Defenisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4
cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring
antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan
diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih
menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal,
seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang
terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk
kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi
kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intrauterin. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar,
dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai
tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.
Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke
duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan
(Djokomoeljanto, 2001).
Histologi
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas
banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel
terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan
basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40
buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel
berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin
(BM 650.000) (Djokomoeljanto, 2001)
tidak
aktif,
yang
digunakan
mengatur
metabolisme
pada
tingkat
(Djokomoeljanto, 2001).
Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)
seluler
Klasifikasi Struma
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan
tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.
Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah
kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun
3. Goitrogen :
hormo
tiroid,
gonadotropin,
dan/atau
tiroid-stimulating
immunoglobulin
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis
hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
8. Resistensi hormon tiroid
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
10. Silent thyroiditis
11. Agen-agen infeksi
12. Suppuratif Akut : bacterial
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
Mengenai 1 lobus
Kadang Multilobaris
Fluktuasi (+)
Batas Jelas
Berdenyut
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
1. Tekanan darah meningkat
2. Nadi meningkat
3. Mata :
Exopthalmus
Benjolan
Warna
Permukaan
2. Palpasi
Permukaan, suhu
Batas :
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,
dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena
konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali
bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau
(Tim penyusun, 1994).
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim
penyusun, 1994).
Diagnosis
Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan
dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah
endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah
sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan
suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan
penderita (karsinoma tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
1. jumlah nodul
2. konsistensi
3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak
4. pembesaran gelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita
dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
o
lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
konsistensi
mobilitas
apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat
keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim penyusun, 1994).
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah
24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
kista
adenoma
kemungkinan karsinoma
tiroiditis
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan
subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan
juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
3. ada residu tumor setelah operasi
4. metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid
diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase
jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari p.o
STRUMA TOKSIK
Struma difus toksik (Graves Disease)
Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas
tiroid itu sendiri (Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson,
1994).
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas
simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan
kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel
mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati
kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien
usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan
diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti
tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid
Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat (Mansjoer, 2001).
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid
Indikasi :
1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,
pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5. Pasien dengan krisis tiroid
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis
besar
3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada
satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
PENYAKIT TIROID YANG LAIN
Tiroiditis
Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.
Klasifikasi (Noer, 1996) :
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi
bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah,
penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan
duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses.
Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi.
Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak
dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin
atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus
diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui
kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun.
Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai
hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri
tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain
hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah
meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang
berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya
sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan
asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid
misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun
1. limfositik (Hashimoto)
merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis
autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya
membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri
spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan
histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan
fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila
kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya
ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat
mempercepat hal tersebut.
2. Non spesifik
3. fibrous-invasif (Riedel)
DAFTAR PUSTAKA
o Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
o Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
o http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
o Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
o http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
o De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
o Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :
Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
o Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
o http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
o Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta
Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
o Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
o http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
o Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid.,
In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork.