RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II
Jl. Wates KMYogyakarta
5,5 Gamping,
Yogyakarta
RS PKU Muhammadiyah
unit IISleman, Yogyakarta55294
Telp. 0274 6499706, Fax. 0274 6499727
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
Nomor : 0425/PS.1.2/IV/2015
Tentang
PANDUAN RESUSITASI JANTUNG DAN PARU
DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II
Menimbang
Mengingat
MEMUTUSKAN
Menetapkan
PERTAMA
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
UNIT
II
TENTANG PANDUAN RESUSITASI JANTUNG DAN
PARU
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA UNIT II.
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
ii
KATA PENGANTAR
Yogyakarta unit II. Dalam panduan ini antara lain berisi tentang tatalaksana
Resusitasi Jantung dan Paru
Untuk peningkatan mutu pelayanan diperlukan pengembangan kebijakan,
pedoman, panduan dan prosedur. Untuk tujuan tersebut panduan ini akan kami
evaluasi setidaknya setiap 2 tahun sekali. Masukan, kritik dan saran yang konstruktif
untuk pengembangan panduan ini sangat kami harapkan dari para pembaca.
Direktur
DAFTAR
DAFTARISI
ISI
Hal:
Halaman:
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
SK
DIREKTUR
KATA
PENGANTAR
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. DEFINISI
DAFTAR
ISI
B. TUJUAN
BAB I : DEFINISI
C. RUANG LINGKUP
BAB
: RUANG
LINGKUP
D. II
TATA
LAKSANA
ii
i
iii
1ii
1
1
1
3
B. Terapi Elektrik
10
13
14
18
Paru
KEPUSTAKAAN
22
ii
LAMPIRAN
Keputusan Direktur Nomor : 0416/PS.1.2/IV/2015
Tentang Panduan Resusitasi Jantung dan Paru
BAB I
DEFINISI
life support)) dan rantai kelima adalah perawatan pasca henti jantung ((post cardiacarrest care)
BAB II
RUANG LINGKUP
Pada panduan resusitasi ini akan ditekankan pada pemberian bantuan hidup
dasar yang harus dikuasai oleh setiap dokter, dokter gigi, dokter spesialis maupun
first responder di lapangan. Bantuan hidup dasar diutamakan pada penanganan
airway, breathing, circulation berdasarkan panduan terbaru dari American Heart
Association 2010 mengenai Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Beberapa hal
yang ditekankan pada panduan resusitasi ini yaitu :
1.
2.
Kedalaman kompresi paling tidak 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan kedalaman
kompresi paling tidak sepertiga diameter antero posterior dari thorax pada
bayi dan anak (kurang lebih 1.5 inchi (4 cm) pada bayi dan 2 inchi (5 cm)
pada anak). Perhatikan bahwa rentang 1.5 sampai 2 inchi tidak lagi digunakan
untuk korban dewasa, dan kedalaman absolut yang direkomendasikan untuk
anak dan bayi lebih dalam daripada versi AHA sebelumnya.
3.
4.
5.
BAB III
TATA LAKSANA
A.
3)
4)
B. Terapi Elektrik
Defibrilasi
Proses defibrilasi mencakup penghantaran energi listrik melalui dinding dada
menuju ke jantung untuk mendepolarisasikan sel-sel miokard dan menghilangkan
VF. Pengaturan energi untuk defibrilator diatur untuk menyediakan energi dengan
tingkat terendah namun masih efektif dalam menghilangkan VF. Karena
defibrilasi merupakan suatu proses elektrofisiologis yang terjadi dalam 300 500
milidetik setelah penghantaran energi, istilah defibrilasi (keberhasilan shock)
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II
10
(defibrilasi).Hantaran
untuk
mengobati
kejut
takiaritmia
tersinkronisasi
yang
tidak
(kardioversi)
stabil
yang
11
12
13
14
1.
15
16
meliputi
koma,
kejang,
myoclonus,
beberapa
tingkat
disfungsi
neurokognitif (mulai dari defisit daya ingat sampai status vegetatif) dan
kematian otak. Agen neuroprotektif dengan obat obat antkonvulsi seperti
halnya Thiopental dan Diazepam dosis tunggal atau Magnesium atau
keduanya dapat diberikan pada kejang setelah ROSC, namun tidak dapat
meningkatkan status neurologis dari pasien.
5. Exposure
Direkomendasikan bahwa pasien dewasa dalam kondisi koma dengan
ROSC pasca henti jantung di luar rumah sakit sebaiknya didinginkan
sampai suhu 32C - 34C selama 12 24 jam. Hipotermia yang diinduksi
juga bisa dipertimbangkan untuk pasien dewasa yang koma dengan ROSC
pasca henti jantung di dalam rumah sakit dengan irama awal pulseless
electrical activity atau asystole. Penghangatan kembali pada pasien koma
yang secara spontan menjadi hipotermia ringan (> 32C) setelah resusitasi
selama 48 jam pertama setelah ROSC.
17
18
lain perawatan kritis, ilmu penyakit jantung, ilmu penyakit dalam, dan ilmu
penyakit saraf.
Oleh karena itu, diperlukan unit perawatan kritis yang baik dalam
mengantisipasi, monitor, dan menatalaksana setiap masalah yang terjadi.
terapi
harus
mencantumkan
instruksi
mengenai
intervensi
19
kecuali
intervensi
ini
masuk
dalam
perintah
DNAR
20
21
KEPUSTAKAAN
22