya, penting
bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui
konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.
Salah satu faktor menyebabkan penerimaan pajak yang sulit
tercapai yaitu kepatuhan wajib pajak yang rendah itu dibuktikan karena
masyarakat selaku wajib pajak lupa, atau bahkan mungkin mengabaikan
kewajibannya untuk membayar pajak, khususnya pajak penghasilan orang
pribadi. Terlebih ditengah perubahan pandangan masyarakat terhadap seluruh
aspek penyelenggaraan pemerintahan, serta berbagai situasi yang muncul
serta memberikan kesan negatif terkait masalah perpajakan. Salah satu faktor
menyebabkan penerimaan pajak yang sulit tercapai yaitu kepatuhan wajib
pajak yang rendah itu dibuktikan karena masyarakat selaku wajib pajak lupa,
atau bahkan mungkin mengabaikan kewajibannya untuk membayar pajak,
khususnya pajak penghasilan orang pribadi. Terlebih ditengah perubahan
pandangan

masyarakat

terhadap

seluruh

aspek

penyelenggaraan

pemerintahan, serta berbagai situasi yang muncul serta memberikan kesan


negatif terkait masalah perpajakan. Kendala yang dapat menghambat

keefektifan pengumpulan pajak adalah kepatuhan wajib pajak (tax


compliance). Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu sikap
atau perilaku seorang wajib pajak yang melaksanakan semua kewajiban
perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Agar target pajak tercapai,
perlu ditumbuhkan secara terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat
untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Kesadaran perpajakan timbul dari
dalam diri wajib pajak sendiri, tanpa memperhatikan adanya sanksi
perpajakan. Sedangkan kepatuhan perpajakan timbul karena mengetahui
adanya sanksi perpajakan. Meskipun demikian, dalam praktek sulit untuk
membedakan apakah wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya
dimotivasi oleh kesadaran atau kepatuhan perpajakan.
Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan
negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
(Jatmiko, 2006). Menurut Suardika (dikutip dari Muliari dan Setiawan, 2010),
masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara dan harus
selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum
penyelenggaran negara. Penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006)
menemukan bahwa kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh
Muliari dan Setiawan (2010) juga menemukan bahwa kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak
orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur.
Pelayanan fiskus yang baik diharapkan mampu meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian Supadmi (2010) disebutkan bahwa
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi
wajib pajak. Keramah tamahan petugas pajak dan kemudahan dalam sistem
informasi perpajakan termasuk dalam pelayanan perpajakan tersebut.
Penelitian Jatmiko (2006) menemukan bahwa pelayanan fiskus memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur


dalam Undang-Undang, tak terkecuali mengenai sanksi perpajakan. Sanksi
diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Dengan
demikian, diharapkan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib
pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila memandang
bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (dalam Supadmi, 2010) menemukan
bahwa persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan memiliki pengaruh
positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian Yadnyana (2009)
dalam Muliari dan Setiawan (2010) menemukan bahwa sanksi pajak memiliki
pengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak
adalah memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan
kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan
kepada wajib pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan
dalam bidang perpajakan. Paradigma baru yang menempatkan aparat
pemerintah sebagai abdi Negara dan masyarakat (wajib pajak) harus
diutamakan agar dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Sikap tanggung jawab sebagai warga negara yang baik bertolak
belakang dengan kualitas pelayanan yang diberikan petugas, yang seharusnya
semakin baik di awal tahun baru ini. Seorang pensiunan berusia 72 tahun pun
mengeluhkan sistem di kantor pajak tersebut. Sejak pukul 7.15 WIB, ia sudah
menyerahkan kartu tanda penduduk sebagai syarat pengambilan kartu NPWP,
yang formulirnya telah diserahkan kurang lebih dua minggu lalu. Setelah
melalui penantian sekitar 3,5 jam, wajib pajak yang baru saja menyerahkan
KTP ternyata lebih dahulu memperoleh kartu NPWP. Hal ini tidak hanya
dialami bapak itu, tetapi juga puluhan pensiunan dan wajib pajak lainnya.
Keluhan-keluhan yang diajukan tidak dapat dilayani dengan baik karena pada
meja informasi hanya ada dua petugas magang, yang tidak mengetahui
dengan pasti sistem pengurusan.
Selanjutnya menurut Agfar Russalam yang merupakan bagian
pelayanan AR pada Kantor Pelayanan Pajak Cicadas, menjelaskan bahwa

kesulitan yang dihadapi dalam memberikan pelayanan terhadap wajib pajak


orang pribadi yaitu karena terdapat karakter sifat yang berbeda-beda yang
dimiliki oleh wajib pajak, sehingga dalam memberikan informasi kepada
wajib pajak mengalami kesulitan.
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan di atas maka
peneliti melakukan penelitian mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak dalam bentuk skripsi dengan judul Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak Pelayanan Fiskus dan Ancaman Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pare)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak orang pribadi di KPP Pratama Pare?
2. Apakah pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
orang pribadi yang di KPP Pratama Pare?
3. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi di KPP Pratama Pare?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan
bebas di KPP Pratama Pare.
2. Untuk menganalisis pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib
pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas
di KPP Pratama Pare.
3. Untuk menganalisis pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak
orang

1.4 Manfaat Penelitian


Kegunaan penelitian ini sebagai berikut.
1. Kegunaan Teoretis
Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam hal yang berkaitan
dengan kepatuhan formal wajib pajak. Selain itu juga menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai kepatuhan formal wajib pajak.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib
pajak dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
formal wajib pajak yang dalam penelitian ini adalah kesadaran wajib
pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak, terutama bagi daerah lokasi
penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh

Restu Mutmainnah Marjan

(2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,


Pelayanan Fiskus, Dan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Formal
Wajib Pajak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
regresi linear berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah Kesadaran
Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, Dan Sanksi Pajak. Variabel terikat yang
digunakan adalah kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Hasil
penelitian Restu Mutmainnah Marjan (2014) adalah kesadaran wajib pajak,
pelayanan fiskus, dan sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak secara parsial dan simultan.
Variabel pelayanan fiskus memberikan pengaruh paling besar terhadap
kepatuhan formal wajib pajak. Variabel kesadaran wajib pajak, pelayanan
fiskus dan sanksi pajak dapat digunakan untuk menjelaskan kepatuhan formal
wajib pajak sebesar 54,8%.
I Gede Pranadata (2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh
Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Perpajakan dan Pelaksanaan
Sanks Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP
Pratama Batu dengan menggunakan metode kualitatif dan menggunakan
analisis regresi berganda. Hasil penelitian yang dilakkan oleh I Gede
Pranadata bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman wajib
pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi,
sedangkan kualitas pelayanan perpajakan dan pelaksanaan sanksi pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Batu.
Thia Dwi Utami juga melakukan penelitian yang hampir sama dari
penelitan yang disajikan diatas namun mengambil objek penelitian yang
berbeda. Beliau meneliti tentang Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor

10

Pelayanan Pajak Pratama Palembang Seberang Ulu. Penelitian yang


dilakukan Thia Dwi Utami menunjukkan bahwa Hasil dari penelitian ini
secara parsial adalah tidak terdapat pengaruh terhadap variabel kesadaran
wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, dan pada variabel
sanksi pajak terdapat pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak orang pribadi. Dari pengujian secara simultan terdapat pengaruh
signifikan antara kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak prang pribadi.
Murni Julianti (2014 ) meneliti tentang Analisis Faktor Faktor
Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk
Membayarpajak Dengan Kondisi Keuangan Dan
Preferensi Risiko Wajib PajakSebagai Variabel Moderating dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan serta pengetahuan
dan pemahaman wajib pajak tentangperaturan perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak. Variabel kondisi keuangan dan preferensi
risiko wajib pajak juga berperan sebagai pure moderator yang memperkuat
maupun memperlemah hubungan antaravariabel dependen dengan variabel
independen.
Cindy Jotopurnomo dan Yenni Mangoting (2013) melakukan
penelitian mengeai Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan
Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi
perpajakan, dan lingkungan Wajib Pajak berada berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pengertian Pajak
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib
11

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut

Undang

Undang

No.36

tahun

2008,

Pajak

Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak


atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
dengan subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBN).
c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah, dan
d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di
Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

12

2.1.2 Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak
dibagi menjadi 2, antara lain:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah setiap orang pribadi yang
memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di
Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai
nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam
undang-undang.
2. Wajib Pajak Badan, adalah setiap perusahaan yang didirikan di
Indonesia dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
serta mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
ketentuan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia

2.1.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


Wajib pajak memiliki kewajiban sebagai berikut :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap
wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
2. Mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan
bahwa setiap Wajib Pajak Wajib mengisi Surat Pemberitahuan
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

13

3. Membayar atau menyetor pajak


Kewajiban Wajib pajak untuk membayar atau menyetor pajak yang
terutang dilakukan di kas negara melalui kantor pos dan/atau Bank
Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah
atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
KUP.
4. Membuat pembukuan atau pencatatan
Bagi Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia
diwajibkan membuat pembukuan, sesuai ketentuan Pasal 28 ayat
(1) Undang-Undang KUP. Sedangkan pencatatan dilakukan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.
5. Menaati pemeriksaan pajak
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, sesuai ketentuan Pasal 29
ayat (3) Undang-Undang KUP, tentunya Wajib Pajak menaati
ketentuan pemeriksaan pajak.
6. Melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Kewajiban ini dilakukan Wajib pajak terhadap pihak lain dalam
rangka melaksanakan perintah Undang-Undang PPh, seperti Pasal
21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, dan ketentuan Undang-Undang
PPN. Pajak yang telah dipotong atau dipungut tersebut harus
disetorkan ke Kas Negara melalui bank.
7. Membuat Faktur Pajak
Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib membuat Faktur Pajak
untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
sesuai ketentuan Pasal 13 Undang-Undang PPN. Faktur Pajak yang
dibuat merupakan bukti adanya pungutan pajak yang dilakukan

14

oleh PKP. Faktur Pajak tersebut bisa berbentuk Faktur Pajak


Standar yang isi dan bentuknya telah di tentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak, dan Faktur Pajak Sederhana yang bentuknya dibuat
sesuai kebutuhan Wajib Pajak namun tidak bertentangan dengan
elemen yang diatur Undang-Undang.
8. Melunasi Bea Materai
Dalam Undang-Undang bea Materai Nomor 13 tahun 1985
disebutkan bahwa Bea Materai merupakan pajak yang dikenakan
atas dokumen. Dokumen-dokumen yang wajib dilunasi Bea
Materainya adalah dokumen yang berbentuk: Surat perjanjian dan
surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata; akta-akta notaris termasuk
salinannya; akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
termasuk rangkap-rangkapnya; surat yang memuat jumlah uang
lebih dari Rp1.000.000 (satu juta rupiah) yang menyebutkan
penerimaan uang; yang menyatakan pembukuan uang atau
penyimpanan

uang

dalam

rekening

bank;

yang

berisi

pemberitahuan saldo rekening bank; yang berisi pengakuan bahwa


utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan; surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan
cek yang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000 (satu juta
rupiah); efek dalam nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang
harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
Sedangkan hak Wajib Pajak berdasarkan UU perpajakan, yaitu:
1. Mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus
Hak ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self-assessment yang
mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri.
2. Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)
Apabila Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT terdapat kekeliruan
dalam pengisiannya, misalnya karena ada data yang belum dilaporkan
atau terdapat kesalahan dalam menghitung, Wajib Pajak masih
15

diberikan Kesempatan untuk membetulkannya dengan syarat fiskus


belum melakukan tindakan pemeriksaan.
3. Memperpanjang waktu penyampaian SPT
Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP menegaskan bahwa
batas waktu penyampaian SPT masa paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir masa pajak dan untuk SPT tahunan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah akhir tahun pajak.
4. Memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak
Apabila Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajaknya
mengalami kelebihan, maka atas kelebihan tersebut dapat diminta
kembali (restitusi) dengan suatu permohonan tertulis, sesuai ketentuan
Pasal 11 Undang-Undang KUP.
5. Mengajukan keberatan
Apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang
diterbitkan atau pemotongan atau pemunguta pajak yang dilakukan
pihak ketiga, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum keberatan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar
kekuasaannya.
6. Mengajukan banding
Apabila Wajib Pajak sudah mendapatkan keputusan atas upaya
keberatan yang diajukan ke kantor pajak dan merasa keputusan tersebut
tidak memuaskannya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya
hukum banding ke Pengadilan Pajak sesuai ketentuan Pasal 27 UndangUndang KUP.
7. Mengajukan pejabat yang membocorkan rahasia Wajib Pajak
Dalam penjelasan Pasal 34 Undang-Undang KUP ditegaskan bahwa
setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan
tugas di bidang perpajakan untuk tidak mengungkapkan kerahasiaan
Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan.

