Disusun oleh:
Elfinsa Ismi Istiqomah
Yudha Satria
Hendri Apriarno
Yasmin Diah Pratiwi
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Wahyu R, Sp. OT selaku dokter pembimbing
Bedah Orthopedi RSUD dr. Soeselo Slawi pada
Oktober 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang
berjudul Fraktur Terbuka.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah RSUD Dr. Soeselo Slawi. Penulis berharap pembuatan laporan ini
tidak hanya berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan diatas. Namun, besar harapan
penulis agar laporan ini juga dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan
dengan topik referat ini. Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, penulis banyak
memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
dr. Wahyu R, Sp.OT, selaku pembimbing kami, dr. Wahyu, R. SpOT yang telah
membantu dalam menyusun referat ini,
2.
Kepada seluruh staf pengajar di SMF Bedah RSUD Dr. Soeselo Slawi. atas
3.
tata bahasa, maupun informasi ilmiah yang didapat dalam referat ini. Oleh karena itu
kritik dan saran senantiasa diharapkan. Semoga referat ini bermanfaat bagi
pembacanya.
Slawi, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................................ 1
Kata Pengantar ... 2
Daftar Isi ................................................................................................................ 3
BAB. I Pendahuluan ............................................................................................ 4
BAB. II Anatomi Fisiologi Histologi dan Biokimia .......... 5
BAB. III Pembahasan Fraktur Terbuka.................................................................. 10
3.1 Definisi.
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi ....
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi ........
3.6 Manifestasi klinis..
3.7 Diagnosis...................................
3.8 Tatalaksana ......
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis ...
10
10
11
12
13
16
17
19
28
37
BAB. IV Kesimpulan 38
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Riset Kesehatan
Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menyatakan di
Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa
jatuh, yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus
kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%) dan dari
14.127 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7%).1
Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar.2,3 Fraktur
terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar dan segera untuk mengurangi resiko infeksi. Utamanya adalah untuk
mencegah infeksi, penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa
hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang dapat dilakukan
berulang-ulang selama 48-72 jam, stabilisasi fraktur, penutupan kulit serta pemberian
antibiotik yang adekuat.2
Insiden fraktur terbuka di Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia
mendata sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki
peringkat terbanyak pada tibia (21,6%), disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna
(9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka diafiseal lebih
sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 % versus 1.2%).4,5
Penulisan referat ini bertujuan agar sebagai dokter mampu mengenali
dan mendiagnosis suatu penyakit dengan tepat serta memberikan terapi awal
dan mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Tindakan awal
yang diberikan serta penanganan terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan
kompetensi dokter yang ditujukan demi kesembuhan pasien.
BAB II
ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi
utama, yaitu membentuk rangka badan, tempat melekat otot, bagian dari tubuh untuk
melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang
belakang, jantung dan paru-paru, tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan
garam dan sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.6
Secara garis besar tulang terbagi atas, yaitu :
1. Tulang panjang, yang termasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang
panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epifisis, diafisis dan metafisis.
Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metaphysis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh trabekular atau sel spongiosa yang mengandung
sel-sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum.
2. Tulang pendek antara lain yaitu tulang vertebra dan tulang-tulang carpal.
3. Tulang pipih antara lain yaitu tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis.
sel, jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem
Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks
yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen
dan mineral dibanding dengan tulang imatur.7
Tulang terdiri atas bahan antar sel dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Sedang bahan antar sel terdiri dari bahan organik
(serabut kolagen, dll) dan bahan anorganik (kalsium, fosfor, dll). Osteoblas
merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting
dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi
substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian
hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi
terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi
oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam
lakuna.
Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling
garam kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel
makrofag yang aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat
dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan
matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan disebut deosifikasi. Jadi dalam
tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.8,9
Gambar 2.
