Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi utama dari hati adalahmemproduksi dan mensekresi empedu. Tiga
penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan
sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. Kolestasis terjadi bila didapatkan hambatan
sekresi berbagai substansi yang seharusnya disekresikan ke dalam duodenum, sehingga
menyebabkan tertahannya substansi tesebut di dalam hati dan menimbulkan kerusakan
sel-sel hati. Parameter yang paling banyak digunakan adalah kadar bilirubin direk serum >1
mg/dL bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bilirubin total >5 mg/dL. Kolestasis bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
sindroma yang etiologinya bemacam-macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit,
transport keluar dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik dan saluran empedu
ekstrahepatik sampai muara keluarnya di duodenum. Diagnosis dini kolestasis sangat
penting karena tatalaksana dan prognosis dari masing-masing penyebab sangat berbeda.
Kolestasis yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
hati yang kronis dengan berbagai komplikasinya. Salah satunya adalah hipertensi portal
dengan venektasi dinding abdomen sebagai salah satu tandanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenumdalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalamduodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistembilier.

EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada

1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis

neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin


1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada
hepatitis neonatal, rasionya terbalik.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain
94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%). Di Instalasi
Rawat Inap Anak RSU Dr. SutomoSurabayaantara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita
rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%),
atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma
inspissated-bile 1 (1,04%).

KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yangmenyebabkan kerusakan dan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti

akhirnyapembuntuan

kerusakan saluran empedu intrahepatik.

Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus
terutamaCMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,iskemia dan kelainan
genetik. Biasanyapenderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas
dan minumnormal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%
penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan
gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat
penting sebab efikasi pembedahanhepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun
apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas
adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung
empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu
ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanyaatresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tractyang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanyatrombus empedudidalam
duktuli. Pemeriksaan kolangiogramintraoperatif dilakukan dengan visualisasi
langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelumdilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam2 bentuk, yaitu:(a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karenasecara embriologis saluran empedu intrahepatik
(hepatoblas)

berbeda

asalnyadari

saluran

empedu

ekstrahepatik

(foregut)

makakelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai

kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empeduper portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haplo insufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multi organ pada

mata (posterior embryotoxin), tulang

belakang(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka


yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yangdalam, dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertaigejala organ
lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkangangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yangsedikit,
fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah
sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,
bakteri, danparasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis
yangserupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan
lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit
dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa

akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.

ETIOLOGI
Tabel etiologi kolestasis pada neonatus dan bayi
A.Saluran empedu ekstrahepatik
Biliaryatresia
Choledochal cystdancholedochocele
Biliaryhipoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
B.Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity(sindrom Alagille, mutasi padaJAGGED1)
Nonsyndromic paucity
Hypothyroidism
Bileductdysgenesis
Congenital hepatic fibrosis
Ductal plate malformation
Polycystic kidney disease
Carolis disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cellhistiocytiosis
Hyper-IgM syndrome
C. Hepatocytes
Sepsis-associatedcholestasis
Neonatal hepatitis
Viral infections
Hepatitis B
Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)
Herpes viruses (simplex and HHV-6 and 8)
Adenovirus
Enterovirus
Parovirus B19
Toxoplasmosis
Syphilis
Progressive familialintrahepatic cholestasis syndromes
PFIC-1: mutation in FIC1, ? aminophospholipid transporter
PFIC-1: mutation in BESP, the canalicular bile salt export pump
PFIC-1: mutation in MDR3, canalicularphospholipid flippase
Bileacid synthetic defects
Urea cycle defects
Ormithine transcarbamylasedeficiency
Carbomoyl phosphate synthetase deficiency
Tyrosinemia
Fatty acidoxidation disorders

Mithocondrial enzymopathies
Peroxisomal disorders(zellwegersyndrome)
Carbohydratedisorders
Galactosemia
Hereditaryfructose intolerance
Glycogen storage disease
Lipidstorage disorders
Niemann-Pick cell disease
Gauchersdisease
Wolmans disease
1-Antitrypsin deficiency
Neonatal hemochromatosis
Total parenteral nutrition-associated cholestasis

PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin

yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein,dan bilirubin

terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contohadalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonyugasi yang larut dalamlemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2.
mrp2 merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain,

yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi
dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi,gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yangberkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan
lemak kedalamempedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokromP-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu.
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi
serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asamempedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asamempedu primer
sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas
hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi
produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolismelogam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karenaekskresi bilier yang menurun.Bila
kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena
Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.