16

8. Mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran


pajak
Dalam hal-hal tertentu, ada kalanya Wajib Pajak tidak dapat melunasi
uang pajaknya secara sekaligus. Hak yang diberikan berdasarkan
ketentuan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP ini dimaksudkan untuk
membantu Wajib Pajak tetap dapat melaksanakan kewajibannya dengan
baik dan tetap dapat menjalankan usahanya sesuai kondisi nyata Wajib
Pajak yang bersangkutan.
9. Meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan
pajak
Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang KUP memberikan hak kepada Wajib
Pajak agar Direktur Jendral Pajak memberikan keterangan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, perhitungan pajak,
pemotongan atau pemungutan pajak.
10. Memberikan alasan tambahan
Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang KUP menegaskan bahwa sebelum
surat keputusan atas keberatan diterbitkan, maka Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelesan tertulis.
11. Mengajukan gugatan
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang KUP menegaskan adanya hak Wajib
Pajak untuk mengajukan gugatan atas pelaksaan Surat Paksa, Surat
Perintah

Melaksanakan

Penyitaan,

atau

Pengumuman

Lelang;

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,


selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; Keputusan
pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan
dengan Surat Tagihan Pajak; Keputusan sebgaimana dimaksud dalam
Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
12. Menunda penagihan pajak
Hak untuk menunda penagihan pajak adalah berkaitan dengan proses
banding yang sedang dilakukan Wajib Pajak. Pasal 43 ayat (2) UndangUndang Pengadilan Pajak (UU PP) menegaskan bahwa penggugat
dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut penagihan pajak

17

ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai


ada putusan Pengadilan Pajak.
13. Memperoleh imbalan bunga
Hak Wajib Pajak untuk memperoleh imbalan bunga didasarkan pada
Pasal 27A Undang-Undang KUP bahwa apabila pengajuan keberatan
atau banding diterima sebagian atau seluruhnya.
14. Mengajukan peninjauan kembali ke Mahkama Agung
Hak ini timbul berdasarkan ketentuan Pasal 91 Undang-Undang PP
yang hanya bisa dilakukan berdaarkan alasan-alasan tertentu yang
disebutkan dalam Undang-Undang.
15. Mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah
dikeluarkan
Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Wajib Pajak
(khususnya Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap) dapat
mengurangi penghasilannya dengan segala pengeluaran-pengeluaran
yang telah ditentukan dalam Undang-Undang.
16. Pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Sesuai Pasal 7 Undang-Undang PPh, hak ini khusus diberikan kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi dengan memberikan pengurangan sebesar
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang telah ditentukan.
17. Menggunakan norma perhitungan penghasilan neto
Hak ini diberikan kepada Wajib Pajak yang mempunyai peredaran bruto
usaha dalam satu tahun kurang dari Rp600 juta dengan syarat
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang PPh.
18. Memperoleh fasilitas perpajakan
Dalam Pasal 31A Undang-undang PPh ditegaskan adanya fasilitas
perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan
penanaman modal pada bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu.
19. Melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

18

Dalam Undang-Undang PPN ditegaskan bahwa apabila Wajib Pajak


(pengusaha kena pajak) mempunyai Pajak Masukan (pajak yang
dibayar kepada pihak lain) maka atas Pajak Masukan tersebut dapat di
kreditkan terhadap Pajak Keluaran (Pajak yang dipungut dari pihak
lain).
2.2.3 Kesadaran Wajib Pajak
Muliari dan Setiawan (2010), kesadaran perpajakan adalah
suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan
melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela.
Indikator dari kesadaran perpajakan sebagai berikut:
1. Mengetahui adanya Undang-Undang dan ketentuan perpajakan,
2. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan Negara,
3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
4. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan Negara,
5. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela,
6. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko
(2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai
kesadaran wajib pajak menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi
kesadaran wajib pajak, maka akan semakin patuh membayar pajak.
Oleh sebab itu, kesadaran Wajib Pajak didugaakan berpengaruh
terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak.
2.2.2 Pelayanan Fiskus
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau
menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara
itu fiskus adalah petugas pajak. Dengan demikian pelayanan fiskus
dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus
atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak (Santi,
2012).