Bagian-bagian
tulang
Tulang
dapat
dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disintesis
osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada
matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan
tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk
perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia
utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi
anorganik (45%), air (20%). Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta
substansi organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar
dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondrotin asam
sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh
magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali
fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan
dengan beberapa factor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak anak jauh lebih cepat pada orng
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada
daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses
remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang
apabila unur bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
dewasa. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table
berikut:
LOKALISASI
Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta
Distal radius
Diafisis ulna dan radius
Humerus
Klavicula
Panggul
Femur
Condillus femur / tibia
Tibia / fibula
Vertebra
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan
union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah
fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan
kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita.
Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur. Union
secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat
adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya
medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.3,10
BAB III
PEMBAHASAN FRAKTUR TERBUKA
3.1 DEFINISI
Secara umum, fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang
atau tulang rawan dan vaskularisasi disekitarnya yang umumnya disebabkan trauma,
baik trauma langsung maupun tidak langsung atau karena adanya kelainan yang
bersifat patologis. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung
pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.2,3
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri, sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi.2,3
3.2 EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Masalah pada tulang
yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Badan kesehatan dunia
(WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan
insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Dari 31,575
kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan
tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian
fraktur terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah.11
Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung dari faktor geografis dan
sosioekonomis, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang diambil
dari Universitas Gadjah Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4% dari
seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3,64 : 1 dan kelompok
umur mayoritas dekade dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik
tergolong tinggi.
Fraktur
terbuka
sering
membutuhkan
pembedahan
segera
untuk
membersihkan area yang mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris
dan infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang.
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson
melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada
luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur
negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif. Oleh karena itu,
setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan
penanganan dini. 12,13
Insiden fraktur terbuka di Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia
mendata sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki
peringkat terbanyak pada tibia (21,6%), disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna
(9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka diafiseal lebih
sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 % versus 1.2%).4,5
Lokasi
Jumlah kasus fraktur
Fraktur Terbuka
Ekstremitas atas
15,406
503
Ekstremitas bawah
13,096
488
Lingkar bahu
1,448
3
Pelvis
942
6
%
3.3
3.7
0.2
0.6
Tulang Belakang
Total
683
31,575
0
1,000
0.0
3.17
3.3 ETIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur, yaitu:
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
2. Instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan dan densitas tulang.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh
gaya berat dan sebagian oleh tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran biasanya
disebut dengan aposisi, penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang.
Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga mempunyai
potensi untuk terjadi infeksi. Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmenfragmen tulang. Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang
terjadi, gaya berat, maupun tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen
fraktur akibat suatu trauma dapat berupa:
1. Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpang tindih dan berhimpitan/
overlapping, bertrubukan sehingga saling tancap/ impacted) : fragmen dapat
bergeser ke samping, ke belakang atau ke depan dalam hubungannya dengan
satu sama lain, sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak. Fraktur
biasanya akan menyatu sekalipun aposisi tidak sempurna, atau sekalipun
ujung-ujung tulang terletak tidak berkontak sama sekali.
2. Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur) :
fragmen dapat miring atau menyudut dalam hubungannya satu sama lain.
3. Rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang) : salah satu
fragmen dapat berotasi pada poros longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi
tungkai akhirnya mengalami deformitas rotasional.
4. Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping
antara fragmen fraktur): fragmen dapat tertarik dan terpisah atau dapat
tumpang tindih, akibat spasme otot, menyebabkan pemendekan tulang.
Adapun hubungan garis fraktur dengan energi trauma,3,14 yaitu:
GARIS FRAKTUR
MEKANISME TRAUMA
Transversal, oblik, spiral (sedikit Angulasi/ memutar
bergeser/ masih ada kontak)
Butterfly, transversal (bergeser), sedikit Kombinasi
kominutif
ENERGI
Ringan
Sedang
10
Variasi
Berat
BATASAN
Laserasi < 1 cm, kerusakan jaringan minimal, luka relatif bersih
Laserasi >1 cm, tidak ada kerusakan jaringan hebat atau avulsi, terdapat
kontaminasi
Luka lebar dan rusak berat atau hilangnya jaringan di sekitar dan terdapat
kontaminasi berat
Tulang yang fraktur masih ditutupi jaringan lunak
Terdapat periosteal stripping yang luas dan penutupan luka dilakukan dengan
flap lokal atau flap jauh
Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah
Keterangan :
Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
traumatik.
Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
11
Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar
fungsi dari bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat
kerusakan jaringan lunak.
2,3
12
Gangguan
mobilitas
fisik
Shock
hipovolemi
k
Gangguan
perfusi
jaringan
Gambar 4. Skema terjadinya
pergeseran
fragmen tulang yang dapat mempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan
pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah
oleh emboli lemak dan trombosit yang terjadi akibat reaksi stress dan memicu
pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh peningkatan tekanan sumsung tulang
dibanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor
ekstrinsik (adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur) dan faktor
intrinsik (yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur) seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisita, kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :
13
jaringan
reaksi
14
Gambar
5. Fase
15
16
yang tidak memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus dibantu
pemeriksaan radiologis sebagai gold standar.
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal metode rule of two, yaitu ;
1. 2 posisi
Fraktur atau dislikasi mungkin tidak terlihat pada film rontge ntunggal, dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (AP dan lateral).
2. 2 sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan
angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto rontgen.
3. 2 tungkai
Pada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat mengacaukan
diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
4. 2 cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat.
Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto
rontgen pada pelvis dan tulang belakang.
5. 2 waktu
Segera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit dilihat.
Pemeriksaan selanjutnya setelah 10-14 hari kemudian dapat memudahkan
diagnosis.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan CT scan untuk melihat tulang
lapisan demi lapisan dan juga MRI untuk mengidentifikasi cedera pada jaringan lunak
seperti tendon, ligament dan tulang rawan.2,3,13-15
3.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan fraktur
1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan
verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut
dengan ambulans
2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah
sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi
pada frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta
obat-obat anti nyeri.
17
anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif
dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi/ infeksi dan
sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca
trauma.
Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas.
Debridement bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian itu.
Dalam anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara itu asisten
mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami cedera dan menahannya
agar tetap ditempat. Pembalut yang sebelumnya digunakan pada luka diganti
dengan bantalan yang steril dan kulit di sekelilingnya dibersihkan dan dicukur.
Kemudian bantalan tersebut diangkat dan luka diirigasi seluruhnya dengan
sejumlah besar garam fisiologis. Irigasi akhir dapat disertai obat antibiotika,
misalnya basitrasin. Turniket tidak digunakan karena akan lebih jauh
membahayakan sirkulasi dan menyulitkan pengenalan struktur yang mati.
Jaringan itu kemudian ditangani sebagai berikut:
Kulit
Hanya sesedikit mungkin kulit dieksisi dari tepi luka, pertahankan
sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas dengan insisi yang
terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai. Setelah
konsistensinya
yang
buruk,
tidak
dapat
berkontraksi bila dirangsang dan tidak berdarah. Semua otot mati dan
sama sekali.
Sendi
Cedera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka,
penutupan sinovium dan kapsul, dan antibiotik sistemik : drainase atau
20
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.
6. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed
primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
7. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya
trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi I
(cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin
1-2 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan
setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalamcperawatan
ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan
sensitifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang
digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka
derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang
terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan
kecurigaan sepsis. Penelitian lain menyatakan pemberian antibiotik bertujuan
untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat
sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Co amoxiclav atau
cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotic pilihan
pertama sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative.
Bersamaan saat dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan
gentamisin.
Grade I
Segera mungkin Co
atau 3 jam amoxiclav
pertama
Grade II
Grade III A
Co amoxiclav
Co amoxiclav
Co amoxiclav
21
Debridement
Co
amoxiclav
dan
gentamisin
Penutupan luka
Gentamisin dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Gentamisin dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Gentamisin dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Profilaksis
Co
amoxiclav
Co amoxiclav
Co amoxiclav
Co amoxiclav
Periode max
24 jam
72 jam
72 jam
72 jam
8. Pencegahan tetanus
Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat
diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada
penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-10 tahun dan
75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus
dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan0,1 selama 30 menit.
Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1
dosis boster 0,5 ml secara intramuskular.
Stabilisasi fraktur
Imobilisasi Gips (Plaster of Paris)
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak bergeser
setelah dilakukan manipulasi / reposisi atau sebagai pertolongan yang bersifat
sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak merusak
jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips adalah murah dan
mudah digunakan oleh setiap dokter, non toksik, mudah digunakan, dapat dicetak
sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan menjadi terapi konservatif
pilihan. Pada fraktur terbuka derajat III, dimana terjadi kerusakan jaringan lunak yang
hebat dan luka terkontaminasi, penggunaan gips untuk stabilisasi fraktur cukup
beralasan untuk mempermudah perawatan luka. Setelah luka baik dan bebas infeksi
penggunaan gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan untuk menunjang secondary
bone healing dengan pembentukan kalus.
22
Pemasangan fiksasi
Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi
23
fiksasi luar dengan unilateral frame external fixator merupakan indikasi, tetapi pada
fraktur yang tibia proksimal atau lebih distal penggunaan multiplanar external fixator
yang lebih cepat.
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation
biasanya diindikasikan pada keadaan berikut:
Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia
3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur terbuka dapat dibagi dalam dua fase yaitu:
Fase dini komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase dini ini
antara lain; kerusakan lapisan visceral, kerusakan pembuluh darah, kerusakan
pembuluh saraf, sindroma kompartemen, haemarthrosis, infeksi, gas
gangrene.2
Fase lambat komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa minggu hingga
beberapa bulaan setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase
lambat ini antara lain; delayed union, non-union, malunion, avascular necrosis,
gangguan pertumbuhan, lesi tendon, kompresi saraf, osteoarthritis.2
Selain itu penggolongan komplikasi dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
komplikasi yang terjadi secara umum atau sistemik dan komplikasi lokal.16
1. Komplikasi umum
Syok, koagulasi difus dan gangguan fungsi pernafasan terjadi selama 24 jam
pertama setelah cedera. Juga terdapat reaksi metabolic lambat terhadap cedera yang
terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah cedera, ini mencangkup
peningkatan katabolisme dan membutuhkan dukungan gizi.
Sindroma peremukan (Crush syndrome)
Sindroma peremukan dapat terjadi kalau sejumlah besar massa otot remuk,
seperti tukang batu yang terjatuh, atau kalau suatu turniket dibiarkan terlalu lama. Bila
25
kompresi dilepaskan, asam miohematin (sitokrom C), akibat pemecahan otot, dibawa
oleh darah ke ginjal dan menyumbat tubulus. Penjelasan lainnya adalah terjadinya
spasme arteria renalis dan sel tubulus yang anoksia mengalami nekrosis. Syok hebat,
tungkai yang dilepaskan tidak memiliki nadi dan kemudian menjadi merah, bengkak
dan melepuh, sensasi dan tenaga otot dapat hilang. Sekresi ginjal berkurang dan
terjadi uremia keluaran rendah dengan asidosis. Kalau sekresi ginjal pulih dalam
seminggu, pasien dapat bertahan. Sebagian besar pasien, kecuali kalau diterapi
dengan dialysis ginjal, menjadi semakin mengantuk dan mati dalam 14 hari.
Trombosis vena dan emboli paru-paru
Trombosis vena dalam (DVT = deep venous thrombosis) adalah komplikasi
yang paling sering ditemukan pada cedera dan operasi. Insiden yang sebenarnya tidak
diketahui tetapi mungkin lebih besar dari 30 % (Hedges dan Kakkar, 1988).
Trombosis paling sering terjadi dalam vena-vena di btis, dan jarang dalam vena-vena
proksimal dip aha dan pelvis. Thrombosis terutama berasal dari tempat yang terakhir
itu dan fragmen bekunya dibawa ke paru-paru. Insiden emboli paru-paru setelah
operasi ortopedik besar sekitar 5% dan insiden emboli fatal sekitar 0,5%. Penyebab
utama DVT pada pasien pembedahan adalah hipokoagulabilitas darah, terutama
akibat aktivitas factor X oleh tromboplastin yang dilepas oleh jaringan rusak. Sekali
trombosis telah terjadi, factor-faktor sekunder menjadi penting, stasis dapat
diakibatkan oleh turniket atau pembalut yang ketat, tekanan terhadap meja bedah dan
kasur, dan imobilitas yang lama, kerusakan endotel dan peningkatan jumlah dan
kelengketan trombosit dapat diakibatkan oleh cedera atau operasi. Pasien yang
terbanyak menghadapi DVT adalah orang tua, pasien dengan penyakit kardiovaskular,
pasien yang tertahan di tempat tidur setelah cedera dan pasien yang mengalami
artroplasti pinggul (dimana pelebaran reaming pada tulang dan terlalu banyak
manipulasi pada tungkai dapat merupakan factor predisposisi tambahan).
Tetanus
Organism tetanus hanya berkembang dalam jaringan mati. Organism ini
menghasilkan eksotosin yang menuju susunan saraf pusat lewat darah dan saluran
getah bening perineural dari derah yang terinfeksi. Toksin terkait dalam sel tanduk
anterior sehingga tidak dapat dinetralkan oleh antitoksin. Tetanus ditandai oleh
kontraksi tonik, dan belakangan klonik, terutama pada otot rahang dan muka (trismus,
risus sardonicus), otot dekat luka itu sendiri, dan kemudian pada leher dan badan.
Pada akhirnya, diafragma dan otot interkostal dapat kejang dan pasien mati karena
asfiksia.
26
Gas gangren
Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostrodium (terutama
C welchii). Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya dalam
jaringan dengan tekanan oksigen yang rendah, karena itu tempat utama infeksinya
adalah luka yang koto dengan otot yang mati yang telah ditutup tanpa debridement
yang memadai. Toksin yang dihasilkan oleh organisme ini menghancurkan dinding sel
dan dengan cepat mengakibatkan nekrosis jaringan, sehingga memudahkan
penyebaran penyakit itu. Gambaran klinik timbul dalam 24 jam setelah cedera, pasien
mengeluh nyeri hebat dan terdapat pembengkakan di sekitar luka dan secret yang
kecoklatan dapat ditemukan. Pembentukan gas biasanya tidak sangat nyata. Terdapat
sedikit atau tidak ada demam, tetapi denyut nadi meningkat dan bau yang khas
menjadi jelas. Dengan cepat pasien akan mengalami toksemia dan dapat terjadi koma
dan kematian.
Emboli lemak
Adanya gumpalan lemak yang diameternya lebih besar daripada 10
mikrometer dalam sirkulasi, dan sedikit tanda-tanda histologist dari emboli lemak
pada paru-paru, terjadi pada sebagian besar orang dewasa setelah fraktur tertutup pada
tulang panjang. Untungnya hanya sejumlah kecil pasien yang mengalami sindroma
emboli lemak, yang sekarang dianggap sebagai bagian dari gangguan fungsi
pernafasan pasca trauma. Sumber emboli lemak kemungkinan adalah sumber tulang
dan keadaan ini sering ditemukan pada pasien dengan fraktur multiple yang tertutup.
Tetapi, emboli lemak telah dilaporkan pada berbagai jenis kelainan yang bukan
merupakan cedera kerangka (misalnya luka bakar, infark ginjal dan operasi
kardiopulmoner).
2. Komplikasi lokal
Komplikasi local dapat timbul lebih dini (selama beberapa minggu pertama
setelah cedera) atau belakangan (dari beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah
fraktur). Komplikasi ini selanjutnya dapat dibagi lagi memnjadi yang mempengaruhi
tulang dan yang melibatkan jaringan lunak dan sendi-sendi.