F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes


Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir
dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga
kadarnyaakan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas
kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi
pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan
hati melalui aktifitas detergendari sifatnya yang hidrofobik.Zat ini akan
melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas
membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran
seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzimlain dan fungsi

transport

membran dapat terganggu, sehingga lalulintas air dan bahan-bahan lain melalui
membran

juga

terganggu.

Sistim

transport

kalsiumdalamhepatosit

juga

terganggu.Zat-zat lain yangmungkin berperan dalam kerusakan hati adalah


bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalamkerusakan hati
pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalamidisplaysecara abnormal
pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu
sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dansel kolangiosit.
Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,
galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan
lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat
badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, makakemungkinan besar merupakan
suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).

Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggiterhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepihati lebih dari 3,5 cmdibawah arkus kosta pada garis
midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler
diperkirakan adanyafibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan
sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi
hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu
dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus
dicurigai. Hepatomegali yang besartanpa pembesaran organlain dengan gangguan fungsi hati
yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit
ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati
yangmemburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan
mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis
membedakan antara kolestasis

yang dapat menjadi patokan untuk

ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut

kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik 82% dari 133
penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.

Tabel Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik atau ekstrahepatik


Kriteria
Warna tinja

Ekstrahepatik

Intrahepatik

- pucat

79 %

26%

- kuning
Berat lahir (g)
Usia saat tinja dempul (hari)

21%
3226 45
16 1,5

74%
2678 65
30 2

2 minggu

1 bulan

13 %

47 %

12

35

63

47

24

- Fibrosis porta

94%

47%

- proliferasi duktuler

86%

30%

-trombus empedu intraportal

63%

1%

Gambaran hati
-

Normal

Hepatomegali
Konsistensi normal
Konsistensi padat

Konsistensi keras
Biopsi Hati

Tabel pemeriksaan penunjang untuk kolestasis pada nenatus dan bayi


Darah
Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline phosphatase, GGT, Bu, Bc)
Darah tepi
Faal hemotasis
1-Antitrypsindan phenotype
Kadar asamamino
Kadar asanempedu
Kultur bakteri
RPR
Endokrin(indek tiroid)
Amonia
Glukosa
Indeks zat besi
Hepatitis B surface antigen

IgM Total
Kultur virus
Tinja
Tinja 3 porsi
I. 0600 - 1400
II. 1400 - 2200
III. 2200 - 0600
Bila tinja pucat fluktuatif intrahepatik
Bila tinja pucat menetap ekstrahepatik (atresia bilier)
Strektobilin
Urine
Zat-zatreduksi
Asamorganik
Succinylacetone
Metabolit asamempedu
Kultur bakteri
Kultur virus (CMV)
Tes keringat
Pencitraan
Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim hati)
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzimdan analisa DNA
Kultur

KOLESTASIS NEONATAL dan BAYI

Gambar. Algoritma diagnosis kolestasis

PENATALAKSANAAN
Dasar Terapeutik Kolestasis
1. Terapi etiologik
Operatif ekstrahepatik portoenterostomi kasai (umur < 6 8 minggu)
Non operatif intrahepatik (medikamentosa)
2. Stimulasi aliran empedu
Fenobarbital

Enzim glukuronil transferase

Enzim sitokrom P450

induksi

Enzim Na+K+ATPase

3 10 mg/ kgBB/ hr ; 2 dd

Ursodeoksikolat 10 30 mg/ kgBB/ hr

Competitive binding empedu toksik

Bile flow inducer

Suplemen empedu

hepatoprotector

Kolestiramin 0,25 0,5 g/ kgBB/ hr

Menyerap empedu toksik

Menghilangkan gatal

Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr

aktivitas mikrosom

Menghambat ambilan empedu

3. Terapi suportif
Terapi nutrisi

MCT

Vitamin ADEK
A 5.000 25.000 U/ hr
D3 0,05 0,2 g/ kgBB/ hr
E 25 50 IU/ kgBB/ hr
K1 2,5 5 mg/ 2 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe


4. Terapi komplikasi
Hiperlipidemia/ xantelasma : kolestipol
Gagal hati : transplantasi
BAB III
LAPORAN KASUS

DOKTER MUDA SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP NTB

Tanggal masuk rumah sakit/jam: 22/10/2015 21.05 wita

IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama

: By. M

Tanggal lahir

: 19-09-2015

Jenis kelamin

: Laki-laki

Cara persalinan

: Spontan

BBL

: 2600 g

Alamat

: desa Sedau Lombok Barat

Identitas Keluarga:

Nama
Umur
Golongan Darah
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

Ibu
Ny. N
38 tahun
SD
Ibu Rumah Tangga
Sedau

Bapak
Tn. AS
43 tahun
SMP
Swasta
Sedau

SUBYEKTIF
HETEROANAMNESIS : (06-11-2015/10.00 WITA, sumber dari ibu bayi)
Keluhan utama : Kuning seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien di bawa oleh orang tuanya ke RSUP NTB dengan keluhan kuning seluruh tubuh sejak
umur 3 hari. Pasien juga dikeluhkan susah menetek dari sejak lahir. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa bayinya mengalami demam 3 hari SMRS dan berhenti 1 hari kemudian
tanpa diberikan pengobatan. Ibu pasien juga mengeluhkan bahwa anaknya terlihat lemas,
kurus dan tangisannya tidak keras seperti bayi pada umumnya. Ibu pasien mengaku bahwa
BAB pasien selama beberapa hari SMRS berwarna kuning biasa. BAK pasien dalam batas
normal. Ibu pasien menyangkal bayinya pernah mengalami kejang, warna biru saat lahir,
sesak, batuk, pilek, maupun muntah.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat riwayat demam beberapa hari terakhir dalam keluarga, kuning (-), penyakit
jantung (-), tekanan darah tinggi (-), ginjal (-), asma (-).

Riwayat Pengobatan :

Sebelumnya pasien telah dirawat di bagian NICU RSUP NTB karena berwarna kuning dan
diberikan terapi penyinaran serta terapi suntikan. Pasien dirawat selama 18 hari, kemudian
dipulangkan dan diminta untuk kontrol ke poli anak RSUP NTB.

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Riwayat Kehamilan
Anak ke

: 3 (ketiga)

ANC

: 3-4 kali di Puskesmas

USG

:-

HPHT

:-

Taksiran Persalinan

:-

Riwayat demam dalam kehamilan

: Tidak ada

Penyakit atau komplikasi kehamilan : Tidak ada

Riwayat Persalinan
Persentasi

: Kepala

Cara persalinan

: Spontan

Riwayat ketuban kental, hijau, bau

: Tidak ada

Tempat lahir

: RSUP NTB ditolong oleh bidan

Keadaan bayi saat lahir


Jenis kelamin

: laki-laki

Kelahiran

: Multiple

Kondisi saat lahir

: Hidup

A-S

: 7-9

BBL

: 2600 gram

PB

: 48 cm

Keadaan bayi yang lain dalam kondisi normal meskipun BBL nya yaitu 1800 gram.

Riwayat Nutrisi
Sejak lahir, pasien kurang mau menetek, 4-5 kali saja per harinya dengan durasi 5-10 menit.
Riwayat Imunisasi
Pasien langsung diberikan imunisasi HB saat lahir
Riwayat Sosial
Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga dan ayah psien merupakan seorang petani dengan
pendapatan yang tidak menentu.

OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK (Tgl 20 Oktober 2015 jam 22.00 Wita)
Status Present

ATR
Tangis
Denyut jantung
Respirasi
Tax
SPO2

: Letargi
: Merintih
: 142 x/menit
: 26 x/menit
: 36,9 C
: 98% tanpa O2

Status Generalis
BBL
BB sekarang
PB
LK
1. Kepala
Bentuk
UUB

: 2600 gram
: 2250 gram
: 46 cm
: 33 cm
: normocephali
: terbuka, datar

UUK
2. Mata
Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
Pupil

: terbuka, datar
: (-)
: (+)
: reflex cahaya (+/+), isokor

3. THT
Napas cuping hidung : (-)
Sianosiss
: (-)
4. Mulut
: sianosis (-)
5. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), hematoma pada musculus SCM (-), pembesaran
kelenjar Tiroid (-), leher pendek (-).
6. Toraks

Bentuk

: simetris

Retraksi

: (-)

Paru

: bronkovesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-),

7. Abdomen

Distensi

: (-)

Bising usus

: (+)

Hepar-lien

: tidak teraba

Tali pusat

: kuning kehitaman

8. Genitalia Eksterna

Kelainan bawaan

: (-)

9. Anus
: (+)
10. Ekstremitas
CRT
: < 3 detik
Tonus otot
: normal
11. Kulit :
Ikterus (+) derajat kramer V
Turgor kulit : normal
Kelainan kulit lainnya (-)
12. Kuku
: (+)
13. Kelainan Bawaan
: (-)
ASSESSMENT

Diagnosis Awal
Suspect Kolestasis

PLANNING

Diagnostik

DL, golongan darah

GDS

LFT (Bilirubin total, direk)

SGOT SGPT

FT4 TSH

Septic marker ( WBC, PLT, CRP,I/T Ratio)

Tinja 3 porsi

USG Abdomen

Terapi

IVFD D5 NS 10 tpm mikro

Inj Cefotaxime 2x 125 mg IV

Hasil Pemeriksaan Penunjang (20 Oktober 2015)

HGB

: 11,6 g/dL

RBC

: 3,95 x103/uL

HCT

: 32,5 %

MCV

: 82,3 fL

MCH

: 29,4 pg

MCHC

: 35,7 g/dL

WBC

: 18,64 x103/uL

PLT

: 393 x103/uL

Bilirubin Total

: 29,39 mg/dL

Bilirubin Direk

: 17,02 mg/Dl

SGOT

: 631

SGPT

: 427

ALP

: 465

Albumin

: 3,3

Hasil USG

Hasil : ukuran hati dan lien relatif membesar. VF ukuran 1,02x0,34, dinding tak menebal, ren
bilateral dbn, Cistitis (UV : dinding menebal)

RESUME
Bayi laki-laki usia 33 hari :
Ikterik (+) pada seluruh tubuh sejak 3 hari setelah lahir
Bayi malas menyusu, sejak lahir hanya diberi ASI
Ikterus (+) derajat kramer V

SGOT

: 631

SGPT

: 427

ALP

: 465

Diagnosis Akhir

Suspect Kolestasis Intrahepatik

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan R, et al. 1985. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Info Medika Jakarta: Jakarta.
2. Rohsiswatmo R, et al. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. BadanPenerbit IDAI: Jakarta.
3. William W, et al. 2006. Curent Diagnosis and Treatment Pediatrics 18th Ed.McGraw Hill
Companies.
4. Richard E, et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. WB Saunders
Company: Philadelpia.
5. Damanik, Sylviati M. Hiperbilirubinemia. Available from www.pediatrik.com Accessed
September 5, 2012.
6. WHO.2003. Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And
Midwives. Department of Reproductive Health and Research. Geneva : World
Organization Health.
7. American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline. Management of
Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation. Pediatrics
114:297-316.

Anda mungkin juga menyukai