19

Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai


pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib
pajak

untuk

membantu

wajib

pajak

memenuhi

kewajiban

perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik


Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Pasal 58 menjelaskan fungsi dari
Kantor Pajak Pratama sebagai pelayanan fiskus, yaitu:
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;
b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan
dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya;
d. Penyuluhan perpajakan;
e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak;
f. Pelaksanaan ekstensifikasi;
g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
k. Pelaksanaan intensifikasi;
l. Pembetulan ketetapan pajak;
m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan;
n. Pelaksanaan administrasi kantor.
Ilyas dan Burton (2008:202) mengatakan bahwa untuk mengetahui
bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus
kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan
kewajiban sebagai fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU
perpajakan adalah:
1. Kewajiban untuk membina wajib pajak,
2. Kewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar,
3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak,

20

4. Kewajiban melaksanakan putusan.


Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU
perpajakan, antara lain:
1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan,
2. Hak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak,
3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan,
4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan,
5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi,
6. Hak melakukan penyidikan,
7. Hak melakukan pencegahan,
8. Hak melakukan penyanderaan.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006),
Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai pelayanan
fiskus menunjukkan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Apabila pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak tidak
memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, berarti pelayanan yang
diberikan tidak berkualitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak diduga akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas
pelayanan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini.
Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada wajib
pajak sehingga akan menjadi patuh dalam memenuhi kewajibannya
kembali. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat
pajak maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak. Oleh sebab
itu, pelayanan fiskus diduga akan berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan formal wajib pajak.
2.2.3 Sanksi Pajak
Sanksi

adalah

suatu

tindakan

berupa

hukuman

yang

diberikankepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau

21

Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk


melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau
Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma
perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo,20011)

Pandangan tentang sanksi

perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009 dalam


Muliari dan Setiawan, 2010) sebagai berikut :
1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup
berat.
2. Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
sangat ringan.
3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana
mendidik wajib pajak.
4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan
dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal,
dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib
pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi
(bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana. Secara
konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu sanksi positif dan sanksi
negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi
negatif merupakan suatu hukuman (Soekanto, 1988 dalam Ilyas dan
Burton, 2010). Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh
dan telah memasukan Surat Pemberitahuan tepat pada waktunya belum
diperhatikan. Saat ini Ditjen Pajak masih berfokus pada pemberian
sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap
peraturan perpajakan. Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan yang
berlaku, menurut Ilyas dan Burton (2010)terdapat empat hal yang
diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu:

22

1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar


pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh
2. Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam
menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu
sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983
3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat
Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya
4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada
wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.
Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton
(2010) adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa
pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Sekarang ini, wajib
pajak seolah tidak takut lagi terhadap denda administrasi sebesar
Rp10.000,00 yang terdapat pada pasal 7 UU Nomor 6/83, bila wajib
pajak

tidak

memasukan

Surat

Pemberitahuan

atau

terlambat

memasukannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), para wajib pajak


seolah-olah menganggap remeh dengan denda yang kecil (Ilyas dan
Burton, 2010).
Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang
sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006).
Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan
wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Kepatuhan Pajak
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk
atau patuh pada ajaran atau aturan. Sedangkan menurut Gibson (1991) dalam
Agus Budiatmanto (1999) sebagaimana yang dikutip oleh Jatmiko (2006),
kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Dalam
pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-undang Perpajakan. Jadi,

23

kepatuhan pajak merupakan kepatuhan seseorang, dalam hal ini adalah wajib
pajak, terhadap peraturan atau Undang-undang Perpajakan.
Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami
realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas.
Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui
atau mengerti. Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan
beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak
untuk membayar pajak.
H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak
Pelayanan Fiskus
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau
menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan seseorang). Sementara itu,
fiskus merupakan petugas pajak. Jadi, pelayanan fiskus dapat diartikan
sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan
segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib
pajak (Jatmiko, 2006).
H2 : Pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
Sanksi Pajak
Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan
kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang
merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai
apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi
diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak
merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo,2006 dalam Muliari dan Setiawan, 2010).
H3 : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan
Pekerjaan Bebas

24

Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau


pekerjaan bebas adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha dan
tidak terikat oleh suatu ikatan dengan pemberi kerja. Definisi menjalankan
kegiatan usaha yang dimaksud adalah usaha apapun di berbagai bidang, baik
pertanian, industri, perdagangan, maupun yang lainnya. Sedangkan pekerjaan
bebas umumnya terkait dengan keahlian atau profesi yang dijalankan sendiri
oleh tenaga ahli yang bersangkutan antara lain: pengacara, akuntan,
konsultan, notaris, atau dokter. Maksudnya, pelaku pekerjaan bebas tersebut
membuka praktek sendiri dengan nama sendiri.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam penelitian ini akan berusaha dijelaskan mengenai pengaruh
kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan
bebas. Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak diduga akan
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kerangka pemikiran teoritis
penelitian ini disajikan pada Gambar berikut

Kesadaran Wajib Pajak (x1)


Pelayanan Fiskus (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak (y)

Sanksi Pajak (X3)

25

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian


Obek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang aktif dan terdaftar di Kantor
Pelyanan Pajak Pare
3.2 Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib
Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang aktif dan terdaftar di Kantor Pelyanan
Pajak Pare. Untuk pengambilan sampel mengunnakan teknik random
sampling
3.3 Jenis Data
Data yang digunakan merupakan data primer yang langsung
didapakan dari obyek penelitian dengan menggunakan kuisioner dengan
mengajukan pertanyaan yang terkait dengan variabel peneltian. Dan
kusisioner disebar langsung oleh peneliti kepada responden.
3.4 Metode dan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
regresi berganda untuk mengolah dan membahas data yang telah diperoleh
dan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis regresi berganda
dipilih untukdigunakan pada penelitian ini karena teknik regresi berganda
dapat menyimpulkan secara langsung mengenai pengaruh masing-masing
variabel bebas yang digunakan secara parsial ataupun secara bersama-sama.
Hair et al. (1998) dalam Jatmiko (2006) menyatakan bahwa regresi
berganda merupakan teknik statistik untuk menjelaskan keterkaitan antara
variabel terikat dengan beberapa variabel bebas. Fleksibilitas dan adaptifitas
dari metode ini mempermudah peneliti untuk melihat suatu keterkaitan dari
beberapa variabel sekaligus. Regresi berganda juga dapat memperkirakan
26

kemampuan prediksi dari serangkaian variabel bebas terhadap variabel


terikat.

27

DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, Budi R.2007. Kajian Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib. Pajak Jurnal Akuntansi Manajemen Bisnis dan
Sektor Publik (JAMBSP)
Ilyas, W. B. dan Burton, R. 2008. Hukum Pajak (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat.

Jatmiko, A.N. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi
Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang
Pribadi di Kota Semarang), (Online),
(http://eprints.undip.ac.id/15261/1/Agus_Nugroho_Jatmiko.pdf/, diakses
25 April 2015).
Mardiasmo. 2011. Perpajakan (Edisi Revisi 2011). Yogjakarta: Andi.
Marjan, Restu Mutmainah. 2014. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan
Fiskus, Dan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Formal
Wajib Pajak. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Hasanuddin Makassar
Muliari, N. K. dan Setiawan, P. E. 2010. Jurnal Akuntansi dan Bisnis: Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana. Pengaruh Persepsi tentang Sanksi
Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan
Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Denpasar Timur, (Online), (http://portalgaruda.org/download_article.php?
article946/, diakses 20 Apil 2015).
Santi. A. N. 2012. Analisis Pengaruh kesadaran Perpajakan, Sikap Rasional,
Lingkungan, Sanksi Denda, dan Sikap Fiskus Terhadap kepatuhan Wajib
Pajak, (Online), (http://eprints.undip.ac.id/35025/1/Skripsi_01.pdf, diakses
20 Apil 2015).
Siti Kurnia Rahayu. 2010 .PERPAJAKAN INDONESIA : Konsep dan Aspek
Formal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

28

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan


dan Tata Cara Perpajakan. 2013. Bandung: Fokusindo Mandiri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-UndangNomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan
Undang-Undang bea Materai Nomor 13 tahun 1985

29

LAMPIRAN
Tabel 2.1`
Penelitian Terdahulu
No
.
1.