Komplikasi dini tulang
Infeksi
Fraktur terbuka dapat terinfeksi, fraktur tertutup hamper tidak pernah trinfeksi
kecuali kalau dibuka dengan operasi. Infeksi luka pasca trauma sekarang paling sering
menyebabkan osteitis kronis. Keadaan ini tidak mencegah penyatuan frajtur, tetapi
penyatuan akan berjalan lambat dan kesempatan mengalami fraktur ulang meningkat.
Komplikasi dini jaringan lunak
27
Lepuh fraktur
Keadaan ini akibat naiknya lapisan dangkal kulit karena edema, dan kadangkadang dapat dicegah dengan pemmbalutan yang erat. Lepuh harus ditutupi dengan
suatu pembalut steril yang kering.
Borok akibat gips
Borok akibat gips terjadi bila kulit menekan langsung pada tulang. Keadaan
ini harus dicegah dengan memberikan bantalan pada tonjolan-tonjolan tulang dan
dengan mengatur bentuk gips yang basah, sehingga tekanan didistribusikan ke
jaringan lunak di sekitar tonjolan-tonjolan tulang. Bila borok akibat gipas timbul,
pasien merasakan nyeri membakar local. Gips harus segera dipotong untuk membuat
jendela, kalau tidak nyeri peringatan akan mereda dengan cepat dan tanpa diketahui
mulai timbul nekrosis kulit.
Robekan serabut otot
Robekan serabut otot sering ditemukan pada setiap fraktur. Kecuali kalau otot
tersebut digunakan secara aktif, serabut yang robek dapat menempel pada serabut
yang tidak robek, kapsul atau tulang. Kalau perlekatan dibiarkan terjadi, akan
diperlukan rehabilitasi yang lama setelah fraktur berkonsolidasi. Fraktur dan otot yang
robek membutuhkan terapi. Lebih baik menangani kedua keadaan tersebut daripada
sendiri-sendiri.
Hematrosis
Fraktur yang melibatkan sendi dapat menyebabkan hemartrosis akut. Sendi
bengkak dan tegang dan pasien terhalang setiap kali mencoba menggerakkannya.
Darah harus diaspirasi sebelum menangani fraktur.
Cedera pembuluh darah
Fraktur yan paling sering disertai kerusakan pada arteri utama adalah fraktur
di sekitar lutut dan siku, dan fraktur batang humerus dan femur. Arteri dapat terputus,
robek, tertekan atau mengalami kontusi, akibat cedera awal atau sesudahnya akibat
fragmen tulang yang lancip. Meskipun penampilan luarnya normal, intima dapat
terlepas dan pembuluh tersumbat oleh thrombus, atau segmen arteri mungkin
mengalami spasme. Efek-efeknya bervariasi mulai dari pengurangan aliran darah
sementara sampai iskemia yang jelas, kematian jaringan dan gangguan perifer.
Sindroma kompartemen
Fraktur pada lengan dan kaki dapat menimbulkan iskemia hebat sekalipun
tidak ada kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema atau radang (infeksi) dapat
meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terdapat penurunan
aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia otot, yang akan menyebabkan edema lebih
jauh, mengakibatkan tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia lebih hebat, suatu
28
lingkaran setan yang berakhir. Setelah 12 jam atau kurang, dengan nekrosis saraf dan
otot dalam kompartemen. Saraf dapat mengalami regenerasi, tetapi otot sekali terkena
infark, tidak dapat pulih dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak elastic
(kontraktur iskemik Volkman). Rangkaian kejadian yang serupa dapat disebabkan
oleh pembengkakan suatu tungkai dalam suatu cetakan gips yang ketat.
Cedera saraf
Fraktur dapat disertai komplikasi cedera saraf. Keadaan ini terutama sering
ditemukan pada fraktur humerus atau cedera di sekitar lutut. Tanda-tanda yang
member petunjuk harus dicari dalam pemeriksaan awal. Pada cedera tertutup, saraf
jarang terputus, dan penyembuhan spontan harus ditunggu. Kalau belum terjadi
penyembuhan dalam waktu yang diharapkan, saraf harus dieksplorasi, kadang-kadang
saraf terjebak diantara fragmen-fragmen dan kadang-kadang ditemukan terpisah. Pada
fraktur terbuka, suatu lesi lengkap (neurotmesis) kemungkinan besar terjadi. Saraf
dieksplorasi selama debridement luka dan diperbaiki, atau sebagi prosedur sekunder 3
minggu kemudian. Kompresi saraf akut kadang-kadang terjadi pada fraktur atau
dislokasi di sekitar pergelangan tangan. Keluhan baal atau parestesia dalam distribusi
saraf ulnaris atau medianus harus ditanggapi secara serius dan saraf dengan segera
dieksplorasi dan dilakukan dekompresi.
Cedera visceral
Fraktur pada badan sering disertai komplikasi cedera pada visera yang
dibawahnya, yang paling penting adalah penetrasi pada paru-paru dengan
pneumotoraks yang membahayakan jiwa setelah fraktur tulang rusuk dan rupture
kandung kemih atau uretra pada fraktur pelvis. Cedera ini membutuhkan terapi
darurat, sebelum fraktur ditangani.
29
tidak patah, ujung-ujung frajtur pada tulang lainnya dapat tetap terpisah dan kemudian
terjadi penundaan.
Non union
Bila keterlambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun fraktur telah diterapi
dengan memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain ialah adanya celah yang
terlalu lebar dan interposisi jaringan. Celah terlalu lebar, kalau permukaan fraktur
terpisah terlalu jauh, penyatuan sangat lama atau mungkin tidak pernah terjadi. Celah
dapat diakibatkan oleh fraktur tembakan yang menghancurkan banyak bagian tulang.
Akibat bagian tulang yang lepas dalam kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Reaksi
otot dimana otot pasien sendiri menarik kedua fragmen hingga terpisah (seperti pada
fraktur patela), atau akibat terapi dengan traksi yang berlebih. Interposisi non-union
dapat terjadi bila salah satru dari jaringan berikut ini berada di antara ujung-ujung
tulang periosteum (misalnya selapis periosteum pada fraktur mata kaki), otot
(misalnya fraktur femur dapat menembus otot kuadriseps), kartilago (misalnya fraktur
kondilus lateral humerus dapat demikian terputar sehingga permukaan sendi
kartilaginosa menghadap bahannya).
Malunion
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi,
rotasi atau pemendekan yang tidak dapat diterima) fraktur itu dikatakan mengalami
malunion. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya fraktur secara cukup, kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang berangsurangsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif.
30
31
32
yang sama sekali terpisah atau hanya suatu perluasan dari reaksi jaringan lunak pasca
trauma yang normal masih tidak jelas. Yang penting adalah mengenali jenis
kekakuan ini bila terjadi dan menganjurkan fisioterapi oleh seorang ahli sampai
fungsi normal pulih kembali.
Algodistrofi (atrofi sudeck)
Pada tahun 1900, Sudeck menguraikan suatu keadaan yang ditandai oleh
osteoporosis yang nyeri pada tangan. Keadaan yang sama kadang-kadang terjadi
setelah fraktur pada tungkai dan sekarang diketahui bahwa ini adalah stadium akhir
dari algodistrofi pasca trauma. Ini jauh lebih sering ditemukan daripada yang semula
dipercaya dan dapat terjadi akibat cedera yang relatif sepele. Pasien mengeluhkan
nyeri yang terus-menerus dan terasa membakar. Mula-mula terdapat pembengkakan
lokal, kemerahan dan kehangatan, di samping nyeri tekan dan kekakuan sedang pada
sendi-sendi yang berdekatan. Setelah beberapa minggu berlalu kulit menjadi pucat
dan mengalami deformitas yang menetap. Sinar-X secara khas memperlihatkan
penipisan tulang. Lebih cepat keadaan ini dikenal dan terapi dimulai, prognosis akan
lebih baik. Peninggian dan latihan aktif penting setelah semua cedera, tetapi pada
algodistrofi hal tersebut sangat penting. Kalau tidak ada perbaikan di dalam beberapa
minggu, blok simpatik atau obat simpatolitik misalnya guanetidin intravena dapat
membantu. Sekalipun demikian, fisioterapi jangka panjang akan diperlukan.