Nama,
Tahun

Judul Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Penelitian
Restu

Pengaruh

Mutmainnah

Kesadaran Wajib

kesadaran wajib pajak,

Marjan

Pajak, Pelayanan

pelayanan fiskus, dan

2014

Fiskus, Dan

sanksi pajak berpengaruh

Sanksi Pajak

positif dan signifikan

Terhadap Tingkat

terhadap tingkat

Kepatuhan

kepatuhan formal wajib

Formal Wajib

pajak secara

Pajak

parsial dan simultan.

Kualitatif

Hasil penelitian ini adalah

Variabel pelayanan fiskus


memberikan pengaruh
paling besar terhadap
kepatuhan formal wajib
pajak. Variabel kesadaran
wajib pajak, pelayanan
fiskus dan sanksi pajak
dapat digunakan untuk
menjelaskan kepatuhan
formal wajib pajak
2

kualitatif

sebesar 54,8%.
Hasil penelitian

I Gede Putu

Pengaruh

Pranadata

Pemahaman

menunjukan bahwa

2014

Wajib Pajak,

pemahaman wajib pajak

Kualitas

tidak berpengaruh

Pelayanan

terhadap kepatuhan wajib

Perpajakan, Dan

pajak orang pribadi,


30

Tabel 2.1`
Penelitian Terdahulu
No
.

Nama,
Tahun

Judul Penelitian

Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Pelaksanaan

sedangkan kualitas

Sanksi Pajak,

pelayanan perpajakan dan

Terhadap

pelaksanaan sanksi pajak

Kepatuhan

berpengaruh terhadap

Wajib Pajak

kepatuhan wajib pajak

Orang Pribadi

orang pribadi pada

Pada KPP

Kantor Pelayanan Pajak

Thia Dwi

Pratama Batu
Pengaruh

Pratama Batu.
Hasil dari penelitian

Utami

Kesadaran Wajib

ini secara parsial adalah

Pajak Dan

tidak terdapat pengaruh

Sanksi

terhadap variabel

Pajak Terhadap

kesadaran wajib pajak

Kepatuhan Wajib

terhadap

Pajak

kepatuhan wajib pajak

Orang Pribadi

orang pribadi, dan pada

Pada Kantor

variabel sanksi pajak

Pelayanan

terdapat pengaruh secara

Pajak Pratama

signifikan

Palembang

terhadap kepatuhan wajib

Seberang Ulu

pajak orang pribadi. Dari

Kualitatif

pengujian secara simultan


terdapat pengaruh
signifikan antara
kesadaran wajib pajak
dan sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak
prang pribadi.

31

Tabel 2.1`
Penelitian Terdahulu
No
.
4

Nama,

Metode

Tahun

Judul Penelitian

Penelitian
Murni

Analisis Faktor

Julianti

Faktor Yang

menunjukkan bahwa

2014

Mempengaruhi

persepsi wajib pajak

Kepatuhan Wajib

tentang kualitas

Pajak Orang

pelayanan perpajakan

Pribadi Untuk

serta pengetahuan dan

Membayarpajak

pemahaman wajib pajak

Dengan Kondisi

tentang

Keuangan Dan

peraturan perpajakan

Preferensi Risiko

berpengaruh positif

Wajib Pajak

terhadap kepatuhan wajib

Sebagai Variabel

pajak.

Moderating

Variabel kondisi

Penelitian
kualitatif

Hasil Penelitian
Hasil penelitian

keuangan dan preferensi


risiko wajib pajak juga
berperan sebagai
pure moderator yang
memperkuat maupun
memperlemah hubungan
antara
variabel dependen dengan
5

Cindy

Pengaruh

kuantitatif

variabel independen.
hasil

Jotopurnomo Kesadaran Wajib

penelitian menunjukkan

dan Yenni

Pajak, Kualitas

bahwa kesadaran Wajib

Mangoting

Pelayanan

Pajak, kualitas pelayanan

2013

Fiskus,

fiskus, sanksi

Sanksi

perpajakan, dan

32

Tabel 2.1`
Penelitian Terdahulu
No
.

Nama,
Tahun

Judul Penelitian

Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Perpajakan,

lingkungan Wajib Pajak

Lingkungan

berada berpengaruh

Wajib Pajak

signifikan terhadap

Berada terhadap

kepatuhan

Kepatuhan Wajib

Wajib Pajak Orang

Pajak Orang

Pribadi di Surabaya.

Pribadi di
Surabaya

33

Anda mungkin juga menyukai