Osteoatritis
Fraktur yang melibatkan sendi dapat sangat merusak rawan sendi dan
menyebabkan osteoatritis pasca trauma dalam beberapa bulan. Sekalipun tulang
rawan sembuh, tidak teraturnya permukaan sendi dapat menyebabkan predisposisi
untuk osteoartritis sekunder beberapa tahun kemudian. Tidak banyak yang dapat
dilakukan untuk mencegah keadaan ini sekali fraktur telah menyatu.
Malunion pada suatu fraktur batang dapat sama sekali mengubah mekanika
sendi yang berdekatan dan ini juga dapat menyebabkan osteoartritis sekunder.
Angulasi sisa yang lebih dari 15 derajatpada tulang tungkai bawah harus dengan hatihati dinilai efeknya terhadap fungsi sendi dan kalau perlu dikoreksi oleh osteotoni.16
3.10 PROGNOSIS
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan
pada fraktur tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya
penanganan maka prognosis akan buruk.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur terbuka adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun
jaringan skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang yang terpapar oleh lingkungan luar. Fraktur terbuka merupakan suatu
keadaan darurat. Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dan banyak pada laki-laki.
Klasifikasi fraktur terbuka yang dianut dewasa ini adalah menurut Gustillo dan
Anderson. Penyebabnya bisa berupa trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis
fraktur terbuka didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang paling
bermakna adalah look, feel dan move serta penunjang berupa pemeriksaan radiologis,
CT-Scan maupun MRI. Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk
mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini
serta pemberian antibiotik yang adekuat. Komplikasi fraktur sendiri terdiri dari
komplikasi fase dini maupun fase lambat yang dapat terjadi secara sistemik maupun
lokal. Prognosis tergantung pada penolongan fraktur itu sendiri yang harus dilakukan
sebelum 6 jam (golden period) dan juga berhubungan dengan derajat fraktur.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2007. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2008.
2. Salter, Robert B. Section III: Fractures and Joint injuries. In: Textbook of
Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd ed. Lippincott
Williams & Wilkins. 1999. p. 417-97.
3. Apley, A.Graham, Solomon, Louis. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem
Apley. Ed 7. Jakarta: Widya Medika. 2002. P. 312-15.
4. Brien PJO dan Mosheiff R. Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:
http://www.aopublishing.org/. Accessed on October 26, 2015.
5. Court-Brown CM, Brewster N. Epidemiology of open fractures. Court-Brown
CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open fractures. London:
1996. Martin Dunitz, 25-35.
6. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012,
May 21). Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1269242overview#aw2aab6b3. Accessed on October 28, 2015.
7. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available at:
http://orthopedics.about.com/cs/brokenbones/g/openfracture.html.
Accessed
35
11. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available at: depts.
washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html. Accessed on October 27,
2015.
12. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.
13. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation. 2009
[cited 2011 Feb 2]. Available at: URL:http://emedicine.medscape.com/
article/1269987-overview. Accessed on October 27, 2015.
14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External
Fixations for Fractures. Available at: URL: http://orthoinfo.aaos.org/
topic.cfm?topic=A00196. Accessed on October 27, 2015.
15. Schwartz; Shires; Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah; Trauma;
Fraktur yang Umum dan Cedera Sendi; Fraktur Colles. Ed. 6. Cetakan I.
Jakarta: EGC. 2000. P. 631-77.
16. Chapman MW. Open Fractures in in Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd ed
Vol 1. Lippincott Williams & Wilkins. 2001. P.457-87.
36